You are on page 1of 6

Tinjauan Pustaka

GAGAL JANTUNG DIASTOLIK


PATOGENESIS, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Ali Aspar Mappahya
Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

SUMMARY
Diastolic heart failure is diagnosed when symptoms and signs of herat failure occur in the presence of a preserved
left ventricular ejection fraction at rest. One third to one half of patients admitted to hospital with the heart failure
syndrome have preserved left ventricular systolic function. Predominant diastolic dysfunction is relatively uncommon
in younger patients but increases in the elderly. Preserved left ventricular ejection fraction is more common in
women, in whom systolic hypertension and myocardial hypertrophy with fibrosis are contributors to cardiac dysfunction.
The most common etiologies of diastolic heart failure are hypertension, coronary artery disease, or both, whereas
hypertrophic cardiomyopathy is a more unusual. Diagnosis of primary diastolic heart failure requires three conditions
to be simultaneously satisfied : presence of signs and symptoms of heart failure, presence of normal or only mildly
abnormal ejection fraction, and evidence of abnormal left ventricular relaxation, diastolic distensibility, or diastolic
stiffness. Because of quantification of rate of relaxation and compliance by invasive method is not practical in clinical
routine, the approaches which are most useful are the measurement of transmitral and pulmonary venous velocities
by pulsed Doppler echocardiography and mitral annular velocity by tissue Doppler imaging. There still little evidence
from clinical trials or observational studies on how to treat diastolic heart failure. No treatment has been shown to be
effective for diastolic heart failure. Current therapeutic approaches that have been developed to treat systolic heart
failure or underlying pathophysiologic processes are diuretics, ACE inhibitors, beta-blockers, verapamil. Dobutamine
and milrinone may be cautiously used for their lusitropic effect. Digoxin should be avoided, and in patients with atrial
fibrillation, restoration and maintenance of sinus rhythm is paramount importance.(J Med Nus. 2006; 27: 2243 -248)

RINGKASAN
Gagal jantung diastolik didiagnosis bila ditemukan adanya gejala dan tanda gagal jantung disertai fraksi ejeksi
ventricle kiri yang normal pada keadaan istrahat. Sekitar sepertiga sampai seperdua penderita yang masuk ke
rumah sakit dengan sindroma gagal jantung mempunyai fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal. Adanya disfungsi
diastolik yang predominan relatif jarang dijumpai pada penderita yang lebih muda namun kejadiannya meningkat
pada lanjut usia. Fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal lebih umum ditemukan pada perempuan, dimana hipertensi
sistolik dan hipertrofi miokard disertai fibrosis yang menjadi penyebab timbulnya gagal jantung. Penyebab yang
paling umum gagal jantung diastolik adalah hipertensi, penyakit arteri koroner atau kedua-duanya, sedangkan
kardiomiopati hipertrofik merupakan penyebab yang lebih jarang. Diagnosis gagal jantung diastolik primer
memerlukan tiga keadaan yang secara serempak terpenuhi yaitu adanya gejala dan tanda gagal jantung, fraksi
eheksi yang normal atau hampir normal, dan adanya bukti gangguan relaksasi ventrikel kiri, distensibilitas diastolik
atau kekauan diastolik. Oleh karena kuantifikasi laju relaksasi dan kekenyalan ventrikel dengan metode invasif
tidak praktis pada pemeriksaan klinis rutin, maka pendekatan yang paling baik adalah pengukuran kecepatan
aliran darah transmitral dan vena pulmonalis dengan menggunakan eko-Doppler, dan pengukuran kecepatan
annulus mitral dengan pencitraan Doppler jaringan. Masih sedikit bukti uji klinis dan penelitian observasional
tentang bagaimana cara penatalaksanaan gagal jantung diastolik. Tidak ada pengobatan yang dianggap efektif
untuk gagal jantung diastolik. Pendekatan terapi saat ini adalah apa yang telah dikembangkan untuk pengobatan
gagal jantung sistolik atau proses patofisiologis yang mendasarinya yaitu diuretik, penyekat ACE, beta-blokade,
verapamil. Dobutamin dan milrinon seyogianya digunakan secara hati-hati untuk efek lusitropiknya. Harus dihindari
penggunaan digoxin dan penderita dengan fibrilasi atrium sangat penting dilakukan restorasi ke irama sinus serta
mempertahankan irama tersebut. (J Med Nus. 2006; 27: 2243 -248)

