Professional Documents
Culture Documents
KEBERADAAN SASTRA
DALAM BUKU AJAR
BAHASA INDONESIA
SEKOLAH DASAR
ii
Elmatera Publishing
I. Judul
800
iii
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500. 000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
iv
PENGANTAR PENERBIT
Salah satu masalah yang sudah lama disoroti oleh masyarakat adalah persoalan pengajaran sastra di sekolah. Oleh karena
itu, Penerbit Elmatera memberanikan diri untuk menerbitkan
buku berjudul Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar. Buku ini bertujuan ingin mengetahui
sejauh mana sastra telah diberdayakan dalam pengajaran sastra di
sekolah dasar terhadap buku-buku ajar Bahasa Indonesia untuk
sekolah dasar yang digunakan di Kotamadia Yogyakarta. Dengan
mempertimbang-kan tingkat kemampuan apresiasi siswa, bukubuku ajar Bahasa Indonesia yang diteliti pun lebih dibatasi lagi,
yaitu buku ajar untuk kelas 5 dan kelas 6.
Dengan diterbitkannya buku ini, kami berharap dapat
memberikan kontribusi terhadap khususnya kemajuan dunia
pendidikan/pengajaran sastra Indonesia di sekolah dasar dan
penelitian terhadap masalah kesastraan Indonesia pada umumnya.
Akhir kata, kami mengucapkan selamat membaca. Terima kasih.
Penerbit
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENERBIT
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI
iii
v
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup
1.4 Metode Pemantauan
1.5 Data dan Bahan
1.6 Ejaan
1
1
3
4
4
5
6
BAB II
KEBERADAAN SASTRA DALAM KURIKULUM
PENDIDIKAN DASAR 1994
2.1 Pengertian, Fungsi, Tujuan, Ruang Lingkup, dan
Rambu-Rambu
2.2 Program Pengajaran Sastra
BAB III
KEBERADAAN SASTRA DALAM BUKU AJAR
BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR
3.1 Buku Ajar Terbitan Balai Pustaka
3.1.1 Puisi
3.1.2 Prosa
3.1.3 Drama
3.2 Buku Ajar Terbitan Intan Pariwara
3.2.1 Puisi
3.2.2 Prosa
3.2.3 Drama
7
7
13
19
20
20
31
42
47
47
53
59
vii
64
65
75
85
87
88
93
102
104
105
112
114
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran/Usulan
119
119
121
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA
123
125
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Page 1
sastra di sekolah; sementara perpustakaan umum juga tidak menyediakan bacaan sastra yang memadai; (3) Tujuan pengajaran, yaitu
membina apresiasi sastra, walaupun mungkin diketahui, tetapi kurang
disadari dalam pelaksanaannya sehingga pengajaran sastra tidak terarah
kepada ranah sikap, tetapi melenceng ke ranah pengetahuan; (4) Strategi
pengajaran yang digunakan para guru cenderung tidak variatif,
monoton, dan tidak memancing motivasi sehingga siswa kurang
bergairah untuk menggeluti sastra; (5) Banyak sekali guru, sadar atau
tidak, memperlihatkan sikap: rasanya belum mengajar bila para siswa
belum merasa kedodoran mengerjakan berbagai tugas; makin aneh
tugas yang diberikan akan semakin bergengsi, sehingga sastra di
hadapan siswa menjadi makhluk yang mengerikan, bukan menjadi
sesuatu yang indah; (6) Terbatasnya jumlah jam pelajaran; (7) Kekurangmampuan guru mengajarkan sastra; (8) Ketidakjelasan pendekatan
dan metode yang digunakan; (9) Minat baca siswa yang sangat payah;
dan sebagainya (lihat juga Semi, 1991:2--3).
Untuk mengantisipasi keterpurukan pengajaran sastra di
sekolah-sekolah di Indonesia, sebenarnya upaya perbaikan terhadap
berbagai keluhan di atas juga telah dilakukan sejak lama. Melalui
berbagai pertemuan ilmiah, seminar, lokakarya, kongres, workshop, dan
seba-gainya, baik yang dilakukan oleh organisasi profesi seperti HISKI
(Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia), HPBI (Himpunan Pembina Bahasa Indonesia), PIBSI (Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia), dan sebagainya maupun oleh organisasi guru seperti MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau organisasi mahasiswa di
berbagai perguruan tinggi, berbagai usaha penyempurnaan terhadap
kurikulum (1968, 1975, 1984, dan 1994), buku ajar, sistem pendidikan,
metode pengajaran (misalnya CBSA), dan sebagainya telah pula
dilakukan; bahkan majalah dan buletin juga telah banyak diterbitkan.
Akan tetapi, hingga kini upaya-upaya itu belum membuahkan hasil yang
menggembirakan. Hal itu terbukti --dengan merujuk hasil survei Taufiq
Ismail-- ternyata hingga sekarang para siswa SMU di Indonesia belum
menunjukkan minat yang tinggi dan serius untuk membaca dan mengapresiasi karya sastra.
Diduga ada beberapa hal yang menjadi penyebab mengapa
sampai sekarang para siswa SMU di Indonesia tidak atau belum
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 2
Page 3
secara tegas. Atau dengan kata lain, kendati fokus utama pembahasan
tertuju pada materi atau bahan ajar sastra pada buku ajar bahasa
Indonesia, program-program pengajaran sebagaimana digariskan dalam
kurikulum pun tetap diperhatikan karena program-program itulah yang
menjadi landasan penyusunan buku ajar.
1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup
Secara umum pemantauan ini bertujuan ingin mengetahui sejauh
mana keberhasilan pengajaran sastra di sekolah dasar (SD); dan secara
khusus pemantauan ini bertujuan ingin mengetahui keberadaan materi
atau bahan ajar sastra dalam buku ajar Bahasa Indonesia yang digunakan di sekolah dasar. Apabila tujuan tersebut telah dicapai, terutama
tujuan khususnya, diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pertimbangan bagi upaya perbaikan pengajaran sastra di sekolah
dasar pada umumnya dan upaya perbaikan buku-buku ajar Bahasa (dan
Sastra) Indonesia untuk sekolah dasar pada khususnya.
Perlu diketahui bahwa pemantauan ini dilakukan dalam waktu
yang amat terbatas (kurang dari 4 bulan), tenaga dan kemampuan yang
juga sangat terbatas, dan biaya yang terlalu sedikit. Oleh karena itu,
sebagai konsekuensinya, pemantauan ini hanya dilakukan terhadap
buku-buku ajar Bahasa Indonesia untuk sekolah dasar kelas 5 dan 6
yang digunakan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan dipilihnya
buku ajar kelas 5 dan 6 ialah karena sesuai dengan tingkat perkembangan sosiologis dan psikologisnya, para siswa kelas 5 dan 6 diduga
telah memiliki pengalaman dan kemampuan yang cukup untuk menalar
dan meng-apresiasi sastra.
1.4 Metode Pemantauan
Pemantauan ini dilakukan dengan metode pengamatan dan
wawancara. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati materi
sastra yang ada dalam buku-buku ajar Bahasa Indonesia yang dijadikan
pegangan untuk kelas 5 dan 6 dengan berpedoman pada programprogram pengajaran yang tercantum dalam Kurikulum Pendidikan
Dasar (GBPP 1994). Data-data hasil pengamatan dikumpulkan dengan
teknik simak dan catat, kemudian diklasifikasikan dan disajikan dengan
teknik deskriptif.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 4
Page 5
Page 6
BAB II
KEBERADAAN SASTRA DALAM
KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR 1994
Page 7
Page 8
Page 9
Page 10
Page 11
Page 12
Page 13
a. Kelas 5
Tujuan:
Siswa mampu menyerap isi cerita, puisi, dan drama serta dapat
memberikan tanggapan (butir 5).
Pembelajaran:
Cawu 1:
(1) Membaca puisi dan menafsirkan isinya.
(2) Membaca buku cerita yang sesuai untuk anak, kemudian membicarakan hal-hal yang menarik.
(3) Mengurutkan gambar seri yang diacak dan membuat ceritanya.
(4) Menceritakan peristiwa yang dilihat dan dialami.
(5) Menceritakan kembali secara lisan atau tertulis cerita rakyat dari
daerah sendiri atau daerah lain yang telah dibaca atau didengar,
kemudian membicarakannya.
Cawu 2:
(1) Membaca cerita dan menyampaikan kesan tentang cerita itu.
(2) Menuliskan pengalaman dalam bentuk puisi, kemudian membacakannya.
(3) Membaca novel anak-anak dan membicarakan isinya.
(4) Membaca cerita rakyat dan menyampaikan kesan.
(5) Membaca cerita pendek yang sesuai untuk anak dan membicarakan
isi cerira.
(6) Menulis cerita.
Cawu 3:
(1) Membuat pantun dengan isi yang menyangkut kehidupan anak.
(2) Memerankan drama pendek atau bagian drama yang sesuai untuk
anak.
(3) Meringkas cerita yang didengar atau dibaca.
(4) Memerankan pelaku yang ada dalam cerita.
(5) Menyusun cerita bersama-sama.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 14
b. Kelas 6
Tujuan:
Siswa mampu memahami cerita, puisi, drama, dan dapat
menceritakan kembali, memberikan kesan, dan tanggapan (butir 4).
Pembelajaran:
Cawu 1:
(1) Membahas teks bacaan.
(2) Bermain peran berdasarkan peristiwa nyata atau bacaan.
(3) Melengkapi bagian awal, tengah, atau akhir cerita.
(4) Membaca beberapa puisi lama dan menceritakan isinya.
(5) Mendengarkan cerita rakyat dan menceritakan kembali secara
tertulis.
Cawu 2:
(1) Mendengarkan pembacaan puisi dan membicarakan hal-hal yang
menarik.
(2) Menceritakan peristiwa yang pernah dialami atau suasana alam yang
pernah dilihat atau dibaca.
(3) Membicarakan hal-hal yang mengesankan dari cerita yang dibaca,
didengar, atau ditonton.
(4) Membaca cerita, kemudian menceritakan ciri-ciri, sifat-sifat, atau
kebiasaan-kebiasaan pelaku dalam cerita tersebut.
(5) Membaca buku cerita yang disukai dan melaporkannya di depan
kelas.
