You are on page 1of 46

Gangguan Cemas

GANGGUAN CEMAS

DEFINISI GANGGUAN CEMAS


Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan
gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak
nyaman pada perut, dan gelisah.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal
umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman,
atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri
TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran
terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas
juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal
tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat
menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,
menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu
hal dengan lainnya.
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas
akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat
membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa
cemas.
PATOFISIOLOGI GANGGUAN CEMAS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons, Symptoms,
Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan
yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan
sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil
tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas
tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul
sebagai serangan panik.
Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang
spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang
memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu
ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.
Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.
Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas
yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di
dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap
rasa kekosongan eksistensi dan arti.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari
timbulnya cemas yang patologis antara lain:

Sistem saraf otonom

Neurotransmiter

Neurotransmiter
1. Norepinephrine

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
2. Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian


peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan
peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,
amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan
penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan
obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki
reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral
brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
3. GABA

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obatobatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala


gangguan cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam
dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik
Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan
peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi
obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus
temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik.
Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan
abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI,
SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien
dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan
girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan
pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas
pada amygdala.
Sistem Saraf Otonom
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf
otonom adalah:

sistem kardiovaskuler (palpitasi)


muskuloskeletal (nyeri kepala)
gastrointestinal (diare)
respirasi (takipneu)

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada
pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus
simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada
stimuli yang sedang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan


korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.
Korteks Serebri
Korteks

serebri

bagian

frontal

berhubungan

dengan

regio

parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan


dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan
cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG
pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem
limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan
stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada
respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti,
yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan
dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan
obsesif kompulsif.

KLASIFIKASI GANGGUAN CEMAS


Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari :
(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;
(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;
(3) Fobia spesifik;
(4) Fobia sosial;
(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;
(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );
(7) Gangguan Stress Akut;
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).
F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxieta Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panik
F40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)


F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

Gangguan Cemas

2.1 GANGGUAN PANIK

Definisi Gangguan Panik


Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan
dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan
yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh
gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan
gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan
multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.

Epidemiologi Gangguan Panik


Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Sebagai
contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang
dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup
adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk
serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria
diagnostik lengkap
Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki.
Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan
panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan
paling sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah
kira-kira 25 tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.

Etiologi Gangguan Panik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

10

Gangguan Cemas

Faktor Biologis
Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis
di dalam struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan
hipotesis yang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam
patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang
berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.
Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin,
serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA).
Faktor Genetika
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita
gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko
gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien
dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari
pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar
monozigot.
Faktor Psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon
yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses
pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari
pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti
bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik
mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi
psikologis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

11

Gangguan Cemas

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik


Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relatif singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba
akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Palpitasi
Berkeringat
Gemetar
Sesak napas
Perasaan tercekik
Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
Mual dan gangguan perut
Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
Derealisasi atau depersonalisasi
Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
Rasa takut mati
Parestesi atau mati rasa
Menggigil atau perasaan panas.

Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat


dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat
dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu
menyebutkan sumber ketakutannya.

Pedoman Diagnostik Gangguan Panik


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)

Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan

adanya gangguan anxietas fobik


Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas
berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan:
a.
Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya;
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
c.

sebelumnya (unpredictable situations);


Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

12

Gangguan Cemas

umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik, yaitu anxietas


yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan
akan terjadi).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)


Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia
A. Baik (1) atau (2):
1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau
lebihberikut ini:
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya
(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan
perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
B. Tidak terdapat serangan
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi
medis umum
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,
seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.:
Kriteria diagnostik untuk Serangan Panik
Catatan: serangan panik bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan.
Tuliskan diagnosis spesifik dimana serangan panik terjadi (misalnya: gangguan
panik dengan agorafobia)
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, dimana 4 atau lebih
gejala berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit
1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat
2. Berkeringat
3. Gemetar atau bergoncang
4. Rasa napas sesak atau tertahan
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual atau gangguan perut
8. Perasaan pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

13

Gangguan Cemas

13. Menggigil atau perasaan panas

Diagnosis Banding Gangguan Panik


Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah
sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis
misalnya infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis
banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia
sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.

Penatalaksanaan Gangguan Panik


Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita
memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obatobatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain
itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang
mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas
a. Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat
anti depresi dan obat anti cemas:
1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa
macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,
escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung
kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat
mencegah kekambuhan
2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6
minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai
akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya
minum golongan SSRI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

14

Gangguan Cemas

b. Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap
hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.
Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.
Terapi Kognitif Perilaku
Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu
membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya
dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan
sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien
lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini
tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta
kesabaran kedua belah pihak.