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

243

PENDAHULUAN
Gagal jantung bisa bermanifestasi sebagai gagal
jantung sistolik akibat disfungsi sistolik maupun gagal
jantung diastolik akibat disfungsi diastolik. 1 Pengetahun
tentang gagal jantung diastolik akhir-akhir ini meningkat
sebagai suatu masalah klinis epidemiologis yang
sedang berkembang. 2 Gagal jantung diastolik pada
hakekatnya susah didefinisikan, didiagnosis dan diobati.
Sepertiga sampai setengah dari penderita yang masuk
rumah sakit dengan sindroma gagal jantung yakni
adanya bendungan sistemik dan bendungan paru
mempunyai fungsi ssitolik yang normal atau hampir
normal. Gagal jantung diastolik kerapkali bersama sama
dengan adanya hipertensi sistemik yang kurang
terkontrol. Faktor-faktor yang berkontribusi merubah fungsi
diastolik ventrikel kiri antara lain adalah fibrosis miokard,
hipertrofi, iskemia dan peningkatan pascabeban.3
Pengetahuan tentang vaskularisasi dan fungsi ginjal
juga penting terutama pada penderita hipertensi berat.
Pada orang tua dengan gagal jantung dan hipertensi
berat bisa dijumpai adanya stenosis arteri renalis 4,
sehingga mungkin perlu dilakukan arteriografi arteri
renalis. Pada penderita dengan gagal jantung
bendungan pada populasi Framingham study,
ditemukan 51% dengan fraksi ejeksi sama atau lebih
dari 0,50.1,5 Tidak ada data yang jelas tentang perbedaan
prognosis, mortalitas jangka panjang maupun rawat
inap berulang antara penderita dengan gagal jantung
sistolik dan gagal jantung diastolik.5 Mortalitas gagal
jantung diastolik berkisar 8-28% pertahun dan populasi
berkulit hitam lebih rentan dibanding kulit berwarna. Juga
disebutkan bahwa wanita lebih sering dibanding lakilaki terutama mereka yang berumur lanjut.2,6
Penting diketahui bahwa disfungsi sistolik dan
diastolik seringkali dijumpai bersamaan dan timbulnya
gagal jantung sistolik bisa mempengaruhi fungsi
diastolik. 7,8 Penilaian terhadap struktur dan fungsi
ventrikel kiri dengan ekokardiografi sangat penting
sebelum memulai terapi pada penderita dengan gagal
jantung oleh karena terapi terhadap disfungsi sistolik
mungkin tidak efektif atau bahkan kontraproduktif bila
gejala gejala yang ditemukan disebabkan oleh disfungsi
diastolik.4
Gagal jantung diastolik terjadi akibat adanya
resistensi abnormal terhadap pengisian ventrikel, yang
memerlukan peningkatan tekanan pengisian atrium kiri
untuk mencapau curah jantung yang mencukupi.5 Proses
pengisian jantung umumnya dan ventrikel kiri khususnya
amat penting dipahami untuk menjelaskan gejala dan
tanda yang timbul akibat disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Disfungsi diastolik sulit dibedakan dari disfungsi
sistolik bila hanya berdasarkan pada keluhan penderita,
pemeriksaan fisik, gambaran elektrokardiogram dan foto
thoraks, sehingga penegakan diagnosis disfungsi
diastolik merupakan suatu tantangan bagi para klinisi.
244