Cawu 3:
(1) Menceritakan kembali drama yang didengar atau dilihat.
(2) Membaca cerita, mencatat hal-hal yang penting/menarik, kemudian
menyusun pertanyaan.
(3) Mementaskan naskah drama.
Dilihat dari sisi tertentu, dalam butir-butir di atas tampak bahwa
hubungan antara tujuan yang diprogramkan dan kegiatan pembelajaran
yang harus dilakukan, baik untuk kelas 5 maupun kelas 6, telah
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 15
Page 16
BAB III
KEBERADAAN SASTRA DALAM
BUKU AJAR BAHASA INDONESIA
SEKOLAH DASAR
Seperti telah disebutkan di bagian pendahuluan bahwa bukubuku ajar bahasa Indonesia yang dijadikan bahan pemantauan adalah
buku ajar untuk kelas 5 dan 6 sekolah dasar yang diterbitkan oleh lima
penerbit di Indonesia. Buku-buku yang dimaksudkan itu ialah buku
terbitan (1) Balai Pustaka, terdiri atas 2 jilid, (2) Intan Pariwara, terdiri
atas 6 jilid, (3) Tiga Serangkai, terdiri atas 4 jilid, (4) Yudhistira, terdiri
atas 6 jilid, dan (5) Erlangga, terdiri atas 4 jilid.
Berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud RI Nomor 010a/U/
1998, tanggal 21 Januari 1998, tentang penggunaan buku pelajaran di
sekolah, buku ajar terbitan Balai Pustaka merupakan buku pelajaran
pokok --karena disediakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI-- sehingga buku itu menjadi buku wajib yang harus digunakan
di sekolah di seluruh Indonesia. Sementara itu, buku-buku lainnya -yang semuanya terbitan swasta-- hanya menjadi buku pelengkap
pelajaran pokok. Oleh karena itu, upaya untuk mengetahui keberadaan
sastra dalam buku ajar bahasa Indonesia sekolah dasar sesungguhnya
dapat dilakukan hanya dengan memantau buku ajar terbitan Balai
Pustaka karena buku-buku terbitan swasta tidak wajib digunakan di
sekolah. Namun, karena hasil wawancara membuktikan bahwa bukubuku terbitan swasta juga di-gunakan di sekolah-sekolah, keberadaan
sastra dalam buku-buku itu akhirnya ditetapkan pula untuk dibahas di
sini.
Agar keberadaan sastra dalam buku ajar bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh masing-masing penerbit dapat diketahui dengan mudah,
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 17
Dalam kasus ini, syair lagu dianggap sebagai puisi karena --sesuai dengan perintah
yang diberikan-- syair tersebut tidak hanya dinyanyikan, tetapi juga dideklamasikan
seperti halnya puisi.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 18
Page 19
Page 20
Page 21
Page 22
Page 23
puisi karya para penyair terkenal seperti yang ada dalam buku ajar kelas
5, tetapi puisi-puisi itu benar-benar puisi anak-anak, ditulis oleh anakanak, dan sebagian telah dimuat dalam majalah anak-anak yang
memang banyak beredar di Indonesia. Di antara puisi-puisi itu ialah (1)
Pak Pos karya Kartika Nayadie, siswa kelas 6 SDN Suryadiningrat I,
Yogyakarta; (2) Sepiring Nasi Jagung karya Mega Nusantara dalam
kumpulan Nyanyian Sepiring Jalan (t.t.); (3) Doa Seorang Abang
Becak karya Anita, dimuat dalam majalah Jakarta, Jakarta (1985); (4)
Pak Guru karya Ashadi, siswa kelas 6 SD Muhammadiyah Pepe,
Bantul, Yogyakarta, dimuat dalam majalah Gatotkaca, 20 November
1981; (5) Kopi untuk Ayah karya Andrian Adi (Jambi), dimuat dalam
majalah Bobo, 10 Februari 1994; dan (6) Sajak Petani karya Lisa
Cahyapratiwi (Tan-jungkarang, Lampung).
Secara umum dapat dikatakan bahwa dilihat dari bobotnya puisipuisi yang dipergunakan sebagai bahan ajar bagi siswa SD kelas 6 telah
sesuai pula dengan tingkat pengalaman dan perkembangan jiwa anak
seusia kelas 6. Oleh karena buku ajar tersebut merupakan buku wajib
bagi siswa SD di seluruh Indonesia, tema-tema puisi yang disajikannya
pun disesuaikan dengan kondisi lingkungan keseharian sebagian besar
anak Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makna yang
terkandung di dalam puisi-puisi tersebut dengan mudah dapat dipahami
mereka (siswa). Apalagi, dengan maksud untuk membantu memperlancar pemahaman (apresiasi) dan pengembangan imajinasi mereka
(siswa), puisi-puisi itu juga disertai dengan gambar. Misalnya, di
samping puisi berjudul Pak Pos terdapat gambar mengenai Pak Pos
sedang mengendarai sepeda yang di bagian belakang sepedanya terdapat
tas bertuliskan pos giro (hlm. 14); atau di bawah puisi berjudul Doa
Seorang Abang Becak terdapat gambar Abang Becak beserta becaknya
(hlm. 62); atau di bawah puisi berjudul Sajak Petani terdapat gambar
seorang petani dengan cangkul di pundaknya sedang berjalan di
pematang (hendak pulang) (hlm. 125).
Seperti halnya materi dalam buku ajar kelas 5, materi puisi
dalam buku ajar kelas 6 juga telah memenuhi kriteria sebagai materi
yang mampu mendukung tujuan pengajaran sastra sebagaimana diprogramkan dalam kurikulum. Dikatakan demikian karena --dilihat dari
perintah dan tugas-tugas yang diberikan kepada siswa-- materi yang
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 24
disajikan dalam buku itu tidak hanya sekedar sebagai bahan untuk
kepentingan apresiasi sastra (intra dan ekstra estetik), tetapi juga
disajikan sebagai bahan bagi pengembangan ekspresi, yang pada tahap
selanjutnya mereka diharapkan dapat secara kreatif dan inovatif
membaca dan atau mencipta puisi sendiri. Berikut contoh materi puisi
(bab/pelajaran 13, hlm. 111--114) yang disertai dengan pertanyaan dan
tugas-tugas yang cukup apresiatif.
C. Belajar dari Puisi
1. Bacalah
Kopi untuk Ayah
Kutahu engkau sangat lelah
Setelah membanting tulang
Demi kami sekeluarga
Siang malam
Engkau bekerja
Dengan sedikit istirahat
Kerja lagi dan kerja lagi
Kini
Engkau duduk di kursi
Tunggulah Ayah
Kankubuat secangkir kopi
Terimalah Ayah
Kopi manis pelepas dahaga
Walau hanya secangkir
Cukup untukmu seorang
Andrian Adi, Jambi, Bobo, 10 Februari 1994.
Page 25
Page 26
a. Ayah
3 2
Page 27
disertai pula dengan teori tentang bagaimana cara membaca puisi yang
baik. Di samping itu, tampak pula bahwa materi dan tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa menuntut siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan
dinamis. Akan tetapi, ada satu hal penting yang seharusnya tidak terjadi
dalam sajian materi tersebut. Hal itu tampak pada pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (pasal 2). Dalam pertanyaan
itu aku dalam puisi diidentikkan dengan Adi, si penulis puisi. Padahal,
seharusnya, aku bukanlah Adi, melainkan aku lirik. Hal-hal seperti
inilah yang dapat menyesatkan siswa apabila guru tidak terlebih dulu
menjelaskan prinsip-prinsip yang membedakan siapa sesungguhnya aku
penyair dan aku lirik dalam puisi.
Sementara itu, contoh sajian materi puisi tradisional yang cukup
apresiatif antara lain seperti berikut (bab/pelajaran 5, hlm. 42--43).
C. Keterampilan
1. ....
2. Mari kita baca pantun yang lucu
Di bawah ini ada pantun yang lucu. Cobalah kamu baca, lalu
bicarakan dengan teman kelompokmu. Cari dan katakan bagian-bagian
yang lucu. Tahukah kamu mengapa lucu? Lucu itu biasanya sesuatu
yang tidak masuk akal atau sesuatu yang tidak biasa terjadi.
Misalnya, pada bait pertama ada pertanyaan musang disepak
induk ayam. Biasanya, musang itu memangsa atau makan ayam. Tetapi,
pada pantun ini musang disepak ayam. Rasanya, hal itu tidak biasa.
Nah, sekarang baca dan bicarakan bait-bait yang lain.
Bintang kalian terbit senja,
terbenam hampir tengah malam,
Heran hamba memikirkannya,
musang disepak induk ayam.
Lebat sungguh padi dipaya,
hanya tumbang tepi pangkalan,
Heran sekali hati saya,
burung terbang disambar ikan.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 28
Page 29
Page 30
nyenangkan, juga karena cerita-cerita itu menampilkan tema hitamputih yang berkaitan dengan sikap moral baik-buruk. Dengan
demikian, secara tegas dapat dikatakan bahwa dengan materi prosa
semacam itu diharapkan para siswa akan memperoleh amanat atau
pesan moral agar mereka selalu berbuat baik.
Berikut ini contoh cerita (bab 13, hlm. 149--152) sebagaimana
dimaksudkan di atas. Cerita ini diambil (dicuplik) dari cerita rakyat
Jawa Ajisaka.
Kebaikan Akan Selalu Menang
Menurut cerita di tanah Jawa ada sebuah negeri yang kaya raya
bernama Negeri Medang. Secara turun-temurun Medang diperintah oleh
raja-raja yang arif bijaksana. Namun pada suatu saat pemerintah
Medang jatuh ke tangan Dewatacengkar, raja aneh yang tidak
berperikemanusiaan. Ia gemar menyantap daging manusia. Dan yang
menjadi korban kekejamannya tidak lain adalah rakyatnya sendiri.
