Professional Documents
Culture Documents
9
.
.
.
. .
.
: !
keteladanan, saat kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh, saat kita tidak
menemukan tokoh idola yang bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan
Rasululullah saw 15 abad silam sangat relevan kita hadirkan di era kontemporer
dewasa ini.
Barang siapa yang menegakkan puasa karena iman dan penuh keikhlasan,
maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Inilah saatnya kita kembali pada fitrah kita, kembali pada kesucian kita. Kita
dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung pada kebenaran yang
hakiki. Akan tetapi, setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita semakin luas,
kebutuhan hidup kita semakin banyak, angan-angan kita semakin menerawang,
jiwa yang suci tadi terkontaminasi dengan virus-virus kemaksiyatan, dengan
debu-debu dosa kepada Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan kontribusi
dalam berbuat dosa. Lisan kita, berapa banyak orang yang telah tersakiti oleh
lidah kita ? Mata kita, berapa banyak pendangan haram yang telah dilakukan
oleh mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit hati telah bersemayam dalam
hati kita, seperti iri, dengki, buruk sangka, sombong, dsb? Tangan kita, berapa
banyak dosa yang telah dilakukan akibat tangan kita.
Ramadhan hadir sebagai sarana untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian
jiwa. Lisan, mata, telinga, hati dan pikiran kita dibersihkan, dikarantina selama
Ramadhan melalui puasa dan berbagai latihan pengendallian diri selama
sebulan. Qad aflakha man zakkaha wa qad kho baman dassaha (Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan diri dan rugilan orang-orang yang mengotori
dirinya). Ibadah Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana
untuk menemukan kembali jalan menuju fitrah.
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup
aurat tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap
kali berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat
tersebut.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan
harus tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah
yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita,
sebagai pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang
kita capai dengan ibadat ramadhan hendaklah kita jadikan modal untuk meraih
shiyamuddahri , yakni nilai, pahala serta kebaikan puasa sepanjang masa. Agar
hidup kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari maghfirah dan rahmat Allah
SWT.
Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan
ummatnya untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di
bulan syawal. Sebagaimana sabda beliau:
( )
Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada
bulan syawal, maka nilainya seperti puasa sepanjang masa (HR Muslim)
Kecuali melanjutkan ramadhan dengan puasa syawal, adalah penting
meneruskan jiwa serta moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit shiyam dan
qiyamu ramadhan adalah imanan wahtisaban, yaitu al tashdiq wal inqiyad,
membenarkan segala yang datang dari Allah baik perintah maupun larangan dan
mematuhinya; dengan semata-mata mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha,
maka rahmatNya yang tak terhingga akan dicurahkan, kendatipun kita tersalah
maka ampunanNya yang tak terbatas akan menutupinya ghufira lahu ma
taqaddama min dzanbih diampuni semua dosanya yang telah lalu.
Ramadhan telah meng-upgrade pribadi muslim menjadi pribadi mumin, dari
keislaman yang bersifat status atau pengakuan menjadi keislaman komitmen
dan kepatuhan. Dengan menghadirkan serta meneguhkan basis iman, setiap
muslim mampu menjaga diri dari pelbagai kemasiatan.
Allahu Akbar 3X walillahilhamd
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Adapun akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas Ramadhan yang penting untuk tetap
dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:
1. Suasana Religius
Suasana yang bernuansa agama selama Ramadhan sangat terasa, baik
di rumah kita, di lingkungan kita, di masjid kita dan bahkanm di televise
kita. Cobalah lihat, masjid, mushola dan surau jamaahnya penuh saat
Ramadhan. Kita yang sebelum ramadhan jarang berjamaah shalat di
masjid, saat Ramadhan ringan betul melangkahkan kaki bersama anakanak ke masjid. Karena itu, meski Ramadhan telah berlalu, mari tetap kita
hidupkan masjid-masjid kita dengan melestarikan shalat berjamaah di
masjid.
2. Kemampuan mengendalikan diri
Esensi dari puasa (ash-shiyam) adalah al-imsak, yang artinya
mengendalikan diri. Kemampuan pengendalian diri ini merupakan kunci
sentral terwujudnay tatanan yang baik dalam masyarakat. Sebaliknya,
kegagalan mengendalikan diri dari godaan nafsu syaitan, akan
meninimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan. Seorang penguasa
yang
gagal
mengendalikan
dirinya,
akan
menyalahgunakan
kekuasaannya. Tidak heran KKN, masih marak di negeri yang mayoritas
muslim ini. seorang pebisnis yang gagal mengendalikan diri akan
melakukan berbagai cara pintas untuk meraih keuntungan sebanyakbanyaknya, meskipun merugikan orang lain dan melanggar nilai-nilai
agama. Seorang remaja yang gagal mengendalikan diri dalam
pergaulanmnya, akan terjebak dalam pergaulan bebas yang merusak
moralitas dan masa depannya. Pelajaran pengendalian diri selama puasa
Ramdahan hendaklah kita hidupkan setelah Ramadhan usai.