Oleh karena itu sangat diperlukan cara yang lebih tepat


untuk menilai fungsi diastolik ventrikel kiri. Cara noninvasif dengan ekokardiografi-Doppler, Doppler M-mode
warna dan pencitraan Doppler jaringan saat ini amat
populer digunakan dalam pemeriksaan fungsi diastolik
ventrikel kiri.9,10,11
Patofisologi
Yang dimaksud dengan diastole adalah bagian dari
siklus jantung yang dimulai dengan penutupan katup
aorta dan diakhiri dengan saat tekanan atrium kiri dan
ventrikel kiri sama besarnya. Diastole dibagi menjadi
dua fase yakni fase relaksasi isovolumik dan fase
auksotonik. Fase auksotonik dibagi dua menjadi fase
pengisian cepat, fase pengisian lambat (diastasis) dan
fase kontraksi atrium. Pengisian diastolik tergantung
pada 5 parameter yakni : denyut jantung, volume cairan
sirkulasi, anatomis jantung, relaksasi miokard aktif dan
hubungan tekanan-volume pasif.5 Dengan demikian
fungsi diastolik pada fase diastole ini adalah
kemampuan ventrikel kiri menerima sejumlah darah dari
atrium kiri pada tingkat tekanan rendah. Jadi bila ada
gangguan fungsi diastolik ventrikel maka akan terjadi
kenaikan tekanan intra-ventrikel lebih tinggi dari tekanan
yang seharusnya pada volume tertentu. Hal inilah yang
dapat menerangkan manifestasi klinis seperti sesak
napas akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel
atau sindroma penurunan curah jantung yang
disebabkan oleh keterbatasan pengisian volume jantung
atau keduanya.11
Masalah dasar pada gagal jantung diastolik adalah
ketidak mampuan ventrikel kiri untuk mengakomodasi
volume darah selama fase diastole pada tekanan
rendah. Pada awalnya manifestasi hemodinamik
mungkin hanya merupakan pergeseran kurva hubungan
tekanan-volume kearah atas pada volume normal akhir
diastole dengan peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, atrium kiri dan kapiler paru. Tahanan yang
sangat meningkat pada pengisian ventrikel kiri dapat
mengakibatkan pengisian tersebut tidak memadai
meskipun tekanan diastolik meningkat dengan
pergeseran kurva tekanan-volume kekiri dan terjadilah
penurunan isi sekuncup.11 Identifikasi kelainan- kelainan
ini berguna secara klinis namun tak ada satu terapi yang
spesifik untuk meningkatkan fungsi diastolik ventrikel
kiri secara langsung.5
Ada dua faktor penentu dari fase diastole yaitu faktor
relaksasi (lusitropik) ventrikel dan faktor kekenyalan
(compliance) ruang ventrikel.1,12 Disfungsi diastolik akan
terjadi bila kedua faktor ini mengalami perubahan atau
kelainan. Walaupun kedua faktor ini dipertimbangkan
bersama-sama, namun keduanya digambarkan
sebagai dua hal yang berbeda.
Relaksasi (inaktivasi kontraksi) ventrikel
merupakan suatu proses dinamik yang bersifat

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

tergantung-energi yang kompleks dimana elemen


kontraktil di non-aktifkan dan miofibril kembali pada
keadaan semula. 5,11 Proses ini dimulai pada akhir
kontraksi dan terjadi selama relaksasi isovolumetrik dan
awal pengisian ventrikel. Laju relaksasi ventrikel dikontrol
terutama oleh ambilan Ca2+ oleh sarkoplasmik
retikulum tetpi juga oleh efluks Ca2+ dari miosit.
Relaksasi jantung memerlukan hidrolisis ATP untuk
melekatkan miosin dari aktin. Iskemia yang mengurangi
konsentrasi ATP miosit juga dapat mengganggu proses
ini.1
Perubahan kekenyalan ruang ventrikel akan
menyebabkan perubahan pengisian ventrikel. Selama
pengisian awal ventrikel, secara normal miokard
memanjang dengan cepat dan homogen. Adanya variasi
regional pada saat onset, laju, dan tingkat pemanjangan
miokard disebut sebagai heterogenitas ventrikel atau
asinergi diastolik. Penyebaran sementara dari relaksasi,
dengan beberapa serat memanjang lebih kemudian
dibanding lainnya disebut sebagai asinkroni diastolik.
Baik asinergi maupun asinkroni keduanya berhubungan
dengan awal pengisian diastolik. Berlainan dengan
kejadian pada awal pengisian diastolik ini, elastisitas
miokard (perubahan panjang otot yang disebabkan oleh
perubahan tekanan), kekenyalan ventrikular (perubahan
volume ventrikel pada perubahan tekanan tertentu) dan
kekakuan ventrikular (kebalikan dari kekenyalan)
umumnya diukur pada ventrikel yang berelaksasi saat
akhir diastole.
Peningkatan kekakuan ventrikular bisa terjadi secara
sekunder akibat satu atau kombinasi dari 3 mekanisme
berikut ini : (lihat gambar 1)

3.