Dewatacengkar memiliki sebuah untaian bunga putih. Rakyat
yang menerima untaian bunga tersebut keesokan harinya harus
menyerahkan keluarga atau dirinya untuk menjadi korban. Perdana
Menteri kerajaan pun sama kejamnya. Ia bukannya membela rakyat,
tapi malah mendukung kelaliman Dewata-cengkar. Dialah yang
mengalungkan bunga putih pada leher rakyat yang dipilihnya sebagai
korban. Banyak rakyat yang mencoba melarikan diri. Namun banyak
pula yang tak mampu menghindar. Mungkin karena kebiasaannya
makan daging manusia, tubuh dan wajah Dewatacengkar berubah
seseram raksasa jahat, dan kekuatannya luar biasa. Oleh karenanya tak
seorang pun rakyat yang berani melawannya.
Sampai pada suatu hari ada serombongan rakyat yang mencoba
melarikan diri dari Medang. Diam-diam mereka pergi menuju pantai
dan mencari kapal. Di tepi pantai mereka bertemu dengan rombongan
lain yang dipimpin oleh seorang pemuda yang tampak arif dan bijaksana
bernama Ajisaka. Ternyata pemuda itu berilmu tinggi dan sangat sakti.
Ajisaka heran ketika mendengar cerita rombongan pengungsi tentang
kekejaman raja mereka. Timbul belas kasihan di hatinya. Ajisaka
bertekad untuk menolong rakyat Medang.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 31
Page 32
Page 33
muncul dari adanya anggapan bahwa karya yang memiliki kecenderungan semacam itu pada umumnya kurang memberi peluang bagi
pembaca untuk lebih dinamis dan berpikir kritis. Karena itu, kendati
hanya untuk siswa seusia SD kelas 5, karya-karya dengan tema yang
beragam --tidak hanya mementingkan moral-- perlu pula diberikan
kepada mereka agar wawasan kritisnya berkembang. Tema-tema yang
beragam itu pada umumnya banyak dijumpai dalam novel atau cerpencerpen modern. Namun, persoalannya, mengapa selama setahun (kelas
5) para siswa tidak disuguhi cerpen dan novel? Padahal, sebagaimana
digariskan dalam GBPP kelas 5, siswa diharapkan pula membaca cerpen
dan novel anak-anak (lihat cawu 2).
Hasil pengamatan menunjukkan pula bahwa pertanyaan dan
tugas-tugas yang disertakan dalam materi-materi prosa tidak seluruhnya
mendukung tercapainya tujuan pengajaran sastra. Pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab siswa seringkali keluar dari konteks
apresiasi atau ekspresi sastra. Sebagai contoh, setelah siswa ditugasi
untuk membaca cerita Kebaikan Akan Selalu Menang, mereka diberi
pertanyaan seperti berikut.
(1) Pernahkah kamu mendengar kerajaan Medang? Jika ya, di
mana letak kerajaan Medang itu?
....
(3) Sebutkanlah kalimat-kalimat yang menunjukkan kejahatan
Dewatacengkar!
(4) Apa hubungan cerita ini dengan alat angkutan? Kalimat yang
mana yang menyatakan hubungannya dengan alat angkutan?
(hlm. 152)
Pertanyaan serupa terjadi juga seusai siswa diberi tugas untuk membaca
ringkasan cerita dari Timor berjudul Dayang Ipu dan Sang Putri
berikut.
....
(3) Tuliskanlah ringkasan ceritanya. Bacakan di depan kelas.
....
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 34
Page 35
Page 36
Page 37
Page 38
Ya, Bu.
Otong mulai mengerti apa yang dimaksudkan gurunya.
Kepalanya masih menunduk. Dia belum berani memandang wajah guru
dan wajah teman-temannya. Dia malu.
(hlm.76--78)
Selain tema-temanya lebih modern dan dunia yang ditampilkan
di dalamnya lebih dekat dengan dunia anak sehingga menarik minat
mereka, cerita-cerita yang dipergunakan sebagai bahan ajar sastra itu
juga dilengkapi dengan beberapa pertanyaan yang mengarahkan akal,
pikiran, dan perasaan siswa untuk lebih mendalami isi cerita. Berikut ini
beberapa pertanyaan yang cukup apresiatif yang harus dijawab siswa
seusai ditugasi membaca dan memahami cerita Dia Suka Mengganggu.
(1) Apakah kenakalan Otong?
(2) Otong anak yang pandai atau kurang pandai? Berikan
alasanmu.
(3) Bagaimana cara menghentikan kenakalan Otong?
(4) Mengapa Yudi mengajak Otong ke kantin atau warung
sekolah?
(5) Mengapa Otong marah-marah ketika kembali ke kelas?
(6) Apakah arti ungkapan tak boleh main hakim sendiri?
(7) Penjelasan apa yang diminta oleh ibu guru kepada anakanak?
(8) Mengapa Otong tidak berani memandang wajah gurunya?
(9) Gantilah judul cerita Dia Suka Mengganggu dengan judul
yang kamu sukai.
Di samping itu, cerita tersebut juga dilengkapi dengan beberapa tugas
yang mengarahkan siswa untuk mengembangkan imajinasi dan ekspresi
kreratifnya. Tugas tersebut seperti berikut.
Dalam cerita Dia Suka Mengganggu dilukiskan kege-maran
Otong. Otong gemar mengganggu temannya. Bolehkah kenakalan
Otong ditiru?
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 39
Page 40
Page 41
Page 42
Page 43
Page 44
Dilihat dari sisi waktu yang dialokasikan memang drama sangat berbeda
dengan, misalnya, cerpen, lebih-lebih puisi --yang dapat disajikan dalam
sekali tatap muka--, tetapi bukankah drama itu pada dasarnya juga
sebuah cerita seperti layaknya cerpen? Oleh sebab itu, tidaklah pada
tempatnya apabila materi drama menjadi pilihan terakhir dalam
pengajaran sastra di sekolah.
Materi drama yang agaknya cukup representatif terdapat dalam
buku ajar kelas 6. Meskipun materi drama hanya diberikan sekali dalam
setahun (pelajaran 14, hlm. 119--124), siswa kelas 6 telah diberi
peluang lebih luas untuk secara sungguh-sungguh menggeluti drama.
Selain naskah yang disajikan dalam buku itu cukup baik, dalam arti
sebagai naskah telah memenuhi syarat, siswa juga diajak untuk
membaca, memahami, menghayati isi dan struktur, mementaskan,
bahkan juga ditugasi untuk mengamati drama di televisi untuk
kemudian diceritakan dan dianalisis isi dan bentuknya. Oleh karena itu,
melalui materi tersebut, siswa benar-benar menjadi seorang yang kreatif
dan dinamis.
Demikian antara lain keberadaan materi drama dalam buku ajar
bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka. Namun, perlu dicatat bahwa
sebagai bahan ajar sastra, materi tersebut dirasakan sangat kurang.
Dilihat dari sisi waktu yang dialokasikan memang drama sangat berbeda
dengan, misalnya, cerpen, lebih-lebih puisi --yang dapat disajikan dalam
sekali tatap muka--, tetapi bukankah drama itu pada dasarnya juga
sebuah cerita seperti layaknya cerpen? Oleh sebab itu, tidaklah pada
tempatnya apabila materi drama menjadi pilihan terakhir dalam
pengajaran sastra di sekolah.
3.2 Buku Ajar Terbitan Intan Pariwara
Buku ajar bahasa Indonesia berjudul Pelajaran Bahasa
Indonesia SD terbitan Intan Pariwara (Klaten) yang dibahas dalam
pemantauan ini meliputi 6 jilid (3 jilid untuk kelas 5 dan 3 jilid untuk
kelas 6); dan masing-masing jilid memuat materi ajar setiap caturwulan
(cawu). Buku ajar yang unik ini --disusun berdasarkan kurikulum 1994
tetapi telah diterbitkan tahun 1993-- merupakan buku pelengkap yang
banyak digunakan pula di sekolah-sekolah di Yogyakarta. Adapun
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 45
Page 46
lebih baik jika hal itu diperkenalkan lagi agar siswa tidak merasa
kesulitan. Apalagi, jika dikaitkan dengan alokasi waktu yang disediakan
untuk tatap muka --yang tentu sangat terbatas--, jelas bahwa pelajaran
puisi semacam itu cenderung gagal; kecuali jika hal itu dilakukan pada
waktu lain di luar kelas.
Perlu dikemukakan bahwa pelajaran sastra dengan bahan ajar
puisi boleh jadi merupakan pelajaran yang cukup sulit dan membosankan seandainya cara mengajarkannya tidak mampu menarik minat
siswa untuk aktif dan dinamis. Namun, persoalan itu agaknya tidak akan
terjadi apabila bahan ajar puisi beserta tugas-tugas yang disuguhkan
kepada siswa berupa bahan (puisi) seperti yang disajikan dalam cawu 2
(tema: perhubungan, hlm. 57) berikut .
C. Tugas
Tugas Satu
Bacalah puisi berikut ini!
Naik Delman
Tik, tak, tik, tak
Bunyimu di sepanjang jalan
Tik, tak, tik, tak
Irama yang enak didengar
Kuda kan selalu membawaku
Menari seiring jalan berliku
Aku senang bersamamu
Aku senang mengendaraimu
Jarang kurasakan kebahagiaan ini
Duduk santai dalam delman sore hari
Memandang sawah nan luas membentang
Menatap gunung yang tinggi menjulang
Sungguh senang hatiku selalu
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 47
Page 48
....
b. Beli rambutan di pasar mangga
rambutan dikemas dalam ikatan
....
Karena itu jagalah kebersihan
c. Burung pipit makan padi
....
Kalau kamu ingin berprestasi
rajin-rajinlah kamu belajar
d.
....
melompat-lompat tiada berhenti
janganlah lewatkan waktu yang panjang
belajarlah teman tuk hidup nanti
Page 49
Page 50
Page 51
Tampak pula bahwa keberadaan bahan ajar puisi dalam bukubuku ajar terbitan Intan Pariwara sama sekali tidak memperhatikan
kepentingan sejarah perpuisian (Indonesia). Akan sangat bijaksana
apabila sejak dini, di sekolah dasar, siswa sudah diperkenalkan dengan
sastra Indonesia beserta para penyairnya. Di dalam buku pelajaran
serupa itu, misalnya, diperkenalkan figur-figur yang menjadi tonggaktonggak penting dalam sejarah sastra (puisi). Figur-figur tersebut tidak
hanya diterangkan namanya, tetapi juga disinggung biodata dan
sebagainya meskipun hanya dalam bentuk sederhana. Melalui cara
seperti itu, niscaya anak akan lebih mengenal tokoh-tokoh dalam jagat
kesu-sastraan Indonesia sehingga hal itu akan lebih memperkaya
wawasannya. Me-lalui metode tersebut, kemungkinan besar siswa akan
lebih mudah mengingat dan kelak jika ia telah memasuki jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dorongan mentalnya untuk belajar sastra
akan lebih mendalam.