Prognosis Gangguan Panik


Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita
dengan fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat
bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

15

Gangguan Cemas

2.2 FOBIA

Definisi Fobia
Fobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan
penghindaran yang disadari objek, aktifitas / situasi yang ditakuti. Reaksi fobia
menyebabkan gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam
kehidupannya. Fobia dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

16

Gangguan Cemas

Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah
rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai
lingkungan sosial.

Epidemiologi Fobia
Diperkirakan 5 10 % dari seluruh populasi mengalami gangguan ini.
Gangguan yang ditimbulkan dari fobia, apabila tidak dihiraukan, dapat
menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, gangguan depresi, dan
gangguan yang berhubungan dengan penggunaan obat terlarang dan alkhohol.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.
Gangguan ini paling sering dialami perempuan dan kedua tersering pada pria.
Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5 10 / 100 orang. Rasio wanita
berbanding laki laki adalah 2 : 1, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah,
injeksi dan cedera berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darahsuntikan-sakit berkisar antara 5 9

tahun. Sedangkan puncak onset fobia

situasional berkisar pada umur 20. Umumnya objek penyebab rasa takut adalah
hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3 13 %. Untuk prevalensi 6
bulannya berkisar antara 2 3 / 100 orang dimana kaum perempuan lebih sering
mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali
ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja,
namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.

Etiopatogenesis Fobia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

17

Gangguan Cemas

Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor psikoanalitik dan


faktor perilaku.
Faktor Psikoanalitik
Teori Sigmund Freud menyatakan neurosis fobik, merupakan penjelasan
analitik untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Rasa cemas adalah sinyal untuk
menyadarkan ego, bahwa dorongan terlarang di alam bawah sadar yang akan
memuncak dan untuk menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme pertahanan
melawan daya insting yang mengancam. Fobia merupakan hasil konflik yang
terpusat pada masalah masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Jika tindakan
represi untuk mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan
mekanisme pertahanan yang berupa mengalihkan ( displacement ), dimana
masalah yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek
atau situasi yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek
atau situasi tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya (
Symbolization ).
Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni
represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi
dengan membentuk phobic neurosis.
Pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang dari rasa
malu yang mempengaruhi superego. Setiap orang dilahirkan dengan tingkat
temperamen yang berbeda yang menyebabkan mereka dapat menangani stimuli
stress dari luar dengan cara yang berbeda. Dalam memunculkan fobia, diperlukan
tingkat stress yang cukup, seperti kekerasan dalam rumah tangga, terkucilkan dari
kehidupan sosial sampai kehilangan orang yang dicintai.
Faktor Perilaku

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

18

Gangguan Cemas

John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia, dimana fobia muncul


dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul bersamaan dengan
stimuli kedua yang bersifat netral. Jika dua stimuli dihubungkan bersamaan,
stimuli netral tersebut bisa membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri.
Contohnya pada seseorang yang fobia dengan kucing, dahulu ia pernah dicakar
oleh kucing, dimana cakaran tersebut merupakan stimuli yang menakutkan,
sedangkan kucing tersebut merupakan stimuli yang netral, namun karena stimuli
tersebut muncul secara bersamaan, sehingga kucing tersebut juga menjadi stimuli
yang menakutkan.
Teori pembebasan perilaku menyatakan , kecemasan adalah dorongan
yang memotivasi organisme melakukan perilaku tertentu untuk menghilangkan
pengaruh yang menyakitkan. Teori ini dapat diaplikasikan pada fobia spesifik
terhadap situasi tertentu atau fobia sosial, dengan contoh dimana seseorang dapat
menghindari berbicara didepan khayalak ramai. Organisme belajar, dengan
tindakan tertentu dapat menghilangkan stimulus yang mendatangkan kecemasan
Penghindaran

tersebut menjadi gejala yang stabil karena efektif dalam

melindungi seseorang dari kecemasan fobik


Berikut ini etiopatogenesis fobia spesifik dan fobia sosial :
Fobia Spesifik
Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek
spesifik atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Kecenderungan
nonspesifik untuk merasakan takut dan cemas membentuk efek back group,
misalnya pada suatu keadaan tertentu seperti mengemudi bila dihubungkan
dengan kecelakaan, akan menyebabkan seseorang mengalami asosiasi permanen
antara mengemudi dengan kecelakaan. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik
dan emosi fobik adalah modelling, dimana seseorang mengamati reaksi orang lain
dan pengalihan informasi, seseorang diperingati tentang bahaya tertentu misalnya
ular berbisa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