ventrikel. Dengan demikian meskipun hipertrofi


merupakan suatu mekanisme kompensasi utama
untuk meneruskan pengosongan sistolik dari
ventrikel yang berlebihan beban mekanisme ini
mungkin secara bersamaan mempengaruhi sifat
diastolik ventrikel dan mengganggu pengisian
ventrikel (gbr.1C). Pergeseran kurva tekanan-volume
yang lebih curam ini juga dapat disebabkan oleh
peningkatan kekakuan miokard intrinsik seperti yang
terjadi pada amiloidosis, fibrosis ensomiokardial
dan iskemia miokard.
Kurve takanan-volume diastolik yang bergeser
keatas dan paralel. Efek ini umumnya disebut
sebagai penurunan distensibilitas ventrikel yang
biasnya disebabkan oleh kompressi ventrikel dari
luar seperti pada tamponade jantung dan perikarditis
konstriktiva (gbr.1B).

Diagnosis
Diagnosis gagal jantung diastolik mungkin dapat
ditegakkan berdasrkan adanya keluhan sesak napas,
edema tungkai tanpa disertai gangguan fungsi sistolik.
Namun kesepakatan mengenai definisi disfungsi
diastolik secara menyeluruh belum diperoleh oleh
karena parameter yang digunakan oleh para pakar
berbeda-beda. Namun akhir-akhir ini sejumlah
parameter baru yang lebih sensitif karena tidak
tergantung pada beban ventrikel sangat membantu
dalam menentukan kepastian diagnosis. Setiap proses
diastole tidak hanya diatur oleh kinerja intrinsik miokard,
tetapi juga oleh faktor-faktor eksternal seperti beban
ventrikel, tonus otonom miokard, dan tingkat
kontraktilitas sistole.
Pemeriksaan yang bisa digunakan untuk menilai
adanya disfungsi diastolik adalah penilaian
hemodinamik invasif, pemeriksaan radionuklid, MRI,
biopsi endomiokardial, namun kesemuanya tidak praktis
secara klinis sehingga paling baik digunakan
pemeriksaan ekokardiografi.
Ekokardiografi M-mode digunakan untuk menilai
perubahan dimensi dan fungsi selama fase pengisian
diastole. Dalam menilai fungsi diastole secara rutin,
biasanya digunakan 5 parameter yakni aliran transmitral,
aliran vena pulmonalis, waktu relaksasi isovolumik,
perambatan aliran darah kedalam ventrikel kiri, dan
pencitraan Doppler jaringan pada annulus mitral.5,11

Gambar 1.
1.

2.

Peningkatan tekanan pengisian, yang bisa


disebabkan oleh kelebihan beban volume akibat
regurgitasi katup akut dan gagal ventrikel kiri akut
akibat miokarditis (gbr.1D).
Pergeseran kurva tekanan-volume yang lebih tajam
atau kurva stress-strain. Peningkatan kekakuan
semacam ini paling banyak disebabkan oleh
peningkatan massa ventrikel dan penebalan dinding

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

Aliran transmitral.
Pada irama sinus dengan menggunakan ekoDoppler melalui aliran mitral ada dua gelombang yang
bisa terlihat yaitu gelombang E (awal) yang mewakili
pengisian ventrikel cepat pada awal diastole yaitu ketika
katup mitral terbuka dan gelombang A (kontraksi atrium)
yang mewakili proses pengisian lambat. Dengan
mengetahui perubahan relatif tekanan atrium kiri
terhadap ventrikel kiri seperti tampak pada kurva
kecepatan aliran mitral dapat dibuat interpretasi
245

berbagai penyakit. Ada beberapa pola yang dihubungkan


dengan aliran transmitral yakni: (lihat gambar 2).

Aliran normal transmit


Gambar 2.

Pola relaksasi abnormal

a.

Pada orang sehat < 50 tahun, pengisian diastole


terbanyak terjadi pada awal diastole sehingga
gelombang E >A (rasio E/A >1) dengan waktu
deselerasi (waktu yang dihitung mulai dari puncak
gelombang E sampai turun ketitik nol) gelombang
E sebesar 150-250 mdet,

b.

Disebut relaksasi abnormal bila rasio E/A <1, waktu


deselerasi memanjang (>300 mdet). Ini muncul
akibat kegagaln relaksasi disertai atrial kick.
Dengan berkembangnya disfungsi diastolik tekanan
di atrium kiri meningkat lebih jauh untuk kompensasi
sehingga gelombang E lebih menoinjol dibanding
gelombang A yang disebut pseudonormalisasi.
Rasio E/A 1-1,5 , waktu deselerasi gelombang E
160-240 mdet.

c.

d.