3.2.2 Prosa
Hasil pengamatan membuktikan bahwa bahan ajar sastra yang
berupa prosa dalam buku ajar bahasa Indonesia terbitan Intan Pariwara,
baik untuk kelas 5 maupun kelas 6, cukup dominan. Hanya persoalannya, bahan ajar prosa dalam buku itu seringkali tidak dinyatakan
secara eksplisit sebagai genre sastra tertentu, tetapi sering hanya disebut
sebagai bacaan atau wacana. Bahan ajar prosa itu sebagian besar berupa
cerita rakyat atau dongeng; sementara cerpen hanya beberapa buah saja.
Setelah diadakan pengamatan terhadap keberadaan prosa dalam
buku-buku tersebut, secara umum, dapat dikatakan bahwa bahan atar
atau materi yang disajikan cukup baik dan sesuai dengan kemampuan
dan tingkat pengalaman anak. Jika dilihat secara umum, materi yang
disuguhkan cukup menarik, terutama objek-objek dan cerita-cerita yang
disampaikan. Anak-anak akan merasa senang jika disuguhi cerita-cerita
fantasi yang berbau khayal seperti cerita tentang "Karang Bolong"
karya Nora Hasyuti (kelas 5, cawu 1, pelajaran 3, tema: keamanan atau
keselamatan, hlm. 51--53). Cerita rakyat yang berjudul "Karang
Bolong" berhubungan dengan mitos tentang ratu pantai selatan. Karena
itulah, dalam cerita itu muncul kepercayaan bahwa pemilik sarang
burung walet yang ada di gua pantai selatan adalah Nyi Lara Kidul.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 52
Page 53
siswa untuk mengekspresikan diri dalam kegiatan menulis dan membacakan karya tulis.
Pembelajaran memperbaiki karangan dikenakan pada karangan
Cita-Citaku (pelajaran 3, tema: lapangan kerja, hlm. 46) dan Pantai
yang Indah (pelajaran 4, tema: kehidupan di laut, hlm. 55). Perintah
perbaikan yang diinstruksikan tidak banyak berkaitan dengan pemahaman terhadap sastra, tetapi lebih demi kepentingan materi pembelajaran bahasa Indonesia. Tugas yang diberikan untuk perbaikan
karangan Cita-Citaku adalah menuliskan kembali karangan dengan
ejaan yang baik dan benar. Jadi tidak ada kemungkinan bagi siswa
untuk untuk menambahkan imajinasinya, memasukkan pilihan katanya
sendiri ke dalam perbaikan karangan. Hal tersebut berbeda dengan
tugas yang diberikan untuk memperbaiki karangan Pantai yang Indah;
meskipun tetap terkait erat dengan bahasamemper-hatikan teknik
penulisan karangan maupun penggunaan tanda bacamasih ada
peluang bagi siswa untuk melatih mengembangkan imajinasi dan
berekspresi dengan kata-kata pilihannya sendiri; ini dapat dikaitkan
dengan tugas kedua: perbaikilah karangan tersebut agar menjadi
karangan yang baik!
Hasil pemantauan membuktikan pula bahwa bahan ajar sastra
dalam buku ajar itu seringkali diselewengkan. Misalnya, bahan ajar
yang terdapat dalam cawu 2 kelas 6 (pelajaran 6, tema: budi pekerti,
hlm. 109--111), yakni cerita Berdirinya Kerajaan Cahlang,
diselewengkan menjadi bahan ajar untuk pelajaran budi pekerti seperti
di bawah ini.
Kegiatan Lima
Bacalah cerita tentang budi pekerti berikut ini dengan saksama!
Berdirinya Kerajaan Cahlang
Pada zaman dahulu berdirilah Kerajaan Tampuh di Aceh.
Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja bernama Teuku Marali dan
permaisurinya yang bernama Cah Mah. Beliau memerintah Kerajaan
Tampuh dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya makmur sejahtera.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 54
Beliau mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Nini.
Kecantikannya sangat terkenal, bahkan di luar wilayah Kerajaan
Tampuh.
Pada saat itu hiduplah seorang pangeran yang bernama Cah
Saiman. Kerajaannya sangat besar dan kuat. Mendengar berita tentang
kecantikan Putri Nini, Cah Saiman ingin meminangnya. Sayang, Putri
Nini dan keluarganya tidak menyukai Cah Saiman. Cah Saiman seorang
pangeran yang angkuh dan tamak. Dia suka memukuli orang lain. Dia
selalu merendahkan derajat orang lain. Selain alasan tersebut, Putri Nini
memang telah mempunyai seorang kekasih. Dia bernama Gama Dewa.
Dia berasal dari kalangan rakyat biasa. Perkenalannya dengan Putri Nini
terjadi saat dia menyelamatkan Putri Nini yang terjatuh ke dalam Sumur
Muara Tujuh.
Suatu ketika, Gama Dewa akan dipukuli oleh Cah Saiman. Saat
itu Gama Dewa menasihati Cah Saiman tentang sifat kikir, tamak, dan
angkuh. Mendengar semua ini, Cah Saiman semakin murka. Untung
saja tindakannya dapat dicegah oleh salah seorang dayang Putri Nini.
Hubungan Putri Nini dengan Gama dewa diketahui oleh Cah
Saiman. Dia begitu murka. Dia memutuskan akan menggempur
Kerajaan Tampuh. Hati Teuku Marali menjadi risau dan gundah karena
rencana itu. Teuku Marali kemudian mengutus Tuanku Gampong, salah
seorang penasehat beliau, untuk membujuk niat Cah Saiman itu.
Seorang dayang Putri Nini pun berusaha membujuk Cah Saiman agar
tidak menuruti nafsu jahatnya. Sebagai akibatnya, dayang Putri Nini
dipenjara oleh Cah saiman. Dia tahu bahwa ucapan dayang itu seperti
ucapan Gama Dewa.
Bersamaan dengan itu, Teuku Marali memerintahkan para
pengawalnya untuk menangkap Gama Dewa. Beliau menganggap Gama
Dewalah penyebab keadaan gawat tersebut.
Akan tetapi Gama Dewa tidak dapat ditemukan. Bahkan di
Sumur Muara Tujuh, para pengawal justru berjumpa dengan utusan dari
Kerajaan Dewa. Utusan itu ingin berjumpa dengan Teuku Marali.
Teuku Marali diminta datang ke tempatnya. Dengan ditemani oleh
permaisuri, Putri Nini, penasihat, pengawalnya, Cah Saiman, Tuku
Marali datang ke Sumur Muara Tujuh. Mereka segera membicarakan
masalah yang dihadapi Kerajaan Tampuh itu.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 55
Page 56
Page 57
Page 58
Ketika liburan caturwulan pertama, Hasan dan Rini menghabiskan waktu liburan mereka di Yogyakarta. Mereka berlibur di rumah
Paman Hadi. Di Yogyakarta mereka banyak mengunjungi tempattempat bersejarah, misalnya Benteng Vredeberg. Mereka mengamati
diorama-diorama yang ada dalam benteng dengan penuh perhatian.
Hasan
: Paman, diorama ini mengisahkan perang apa?
Paman Hadi : Diorama ini mengisahkan perjuangan rakyat Aceh
mengusir Belanda dari Bumi Aceh, San.
Rina
: Paman, dalam diorama tersebut terlihat seorang wanita
memimpin perang. Siapa beliau?
Paman Hadi: Beliau adalah Cut Nyak dien. Paman akan bercerita
tentang sejarah perjuangan Cut Nyak Dienmemimpin
rakyat Aceh melawan Belanda. Begini ceritanya ....
Page 59
Page 60
Dengan diam-diam Pang Laot memberi tahu Belanda markas Cut Nyak
Dien. Bulan November 1905 Belanda menyerbu markas Cut Nyak Dien.
Ketika melihat markasnya diserbu Belanda, dengan sisa
tenaganya Cut Nyak Dien mencoba melawan Belanda. Beliau dibantu
oleh para pengikutnya. Karena kekuatannya sudah menurun, akhirnya
beliau tertang-kap. Kemudian, beliau dibawa ke Banda Aceh. Akhirnya,
beliau diasingkan ke Sumedang. Pada tanggal 6 Novem-ber 1908 Cut
Nyak Dien meninggal dunia dalam peng-asingannya.
Begitulah, riwayat Cut Nyak Dien. Beliau selalu berjuang
dengan semangat tinggi meskipun fisiknya sudah rapuh.
Hasan
: Sangat besar jasa dan pengorbanan Cut Nyak Dien.
Paman Hadi : Benar, Hasan! Berkat jasa dan perjuangan itu, Cut Nyak
Dien dianugerahi gelar pahlawan pejuang kemerdekaan.
Sekarang Indonesia telah merdeka. Kalian sebagai
generasi muda hendaknya meneruskan perjuangan
pahlawan kita!
Rina
: Bagaimana caranya, Paman
Paman Hadi: Salah satunya dengan belajar rajin dan berusaha
meneladani sikap dan tindakan para pahlawan itu.
Kutipan di atas dengan jelas menunjukkan topik tentang wacana
pahlawan wanita Cut Nyak Dien, Srikandi dari aceh. Satu-satunya
perintah di dalam topik tersebut hanyalah Bacalah wacana berikut ini
dengan seksama! dan tidak ditemukan perintah lain yang mengacu
pada pelajaran sastra (drama). Akan sangat bijaksana apabila pelajaran
(topik) serupa itu tidak dimasukkan ke dalam mata ajar sastra karena
topik serupa itu (tanpa perintah yang mengacu pada sastra drama) jelas
merupakan sesuatu yang tidak mendukung pelajaran sastra. Dialogdialog yang ada terlalu panjang dan lebih mengarah pada tujuan untuk
menjelaskan tentang keberadaan Cut Nyak Dien daripada dialog drama
yang selaras dengan tingkat pemahaman siswa.