3. Kesadaran akan pengawasan Allah (maiyatullah).
Saat kita sendirian di suatu tempat yang tidak ada orang lain melihat, kita
sebenarnya bisa saja makan atau minum dan kemudian berpura-pura
puasa kembali. Tidak ada orang yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak
dilakukan karena orang-orang yang berpuasa sadar akan kebersamaan
Allah dalam hidupnya (maiyatullah). Meskipun orang lain tidak melihat,
tetapi kita sadar bahwa Allah melihat kta. Berbagai penyelewengan yang
terjadi dalam masyarakat, termasuk korupsi dan kolusi, dikarenakan tidak
adanya kesadaran pelakunya bahwa Allah melihat perbuatan dan tingkah
lakunya. Mereka merasa aman dapat merekayasa agar orang lain tidak
tahu, agar terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal ada auditor Yang
Maha Agung dan Maha Melihat yang mengawasi dan mengetahui seluruh
perbuatan mereka.
Sifat ini telah disebutkan di dalam banyak tempat dalam Al-Quran. Di
antaranya, firman Allah:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam
bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepadanya. Dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada,
dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita lestarikan pasca Ramadhan,
khususnya oleh politisi, pejabat public dan pelaku bisnis, insya Allah
berbagai penyimpangan yang terjadi akan bisa diminimalisir.
4. Al shidqu yakni kejujuran.
Dimensi kejujuran dalam puasa sangat ditekankan. Kejujuran merupakan
bukti paling niscaya bahwa seseorang dalam suasana taqwa.
Sebagaimana firman Allah:
(119: )
Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan
pastikanlah kamu sekalian bersama orang-orang yang jujur
Kejujuran adalah gerbang menuju segala kebaikan, sedangkan ketidak
jujuran akan membawa kepada pelbagai penyimpangan dan kejahatan.
Orang harus berlatih untuk jujur, sekali dua kali tiga kali dan seterusnya,
sehingga ia dicatat oleh Allah sebagai pribadi yang jujur (AL SHIDDIEQ).
Kemudian telah ada jaminan dari Allah, bahwa orang jujur akan mujur,
sedang yang tidak jujur cepat atau lambat akan hancur. Bukti empirik telah
begitu banyak membenarkan korelasi ini.
5. Al tathahhur yakni membersihkan diri
Ramadhan adalah bulan suci, dan bagi yang menjalankannya dengan
baik akan membersihkan dirinya dari segala noda dan dosa, sebab
sebulan penuh orang yang puasa menjalani proses pembersihan yang
menyeluruh. Hanya dengan cara demikian puasa seseorang diterima, dan
doanya dikabulkan. Kemudian bersama idul fithri sepenuhnya kembali
kepada kondisi fithrah. Adalah penting kita ingatkan kepada diri, janganlah
apa yang sudah suci kita nodai lagi, sikap perilaku yang sudah bersih
jangan kita kotori lagi.
Penghasilan yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri
lagi dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas
haram. Puasa ramadhan melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar,
dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah kuat menahan panasnya
api neraka.
Marilah kita akhiri pertemua kita kali ini dengan berdoa kepada Allah SWT agar
amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita
berhasil meraih derajat takwa.
Yaa Allah, Maha Agung asma-MU. Wahai Dzat yang Maha Adil dan Maha luas
kasih sayang-Nya. Maha tinggi kemuliaan-Mu yaa Aziiz, wahai Dzat yang
senantiasa mencurahkan rahmat dan nikmat kepada para hamba-Nya. Maha
besar kekuasaan-Mu yaa Maalik.
Yaa Rahman, inilah kami para hamba-Mu. Kami datang bersimpuh di hadapan
kebesaran-Mu. Inilah kami, yaa Aziiz, makhluk-Mu yang lemah dan tak berdaya,
kini duduk di hadapan altar kemuliaan dan keagungan-Mu. Ya Rahiim, inilah
kami hamba-Mu yang tak pernah luput dari kesalahan dan dosa, sering lalai dan
alpa, yang acapkali bertengkar untuk memperebutkan bangkai-bangkai dunia;
kini kami hadir menyerahkan segenap jiwa dan raga di depan pintu kekuasaanMu. Yaa Ghaani, inilah kami, orang-orang fakir yang menundukkan kepala
karena malu kepada-Mu, kini kami menengadahkan tangan-tangan kami untuk
memohon belas kasih-Mu.
Yaa Allah, Yaa Rahman, yaa Rahiim. Kami yang berkumpul di tempat ini, pada
pagi ini, adalah para hambu-Mu. Saat Ramadhan kami tertatih-tatih
mendekatkan diri kepada-Mu karena berharap kasih sayang-Mu. Yaa Allah,
setiap saat kami berusaha mengetuk pintu-Mu dengan rasa lapar dan dahaga.
Yaa Allah, setiap malam kami berusaha membaca al-Quran untuk memahami
petunjuk-Mu. Setiap saat kami menyeru-Mu dengan dzikir dan doa. Semua itu,
yaa Rahman, hanya untuk menggapai ridla dan janji-Mu. Engkaulah Dzat yang
maha mengetahui apa yang telah kami lakukan.
Ciputat, 1 Syawal 1428 H/ 12 oktober 2007