Pola restriktif ditandai dengan rasio E/A >2, waktu


deselerasi memendek (<150 mdet).

1.

Kecepatan aliran vena pulmonalis.


Spektrum kecepatan aliran vena pulmonalis
normal terdiri dari 3 komponen yakni komponen
sistole dan diastole antegrad dalam ketinggian yang

Rekaman Doppler vena pulmonal


Pola pengisian pseudonormal
Gambar 3.

246

Pola pengisian pseudonormal

sama atau komponen sistole lebih tinggi dari


diastole, dan komponen spektrum gelombang
kecepatan aliran balik (gelombang A atau Pva).
Perbedaan tampilan gelombang A pada aliran
transmitral dan aliran vena pulmonalis adalah
gelombnag A transmitral bergerak antegrad
sedangkan gelombang A vena pulmonal bergerak
retrograd.
Pada keadaan pseudonormalisasi, atrium
meningkatkan daya kontraksi melawan peningkatan
pascabeban akibat adanya peningkatan tekanan
pengisian pada fase diastole dan peningkatan
kekakuan ventrikel kiri, sehingga darah lebih mudah
masuk ke vena pulmonalis sehingga terlihatlah
gambaran gelombang yang dalam dan lebar. Pada
penderita dengan disfungsi diastolik dengan
peningkatan tekanan atrium kiri disertai gangguan
relaksasi, gelombang A terbalik melebar dan dalam
disertai penurunan komponen gelombang sistole.
Pola aliran vena pulmonalis sangat berguna untuk
menilai fungsi diastolik khususnya dalam
membedakan pola yang normal dari pola
pseudonormal.(lihat gambar 3).

Spektrum kecepatan aliran vena pulmonal (dengan TEE)


B. Relaksasi abnormal C. Pola pengisian pseudonormal

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

3.

4.

Waktu deselerasi.
Saat ini waktu deselerasi gelombang E mitral paling
sering digunakan untuk menggambarkan relaksasi
yang abnormal. Nilai normal waktu deselerasi
adalah 160-300 mdet. Bila waktu deselerasi
memanjang >300 mdet, maka keadaaan ini
menggambarkan adanya relaksasi yang abnormal.
Pada proses disfungsi diastolik yang memburuk
maka selanjutnya kemiringan deselerasi menjadi
tajam sehingga waktu deselerasi kembali menjadi
pendek disebut pseudonormalisasi, dan keadaaan
ini disebabkan oleh karena kekenyalan ventrikel kiri
terganggu.
Waktu relaksasi isovolumik.
Ini merupakan waktu antara penutupan katup aorta
sampai permulaan terbukanya katup mitral. Selama
periode ini tekanan dalam ventrikel menurun tajam
tanpa perubahan volume. Semakin lama periode
ini semakin tinggi kekakuan ventrikel kiri pada fase
awal diastole. Normal waktu relaksasi isovolumik
ini berkisar 60-90 mdet yang mencerminkan laju
relaksasi miokard. Waktu relaksasi isovolumik ini
mungkin merupakan parameter paling peka untuk
mendeteksi kegagalan relaksasi karena merupakan
parameter yang paling pertama kali berubah
sebelum perubahan parameter lainnya.

5.

Perambatan aliran kedalam ventrikel kiri.


Eko-Doppler M-Mode berwarna yang direkam
melalui alur masuk katup mitral selama fase
diastole akan menghasilkan kecepatan aliran
perambatan yang dinilai sebagai kemiringan
gelombang pada daerah transisi pinggir warna.
Gerakan darah direkam melalui aliran darah
transmitral menurut kode warna (dalam satuan cm/
detik). Semakin tajam kemiringan semakin baik
fungsi kekenyalan ventrikel kiri demikian sebaliknya.

6.

Pencitraan Doppler jaringan.


