Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia,terletak di rongga
perut sebelah kanan dan mempunyai fungsi amat penting pada proses
metabolisme. Fungsi hati antara lain: Metabolisme zat-zat gizi seperti Protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, Memproduksi dan menyimpan energi,
sintesis (pembentukan) beberapa jenis protein, dan mengubah senyawa beracun
menjadi tak beracun. Oleh karena itu apabila terjadi kerusakan sel-sel parenkim
hati akut maupun kronik yang berat,fungsi-fungsi tersebut akan mengalami
gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti sirosis hati dan
ensefalopatik hepatik.1
Sirosis hepatis (SH) merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis
yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan
nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses
regenerasi
jaringan
yang
rusak)
akibat
nekrosis
hepatoseluler,
yang
Soedjono dan Soebandiri tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan
berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites
dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin
dan globulin terbalik.3 Timbulnya
Menurut laporan
14,9%.5 Angka kesintasan 1 tahun dan 3 tahun berkisar 42% dan 23% pada pasien
yang tidak menjalani transplantasi hati.5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1.
SIROSIS HEPATIS
2.1.1. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.6
2.1.2. Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan inisidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholoik maupun
infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
menyebabkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir
dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi
sirosis hati belum ada, hanya dari laporan-laporan beberapa pusat pendidikan saja.
Di RS dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun. Di Medan
dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien
dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.6
2.1.3. Etiologi
Sirosis memiliki banyak penyebab. Bisa karena kerusakan langsung pada
sel hepar (seperti Hepatitis) atau dari kerusakan tidak langsung melalui inflamasi
atau obstruksi kantung empedu.6
3. Hepatitis autoimun.
Penyebab umum yang melalui kerusakan kantung empedu meliputi6:
1. Sirosis empedu primer
2. Kolangitis sklerosis primer
3. Atresia bilier
Penyebab yang sangat jarang dari sirosis meliputi reaksi terhadap obat (Vitamin
A, Dilantin, Methotrexate, amiodarone), terpapar toxin lingkungan. Terdapat 2
penyakit keturunan yang menyebabkan kerusakan jaringan hepar
1. Penyakit Wilson
2. Hemokromatosis
2.1.4. Patofisiologi
dan sirosis6:
karena kelainan penyakit lain. Gejala awal pasien dengan sirosis sering
memiliki beberapa gejala seperti6:
1. Kelelahan
2. Kehilangan nafsu makan, sering disertai dengan mual dan penurunan
berat badan
3. Impotensi, Ginekomasti
4. Abnormalitas menstruasi
5. Akibat penurunan fungsi hepar, protein yang diproduksi oleh hepar
menurun. Seperti, penurunan produksi albumin, protein, menyebabkan
terjadinya akumulasi cairan di kaki (edema) atau abdomen (asites).
Gambar
2.4 Sirosis
dan Hipetensi
Porta
Bila sudah lanjut
(sirosis
dekompensata),
gejala-gejala
lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
6
muntah darah dan/ atau melena. Pasien dengan sirosis tahap lanjut sulit untuk
mencerna protein, itu yang menyebabkan tingginya kadar ammonia dalam darah.
Kondisi ini disebut Hepatic Encephalophaty dan gejalanya dapat dimulai
dari
diketahui,
ada
anggapan
dikaitkan
dengan
peningkatan
rasio
meningkat dari
normokrom,
normositer,
hipokrom
mikrositer.
Anemia
dengan
pemeriksaannya
non
invasive
dan
mudah
digunakan,
namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang dapat dinilai dengan USG meliputi
sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis
lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi komputerisasi, informasinya
sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.6
dan
sirosis.
Bisa
diberikan
steroid (kortokosteroid)
atau
dengan
ribavirin
merupakan
terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga
kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pengobatan fibrosis hati.
Pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan
dan
tidak
terhadap
fibrosis.
Pengobatan dilakukan
dengan menempatkan sel stelata sebagai target dan mediator fibrogenik akan
merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi dari sel stelata bisa
merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang
dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah anti fibrosis dansirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagi anti fibrosis.
