You are on page 1of 22

KASUS :

DIARA MENCRET
Diara, 18 tahun, datang ke poliklinik umum dengan keluhan perut mules disertai BAB
mencret sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya Diara makan gado-gado dipinggir jalan. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik,dokter menduga Diara menderita diare akibat infeksi saluran
pencernaan yang disebabkan oleh bakteri. Dokter kemudian menganjurkan dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah dan feses.

SASARAN BELAJAR:
LO. 1. MEMPELAJARI SISTEM PENCERNAAN
LO. 2. MEMPELAJARI ETIOLOGI DIARE
LO. 3. MEMPELAJARI JENIS PEMERIKSAAN PADA DIARE
LO. 4. MEMPELAJARI PENANGANAN PADA DIARE

LO. 1. MEMPELAJARI SISTEM PENCERNAAN


1

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.
1. MULUT
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.
Dilakukan pencernaan secara mekanik oleh gigi dan kimiawi oleh ludah yang
dihasilkan Kelenjar Parotis, Submandibularis dan Sublingualis yang mengandung
enzim Amilase (Ptyalin).

Gambar 1 . Penampakan mulut

2. ESOFAGUS
2

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang


menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari
perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan
dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu Leher (pars servikalis), sepanjang
5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars
thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di
belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan
bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars
abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan
berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm.
Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Yang kedua, refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah
esofagus dan masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh
sfingter atas esofagus, sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi
tonik otot krikofaringeus. Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan
didorong ke lambung oleh gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik
tergantung kepada besarnya bolus makanan yang masuk ke esofagus.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3. bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

Gambar 2. Kerongkongan (esofagus)

3. LAMBUNG
ANATOMI:
Lambung merupakan suatu organ yang terletak antara
esophagus dengan duodenum, terletak pada region epigastrium
dan merupakan organ intraperitonel. Berbentuk menyerupai
huruf J dan terdiri dari fundus, corpus dan pylorus. Memiliki 2
buah permukaan yaitu permukan anterior dan posterior serta
memiliki 2 buah kurvatura yaitu mayor dan minor. Lambung
memiliki dua buah orifisium yaitu orifisium kardia dan pilori.
Permukaan anterior lambung berhubungan dengan diafragma, lobus kiri dari
hepar serta dinding anterior abdomen. Permukaan posterior berbatasan dengan
aorta, pancreas, limpa, ginjal kiri, kelenjar supra renal serta mesokolon
transversum. Suplai pembuluh darah berasal dari beberapa arteri utama yaitu:
1. A.Gastrika kiri, cabang aksis coeliacus berjalan sepanjang kurvatura minor.
2. A.Gastrika kanan, cabang a.hepatica, beranastomose dengan a.gastrika kiri.
3. A.Gastroepiploika kanan, cabang a.gastroduodenal yang merupakan cabang
a.hepatica, memperdarahi lambung yang berjalan pada kurvatura mayor.
4. A.Gastroepiploika kiri, cabang a.lienalis dan beranastomosis dengan a.
gastroepploika kanan.
5. Pada fundus terdapat a. gastrika brevis, cabang dari arteri lienalis.
Pada cardia terdapat kelenjar yang menghasilkan musin/lendir. Fundus dan
corpus merupakan 4/5 dari permukaan lambung memiliki 3 macam sel, yaitu:
-

Sel musin yang menghasilkan lendir, terutama terletak di bagian atas

Sel utama menghasilkan pepsinogen

- Sel parietal menghasilkan HCl dan faktor intrinsik Castle. Jika bercampur
dengan faktor ekstrinsik akan membentuk vitamin B12 (faktor antianemia).
Pada fundus dan corpus juga ditemukan sel argentafin yang tersebar, yaitu sel
yang dapat dipulas dengan perak dan mempunyai fungsi endokrin.
Di dalam lambung,pencernaan dilakukan secara mekanik dan kimiawi.
Pencernaan secara kimiawi dibanbtu oleh hormon sekretin dan renin.Sekretin
yaitu hormon yang merangsang pankreas untuk mengeluarkan sekretnya.
Renin yaitu enzim yang mampu menggumpalkan Kasein (sejenis protein) dalam
susu.
4

