Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pasca melahirkan adalah periode dimana ibu menjalani hari yang melelahkan.
Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan kondisi fisik dan psikis
ibu dimana hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres). Banyak ibu baru melahirkan
mengalami depresi pasca persalinan atau lebih dikenal sebagai baby blues syndrome.
Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues atau
postpartum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2
minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Istilah blues ini mengacu pada arti keadaan
tertekan. Sesuai dengan arti katanya, maka tanda-tanda dari sindrom ini adalah adanya
gejala-gejala gangguan emosi seperti menangis, sering merasa cemas, tidak percaya diri, sulit
beristirahat dengan tenang dan mood yang sering berubah-ubah.
Sindrom ini dialami oleh hampir sekitar 25-85% ibu pasca melahirkan. Baby blues
syndrome perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum
depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu.
Banyak faktor yang bisa menyebabkan baby blues syndrome, yaitu: faktor dari ibu,
bayi yang dilahirkan dan lingkungan sekitar. Kelelahan saat melahirkan, kesulitan menyusui,
trauma melahirkan dan depresi saat mengandung dan canggung mengurus bayi adalah
beberapa contoh faktor yang berasal dari ibu. Faktor kesulitan menyusui dan canggung
mengurus bayi biasanya terjadi pada kelahiran pertama, hal ini dikarenakan sang ibu belum
terbiasa dan berpengalaman mengurus bayi. Bahkan ada beberapa ibu yang takut menyentuh
bayinya karena melihat bayinya sangat kecil dan rapuh.
Faktor hormon juga berpengaruh dalam terjadinya sindrom ini, dimana perubahan
keseimbangan hormon akibat melahirkan membuat ketidak-seimbangan emosi dari sang ibu.
Kondisi dari bayi yang baru lahir merupakan faktor yang berasal dari sang bayi, contohnya
saja: bayi lahir dengan berat badan rendah atau bayi lahir dengan kondisi yang tidak normal.
Faktor dari lingkungan dapat berasal dari mertua, tetangga bahkan suami atau ayah bayi
sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Baby blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan
memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan.
Baby blues atau sering juga disebut maternity blues atau post-partum blues (PPB) diartikan
sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang
waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
2.2 Epidemiologi
Baby blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi
di literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut
sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi.
Dewasa ini, baby blues syndrome atau sering juga disebut maternity blues atau postpartum
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam
minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti: reaksi
depresi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan,
cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa
minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
Baby blues ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu
sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksana sebagaimana
seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan
dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan
bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat
yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam
masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.
3
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus
pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan
beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejalagejala tersebut. Berbagai studi mengenai baby blues syndrome di luar negeri melaporkan
angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan
disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
Untuk di Indonesia dari penelitian Wratsangka pada tahun 1996 di RS Hasan Sadikin
Bandung, ditemukan 33% wanita pasca persalinan mengalami baby blues syndrome. Bagian Obstetri
dan Ginekologi FKUI-RSCM menunjukkan, paling sedikitterdapat 26%.
2.3 Klasifikasi
A. Ringan : post partum blues atau sering juga maternity blues atau sindroma ibu baru diartikan
sebagai suatu sindroma gangguan afek yang sering tampak pada minggu pertama setelah
persalinan ditandai dengan gejala gejala : reaksi depresi atau sedih (disporia), sering
menagis, mudah tersinggung,cemas, labilitas perasaan.
B. Berat : depresi berat dikenal sebagai sindroma depresi non psikotik pada kehamilan namun
umumnya terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kelahiran. Gejala gejala
depresi berat : perubahan pada mood, gangguan pada pola tidur, perubahan mental dan libido,
dapat pula muncul phobia, ketakutan, menyakiti diri sendiri atau bayinya, depresi berat akan
memiliki resiko tinggi pada wanita atau keluarga yang pernah mengalami kelainan psikiatrik
atau pernah mengalami premenstrual sindrom. Kemungkinan rekuren pada kehamilan
berikutnya.