3. Pengobatan Sirosis Dekompensata.
a. Asites
1. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam 5,2 gram atau 90
mmol/hari atau 400-800 mg/hari.
2. Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik, awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
11
spironolakton
belum
adekuat
maka
bisa
dengan
pemberian albumin.
b. Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat
disebabkan hatigagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus
karena disfungsi hepatoselular dan portosystemic shunting.Laktulosa membantu
pasien untuk mengurangi amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil amonia. Diberikan dengandosis 2-4 gramDiet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari. terutama diberikan yang kaya asam
aminorantai cabang.
c. Varises esofagus
1. Sebelum terjadi perdarahan dan sesudah perdarahan dapat diberikan
obat penyekat beta (propanolol).
2. Pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian beta bloker dapat
diberikan isosorbide mononitrate.
3. Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresiko
tinggi terjadinya perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah.
4. Profilaksis skleroterapi tidak boleh dilakukan kepada pasien yang
belum
pernah
esofagus
karena
pasien
sirosis
diperbaiki
dengan
pencegahan
dan
penanganan
perdarahan.
Angka
kematiannya
sangat
tinggi,
sebanyak
HEPATIC ENCEPHALOPHATY
2.2.1. Definisi
13
berobat di RS Dr.
14
2.2.4. Patofisiologi
Tabel 2.2 Hipotesis Dari Pathogenesis Ensefalopathy Hepatic11
15
penurunan
fungsi
cadangan
hati,
sehingga
kemampuan
metabolisme toksin oleh hati ikut ber kurang. Pada sirosis hati, sering terjadi
perlambatan transit makanan di saluran cerna, sehingga paparan dengan bakteri
usus terjadi lebih lama, mengakibatkan produksi ammonia meningkat.
Norenberg (2006) mengajukan teori patogenesis EH yang melibatkan
reseptor benzodiazepine perifer (PBR/Peripheral Benzodiazepine Receptor) dan
neurosteroid. Dikemukakan bahwa amonia adalah toksin utama pada EH dan
astrosit adalah target utama. Peningkatan amonia mengakibatkan peningkatan
jumlah reseptor PBR, termasuk pada astrosit. PBR kemudian meningkatkan
produksi radikal bebas (ROS/Reactive Oxygen Species). Radikal bebas ini
menimbulkan stres oksidatif pada mitokondria, sehingga terjadi disfungsi
mitokondria. Disfungsi mitokondria ini kemudian mengakibatkan disfungsi
astrosit.
16
Amonia diproduksi oleh berbagai organ. Amonia merupakan hasil produksi koloni
bakteri usus dengan aktivitas enzim urease, terutama bakteri gram negatif
anaerob, Enterobacteriaceae, Proteus dan Clostridium. Enzim urease bakteri akan
memecah urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia juga dihasilkan oleh
usus halus dan usus besar melalui glutaminase usus yang memetabolisme
glutamin (sumber energi usus) menjadi glutamate dan amonia.
Pada individu sehat, amonia juga diproduksi oleh otot dan ginjal. Secara
fisiologis, amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin di hati. Otot
dan ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati dimana otot
rangka memegang peranan utama dalam metabolisme amonia melalui pemecahan
amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase.