19

Gangguan Cemas

Hasil studi menemukan jikalau seseorang dengan fobia spesifik tersebut


memiliki anggota keluarga tingkat satu memiliki fobia dengan jenis yang sama.
Sehingga faktor genetik juga memiliki peran dalam fobia spesifik, contohnya pada
fobia terhadap darah-suntikan-sakit yang tampak nyata terkait dengan keluarga.
Fobia Sosial
Penelitian melaporkan jika beberapa anak kemungkinan memiliki faktor
keturunan berdasarkan inhibisi perilaku yang konsisten. Hal ini cukup sering pada
anak-anak dengan orang tua yang memiliki gangguan serangan panik, dan
mungkin berkembang menjadi pemalu yang parah saat dewasa. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh lingkungan didikan keluarga yang tertutup, kurang
perduli, dan terlalu protektif mengenai anak mereka. Beberapa hal kecil dapat
menjadi indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berkuasa mungkin
cenderung berjalan dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata,
dibandingkan dengan seseorang yang dikalahkan sering berjalan dengan kepala
tertunduk dan jarang melakukan kontak mata.
Secara spesifik, penggunaan obat antagonis reseptor -adrenergik
( propanolol ) untuk fobia kinerja contohnya berbicara di depan publik. Seseorang
dengan fobia kinerja biasanya melepaskan lebih banyak norepinephrine atau
epinephrine, secara sentral maupun perifer, dibandingkan orang-orang non-fobik,
atau orang-orang tersebut lebih sensitif terhadap stimulasi kadar adrenergik yang
normal. Pengamatan bahwa mono amine oxidase inhibitor (MAOI) yang lebih
efektif dibandingkan obat-obatan tricylcic pada terapi fobia sosial menyeluruh,
diduga jikalau aktivitas dopaminergik berhubungan dengan patogenesis gangguan
fobia sosial.
Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota
keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki
kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering
dibandingkan dengan yang tidak.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

20

Gangguan Cemas

Tanda dan Gejala Fobia


Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan yang berat ketika pasien
terpapar situasi atau objek spesifik. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan panik
dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia sosial, namun mereka
sudah mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panik tersebut. Paparan
terhadap stimulan tertentu dapat mencetuskan terjadinya serangan panik.
Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya,
bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seorang pasien fobia
mungkin menggunakan bus untuk bepergian jarak jauh daripada pesawat terbang.
Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah dengan
gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka dari rasa
cemas tersebut. Selain itu, diperkirakan sepertiga dari seluruh pasien fobia juga
memiliki keadaan depresif yang berat.
Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang
irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktifitas atau objek tertentu. Pasien
umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut.
Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.

Pedoman Diagnosis Fobia


Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)
Fobia Spesifik
Revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
( DSM-IV-TR ), menggunakan isitilah fobia spesifik untuk dicocokkan dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

21

Gangguan Cemas

hasil revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of Diseases and


Related Health Problems ( ICD-10 ).

DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK


A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan,
ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik
(misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan,
melihat darah).
B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan
segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau
predisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis,
tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau
dengan penderitaan yang jelas.
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan
objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental
lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran
dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang
berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia
Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu),
Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat
Gangguan Panik.
Sebutkan tipe :
Tipe Binatang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

22

Gangguan Cemas

Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

Tipe Darah, Injeksi, Cedera

Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap


penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter
bertopeng).

Dalam table ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR


untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat
mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan
panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia
darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon
yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi.
Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang
menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :
Acrophobia
Agoraphobia
Ailurophobia
Hydrophobia
Claustrophobia
Cynophobia
Mysophobia
Pyrophobia
Xenophobia
Zoophobia

Takut akan ketinggian


Takut akan tempat terbuka
Takut akan kucing
Takut akan air
Takut akan tempat tertutup
Takut akan anjing
Takut akan kotoran dan kuman
Takut akan api
Takut akan orang yang asing
Takut akan hewan

Fobia Sosial
Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial
dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia
sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi,
prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

23

Gangguan Cemas

sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi
karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam
interaksi dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism
tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang
asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi
adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung
dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,
Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas
Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif,
atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

24

Gangguan Cemas

memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau


Bulimia Nervosa.
Sebutkan Jika :
Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga
pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)


Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya
dua dari situasi berikut :
Banyak orang
Tempat-tempat umum
Bepergian keluar rumah
Bepergian sendiri
c.
Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol
Fobia Khas (Terisolasi)
Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari
anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau
pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