Gerakan eritrosit mencerminkan sinyal Doppler
pada amplitudo rendah dengan kecepatan yang
tinggi. Sebaliknya gerakan jaringan seperti miokard
dan katup jantung mencerminkan kecepatan rendah
tetapi memiliki sinyal Doppler yang beramplitudo
sangat besar. Adalah suatu hal yang memungkinkan
mengukur kecepatan miokard selama kontraksi dan
relaksasi, yang dicerminkan dengan Eko-Doppler
warna atau pulsasi. Untuk memperoleh suatu
rekaman pulsasi pencitraan Doppler jaringan, maka
alat eko harus mengalami perubahan yaitu filter
dibuang untuk menguatkan sinyal berkecepatan
rendah dan amplitudo yang tinggi dari dinding
miokard. Penguatan ini lebih jauh meningkatkan
kecepatan miokard yang rendah ini dan
menghilangkan sinyal aliran darah dari ruanganruangan jantung. Sampel volume harus melebihi 2

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

mm untuk penempatan akurat pada miokardium dan


kecepatan penyapuan diset antara 50-100 mm/det
untuk mengoptimalkan tampilan spektrum.
Biasanya digunakan pandangan 4-ruang dan
sampel volume diletakkan pada dinding lateral basal
atau dinding septel basal. Kecepatan mitral yang
direkam dengan pencitraan Doppler jaringan
mempunyai 3 komponen utama yakni kecepatan
sistolik, diastolik dan diastolik akhir.
Pada orang normal gerakan miokard selama
diastole menyerupai bayangan cermin dari pola
kecepatan mitral. Pada sebagian besar penyakit
miokard primer gelombang E menurun sejalan
dengan progresi penyakit. Hal ini sesuai dengan
yang terlihat pada penderita dengan kardiomiopati
restriktif. Gelombang E yang menggambarkan
relaksasi miokard menurun dan seringkali rasio E/
A <1 pada penderita pola pseudonormalisasi
maupun yang restriktif (rasio E/A transmitral >1).
Derajat disfungsi diastolik
Gradasi disfungsi diastolik merupakan berbagai
tingkatan keparahan dan keluhan penderita.
Disfungsi diastolik ini bisa terjadi tanpa keluhan
pada saat istirahat, walaupun pada pemeriksaan
fungsi diastolik sudah terjadi perubahan relaksasi
ventrikel kiri. Pada keadaan ini sudah bisa
ditemukan adanya perpanjangan relaksasi
isovolumik dan peninggian gelombang A mitral.
Klasifikasi derajat disfungsi diastolik pertama kali
diperkenalkan oleh Abdul Jamil Tajik dari Mayo Clinic
sehingga dikenal sebagai gradasi diastolik Tajik.
(dikutip dari 11) (lihat gambar 4).

Perubahan kurva mitral dan waktu deselerasi dapat


memperkirakan derajat disfungsi diastolik pada
penderita gagal jantung diastolik sebagai berikut :
Derajat I : Gangguan relaksasi, dominan Amitral, asimptomatik waktu istirahat.
Derajat II : Pseudonormalisasi mitral, tekanan
atrium kiri meningkat, ada keluhan pada
aktivitas ringan sampai sedang.

247

Derajat III : Kurva restriktif (reversibel), dominan


E-mitral, tekanan pengisian meningkat, ada
keluhan saat istirahat.
Dearajt IV : Gangguan kekenyalan yang berat,
kurva restriktif (irreversible), ada keluhan
walaupun dengan pemberian diuretik.

Terapi
Pada hakekatnya tidak ada terapi yang efektif untuk
mengobati gagal jantung distolik. Terapi yang saat ini
dianjurkan merupakan terapi yang telah dikembangkan
untuk mengobati gagal jantung sistolik atau
menanggulangi proses patofisiologik yang mendasarinya
seperti hipertensi, penyakit jantung koroner.5