Penatalaksanaan depresi berat : dukungan keluarga dan lingkungan sekitar, terapi psikologis
dari psikiater dan psikolog, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan (pemberian
depresan perlu diperhatikan pada wanita hamil dan menyusui ), pasien dengan percobaan bunuh diri
sebaiknya tidak ditinggalkan sendirian dirumah, jika diperlukan lakukan perawatan di RS, tidak
dianjurkan untuk rooming atau rawat gabung dengan bayinya.
2.4 Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun,
banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat
berpengaruh pada
gangguan emosional pasca partum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja mengaktifasi adrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan
yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta
keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan
moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu atau berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul
permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem
dengan anak sebelumnya.
Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada psikologi ibu
seperti adanya pembengkakan pada payudara yang menyebabkan rasa nyeri ataupun jahitan
yang belum sembuh
Marital dysfunction atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain, merasa
terisolasi
Pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan yang bersifat trauma (seperti seksio
cesaria,dan epistomi)
5
Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik (orang orang mempunyai latar belakang
gangguan mental dan pernah bermasalah secara psikis sebelum hamil, berisiko tinggi
mengalami post partum blues. Resikonya bias 2-3 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak
mempunyai latar belakang masalah tersebut. Pada wanita yang tidak berisiko pun, bila di saat
persalinannya ada masalah, bias meningkatkan insiden PBB. Ibu yang melahirkan dengan
operasi karena terjadi keracunan kehamilan seperti preeclampsia, bias berisiko mengalami
PBB.)
Stress dalam keluarga, misalnya : Faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan suami,
problem dengan mertua. stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak
keluar,frustasi karena bayi tidak mau tidur, stress melihat bayi sakit,rasa bosan dengan hidup
yang dijalani.
lebih rentan pada ketidakseimbangan hormonal dari pria. Itu disebabkan terjadinya reaksi
kimia antara hormon dan otak yang meningkatkan risiko terjadinya baby blues syndrome.
2.4.2 Hormon Thyroid.
Kelenjar thyroid berukuran kecil dan terletak di leher. Beberapa wanita mengalami
penurunan hormon thyroid setelah melahirkan. Rendahnya hormon thyroid akan
menyebabkan gejala depresi, irritabilitas, berkurangnya minat pada aktivitas biasa,
kelemahan dan peningkatan berat badan. Akan tetapi tidak semua wanita mengalami baby
blues syndrome akibat ketidakseimbangan hormon thyroid.
2.4.3 Perubahan gaya hidup.
Ibu baru mengalami banyak perubahan gaya hidup, dan beberapa diantaranya akan
berkontribusi dalam terjadinya baby blue syndrome. Lingkungan yang meningkatkan risiko
gejala baby blues syndrome antara lain:
menjadi depresi pada beberapa wanita, lainnya dapat mengatasi perubahan tersebut tanpa
mengalami.
2.5 Patofisiologi
Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan faktor
emosi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu.
Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72
jam setelah melahirkan dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan serta
di lain sisi terjadi peningkatan dari hormon menyusui.
Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72
jam setelah melahirkan sedangkan hormon menyusui mengalami peningkatan. Hal ini kemudian
memodulasi ekstabilitas otak, sehingga menyebabkan sub unit reseptor GABA teraktivasi, GABA
merupakan suatu reseptor ionotropik yang terdapat diberbagai belahan otak dan memiliki kadar yang
7
tinggi yaitu 1000 kali lebih tinggi dari kadar neorotransmiter, disamping untuk memperantarai
hambatan simpatik yang cepat, GABA juga berfungsi untuk mengambat ion cloroda masuk kedalam
darah, jika kadar ion clorida dalam darah meningkat maka akan menghasilkan kecemasan yang
berkepanjangan , dan akan menyebabkan terlepasnya beberapa hormon otak lain tampa kendali, dan
memicu terjadinya peningkatan CRH dikelenjer hipotalamus. CRH akan merangsang kelenjer adrenal
untuk menghasilkan hormon kortisol . hormon kortisol adalah suatu hormon yang menyebabkan
kekecewaan, kesedihan, perasaan tertekan , dan ketakutan yang berlebihan
Sebagian besar ibu tidak siap untuk untuk menghadapi kelahiran bayinya, mereka
juga sangat khawatir bayi mereka yang terkena penyakit jaundice dan kesulitan makan yang
merupakan memiliki masalah kesehatan yang umum bagi bayi. Selain itu, ibu yang pertama
kali memiliki bayi merasa tidak sanggup merawat bayinya seorang diri di rumah baik itu dari
segi kasih sayang maupun dari segi finansial. Baby blues syndrome juga sangat mungkin
terjadi oleh para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau mengalami kejadian
yang sangat menyedihkan selama mengandung.
Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab
Mudah kesal, mudah tersinggung dan tidak sabar
Tidak memiliki atau kurang bertenaga
Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu memperhatikan dan kuatir
terhadap bayinya
6 Tidak percaya diri
7 Sulit beristirahat dengan tenang atau tidur lebih lama
8 Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan
9 Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan
10 Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya
Berikut adalah perbedaan gejala klinis dari baby blues syndrome, postpartum
depression dan postpartum psychotic:
8
Tabel 1. Perbedaan gejala klinis dari baby blues syndrome, postpartum depression dan
postpartum psychotic.
Baby Blues Syndrome
Postpartum Depression
Postpartum Psychotic
Terjadi pada 30-75%
Terjadi pada 10-15%
Terjadi pada 0,1-0,2%
ibu melahirkan
ibu melahirkan
ibu melahirkan
dengan
dan
merata
(bayi cacat/meninggal,
Mudah/sering
mengingkari kelahiran,
menangis
menganggap
Kebingungan
yang
subjektif
Berlangsung
selama
Tidak
dipengaruhi
yang
pernah
mengalami
dirinya
menikah,
meragukan keyakinan
3-6
diri,
setelah
mudah
terpengaruh,
biasanya
memberontak)
Berlangsung
selama
bisa
tidak
mendapatkan
perawatan
bisa
mencapai
beberapa
tidur,
gelisah,
terkendali,
curiga,
tahun
sendiri,
menyakitkan,
bila
tidak
kata-kata
obsesi
berdiri,
dan/atau
berjalan/bergerak
anggota
keluarga
penyimpangan mood
antara
mendapatkan
tidak
Terjadi
melahirkan,
belum
sulit
12 minggu
melahirkan
bulan
selalu
gangguan mood
tidur
Menjadi mudah/sering
menangis
Hampir
dengan
Depresi
nyaman
pikiran
Sangat
dipengaruhi
tidak
bisa
setelah
Sangat
kurun 8 minggu
erat
9
kelahiran,
Jarang
ada
berpikir
yang
hubungannya
ingin
pengalaman
dengan
50%
berasal
dari
penyimpangan
yang
tidak berdaya.
keluarga
pernah
penyimpangan mood.
menyuruhnya
sang bayi
mood
pernah/sedang
penyimpangan mood.
lainnya
mengalami
Sering
merasa
berlebihan
merasa
bersalah
mengalami
dan
suara
Perlu
yang
bunuh
Dari
populasi
penderita, 5% bunuh
tidak
diri,
berdaya
4%
membunuh
bayinya,
mendapatkan
67%
mengalami
kejadian
kedua
kali
penyimpangan
emosional
(affective
disorder)
sepanjang
tahun
Proses
kelahiran
menjadi
salah
ketegangan
satu
yang
berkembang
penyimpangan
menjadi
mood
yang hebat
Harus
bantuan,
mendapatkan
pengawasan
dan treatment
Karakteristik
Insidens
dari
wanita
Postpartum Depression
yang 10-15%
melahirkan
Onset
Durasi
Stressor terkait
ada
Pengaruh
sosial
dan
budaya
dari
wanita
yang
3-6
bulan
melahirkan
Dalam waktu
setelah melahirkan
Bulan sampai tahun jika tidak
diobati
Ada,
terutama
kurang
dukungan
dan
sosioekonomi
Riwayat
gangguan
mood
Riwayat
gangguan
Ada hubungan
Ada
Ada
Sering
Ada
kemudian
pada
depresi
awalnya
secara
bertahap
Sering
Hampir selalu
Anhedonia
Ada
Gangguan tidur
Kadang-kadang
Keinginan untuk bunuh
Kadang - kadang
diri
Keinginan
untuk
Kadang - kadang
menyakiti bayi
Rasa
bersalah,
biasanya ringan
ketidakmampuan
Kadang-kadang
Sering
Sering dan biasanya berat
Rujukan: Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry. 10th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
2.7 Diagnosis
Baby blues syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita
pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu
atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier, kecantikan/penampilan dan aktivitas
rutin yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blues syndrome kebanyakannya
adalah kalangan wanita karier, artis, model dan wanita modern tetapi sindrom ini tidak
11
menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita
pasca melahirkan.
Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrol
seperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan, susah
tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif
terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya terjadi dalam 14 hari pertama
setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau empat setelah
persalinan. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome apabila terlihat secara psikologis
kejiwaannya seperti di bawah ini:
Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih, murung, dan
migrain.
Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak.
Adanya perasaan putus asa
Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami
postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau
stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami
depresi pasca melahirkan yang berat.
Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara berkala, gejala dari
depresi tersebut adalah:
menyenangkan.
Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.
Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak.
Perasaan takut telah menyakiti anak.
Tidak tertarik pada seks.
Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan
konsentrasi.
Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung
postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simptom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum blues bila memenuhi kriteria dan gejala
yang ada. Kekurangan hormone thyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami
12
kelelahan luar biasa (fatique) ditemukan juga pada ibu yang mengalami postpartum blues
mempunyai jumlah kadar thyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa
kuesioner dengan alat bantu. Endinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan
depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada
postpartum blues. Kuesiner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki
4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi
perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu
dan rata rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki
sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues. EPDS
dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat
diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.
2.8 Penatalaksanaan
Disebabkan keparahan postpartum blues biasanya ringan dan menghilang secara
spontan, tidak ada pengobatan khusus selain dukungan dan reassurance yang diindikasikan.
Gejala-gejala yang timbul mungkin menyebabkan penderitaan tetapi biasanya tidak
mempengaruhi kemampuan ibu untuk berfungsi dan merawat bayinya. Konsultasi kejiwaan
umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter
kandungan atau primary care providernya jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk
menidentifikasi dini gangguan afektif yang lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa,
terutama depresi postpartum harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.
Postpartum blues seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu
yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu
yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi.
Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya untuk minta
pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak,
tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira
13
menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai. Penangganan gangguan mental pascasalin
pada prinsipnya tidak berbeda dengan penangganan gangguan mental pada momen-momen
lainnya. Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik
lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali merasa gembira mendapat
pertolongan praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan
beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi.
Bila memang diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari
seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri
memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya
gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penangganan yang tepat bila terjadi
gangguan tersebut, bahkan merujuk kepada para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penangganannya. Postpartum blues juga
dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur
ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis
dalam
hal
menguruskan
bayi,
membicarakan
rasa
cemas
dan
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Baby Blues Syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca
melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak
15
suatu hal dalam hidupnya seperti karier,kecantikan/penampilan dan aktifitas rutin yang dianggap
penting dalam hidupnya. Penderita baby blue syndrome kebanyakan adalah kalangan wanita
karier,artis, model dan wanita modern, tetapi syndrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang
pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan.Perubahan sikap yang
negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrolseperti sering marah, cepat tersinggung, dan
menjauh dari bayi yang baru dilahirkan,susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak
segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita. Sindrom ini umumnya
terjadidalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau
empat setelah persalinan.
3.2 Saran
Diharapkan refarat ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan kesehatan serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tenaga
kesehatan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kejiwaan sehingga
dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan depresi postpartum
blues.
DAFTAR PUSTAKA
16
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadocks synopsis of psychiatry: behavioral
sciences/clinical psychiatry. 10th edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
Diposting
Oleh
zietraelmart
dalam
Postpartum
Blues.
2008.
Tags:
Ilmu
Jiwa
Kebidanan.http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/8/POST_PARTUM_BLUES. diakses
tanggal 22 juni 2016
17