Ginjal berperan dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi
oleh keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal memproduksi amonia melalui enzim
18
Hepatic
Encephalopathy Score) ini juga ternyata tidak mudah dalam pelaksanaan nya,
karena memerlukan waktu lama dan sangat dipengaruhi oleh tingkat edukasi dan
usia penderitanya.12
Pemeriksaan radiologis berupa magnetic resonance imaging (MRI) serta
elektroensepalography akan menunjukkan perlambatan (penurunan frekuensi
gelombang alfa) aktifitas otak pada pasien dengan EH. Pemeriksaan kadar
ammonia tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan kadar
ammonia dalam darah (>100mg/100ml darah) dapat menjadi keparahan pasien
pada EH.12
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana EH diberikan sesuai dengan derajat EH yang terjadi. Dasar
penatalaksanaan EH adalah: identifikasi dan tatalaksana faktor presipitasi EH,
pengaturan keseimbangan nitrogen, pencegahan perburukan kondisi pasien, dan
penilaian rekurensi ensefalopati hepatik.12
Tatalaksana Farmakologis
Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan
dalam tatalaksana EH. Beberapa modalitas untuk menurunkan kadar amonia
dilakukan dengan penggunaan laktulosa, antibiotik, L-Ornithine L-Aspartate,
probiotik, dan berbagai terapi potensial lainnya. 12,13
- Non-absorbable Disaccharides (Laktulosa)
20
melalui
ornithine
aminotrasnferase
(OAT)
dan
aspartate
dengan
phosphate-activated
glutaminase
(PAG),
dan
BAB 3
STATUS PASIEN
Umur : 59 Tahun
02 Oktober 1956
23
No. Telepon : -
Sipaholon
Pekerjaan : Agen Terminal
Status: Menikah
Pendidikan : SMA
Toba
ANAMNESIS
Automentesi
Heternoment
: Gelisah
Dialami 1 hari ini. Pasien sulit diajak berkomunikasi. Keluarga tidak tahu
kronologisnya.Sebelumnya pasien pernah mengeluhkan kepada keluarga kalau
BABnya warna hitam. Dialami pasien 2 hari SMRS. BAB hitam seperti ter/aspal.
24
Pasien juga mengeluhkan perut membesar dan kedua kaki bengkak dialami 4
bulan SMRS. Pasien mengeluhkan buah pelir bengkak yang dialami 2 bulan
SMRS. Badan pasien juga kuning. Perut juga nyeri dalam 2 hari ini.
Pasien merupakan peminum alkohol selama betahun-tahun. Minuman
yang sering dikonsumsi tuak, bir putih, dan bir hitam.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal
Penyakit
RIWAYAT KELUARGA
Laki-laki
Perempuan
Kakek-Nenek
Ayah-Ibu
Pasien
25
Anak
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat imunisasi
Riwayat alergi
Tahun
Bahan / obat
Gejala
Tahun
Jenis imunisasi
Hobi
:-
Olah Raga
:-
Minum Alcohol
: (+), sudah puluhan tahun, lebih sering tuak, bir putih, bir
hitam
Hubungan Seks
: Tidak ditanyakan
Kulit: -
Ginekologi: 26
Mata: Kuning
Keluhan
Pernafasan : Tidak ada Keluhan
Vaskuler
: Tidak ada Keluhan
Sedang
Berat
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Gizi: Cukup
Berat Badan : 60 Kg Tinggi Badan: 160 cm
RBW : BB/TB-100 x 100% = 99,6 %
27
Apatis
Deskripsi: Gelisah
Nadi
Tekanan darah
Berbaring:
Duduk:
: - mmHg
Temperatur
Aksila: 36,5 0C
Pernafasan
Frekuensi: 24 x/menit
Deskripsi: Abdominaltorakal
merata. TVJ R-
Belakang
Inspeksi
Simetris fusiformis
Simetris fusiformis
Palpasi
Kesan Normal
Kesan Normal
Sonor
