Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah
mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada
lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan konsultasi,
pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha sosial ekonomi lansia.
Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,37 %
penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yang cukup besar di
masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian dan pemanfaatan hasilhasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan pelayanan yang prima. Praktik
yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris
pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat
dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan, dan bahan
pengambilan keputusan.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi gerontik
2. Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik
3. Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama kalinya
sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama tersebut
diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan
logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan
masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis,
dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai
aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi
merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada
lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus
aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat
(Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan
Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan
gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing
berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara
luas, tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan
keperawatan pada lansai adalah gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada
kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek
perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
B. Tujuan Keperawatan Gerontik
Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan
proses penuaan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani,
rohani, maupun social secara optimal
Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut
usia
Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat
10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung, menggunakan,
dan berpartisipasi dalam penelitian)
11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative dan
rehabilitative)
12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner (mengkaji,
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara
menyeluruh)
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun masa depan
perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan dalam
menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk meningkatkan
perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan
di akhir hidup.
Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate level.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence based
practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada
level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai
role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat
gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong
perawat menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo
dan setting perawatan jangka panjang lainnya.
Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di masyarakat.
Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali
para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai
layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan
mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan dengan
modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai
usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi
usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes,
alzheimer, dementia, bahkan kanker.
Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator yakni
dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan
riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan fungsional
klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi
klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.
1.
2.
3.
4.
5.
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility
(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence
(beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan
intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),
insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Kesehatan
Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf,
dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik
(hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat
yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang
mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat
terjatuh
ke
dalam
tempat
mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali
dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi
baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah
kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi
keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya
kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab),
yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.
Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau
lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan
berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu
hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan
dengan gangguan intelektual lainnya.
Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain sering
didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko
yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit
sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
6. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua
pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang
digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit
menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi,
seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum,
akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit
terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan
pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial
serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi
pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakitpenyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua
yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak
bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban,
cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat
berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya
kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan
mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung
berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.
9. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera,
kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental,
gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
10. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental
akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat,
yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa
tuanya.
11. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita
penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian
lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
12. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah
makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita
sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut
maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka
pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan
gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses
tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar
tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan
salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang walaupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan
seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita
(akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan
berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.
Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria
usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari
disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi
ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan
juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya
kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).
F. Mitos Pada Lansia
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a.
Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3. Mitos berpenyakitan
4.
5.
6.
7.
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.
H. Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia
1. Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di
rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan
adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus
memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
a. Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
b. Keluarga
c. Kelompok
d. Lembaga / organisasi sosial
e. Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan
secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
2. Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan
kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain
karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat
dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
a. Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
b. Peningkatan gizi
c. Bantuan aktivitas
d. Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
e. Pendampingan rekreasi
f. Olah raga dsb
3. Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal
lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi
permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan
kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau
keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
metaparadigma
lansia.
Dia
yang
tidak
dapat
diprediksi
dengan
pengetahuan
tentang
bagian
bagiannya.
1.
Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan,
tereduksi terpisahkan, energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan
pola dan integral dengan bidang manusia (Rogers, 1992).
2.
3.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
7.
a.
b.
c.
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural Nursing Theory atau teori
perawatan transkultural.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition.
Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara
efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman,
gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan
culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam
maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku
yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka
meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968).
Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:
Perilaku mencari keamanan
Perilaku mencari perawatan
Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
Perilaku seksual dan identitas peran
Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas,
yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam
lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi
tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti
ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.
Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien
untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya.
Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri
terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya
Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan
individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan yang efektif terhadap
klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan membantu klien
dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi kebutuhan yang tidak bias dipenuhi
sendiri oleh klien.
B.
SARAN
Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan keperawatan
yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia merasa tercukupi
kebutuhannya secara lebih efektif.
Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada lansia
sehingga lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012 dari
http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i
Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal