Professional Documents
Culture Documents
GANGGUAN CEMAS
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons, Symptoms,
Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan
yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan
sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil
tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas
tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul
sebagai serangan panik.
Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang
spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang
memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu
ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.
Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.
Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas
yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di
dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap
rasa kekosongan eksistensi dan arti.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari
timbulnya cemas yang patologis antara lain:
Neurotransmiter
Neurotransmiter
1. Norepinephrine
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
2. Serotonin
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obatobatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada
pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus
simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada
stimuli yang sedang.
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
serebri
bagian
frontal
berhubungan
dengan
regio
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
10
Gangguan Cemas
Faktor Biologis
Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis
di dalam struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan
hipotesis yang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam
patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang
berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.
Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin,
serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA).
Faktor Genetika
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita
gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko
gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien
dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari
pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar
monozigot.
Faktor Psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon
yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses
pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari
pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.
Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti
bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik
mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi
psikologis.
Universitas Tarumanagara
11
Gangguan Cemas
Palpitasi
Berkeringat
Gemetar
Sesak napas
Perasaan tercekik
Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
Mual dan gangguan perut
Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
Derealisasi atau depersonalisasi
Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
Rasa takut mati
Parestesi atau mati rasa
Menggigil atau perasaan panas.
Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
Universitas Tarumanagara
12
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
13
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
14
Gangguan Cemas
b. Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap
hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.
Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.
Terapi Kognitif Perilaku
Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu
membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya
dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan
sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien
lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini
tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta
kesabaran kedua belah pihak.
Universitas Tarumanagara
15
Gangguan Cemas
2.2 FOBIA
Definisi Fobia
Fobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan
penghindaran yang disadari objek, aktifitas / situasi yang ditakuti. Reaksi fobia
menyebabkan gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam
kehidupannya. Fobia dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi
ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
16
Gangguan Cemas
Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu
objek atau situasi. Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah
rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai
lingkungan sosial.
Epidemiologi Fobia
Diperkirakan 5 10 % dari seluruh populasi mengalami gangguan ini.
Gangguan yang ditimbulkan dari fobia, apabila tidak dihiraukan, dapat
menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, gangguan depresi, dan
gangguan yang berhubungan dengan penggunaan obat terlarang dan alkhohol.
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.
Gangguan ini paling sering dialami perempuan dan kedua tersering pada pria.
Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5 10 / 100 orang. Rasio wanita
berbanding laki laki adalah 2 : 1, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah,
injeksi dan cedera berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darahsuntikan-sakit berkisar antara 5 9
situasional berkisar pada umur 20. Umumnya objek penyebab rasa takut adalah
hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3 13 %. Untuk prevalensi 6
bulannya berkisar antara 2 3 / 100 orang dimana kaum perempuan lebih sering
mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali
ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja,
namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.
Etiopatogenesis Fobia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
17
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
18
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
19
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
20
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
21
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
22
Gangguan Cemas
Fobia Sosial
Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial
dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia
sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi,
prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
23
Gangguan Cemas
sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi
karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau
memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau
kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak
dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan
atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya
untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam
interaksi dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai
dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism
tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang
asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi
adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang
ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau
terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung
dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis
umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,
Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas
Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif,
atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya
misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
24
Gangguan Cemas
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /
pikiran obsesif
Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja
Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
25
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
26
Gangguan Cemas
diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi stimulan
tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan kepribadian
paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan
dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.
Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan
gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan
mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,
pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan
sosial.
Penatalaksanaan Fobia
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
Terapi Perilaku
Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi
perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada :
Universitas Tarumanagara
27
Gangguan Cemas
Benzodiazepine
Venlafaxine
Buspirone
Universitas Tarumanagara
28
Gangguan Cemas
kehidupa
sehari - hari
10-20%
: tidak membaik
Universitas Tarumanagara
29
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
30
Gangguan Cemas
Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus
oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal
ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang
abnormal.
Neurotransmitter
yang
berkaitan
adalah
GABA,
serotonin,
Universitas Tarumanagara
31
Gangguan Cemas
kewaspadaan
secara
kognitif.
Kecemasan
bersifat
berlebihan
dan
Universitas Tarumanagara
32
Gangguan Cemas
lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan
panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Termasuk :
Neurosis anxietas
Reaksi anxietas
Keadaan anxietas
dan
kekhawatiran
berlebihan
(harapan
yang
Universitas Tarumanagara
33
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
34
Gangguan Cemas
a) Farmakoterapi
Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai
dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,
Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
adalah 2-6 minggu.
Buspiron
Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding
dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah
efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita
yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang
baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin
dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu,
disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.
SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada
fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif
terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.
b) Psikoterapi
Terapi Kognitif Perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.
Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi
dan biofeedback.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
35
Gangguan Cemas
Terapi Suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak
tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Universitas Tarumanagara
36
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
37
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
38
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
39
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
40
Gangguan Cemas
Universitas Tarumanagara
41
Gangguan Cemas
selective
serotonin
reuptake
inhibitor
(SSRIs)
dan
terapi
kebiasaan.
Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai
secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi
sadar bahwa gejalanya dapat menetap.
Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi
interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling
mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada
rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan
stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan
keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha
untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola
ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan
dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif
psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat
mempengaruhi orang lain.
Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat
meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses
kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.
Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan
terus menerus ke dalam kesadaran seseorang
Universitas Tarumanagara
42
Gangguan Cemas
Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami
sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.
1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi
2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti
dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi
berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak
mengunci rumah).
3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai
kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga
bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau
mencukur kumis dan janggut.
Universitas Tarumanagara
43
Gangguan Cemas
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
dimaksud di atas);
d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan.
Termasuk :
Neurosis anankastik
Neurosis obsesional
Neurosis obsesif-kompulsif
Universitas Tarumanagara
44
Gangguan Cemas
respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan;
akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan
dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk
menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.
B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal
ini tidak berlaku untuk anak-anak.
C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan
penderitaaan
yang
jelas,
Gangguan
Makan;
mencabut
rambut
yang
terdapat
pada
Universitas Tarumanagara
45
Gangguan Cemas
Kondisi Medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis.
Kondisi Psikiatrik
Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif
adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan
depresif
Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah
faktor
biologik,
maka
pengobatan
yang
disarankan
adalah
pemberian
namun
diingatkan
dan
diawasi
untuk
menahan
perasaan
Universitas Tarumanagara
46
Gangguan Cemas
terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan
obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien
yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup
sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi
yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu
seorang pasien dalam terapinya.
Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektrokonvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus
gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 %
pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana
menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapiterapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut
umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.
Universitas Tarumanagara
47
Gangguan Cemas
depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko
bunuh diri.
Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa
kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada
komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke
waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal).
Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan
pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang
episodik.
Universitas Tarumanagara
48