25

Gangguan Cemas

Diagnosa Banding Fobia


Diagnosis fobia harus dapat dibedakan dari ketakutan yang sesuai dan rasa
malu yang normal. DSM-IV-TR membantu dalam pembedaan dengan
mengharuskan gejala mengganggu kemampuan pasien berfungsi secara tepat.
Kondisi medis non-psikiatrik yang dapat mencetuskan fobia berupa penggunaan
obat-obat atau zat-zat terlarang, tumor sistem saraf pusat, dan penyakit
serebrovaskuler. Skizofrenia merupakan diagnosis banding untuk fobia spesifik
dan fobia sosial. Hal ini dikarenakan fobia dapat menjadi salah satu gejala
psikosis mereka. Namun berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang
mengalami fobia menyadari ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki
imajinasi yang bizar seperti pada psikosis.
Dalam penegakan diagnosis banding, harus mempertimbangkan gangguan
serangan panik, agoraphobia, dan gangguan pribadi menghindar. Pada kasuskasus individual, penegakan diagnosisnya cukup sulit, namun secara umum pasien
yang mengalami fobia akan segera merasa cemas ketika dihadapkan dengan
stimulannya. Dan umumnya pada fobia sosial, pasien akan merasa cemas bila
dihadapkan pada situasi yang spesifik.
Pasien dengan agoraphobia merasa nyaman dengan adanya orang lain
dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, berbeda dengan pasien dengan fobia
sosial akan semakin merasa cemas. Gejala pada fobia sosial berupa wajah yang
kemerahan, kedutan otot, dan rasa cemas yang menyebabkannya ingin segera
meninggalkan situasi mencemaskan tersebut.
Diagnosis banding untuk fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan
obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis dibedakan
dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut akan
terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif, penegakan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

26

Gangguan Cemas

diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi stimulan
tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan kepribadian
paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan
dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan
gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan
mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,
pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan
sosial.

Penatalaksanaan Fobia
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
Terapi Perilaku
Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi
perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada :

komitmen pasien dengan terapi

permasalahan dan tujuan terapi yang jelas

berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani masalah.


Terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi sistematis,

dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan menimbulkan


cemas yang paling rendah hingga yang paling kuat. Dengan penggunaan obat-obat
antianxietas, hipnosis, dan instruksi relaksasi otot, pasien diajarkan untuk
membentuk suatu mekanisme respon yang baru terhadap stimulus-stimulus
tersebut. Selain itu,, terdapat terapi perilaku yang lain yakni image flooding,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

27

Gangguan Cemas

dimana pasien dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas sampai pada


masa dimana pasien tidak merasakan cemas lagi.
Psikoterapi
Dahulu psikiater-psikiater percaya bahwa psikoterapi merupakan terapi
yang terutama, namun dengan seiring berjalannya waktu, psikiater dihadapkan
pada kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari
respon pasien terhadap stimulus tersebut. Kemudian para psikiater berinisiatif
untuk menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.
Terapi Lainnya
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna pada terapi
gangguan fobia. Hipnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi
bahwa objek fobik tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri diajarkan pada
pasien sebagai metode relaksasi jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi
suportif dan terapi keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif
menghadapi objek fobik selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis
reseptor -2 adrenergik dapat berguna pada pasien dengan fobia spesifik,
benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat digunakan pada kasus
fobia spesifik. Pasien dengan fobia sosial, psikoterapi dan farmakoterapi berguna
untuk menangani gangguan fobia sosial. Menggabungkan kedua bentuk terapi
diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang dapat digunakan pada
fobia sosial berupa :

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

Benzodiazepine

Venlafaxine

Buspirone

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Fobia


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

28

Gangguan Cemas

Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungan


menjadi kronis dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti
depresi, penyalahgunaan alkohol, dan obat bila tidak mendapat terapi. Menurut
National Institute of Mental Health,

75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya dengan


terapi kognitif perilaku
80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi
kognitif perilaku atau kombinasi
Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :
o
30-40%
: bebas gejala untuk waktu yang lama
o
50%
: gejala ringan yang tidak menggangu

kehidupa
sehari - hari
10-20%
: tidak membaik

Gangguan fobia ditentukan tergantung oda perilaku fobik apakah dapat


mengganggu kemampuan seseorang berfungsi, ketergantungan finansial pada
orang lain dan gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

29

Gangguan Cemas

2.3 GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala
somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang
dialami adalah ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan
kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh


Prevalensi gangguan cemas menyeluruh antara 3-8% dan rasio antara
perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Usia onset sukar untuk ditentukan karena
mereka melaporkan mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat.

Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

30

Gangguan Cemas

Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal
ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang
abnormal.

Neurotransmitter

yang

berkaitan

adalah

GABA,

serotonin,

norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission


Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih
otak.
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien
gangguan anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita.
Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan
yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50%
pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.
Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari
konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif
anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang
lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.
Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego
merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya
sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).
Teori Kognitif Perilaku
Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

31

Gangguan Cemas

lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang


sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh


Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,
dan

kewaspadaan

secara

kognitif.

Kecemasan

bersifat

berlebihan

dan

mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi


sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam
bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran
pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III)
Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung
hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa
bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :
a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan
gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,
takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan
sebagainya).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang
bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas
menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

32

Gangguan Cemas

lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan
panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Termasuk :

Neurosis anxietas

Reaksi anxietas

Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)


Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :
A. Kecemasan

dan

kekhawatiran

berlebihan

(harapan

yang

mengkhawatirkan), terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling


kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti
pekerjaab atau prestasi sekolah).
B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.
C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih)
dari enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi
lebih banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan

Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.


Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :
1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau
tidur yang gelisah dan tidak memuaskan)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

33

Gangguan Cemas

D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran


utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah
bukan suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu
di depan umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada
Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat
(seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan
(seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik
(seperti pada Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius
(seperti pada Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak
terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.
E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat
(misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama
suatu Gangguan Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan
Pervasif.

Diagnosis Banding Gangguan cemas Menyeluruh


Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG dan fungsi
tiroid. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesfi kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

34

Gangguan Cemas

a) Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding
dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita
yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin
dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu,
disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b) Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

35

Gangguan Cemas

Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.

Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya
mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

36

Gangguan Cemas

2.4 GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif


Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu
(intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari,
dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari.
Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan
kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa
untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.
Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari
irasionalitas dari obsesi dan merasaka bahwa obsesi dan kompulsi sebagai egodistonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang
menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan
dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

37

Gangguan Cemas

Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar
gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi
bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan
seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.

Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif


Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifactorial, yaitu
interaksi antara factor biologik, genetik, factor psikososial.
Faktor Biologik
Neurotransmitter
1. Sistem Serotonergik
Telah banyak pengujian obat yang mendukung hipotesis bahwa disregulasi
dari obat-obat serotonergik lebih efektif dari obat yang mempengaruhi
sistem neurotransmitter lain, tetapi patofisiologi jelas hubungan serotonin
dapat mempengaruhi gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Studi
klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin pada cairan
serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites dari
tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah
perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada
pasien gangguan obsesi kompulsif.
2. Sistem noradrenergik
Pada masa sekarang ini, sudah berkurang bukti-bukti nyata yang
menyatakan bahwa disfungsi pada sistem noradrenergik pada gangguan
obsesi kompulsif. Laporan anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

38

Gangguan Cemas

obsesi kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang


menurunkan jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.
Neuroimunnologi
Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara
infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus
hemoliticus grup-a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 1030% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenhams chorea dan
menunjukkan gejala obsesi kompulsif.
Studi Pencitraan Otak
Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah
menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara
korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak
lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas
yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia
(terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan
obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada
jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Tatalaksana
secara farmakologi dan kebiasaan dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas.
Data dari studi fungsi kerja otak sesuai dengan data dari studi gambaran otak
secara struktural. Studi computed tomographic (CT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) menemukan bahwa bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada
pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut
juga menunjukkan hasil yang mendukung observasi prosedur neurologis yang
melibatkan cingulum, kadang menunjukkan hasil efektif pada pengobatan
gangguan obsesi kompulsif. Pernah dilaporkan pada studi MRI, terdapat
peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks frontal, temuan tersebut sesuai
dengan lokasi abnormalitas pada studi PET.
Genetik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

39

Gangguan Cemas

Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh


genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali
lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis
lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi
kompulsif pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada
kembar dizigot. Studi lain juga menunjukkan peningkatan angka kejadian pada
gangguan yang menyerupai obsesi kompulsif, gangguan tik, gangguan bentuk
tubuh, hipokondriasis, gangguan makan, dan gangguan kebiasaan, seperti
menggigit kuku.
Data Biologis Lainnya
Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi
neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan
antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan
peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien
gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG menunjukkan abnormalitas yang
menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency.
Studi neuroendokrin juga telah menunjukkan analogi dengan gangguan depresif,
seperti nonsupresi pada tes supresi dexametason pada satu pertiga pasien dan
turunnya sekresi hormon pertumbuhan dengan infus klonidin.
Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang
memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa
tipe sindrom tik motorik. Sebagian besar studi keluarga dari probandus dengan
gangguan obsesi kompulsif ditemukan peningkatan angka kejadian kelainan
Tourette dan tik motorik yang kronis hanya disekitar kerabat yang juga
mendapatkan kelainan tik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara
sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada
keluarga.
Faktor Kebiasaan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

40

Gangguan Cemas

Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus.


Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau
anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang
menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang
sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.
Kompulsi diartikan dalam arti lain. Ketika seseorang menemukan bahwa
melakukan suatu tindakan dapat mengurangi anxietas yang berhubungan dengan
pikiran yang obsesif, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi untuk
melakukan kegiatan kompulsi atau kebiasaan

untuk mengendalikan anxietas.

Secara bertahap, karena efek pengurangan anxietas, strategi tersebut menjadi


menetap, menjadi suatu pola kebiasaan yang kompulsif. Mempelajari teori
menunjukkan teori yang berguna untuk menjelaskan beberapa aspek dari
gangguan obsesi kompulsif, sebagai contoh ide-ide yang mencetuskan anxietas
tidaklah sepenuhnya menyebabkan ketakutan, dan tindakan yang dilakukan
hanyalah berupa pola atau suatu kebiasaan.
Faktor Psikososial
Faktor Personalitas
Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang
perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar
orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang
menyertai sebelumnya. Hanya sekitar lima belas sampai tiga puluh lima persen
dari pasien dengan gangguan obsesi kompulsif yang terdapat gangguan obsesif
yang berkembang.
Faktor Psikodinamik
Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah
pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang
sesuai dengan gangguan Axis I. Tidak sedikit pasien dengan gangguan obsesi
kompulsif menolak berkooperatif dengan pengobatan secara efektif dengan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

41

Gangguan Cemas

selective

serotonin

reuptake

inhibitor

(SSRIs)

dan

terapi

kebiasaan.

Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai
secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi
sadar bahwa gejalanya dapat menetap.
Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi
interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling
mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada
rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan
stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan
keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha
untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola
ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan
dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif
psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat
mempengaruhi orang lain.
Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat
meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses
kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif


Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan
terus menerus ke dalam kesadaran seseorang

Perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral


dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kegagalan
melawan gagasan atau impuls awal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

42

Gangguan Cemas

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami
sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.

Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang mustahil


dan tidak masuk akal

Individu yang tenderita obsesi kompulsif merasa adanya dorongan kuat


untuk menahannya
Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti
dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi
berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak
mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif


Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.
Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :
a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu
sendiri;

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

43

Gangguan Cemas

b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Termasuk :

Neurosis anankastik

Neurosis obsesional

Neurosis obsesif-kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IVTR)


Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR
A. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :
1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai,
dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan
tentang masalah kehidupan yang nyata.
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau
bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah
hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan
pikiran)
Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :
1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)
atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi katakata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

44

Gangguan Cemas

respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan;
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk
menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal
ini tidak berlaku untuk anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan

penderitaaan

yang

jelas,

menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna


mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
kegiatan atau hubungan sosial biasanya.
D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat
pada

Gangguan

Makan;

mencabut

rambut

yang

terdapat

pada

Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan


Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu
Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit
serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan
atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah
yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.
E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
Sebutkan Jika :
Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang
tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan.

Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

45

Gangguan Cemas

Kondisi Medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis.
Kondisi Psikiatrik
Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif
adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan
depresif
Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah
faktor

biologik,

maka

pengobatan

yang

disarankan

adalah

pemberian

farmakoterapi dan terapi perilaku.


Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif
berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine,
paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine
yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya.
Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa
rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient
sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine
perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan
sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi
berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan
beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine,
pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai
tambahan.
Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat
berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan
stimulusnya

namun

diingatkan

dan

diawasi

untuk

menahan

perasaan

kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

46

Gangguan Cemas

terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan
obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien
yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup
sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi
yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu
seorang pasien dalam terapinya.
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektrokonvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus
gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 %
pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana
menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapiterapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut
umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif


Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya
muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang
menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga.
Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat.
Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien
mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain
menetap dan terus-menerus ada.
Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,
sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya
menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

47

Gangguan Cemas

depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko
bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa
kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada
komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke
waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal).
Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang
episodik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Universitas Tarumanagara

48

You might also like