Perlu dikemukakan di sini bahwa sebagai bagian penting dari
sejarah kesusastraan Indonesia, dalam kapasitas tertentu drama hendaknya tetap ditempatkan sebagai bagian pengajaran sastra secara komprehensif di sekolah. Oleh karena itu, kiranya hal tersebut perlu diperhatikan --tidak hanya oleh penerbit Intan Pariwara, tetapi juga penerbit
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 61
lain-- agar bahan ajar sastra jenis drama tidak ditempatkan sebagai
pelengkap atau hanya disisipkan pada topik lain yang kurang relevan
dengan mata ajar sastra.
Di samping hal tersebut, sudah waktunya pula siswa diberi bekal
pemahaman tentang pengarang-pengarang drama yang pernah ada dan
menjadi tonggak dalam sastra Indonesia seperti Usmar Ismail, Sanusi
Pane, B. Soelarto, dan sebagainya. Melalui metode yang sederhana dan
sesuai dengan tingkat penalaran siswa sekolah dasar, sudah sepantasnya
jika kesinambungan sastra drama dalam mata ajar di sekolah dasar terus
diperhatikan. Tentu kita tidak mengharapkan siswa buta terhadap perkembangan sejarah kebudayaannya (sastra drama) yang pada akhirnya
mengakibatkan siswa terasing dengan sejarah leluhurnya.
3.3 Buku Ajar Terbitan Tiga Serangkai
Buku ajar bahasa Indonesia berjudul Aku Cinta Bahasa Indonesia: Pelajaran Bahasa Indonesia karya Surana terbitan Tiga Serangkai (Sala, 1995) yang dibahas dalam pemantauan ini terdiri atas empat
jilid (dua jilid untuk kelas 5 [5a dan 5b] dan dua jilid untuk kelas 6 [6a
dan 6b]). Jilid 5a memuat pelajaran (kelas 5) cawu 1 dan sebagian cawu
2; jilid 5b memuat pelajaran cawu 3 dan sebagian cawu 2; jilid 6a
memuat pelajaran (kelas 6) cawu 1 dan sebagian cawu 2; dan jilid 6b
memuat pelajaran cawu 3 dan sebagian cawu 2. Seperti halnya buku ajar
bahasa Indonesia terbitan Intan Pariwara, buku ajar terbitan Tiga
Serangkai ini juga merupakan buku pelengkap. Artinya, buku ini
digunakan di sekolah juga hanya untuk melengkapi buku pelajaran
pokok terbitan Balai Pustaka. Adapun keberadaan sastra (puisi, prosa,
dan drama) dalam buku-buku ajar tersebut sebagai berikut.
3.3.1 Puisi
Hasil pengamatan memperlihatkan dengan jelas bahwa bahan
ajar sastra yang berupa puisi dalam buku-buku ajar terbitan Tiga
Serangkai cukup memadai. Kenyataan itu terlihat pada porsi bahan ajar
puisi yang disajikan dalam masing-masing buku ajar tersebut, baik
untuk kelas 5 maupun kelas 6, yang rata-rata disajikan lima kali per
tahun. Buku ajar jilid 5A menyuguhkan tiga kali pertemuan yang dalam
setiap kali pertemuan rata-rata disuguhkan satu sampai dua judul puisi;
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 62
Page 63
Page 64
Keterangan:
1. Puisi di atas terdiri atas 4 larik sebait.
2. Bunyi suku kata akhir larik pertama dan larik ketiga berima
atau bersajak.
3. Bunyi suku kata akhir larik kedua berima dengan suku kata
akhir larik keempat.
4. Isi puisi di atas terdapat pada larik ketiga dan keempat.
5. Larik pertama dan kedua disebut sampiran.
6. Puisi tersebut dinamakan pantun.
7. Karena isi pantun tersebut mengandung kejenakaan atau
kelucuan, maka dinamakan pantun jenaka.
b. Buatlah dua-tiga bait pantun yang isinya menyangkut
kehidupanmu (kehidupan anak)!
Seperti halnya sajian puisi tradisional, puisi-puisi modern yang
disajikan pun terasa sesuai dengan tingkat pengalaman dan daya nalar
anak-anak seusia kelas 5 sekolah dasar. Apalagi dunia yang ditampilkan
dalam puisi-puisi tersebut dekat dengan dunia anak-anak. Puisi berjudul
"Gembala", "Kelinciku", dan "Mandi", misalnya, agaknya mampu
meng-ingatkan siswa akan kehidupan di desa yang penuh dengan
kegem-biraan. Sementara itu, puisi berjudul "Jerih Payah Pak Tani" dan
"Sampan Tua" juga mampu mendorong jiwa dan perasaan siswa (anakanak) agar mereka peduli terhadap sesamanya. Puisi "Ki Hajar
Dewantara" dapat pula mendorong dan membangkitkan semangat anak
agar mereka rajin belajar dan mempunyai semangat juang seperti halnya
Ki Hajar Dewan-tara.
Dilihat dari cara pembelajarannya, tampak bahwa bahan ajar
puisi modern itu disajikan secara runtut sehingga terasa enak untuk
diikuti. Dalam topik Mengubah Bentuk Puisi Menjadi Bentuk Prosa
(pelajaran 1, cawu 1, hlm. 17--19), misalnya, sebelum diberi tugas,
siswa terlebih dulu diperkenalkan dengan pengertian puisi dan segi-segi
yang mem-bentuknya. Dengan keterangan serupa itu, paling tidak siswa
telah memiliki pengetahuan tentang apa sesungguhnya perbedaan antara
puisi dan prosa. Perintah pertama yang muncul adalah siswa diminta
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 65
Page 66
Page 67
Page 68
Page 69
Jawablah!
1. Puisi Gembala terdiri atas berapa bait?
2. Sebutkan jumlah larik setiap bait!
3. Sebutkan beberapa pasang kata yang bersajak!
4. Berapa jumlah larik puisi di atas?
5. Adakah kata-kata yang tidak kamu ketahui artinya?
Kalau ada, carilah arti kata itu dalam kamus!
c. Diskusikan dengan temanmu pesan yang terdapat dalam puisi
tersebut!
d. Deklamasikan puisi Gembala di depan kelas!
Setelah melihat contoh bahan ajar puisi yang disuguhkan di atas, dapat
dikatakan bahwa bahan ajar puisi dalam buku ajar bahasa Indonesia
kelas 5 terbitan Tiga Serangkai cukup baik dan agaknya mampu
mendukung tujuan pengajaran apresiasi sastra di sekolah dasar.
Seperti halnya bahan ajar puisi untuk kelas 5, bahan ajar puisi
untuk kelas 6 pun cukup memadai. Selama setahun siswa kelas 6
disuguhi enam buah puisi. Tiga buah puisi yang terdapat dalam buku
ajar jilid 6a adalah "Pengemis" karya A. Hasjmy, dikutip dari buku
Dewan Sajak (pelajaran 3, cawu 1, hlm. 25); "Sawah" karya Sanusi
Pane, dikutip dari buku Puspa Mega (pelajaran 4, cawu 1, hlm. 32); dan
"Hasil Tabunganku" karya Widyawati, dikutip dari buku Sepatu
Raksasa (pelajaran 6, cawu 1, hlm. 49). Ketiga puisi tersebut termasuk
jenis puisi modern. Sementara itu, tiga puisi lain yang terdapat dalam
buku jilid 6b adalah satu buah puisi tradisional (pelajaran 5, cawu 3,
hlm. 41) dan dua buah puisi modern, yaitu berjudul "Sawah" karya A.
Hasjmy (pelajaran 6, cawu 3, hlm. 48--49) dan "Alam Desaku" karya
Dessy Herlina, dikutip dari Mentari (Juni 1993) (pelajaran 8, cawu 3,
hlm. 65).
Setelah diamati secara seksama dapat dikatakan bahwa sebagai
bahan ajar sastra, sebagian besar puisi (modern dan tradisional) di atas
sesuai pula dengan tingkat pengalaman dan daya pikir siswa. Secara
sepintas hal tersebut dapat dilihat dari nama-nama judul puisi yang
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 70
SAWAH
Sawah di bawah emas padu
Padi melambai, melalai terkulai
Naik suara salung serunai
Sejuk didengar, mendamaikan kalbu
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 71
Page 72
Keterangan:
- salung
: suling pendek
- serunai
: bunyi-bunyian yang ditiup terbuat dari kayu
- lazuardi
: warna biru muda seperti warna langit
b. Diskusikan mengenai isi sanjak di atas!
Ungkapkan secara tertulis isi sanjak tersebut dengan kalimat
bebas, melalui pencatat diskusi kelompok masing-masing!
c. Berikan kesan, pendapat, maupun tanggapan mengenai bentuk
dan isi sanjak di atas! Dari segi bentuk dapat kamu kemukakan mengenai penggunaan kata, bait, persamaan bunyi, dan
irama.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah suguhan bahan ajar
sastra tradisional yang berupa pantun. Bahan ajar pantun yang disajikan
dalam pelajaran 5, cawu 3 (hlm. 41) itu tidak disertai lagi dengan
penjelasan-penjelasan mengenai teori penyusunan pantun, tetapi pantun
langsung dijabarkan dan siswa langsung diminta untuk memahami dan
meng-apresiasi. Penyajian demikian agaknya memang wajar karena
teori tentang pantun dengan segala aturannya telah dijelaskan dalam
buku ajar kelas 5. Kendati demikian, barangkali akan lebih baik jika hal
tersebut (teori pantun) disertakan pula --meski hanya selintas-- karena
dengan demikian siswa diingatkan kembali mengenai hal itu. Atau,
setidaknya, sebelum melakukan pemahaman lebih jauh, guru terlebih
dulu menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan pantun.
Setelah diadakan pengamatan secara keseluruhan terhadap bahan
ajar puisi yang terdapat di dalam buku ajar terbitan Tiga Serangkai,
dapat dinyatakan bahwa secara garis besar bahan ajar sastra yang berupa
puisi terasa cocok dan sesuai dengan kemampuan, pengalaman, dan
pola pikir anak. Hanya saja, bahan ajar puisi itu belum lengkap karena
tidak mencakupi keseluruhan genre puisi (modern dan tradisional) yang
ada dalam sejarah perkembangan puisi Indonesia.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 73
3.3.2 Prosa
Data membuktikan bahwa bahan ajar prosa yang terdapat dalam
buku ajar bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai cukup dominan.