Fungsi HCI Lambung :


1.Merangsang keluarnya sekretin
2.Mengaktifkan Pepsinogen menjadi Pepsin untuk memecah protein.
3.Desinfektan
4.Merangsang keluarnya hormon Kolesistokinin yang berfungsi merangsang
empedu mengeluarkan getahnya.
FISIOLOGI :
Secara histoogi, Dinding gaster terdiri dari 4 lapisan utama yang dapat
ditemukan di struktur organ gastrointestinal lainnya, yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna, dan serosa, disertai dengan vaskularisasi dan persarafan
gaster (Gambar 1 dan 2). Histologi ini memperlihatkan fungsi lambung sebagai
suatu kantung muskular elastis yang dilapisi oleh epitel sekretorium,
Mukosa, lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal
yang disebut rugae, sehingga dapat berdistensi waktu diisi makanan.
Submukosa, Jaringan areolar yang menghubungkan lapisan mukosa dan
muskularis bergerak bersama gerakan peristaltik mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah dan saluran limfe.
Muskularis, tiga lapis otot polos: lapisan longitudinal (luar), lapisan
sirkular (tengah) & lapisan oblik (dalam)memecahkan, mengaduk &
mencampur dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
Serosa/Subserosa Merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan
peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum
dan memanjang ke arah hati, membentuk omentum minus.

Gambar 3. LAMBUNG

Fungsi lambung sebagai berikut :


A. Fungsi motorik :

Fungsi Reservoir : Menyimpan makanan.


5

Fungsi Mencampur : Memecahkan menjadi pertikel kecil dan


mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung.

Fungsi Pengosongan: Pengosongan diatur oleh faktor saraf dan hormonal.

B. Fungsi pencernaan dan sekresi :

Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini.

Sintesis & skresi gastrin dipengaruhi oleh protein yang


dimakan,peregangan antrum,alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.

Sekresi faktor intrinsik absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.

Sekresi mukus Melindungi lambung & sebagai pelumas.

4. USUS
Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Lapisan usus halus terdiri dari : lapisan mukosa
( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang
( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Dalam Duodenum
juga terdapat getah pankreas (bersifat basa) yang mengandung Steapsin
(Lipase), Amilase dan Tripsinogen.
2.

Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah


bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat
dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.
Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni
sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Usus besar atau
kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

Gambar 4. Usus besar (colon), rektum dan anus

Usus besar terdiri dari sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari
ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal ke dalam
usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, tranversum, desesnden dan
sigmoid. Tempat kiolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri
atas secara berturut-turut disebut sebagai feksura hepatika dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S.
bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum, yang membentang
dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inci dari rektum disebut sebagai kanalis ani
dan dilindungi oleh sfingter ai internus dan an eksternus. Panjang rektum da
kanalis ani adalah sekitar 15 cm.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan
pada suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior memperdarahi
belahan kanan (sekum, kolon asenden, dan duapertiga proksimal kolon
tranversum), dan arteria mesentrika inferior mendarahi bagian kiri (sepertiga distal
kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum).
Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media an
inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dngan pengecualian
sfingter eksterna yang bersda dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis
bejalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon tranversum, dan saraf pelvikus
yang berasal dari daerah sakra menyuplai bagian distal. Serabut simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini
bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca
ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan
kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
8

besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare. Dalam usus besar (Kolon), air direabsorbsi serta sisa makanan dibusukkan
menjadi feses selanjutnya dibuang melalui anus (Proses Defekasi).