248

Diuretik dapat menurunkan tekanan dan volume


pulmonal sehingga gejala akan berkurang.
Mengingat banyak penderita tergantung pada
meningkatnya
tekanan
pengisian
untuk
mempertahankan isi sekuncup yang adekwat maka
harus dihindari pemakaian diuretik berlebihan
sebab bisa menimbulkan keadaan curah jantung
yang rendah. Azotemia akibat diuretik bisa ditemukan
pada gagal jantung diastolik. 5
Pemberian nitrat akan memperbaiki gejala namun
pemberiannya harus hati-hati untuk menghindari
timbulnya hipotensi.5,13
Pemberian penyekat ACE dan antagonis reseptor
angiotensin II memperbaiki volume sekuncup dan
menurunkan kebutuhan oksigen miokard. Dalam
hal ini penyekat ACE dapat memperbaiki relaksasi
dan distensibilitas jantung secara langsung dan
mungkin mempunyai efek jangka panjang melalui
kerjanya sebagai anti-hipertensi dan dapat
meregresi hipertrofi dan fibrosis miokard. 5,13,14
Pemberian beta-blokade dan antagonis kasium
(verapamil) akan memperbaiki pengisian diastolik
dengan memperlambat denyut jantung meskipun
pemberiannya harus hati-hati pada gagal jantung
diastolik yang berat. Kedua jenis obat ini
menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri, juga
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. 5,13,14
Pemberian dobutamine atau milrinone sebaiknya
diberikan secara berhati-hati dan dengan
pemantauan hemodinamik invasif oleh karena efek
lusitropiknya.5
Fibrilasi atrium sangat mengganggu pada
penderita dengan disfungsi diastolik dan sering
memicu timbulnya dekompensasi. Konversi fibrilasi
atrium ke ritme sinus dan mempertahankannya
merupakan hal yang sangat penting.13

Pemberian digoxin harus dihindari pada penderita


dengan fungsi sistolik normal.5,13,14
Pemberian spironolakton belum banyak
membuktikan manfaatnya pada gagal jantung
diastolik selain fungsinya sebagai diuretik hemat
kalium.5
Terkadang diperlukan tindakan dialisis untuk
mengurangi beban volume ventrikel kiri pada kasus
yang berat dimana efek diuretik tidak begitu mempan
lagi.5

DAFTAR RUJUKAN
1.

Colucci WS, Braunwald E. Pathophysiology of heart failure.


In Baunwalds Heart Disease. A Textbook of cardiovascular
medicine. 7 th edit. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2005,
pp. 524-525.

2.

Vasan RS, Bejamin EJ, Levy D. Prevalence, clinical features


and prognosis of diastolic heart failure : An epidemiologic
perspective. JACC 1995; 26 (7) : 1565-1574.

3.

Bonow RO, Udelson JE. Left ventricular diastolic


dysfunction as a cause of congestive heart failure. Ann
Intern Med 1992; 17: 502-510.

4.

Francis GS, Gassler JP, Sonnenblick EH. Pathophysiology


and diagnosis of heart failure. In Hursts The Heart 10 th
edit. Mc. Graw-Hill, New York. 2001, pp. 655-685.

5.

ONeill JO, and Ng K. Heart failure with preserved systolic


function. In Manual of Cardiovascular medicine . 2 nd edit.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, pp. 119-130.

6.

Sweitzer NK, Stevenson LW : Diastolic heart failure : miles


to go before we sleep. Am J Cardiol. 2000; 109: 683-685.

7.

Eichorn EJ, Willard JE, Alvarez L. Et al. Are contraction and


relaxation coupled in patients with and without congestive
heart failure? Circulation 1992; 85: 2132-2139.

8.

Rihal CS, Nishimura RA, Hattle LK, et al. Systoloc and


diastolic dysfunction in patients with clinical diagnosis of
dilated cardiomyopathy. Circulation 1994; 90: 2772-2779.

9.

Cohen GI, Bietrolungo JF, Thomas JD, Klein AL. A practical


guide to assessment of ventricular diastolic function using
Doppler echocardiography, JACC 1996; 27 : 1753-1760.

10. Nishimura RA, Tajik AJ, Evaluation of diastolic filling of left


ventricle in health and disease : Dopller echocardiography
in the clinicians Rosetta stone. JACC 1997; 30: 8-18.
11. Oemar H. Textbook of Echocardiography. Interpretasi dan
diagnosis klinis. Edisi pertama. PT. Intermasa, Jakatra,
2005; pp. 193-214.
12. vitarelli A, Gheorghiade M. Diastolic heart failure : Standar
Doppler approach and beyond. Am J Cardiol 1998; 81 (12A):
115-120G.
13. ESC guidelines for diagnosis and treatment of Chronic heart
failure : full text (update 2005). The taks force for the
diagnosis and treatment of CHS of the European Society
of Cardiology. European Heart J 2005.
14. Hunt et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis
and management of CHF in the adult. ACC.www. acc.org
AHA www.american_heart_org.2005.

J Med Nus Vol. 27 No.4 Oktober-Desember 2006

You might also like