Bahan ajar prosa itu secara umum terdiri atas dua jenis, yaitu prosa
modern (berupa cerpen) dan prosa tradisional (berupa cerita rakyat,
dongeng, legenda). Bahan ajar prosa modern yang berupa cerpen antara
lain "Menaklukkan Gunung Panggung" karya Trim Sutija (pelajaran 3,
kelas 5, cawu 1, hlm. 30--31), "Latihan Terjun" karya Trim Sutija
(pelajaran 9, kelas 6, cawu 1, hlm. 71--72), Berbantah Sendiri karya
Sujono H. R. (pelajaran 3, kelas 5, cawu 2, hlm. 29--30), Jambu Pak
Mulkan karya Sujono H. R. (pelajaran 8, kelas 5, cawu 3, hlm. 68--69),
"Burung Perkutut Putih" karya Trim Sutedja (pelajaran 7, kelas 6, cawu
2, hlm. 54--56); dan "Berebut Jamur" karya Sujana H. R. (pelajaran 2,
kelas 6, cawu 2, hlm. 17--18), dan sebagainya. Sementara itu, bahan ajar
prosa tradisional yang berupa cerita rakyat atau dongeng di antaranya
"Batu Badaon" (pelajaran 2, kelas 5, cawu 1, hlm. 19--20), "Terjadinya
Gunung Batok" (pelajaran 2, kelas 6, cawu 1, hlm. 17--18), Putri Pinang
Masak" (pelajaran 9, kelas 6, cawu 2, hlm. 69--70), "Si Tupai dan Si
Raun" (pelajaran 4, kelas 6, cawu 3, hlm. 32--33), "Terjadinya Danau
Toba" (pelajaran 7, kelas 6, cawu 3, hlm. 55--57), dan sebagainya.
Setelah diadakan pengamatan terhadap masing-masing cerita
pendek dalam buku ajar tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum
bahan ajar yang disajikan cukup baik dan sesuai dengan tingkat
pengalaman dan daya imajinasi anak-anak. Jika dikaitkan dengan dunia
anak-anak, objek yang disampaikan melalui bahan ajar tersebut tampak
sangat cocok dan serasi. Objek-objek yang dipilih seperti mendaki
gunung dalam "Menaklukkan Gunung Panggung", berebut layanglayang dalam " Latihan Terjun", mencari buah jambu di waktu subuh
dalam "Jambu Pak Mulkan", dan mengetapel burung dalam "Burung
Perkutut Putih" adalah pekerjaan (mainan ) anak-anak yang sangat
menyenangkan dan mengasyikkan. Anak-anak, lebih-lebih di pedesaan,
akan merasa sangat senang jika disuguhi cerita-cerita yang sesuai
dengan selera mereka. Sementara itu, anak-anak di perkotaan lebih
senang mendaki gunung secara bersama-sama di waktu liburan tiba.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 74
BERBANTAH SENDIRI
Page 75
Page 76
Page 77
Page 78
Page 79
Page 80
Page 81
bawah buah itu, maka dikerat si Tupai itu batang tali pusat penghubung
buah itu dari mayangnya, dan ... jatuhlah buah itu ke sungai, di depan
buaya terapung itu.
Dengan cepatnya buaya itu menelan buah kelapa berisikan si
Tupai. Setiba buah kelapa itu di hulu hati si Buaya, maka dengan segera
keluarlah si Tupai dari liang buah kelapanya itu, lalu dikeratnya hati
buaya itu sekaligus. Dengan kesakitan yang amat sangat, si Buaya
menggelepar-gelepar, mengacau air sungai dengan hebatnya, tetapi tak
lama kemudian matilah buaya itu. Lalu keluarlah si Tupai dari liangnya,
dari mulut buaya itu, kemudian membawa hati buaya kepada sahabatnya
si ikan Raun itu untuk pengobat istrinya yang sakit.
Demikianlah budi dibalas dengan budi juga, dengan pengorbanan dan usaha kepahlawanan, keberanian luar biasa, dengan taruhan
nyawa.
Dari Cerita Rakyat V
6. Lok Si Naga
7. Ciung Wanara
8. Raden Rangga
9. Keong Emas
10. Angkaro & Tunturana
Page 82
Page 83
3.3.3 Drama
Seperti halnya puisi dan prosa, keberadaan drama dalam buku
ajar bahasa Indonesia terbitan Tiga Serangkai, baik untuk kelas 5
maupun kelas 6, juga cukup memadai. Beberapa (naskah) drama yang
disajikan dalam buku ajar itu antara lain berjudul "Terjebak" karya F. X.
Surana (pelajaran 5, kelas 5, cawu 1, hlm. 43--44); Si Kabayan Banyak
Utang (pelajaran 1, kelas 5, cawu 2, hlm. 14--16); "Damai Di Hari
Lebaran" karya F. X. Surana (pelajaran 5, kelas 5, cawu 3, hlm. 44--46);
Keluarga Mak Ijah karya F. X. Surana dan "Kerbau Dikatakan
Kambing" (pelajaran 1, kelas 6, cawu 1, hlm. 10--11); fragmen drama
Nyaris Terjadi Pembantaian" karya F. X. Surana (pelajaran 8, kelas 6,
cawu 2, hlm. 64); "Gugurnya Si Singamangaraja XII (pelajaran 1, kelas
6, cawu 2, hlm. 7--9); dan fragmen drama Warna" karya Mansur
Samin (pelajaran 3, kelas 6, cawu 3, hlm. 23--26).
Jika disesuaikan dengan kurikulum SD kelas 5 dan 6, bahan
ajar drama yang disuguhkan dalam buku ajar dapat dikatakan melebihi
target karena dalam hampir setiap catur wulan terdapat bahan ajar
drama. Dalam GBPP kelas 5 disebutkan bahwa drama hanya
diprogramkan pada cawu 3. Itulah sebabnya suguhan bahan ajar drama
pada cawu 1 dan 2 merupakan nilai tambah (plus) bagi buku ajar
tersebut. Hal ini berbeda dengan GBPP kelas 6. Dalam GBPP kelas 6
disebutkan bahwa drama diprogramkan pada cawu 3, tetapi buku ajar
kelas 6 justru menyuguhkan drama pada cawu 1 dan 2. Kendati
demikian, hal ini tidaklah menjadi masalah karena --sebagaimana
disebutkan dalam GBPP-- guru memiliki kebebasan penuh untuk
mengatur tat urutan bahan ajar.
Ditinjau dari segi bobotnya, dapat dikatakan bahwa dramadrama tersebut umumnya sesuai dengan kemampuan dan daya pikir
anak-anak seusia kelas 5 dan 6. Secara umum dapat dikatakan bahwa
drama-drama tersebut selain menentingkan segi humor juga
mengandung pesan moral. Drama berjudul "Terjebak", misalnya, secara
lucu mengisahkan dua anak berusia kira-kira 10 tahun yang
terperangkap oleh serdadu Belanda. Setelah diinterogasi oleh serdadu
Belanda, dengan lugu mereka berkata bahwa di desanya banyak
pasukan republik yang berkeliaran. Hal serupa terdapat juga dalam
drama "Si Kabayan Banyak Hutang".
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 84
Page 85
Page 86
3.4.1 Puisi
Kenyataan menunjukkan bahwa keberadaan bahan ajar puisi
dalam buku ajar terbitan Yudhistira untuk kelas 5 cukup menarik. Puisipuisi yang ditampilkannya sebagian besar berupa puisi modern. Selama
setahun puisi modern disajikan sebanyak empat kali dalam topik
Membaca Puisi. Puisi-puisi tersebut adalah Guruku (pelajaran 1,
cawu 1, hlm. 17), tanpa nama penulis, diambil dari kumpulan sajak Aku
Tunas Bangsa Indonesia; Tuhanku (pelajaran 4, cawu 1, hlm. 61)
karya Darwis Dali, diambil dari kumpulan sajak Aku Tunas Bangsa
Indonesia; Bila Benih Telah Bersemi (pelajaran 6, cawu 1, hlm. 89),
tanpa nama penulis, dikutip dari buku Bahasa Indonesia terbitan
Depdikbud; dan Rumahku (pelajaran 1, cawu 2, hlm. 16), tanpa nama
penulis, diambil dari kumpulan sajak Aku Tunas Bangsa Indonesia.
Sementara itu, puisi tradisional (pantun) hanya disajikan dua kali dalam
topik Membuat Pantun (pelajaran 1, cawu 3, hlm. 19) dan topik
Mengenal dan Membedakan Bentuk Puisi, Prosa, Drama (pelajaran 2,
cawu 3, hlm. 30).
Ditinjau dari sisi bobot dan atau tingkat kesulitannya, puisi-puisi
tersebut agaknya mudah dipahami siswa kelas 5 karena dunia yang
ditampilkannya dekat dengan lingkungan anak-anak seusia itu. Puisi
berjudul Guruku, misalnya, berbicara tentang sosok guru yang patut
diteladani dan layak diberi penghargaan karena mampu membuat
murid-muridnya menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan
negara; puisi Tuhanku menggambarkan kebesaran Tuhan yang patut
disembah karena Dia yang menciptakan dunia seisinya; puisi Bila
Benih Telah Bersemi berkisah tentang petani dan padi yang subur di
sawahnya; dan puisi Rumahku bercerita mengenai sebuah rumah
sebagai tempat tinggal yang nyaman bagi keluarga meskipun rumah
tersebut tidak megah dan tidak indah.