LO. 2. MEMPELAJARI ETIOLOGI DIARE


Diare merupakan Buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi yang lebih banyak daripada biasanya atau dapat disebut juga frekuensi defekasi
yang meningkat.
A. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB DIARE
1. Infeksi, Contohnya oleh bakteri, virus, parasit, atau Kandida.
2. Parental, infeksi bagian tubuh lain.
3. Malabsorbsi. Karbohidrat, lemak, atau protein.
4. Makanan. Basi,beracun, sayuran yang dimasak kurang matang,dll.
5. Psikologis (emosional). Cemas, stres, rasa takut,dll. \
B. JENIS JENIS DIARE
AKUT
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat
dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
ETIOLOGI :
9

Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri,parasit,


maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin
dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi
fekal (overflow diarrhea) , atau berbagai kondisi lain.

10

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri 1,3,15,16


a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung
toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya.
Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75
% pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68
%. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak
terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau
dari kotoran dan muntahan pasien.
Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam
mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin
dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa
berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen,
yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan
makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang
terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini
sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri .
Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi,
diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang
terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 10 5 organisma per
gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal
menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak
diperlukan.
Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare
yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 4 jam pada pasien yang
tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan
meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan
dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat,
diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan
dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang
sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat
harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus
dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 6

11

Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga
kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan
pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian
( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan
vaksin parenteral.
Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang
melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3 Enteroadherent E. coli (EAEC).
4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang
terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien
melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5
hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel
darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC
merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang
ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari
kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit
yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang
diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit
pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan
dengan EHEC.
2. Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella
menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui
enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB
berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair
tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada
orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu.
Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala
neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular
asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.
Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses
dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari
keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk
mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole
atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 7

12

Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat.
Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit dengan
gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult
blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se. Kultur darah
positip pada 5 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.
Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri.
Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia > 50
tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses). Pilihan
antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau
norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 7 hari atau Sephalosporin generasi ketiga secara
intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam
tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan
manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan
gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya
adalah makanan terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial, menyebabkan
hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif
dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu
pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan
temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi
splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan
toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan
berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien pada
minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan ketiga.
Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit. Kolesistitis
jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah
sembuh dari penyakit akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi resistensi,
penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin generasi ketiga dan
flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi
dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari
selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin
thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada
pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 8

13

Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai sindroma
disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan demam timbul
pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang
mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7
hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan
adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun
pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau
pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin
500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya,
penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V
parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi kerang
mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat
kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan.
Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau
diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Yersinia
Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan antigen
somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan
enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon
dapat juga terinvasi.
Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti
dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan
demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis
ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu.
Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada
penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat
menjadi terapi empirik pada sepsis.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat
makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau
air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7
dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for
Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare
berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan
kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali perhari).
Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang
biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi
abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3
pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan
hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik
mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 10 9/L), dan insufiensi renal (BUN
>20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor resiko
HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 9

14

diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS
akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan
30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi
tetapi lebih jarang dari pada HUS.
Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan
pada laboratorium khusus.
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.
Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC. Nyatanya
pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan
antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun,
studi lanjutan masih diperlukan.
Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas menghasilkan
beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit sembuh
sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang
berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit hepatobiliar,
atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.
Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan kasus
berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke daerah tropik,
Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh
sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.
Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim
sulfametoksazole.

KRONIS

Diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Berlaku untuk orang dewasa
,sedangkan untuk bayi atau anak anak, ditetapkan batas waktu dua minggu.
ETIOLOGI :
Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhny
diketahui.
Diare kronik,terbagi menjadi 5 macam :
1. Inflamatorik = Diare dengan kerusakan dan kematian eritrosit disertai
peradangan. Fese berdarah.
2. Osmotik
= Adanya faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan
absorpsi karbohidrat,lemak, atau protein.Feses bebentuk steatore.
3. Sekretorik = Adanya gangguan transpor akibat adanya perbedaan
osmotik intrlumen dengan mukosa yang besar.Feses seperti air.
4. Perubahan motilitas usus
5. Faktius

15

LO. 3. MEMPELAJARI JENIS PEMERIKSAAN PADA DIARE


1. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi = mengamati bag. tubuh.
2. Palpasi
= perabaan terhadap bagian tubuh.
3. Perkusi
= mengetuk bagian tubuh untuk mengetahui reflek seseorang
4. Auskultasi = pemeriksaan melalui pendengaran
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Definisi = Pemeriksaan khusus mengambil sampel penderita (feses atau darah).
Tujuan :
skinning
Konfirmasi pasti diagnosis
Pemantauan pengobatan
Memantau perkembangan penyakit.
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap
sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan
berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin.