Dilihat dari sisi pragmatis, puisi-puisi tersebut pada hakikatnya
menyarankan agar siswa mencintai guru (sesama manusia), Tuhan
(yang menciptakan manusia), keluarga (rumah), dan lingkungan alam
(sawah). Dengan kesederhanaan materi yang ditampilkan dimaksudkan
agar siswa mampu membaca teks dan menyerap isi puisi serta dapat
memberikan tanggapan (sesuai dengan tujuan program pengajaran
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 87
6. Membaca Puisi
GURUKU
Ibu guruku manis sekali
Menyambutku di pagi berseri
Hatiku senang
Perasaanku tenang
Ibu guruku lembut sekali
Mengajarku mengenal diri
Membukakan mata
Membukakan pintu hati
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 88
Page 89
Page 90
LULUS UJIAN
Jalan-jalan ke Kalibata
Mampir sebentar di rumah teman
Hati siapa tak kan gembira
Karena telah lulus ujian
Mampir sebentar di rumah teman
Menyampaikan pesan serta undangan
Karena telah lulus ujian
Bermaksudlah hati hendak syukuran
Menyampaikan pesan serta undangan
Sebagai tanda rasa persahabatan
Bermaksudlah hati hendak syukuran
Atas rahmat yang diberikan Tuhan
Page 91
Page 92
3.4.2 Prosa
Dalam GBPP SD kelas 5 dicantumkan mengenai pembelajaran
sastra (prosa) dengan materi yang mencakupi membaca buku cerita
yang sesuai untuk anak, membicarakan hal-hal yang menarik,
menceritakan kembali secara lisan atau tertulis cerita rakyat dari daerah
sendiri atau daerah lain serta membicarakannya (cawu 1); membaca
cerita dan menyampaikan kesan tentang cerita itu, membaca novel
anak-anak dan membicarakan isinya, membaca cerita pendek dan
membicarakan isinya, menulis cerita, menyusun karangan berdasarkan
percakapan (cawu 2); dan memperbaiki karangan berdasarkan saran
teman atau guru, menceritakan kembali isi bacaan, dan menyusun cerita
bersama-sama (cawu 3).
Buku ajar bahasa Indonesia untuk kelas 5 cawu 1 antara lain
memuat cerita Seandainya Tidak Terlambat Bangun (dalam topik
membaca cerita, hlm. 43--45), Ronda Malam (dalam topik membaca
buku cerita yang sesuai untuk anak, hlm. 36--37), dan Asal Mula Nama
Banyuwangi (dalam topik membaca cerita rakyat, hlm. 72--75).
Cerita Seandainya Aku Tidak Terlambat Bangun berkisah
tentang Anto yang tidak jadi ikut berwisata dengan teman-teman satu
sekolah karena ia terlambat bangun. Justru karena keterlambatannya
bangun tidur, Anto tidak mengalami kecelakaan karena bus yang
ditumpanginya untuk berwisata masuk sungai. Cerita ini sangat baik
(memiliki alur dengan suspense yang terjaga dan penokohan yang
wajar) bagi anak-anak. Hanya saja tugas menjawab pertanyaan untuk
cerita anak-anak yang dikutip dari harian Republika itu tidak lepas dari
persoalan di luar sastra, misalnya (1) mengapa Anto terlambat bangun,
(2) mengapa Anto tidak ikut piknik, dan (3) bagaimana keadaan anakanak yang mengalami kecelakaan? Secara lengkap berikut ini kutipan
cerita dan pertanyaan serta tugas yang harus dikerjakan siswa.
5. Membaca Cerita
a. Bacalah cerita di bawah ini!
Page 93
Page 94
Page 95
c. Tugas
1) Buatlah ringkasan cerita di atas dengan kata-katamu
sendiri, kemudian bacakan ringkasan ceritamu di depan
kelas!
2) Tulislah bagian-bagian cerita di atas yang menarik bagimu
dan mengapa kamu anggap menarik?
Page 96
Page 97
hlm. 90--91). Nilai tambah lain yang terdapat dalam buku ajar kelas 5
cawu 1 adalah adanya tugas memahami dan mencari arti peribahasa, di
samping kegiatan mence-ritakan gambar dalam bentuk karangan
tentunya ke-giatan ini berpotensi dalam pengembangan imajinasi anakanak untuk menyusun sebuah cerita.
Tuntutan GBPP agar siswa kelas 5 cawu 2 mengadakan kegiatan
membaca cerita dan menyampaikan kesan mengenai cerita yang bersangkutan diwujudkan dengan membaca cerita Persami (tanpa nama
pengarang, disarikan dari Pandai Berbahasa Indonesia 6a dengan
perubahan seperlunya, hlm. 21--23), membaca nyaring cerita Pergi
Berbelanja (tanpa nama pengarang dan sumber cerita, pelajaran 5, hlm.
63--65), dan membaca cerita rakyat Ki Ajar Wilis karya Suwito, yang
dikutip dari Babad Tanah Jawi.
Meskipun cerita Persami disajikan secara naratif, pertanyaan
dan tugas yang diberikan kepada siswa sama sekali tidak bersinggungan
dengan persoalan yang berkaitan dengan sastra. Semua pertanyaan
tertuju pada kegiatan persami (perkemahan Sabtu Minggu). Hal itu juga
berlaku untuk cerita Pergi Berbelanja yang lebih memberi tekanan
pada persoalan kegiatan jual-beli. Dengan demikian, tuntutan GBPP
agar siswa membaca novel dan cerita pendek anak-anakterlebih untuk
meningkatkan apresiasi siswa terhadap sastratidak terpenuhi. Akan
tetapi, kerumpangan tersebut ditutupi dengan adanya tugas menulis
cerita. Tugas tersebut didahului dengan mendefinisikan apa yang
disebut dengan ceritakhususnya cerita fiksi dan cerita nonfiksi. Cerita
fiksi adalah cerita yang isinya hanya khayalan belaka (sic!). Jadi, jenis
cerita fiksi sumbernya berasal dari khayalan pengarang; sedangkan
sumber cerita nonfiksi berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Setelah
ada pendefinisian tersebut kemudian diikuti dengan cerita fiksi CitaCita Andra yang berisi khayalan seorang anak yang bercita-cita
menjadi dokter. Tugas menulis cerita diikuti dengan panduan bagaimana cara menulis cerita. Dalam bagian ini dijelaskan juga mengenai
kelompok cerita fiksi yang mencakupi cerita pendek, novel, dan roman
(dalam bagian ini mestinya dijelaskan juga apa yang disebut cerita
pendek, novel dan roman bagaimana drama, cerita bersambung
apakah tidak ter-masuk dalam kategori cerita fiksi? Benarkah sesuai
dengan definisi cerita fiksi di atas beberapa genre sastra itu benarKeberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 98
Page 99
Page 100
Sifat-Sifat Pelaku
Judul karangan
Para pelaku
Sifat pelaku I
Sifat pelaku II
: .......................................................
: .......................................................
: .......................................................
.......................................................
.......................................................
: .......................................................
.......................................................
.......................................................
: .......................................................
.......................................................
.......................................................
dst.
: .......................................................
: .......................................................
: .......................................................
: .......................................................
: .......................................................
Berbeda dengan buku ajar cawu 1 dan 2, buku ajar cawu 3 lebih
banyak menyajikan bahan ajar yang berkaitan dengan drama (sesuai
dengan tuntutan GBPP). Meskipun demikian, ada tugas membuat
karangan yang isinya menceritakan keadaan pantai yang pernah
dikunjungi (pelajaran 3, cawu 3, hlm. 61).
Page 101
3.4.3 Drama
Menurut definisi yang diberikan dalam buku ajar bahasa
Indonesia kelas 5 cawu 3 (pelajaran 2, hlm. 31) terbitan Yudhistira,
drama adalah karangan berbentuk dialog yang dipentaskan. Dalam
buku pelajaran bahasa Indonesia terbitan Yudhistira, drama muncul
dalam bentuk meragakan percakapan, bercakap-cakap, bermain peran,
bermain drama satu babak, percakapan, bermain drama, dan membahas
sesuatu yang sedang hangat (lewat percakapan).
Bentuk drama yang dimaksudkan di atas sudah diperkenalkan
kepada kelas 5 cawu 2 (pelajaran 2, hlm. 32) melalui materi meragakan
percakapan lewat telepon dan bercakap-cakap (mengenai televisi) untuk
memenuhi tuntutan GBPP menyangkut materi membaca dan melakukan
percakapan tentang masalah yang menyangkut kehidupan sehari-hari.
Tugas yang diberikan dalam percakapan (drama) tersebut menyangkut
penjelajahan siswa terhadap karya sastra dengan mengamati, menyaksikan, dan mementaskan sebuah karya sastra; melakukan penafsiran
terhadap cipta sastra yang dijelajahi; dan mengadakan rekreasi dengan
menuliskan karya sesuai dengan tugas yang diberikan.
Hal yang sama berlaku juga untuk bahan ajar drama yang
terdapat dalam buku ajar kelas 5 cawu 3 (tanpa judul, dalam topik
Bermain Peran, hlm. 74) guna memenuhi tuntutan GBPP agar
siswa memeran-kan drama pendek, memerankan pelaku yang ada dalam
cerita dan drama tersebut menyangkut kemajuan teknologi.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bahan ajar drama untuk
kelas 6 lebih menuntut kepekaan siswa dalam berekspresi di depan kelas
karena ada beberapa penggalan drama yang dilengkapi dengan petunjuk
pementasan. Perhatian materi bermain drama satu babak (pelajaran 2,
cawu 1, hlm. 43--44) berikut ini.
Page 102
Syamsudin
Page 103
Page 104
Page 105
Page 106
Kenyataan menunjukkan pula bahwa keberadaan sastra, khususnya puisi, dalam buku-buku ajar bahasa Indonesia terbitan Erlangga
tidak hanya disampaikan dalam topik secara langsung, misalnya topik
Memahami Puisi, tetapi juga dimasukkan dalam topik lain, misalnya
dalam topik Menceritakan Pengalaman (pelajaran 5, cawu 1, tema:
kepahlawanan, hlm. 58). Puisi yang dimaksudkan itu sebagai berikut.
Jenderal Sudirman
Dalam sakitnya ia berjuang
Tak pernah berkeluh kesah
Baginya,
Perjuangan adalah hidup atau mati
Di bawah komando kebesarannya
Seluruh pemuda bersatu,
Bertekad penuh semangat
Merdeka atau mati ...
Tak lagi peduli
Berjuta peluru memburu nyawa
Berjuta sakit menyerang dada
Dia pantang menyerah
Berjuang sekuat tenaga
Untuk negara dan pertiwi tercinta
R. R. Uli
Bahan ajar puisi yang berjudul Jenderal Sudirman di atas
disertai dengan perintah agar puisi di atas dibaca dengan intonasi yang
tepat. Perintah itu dalam kerangka logika anak-anak boleh dikatakan
masih atau telah sesuai. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan
pemahaman terhadap puisi tersebut, terlihat bahwa perintah-perintah
lainnya tampaknya terlalu sulit bagi siswa kelas lima sekolah dasar.