3.

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
Kultur tinja
Pemeriksaan elektrolit; BUN, creatinine, dan glukosa
Pemeriksaan tinja, pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah

LO. 4. MEMPELAJARI PENANGANAN PADA DIARE


A. REDEHIDRASI
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral,
dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang
terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. 17
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g
Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. 2,4 Cairan
seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi
oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh
baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus
jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. 3 Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus
diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status
16

hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,


pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah
ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 10

17

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip
dari 8
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

B.
C.
D.
E.
F.
G.
H. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
I. Tabel 1. Skor Daldiyono dikutip dari 8
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.
S.
T.
U.
V.
W.
X.

- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
- Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
- Facies cholerica 2
-Voxcholerica 2
- Turgor kulit menurun 1
- Washers womans hand 1
- Ekstremitas dingin 1
-Sianosis 2
- Umur 50-60 tahun -1
- Umur> 60 tahun -2

Y. Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter


Z. 15
AA. Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan
cairan :dikutip dari 18
AB. Cara I :
AC. - Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
AD. - Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat
badan saat itu.
AE.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan
mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar
3,5 7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
AF.
AG. Cara II :
AH. Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada
fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
AI. Cara III :
AJ. Dengan menggunakan rumus :
AK. Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
AL.

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW 1 = Volume air badan normal, biasanya

60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na 2 = Kadar natrium plasma
sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang
AM.

B. Anti biotik
18

AN. Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik.
AO. e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 11

19

Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara
empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman. 1,5,9,16
AP.Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri dikutip dari 1
AQ. Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua
AR. Campylobacter, Ciprofloksasin 500mg oral Salmonella/Shigella
AS. Shigella atau 2x sehari, 3 5 hari Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari
AT. Salmonella spp TMP-SMX DS oral 2x sehari,3 hari
AU. Campilobakterspp
AV. Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari
AW.Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr
AX. Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten Tetrasiklin
AY. oral 4x sehari, 3 hari Ciprofloksacin 1gr oral 1x
AZ. Doksisiklin 300mg Eritromisin 250 mg oral
BA. Oral, dosis tunggal 4xsehari3 hari
BB. Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
BC. Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari
BD. 4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari
BE. oral atauIV

BF. C. Obat anti diare


BG. Kelompok antisekresi selektif
BH. Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec
sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih
aman pada anak.14
BI. Kelompok opiat
BJ. Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri obat ini tidak dianjurkan. 10
BK. Kelompok absorbent
BL.Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksintoksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan
zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
BM. Zat Hidrofilik
BN. Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan
BO. e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara 12

20

BP. dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x
sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet. 9
BQ. Probiotik
BR.
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare
harus diberikan dalam jumlah yang adekuat. 3,7,19

C. ISTIRAHAT YANG CUKUP


D. DIAGNOSIS BERBANDING
E. PEMERIKSAAN LEBIH LANJUT
DAFTAR PUSTAKA
1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta,
EGC
2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F.
Jakarta, EGC
3. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
4. Kejang pada anak. www. Pediatik.com / knal.php
5. www.docstoc.com
6. www.medicalnet.com

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et al
editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York: Lange
Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of
Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors.
Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 nd edition. New York: Lange
Medical Books, 2003. 131 - 50.
4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available
from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of acute
diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54-S71.
6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial Pathogens
Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6): 666-10.
8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,
dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.

21

22

You might also like