Perintah-perintah itu selengkapnya berbunyi sebagai berikut.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 107
Page 108
Page 109
Bidasari Lahir
Page 110
Page 111
Syair karya Hamzah Fansuri yang disajikan dalam topik Memahami Puisi Lama di atas jelas tidak sesuai siswa sekolah dasar. Di
samping penyajian syair tersebut tidak lengkap dan tidak disertai
dengan judul, syair tersebut juga memiliki bobot di luar jangkauan
pengalaman dan penalaran siswa. Dengan kenyataan serupa itu, segera
dapat dinilai bahwa pelajaran sastra benar-benar hanya sebagai
pelajaran tambahan bagi pelajaran Bahasa Indonesia. Pernyataan ini
didasari oleh suatu penilaian bahwa karya sastra yang ditampilkan tidak
didukung oleh kelengkapan fakta. Bahkan, sangat kelihatan bahwa syair
yang diper-gunakan sebagai materi pelajaran diambil tanpa suatu seleksi
yang ketat demi penambahan wawasan anak yang sesuai dengan
kemampuannya.
Demikianlah selintas tentang keberadaan puisi dalam buku-buku
ajar bahasa Indonesia terbitan Erlangga. Dari pengamatan itu dapat
dinyatakan bahwa bahan ajar sastra dalam buku ajar itu lebih
didominasi oleh materi jenis puisi. Puisi-puisi yang disajikan cukup
bervariasi, tetapi pemilihannya tidak melalui seleksi yang ketat.
Akibatnya, materi yang disajikan menjadi kurang selaras dengan tingkat
kemampuan dan pengalaman siswa sekolah dasar. Di samping itu, cara
penyajian puisi di dalam buku-buku tersebut juga tidak mengindahkan
sejarah sastra. Padahal, sejarah sastra, dalam tingkat yang sederhana,
akan lebih membantu wawasan siswa kalau benar-benar ditem-patkan
sebagai bagian integral pelajaran sastra.
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 112
3.5.2 Prosa
Pada umumnya prosa merupakan salah satu genre sastra yang
lebih populer dan mudah dipahami apabila dibandingkan dengan genre
puisi. Akan tetapi, hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan
sastra prosa dalam buku-buku ajar terbitan Erlangga tidak mendapatkan
porsi yang semestinya. Artinya, contoh-contoh yang dijadikan bahan
ajar sangat sedikit dan seringkali tidak menyinggung tentang keberadaan sastra Indonesia seperti yang diharapkan. Contoh-contoh materi
ajar justru diambil bukan dari karya sastra Indonesia yang ada. Materi
yang dipergunakan juga cenderung terpaku pada tema-tema yang sudah
ditentukan oleh TIK bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentu mengakibatkan pelajaran sastra menjadi miskin dan jauh dari tujuan apresiasi
sastra yang sebenarnya. Berikut inilah contoh kecenderungan tersebut
(pelajaran 19, cawu 3, buku ajar kelas 5, hlm. 112).
e. Mencari Legenda
Kamu tentu pernah mendengar legenda atau cerita rakyat,
bukan? Biasanya orang percaya bahwa cerita itu benar-benar terjadi
pada zaman dahulu. Lalu diceritakanlah hal itu turun-temurun.
Dapatkah kamu menulis legenda dari masing-masing daerah
di Indonesia? Nah, kerjakanlah seperti contoh di bawah ini.
Nama Legenda
Sangkuriang
Asal Daerah
Jawa Barat
Page 113
Page 114
3.5.3 Drama
Pada hakikatnya jenis sastra lakon (drama) tidak dapat
dipisahkan dengan pelajaran sastra di sekolah. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya jika perhatian terhadap naskah drama diberi tempat yang
layak sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah, tidak terkecuali di jenjang
kelas 5 dan 6 sekolah dasar. Kendati demikian, kenyataan menunjukkan
bahwa bahan ajar sastra yang berupa drama tidak memperoleh tempat
yang layak dalam buku-buku ajar bahasa Indonesia kelas 5 dan 6
sekolah dasar terbitan Erlangga.
Jika dalam buku-buku ajar tersebut ditemukan bentuk dialog, -yang dalam buku itu dimaksudkan sebagai bahan ajar drama-- biasanya
dialog tersebut hanya berupa percakapan yang dikemas dalam topik
Membaca Percakapan. Namun, realitas ini barangkali dianggap wajar
karena kurikulum yang mendukungnya juga kurang tegas dalam hal
bahan ajar drama. Salah satu kutipan naskah drama yang dipergunakan
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 115
Nelayan
Para Nelayan
Malin Kundang
Nelayan
Malin Kundang
Page 116
Ibu
Malin Kundang
Ibu
Malin Kundang
Nelayan
Malin Kundang
Ibu
Malin Kundang
Ibu
Malin Kundang
Ibu
Page 117
Suara Gaib
: Hai Malin Kundang, permohonan ibumu kukabulkan. Kau adalah anak yang durhaka. Ingat!
Kekayaanmu
tidak
dapat
membalas
pengorbanan dan budi baik seorang ibu.
Sekarang, harta yang kau bangga-banggakan itu
tidak akan mampu menolongmu. Kau dan
hartamu akan menjadi batu bertumpuk-tumpuk!
Malin Kundang
: (Kebingungan, akhirnya
memekik dan . . . .)
Dari: Pelajaran Bahasa Indonesia
6b, Depdik-bud, dengan perubahan
seperlunya.
Page 118
Page 119
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari pengamatan terhadap Kurikulum Pendidikan Dasar
(Landasan Program dan Pengembangan dan GBPP SD 1994) sebagaimana diuraikan dalam bab 2-- dan buku-buku ajar bahasa Indonesia
yang diterbitkan oleh lima penerbit di Indonesia sebagaimana
diuraikan dalam bab 3-- dapat disimpulkan bahwa keberadaan sastra
Indonesia di tingkat sekolah dasar --khususnya kelas 5 dan 6-- belum
memenuhi harapan yang dicita-citakan atau --lebih tegasnya-- tersisih.
Kenyataan tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hal berikut.
(a) Meskipun selama Orde Baru Kurikulum Pendidikan Dasar
telah direvisi beberapa kali (1968, 1975, 1984, dan 1994), hingga
sekarang --dalam sistem pendidikan di Indonesia-- sastra Indonesia
belum diakui sebagai bidang pengetahuan yang mampu berdiri sendiri;
hal itu terbukti sastra Indonesia tidak menjadi mata pelajaran tersendiri
seperti halnya Matematika, IPA, IPS, PPKn, atau Kerajinan Tangan dan
Kesenian, tetapi menjadi bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia.
(b) Meskipun dalam GBPP subbab rambu-rambu telah
ditegas-kan bahwa porsi pelajaran sastra Indonesia harus seimbang
dengan pelajaran bahasa Indonesia, pada kenyataannya pelajaran bahasa
Indo-nesia jauh lebih dominan; dan hal itu terbukti --sebagaimana
diungkap-kan dalam GBPP subbab pengertian, fungsi, tujuan,
dan ruang lingkup, keberadaan pengajaran sastra Indonesia hanyalah
diprogram-kan sebagai penunjang keberhasilan pengajaran bahasa
Indonesia.
(c) Dengan adanya kenyataan seperti dalam (b), akibatnya
keberadaan sastra dalam buku-buku ajar yang ada --baik buku wajib
Keberadaan Sastra dalam Buku Ajar Bahasa Indonesia...
Page 120
Page 121
bahan ajar sastra lengkap dengan cara dan atau teknik pembelajarannya;
dan buku itu disebarluaskan ke seluruh sekolah di Indonesia.
(b) Pemerintah hendaknya menambah jumlah terbitan bukubuku sastra modern, terutama cerpen, novel, dan naskah drama anakanak, tidak hanya sastra tradisional (cerita rakyat, dongeng, mite,
legenda, dll.), sehingga bahan bacaan sastra di sekolah lebih lengkap
dan bervariasi.
(c) Pemerintah hendaknya segera menyelenggarakan penataran,
penyuluhan, atau bengkel sastra bagi guru secara rutin sebelum mengangkat guru khusus pemegang mata pelajaran sastra seperti halnya guru
olah raga atau agama.
(d) Pemerintah hendaknya memanfaatkan potensi para seniman,
sastrawan, dan atau kritikus sastra untuk turut berpartisipasi mengembangkan sastra di sekolah-sekolah, tidak terkecuali di sekolah dasar.
(e) Pemerintah hendaknya segera melakukan revisi baik kurikulum (GBPP) maupun buku ajar yang selama ini telah digunakan di
sekolah-sekolah dengan harapan keberadaan bahan ajar sastra tidak
tersubordinasi oleh bahan ajar bahasa.
(f) Pihak sekolah --dengan bantuan pemerintah-- hendaknya
segera membenahi perpustakaan sekolah yang selama ini masih terlalu
banyak yang terbengkalai.
(g) Para guru sekolah dasar diharapkan mulai memanfaatkan
buku-buku sastra (anak) yang telah dikirimkan oleh pemerintah ke
masing-masing sekolah --yang menurut catatan Depdikbud-- sebanyak
kurang lebih 2.500 judul.
(h) Dalam menerbitkan buku, baik buku ajar maupun buku
bacaan sastra, hendaknya para penerbit (swasta) melibatkan para pakar
dari berbagai perguruan tinggi atau lembaga yang bergerak di bidang
kesastraan.
Page 122
DAFTAR PUSTAKA
Page 123
Surana. 1994. Aku Cinta Bahasa Indonesia (5A, 5B, 6A, 6B). Sala: Tiga
Serangkai.
Tim Bina Karya Guru (Nurhayati dkk.). 1996. Pandai Berbahasa
Indonesia (5A, 5B, 6A, 6B). Jakarta: Erlangga.
Tim Penyusun Pelajaran Bahasa Indonesia SD. 1993. Pelajaran Bahasa
Indonesia (5a, 5b, 5c, 6a, 6b, 6c). Klaten: Intan Pariwara.
Page 124