Perkusi
SP: vesikuler
SP: vesikuler
ST: -
ST: -
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: atas
ABDOMEN
Inspeksi
: Simetris membesar
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
PUNGGUNG
tapping pain (-), ballotement (-)
EKSTREMITAS:
Superior: oedem -./-, palmar eritema +/+
Inferior: oedem +/+
Kelemahan (-), kekuatan motorik eks. Superior = Inferior
ALAT KELAMIN:
Pembesaran pada skrotum
REKTUM: Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI: Tidak dilakukan pemeriksaan
BICARA: Ngawur
PEMERIKSAAN LAB
Darah Rutin:
30
Tanggal
04 Januari 2016
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan
Golongan Darah/ Rh
Darah
Perifer Hemoglobin
Hematokrit
Lengkap
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
PDW
RDW-SD
MPV
Index
MCV
MCH
MCHC
Differential
LYM %
MO %
GRA %
Jumlah Total Sel
LYM
MO
GRA
Kesan: Anemia Mikrositer Normokrom, Trombositopenia
Nilai
5,7 g/dL
17,0 %
5,7 ribu /mm3
95 ribu/uL
2,08 juta / uL
18,9 fL
16,3 fL
7,5 fL
81,7 fL
27,4 pg
33,5 g/dL
22,9 %
11,1 %
66,0 %
1,30 ribu/ uL
0,6 ribu / uL
3,80 ribu/ uL
Elektrolit :
PEMERIKSAAN
Elektrolit
Kalium
Natrium
Klorida
Kesan: Hiponatremia
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
4,3
128
105
mmol/L
mmol/L
mmol/L
3.50-5.10
136-145
97-111
PEMERIKSAAN
Alkalin Fosfatase
HASIL
113
SATUAN
U/L
NILAI NORMAL
A: <110-727
P: 120-935
W: 120-448
>50
tahun:
31
Bilirubin total
Bilirubin direk
Gamma GT
3
1,2
46
mg/dL
mg/dL
U/L
Protein total
Albumin
Globulin
Amilase
KGDN
7,3
3,5
3,8
g/dL
g/dL
g/dL
g/dL
U/L
100-290
<1
<0.25
P: 10-45
W: 5-32
6.0-7.8
3.5-5.2
2.6-3.6
<86
: Tidak dilakukan
: Hepatic Ensefalopathy ec PSMBA ec Varicel Bleeding ec Sirosis
DPL
USG Abdomen
LFT
RFT
Elektrolit
KGDs
EKG
Teraphy
1. Mobilisasi
2. Diet hati III
3. IVFD Dextrose 5% + 2 fls L-ornithine-L-Aaspartate 20 tpm s/s Dextrose
5% s/s Aminofucin Hepa 1 fls/hari 20 tpm
4. Inj. Furosemid 20 mg/8 jam
5. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
6. Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
7. Spironolaktone 3x10mg
8. Propanolol 2x10mg
9. KSR 3x100mg
10. Restriksi cairan
32
No. RM : 23.68.42
No. RM. :
Masalah
Rencana Diagnosa
Rencana Terapi
1.
Hepatic
Mobilisasi
Gelisah
Perut membesar
Kedua kaki bengkak
Encephalopaty ec
PSMBA ec Varicel
Bleeding ec Sirosis
Hepatis Std.
dekompensata
Nyeri seluruh
bagian perut
Tanggal
05 Januari 2016
Gelisah
TD
Perut membesar
mmHg
Therap
Diet hat
: 100/60 Hepatic
Encephalopaty
IVFD d
ec PSMBA ec ornithin
bagian perut
HR
: 90 x / menit
RR
: 20 x / menit
ec
BAB hitam
: 36,3 0C
Hepatis
BAK : -
Sirosis Hepar 1
dekompensata
BAB : -
Inj. Cef
Inj. Tran
Inj. Ran
KSR 3 x
Spirono
Lactulo
Curcum
Propano
Transfu
IVFD D
Dulcola
Gelisah
06 Januari 2016
Hepatic
TD
BAB hitam
mmHg
SPO2 : 97 %
35
: 110/70 Encephalopaty
Inj. Furo
Inj. Cef
HR
: 86 x / menit
ec
Sirosis KSR 3 x
RR
: 24 x / menit
Hepatis
: 38 0C
dekompensata
Std. Spirono
Lactulo
BAK : 9 kali
Curcum
BAB : -
Propano
Inj. Furo
Inj. Cef
Inj. Tran
Inj. Ran
KSR 3 x
Spirono
Lactulo
Kaki
bengkak
dan
keram
07 Januari 2016
Hepatic
Curcum
Encephalopaty
Propano
ec PSMBA ec Periksa
Varicel Bleeding
membesar
HR: 83 x/i
ec
RR: 24x/i
Hepatis
T: 36,50C
dekompensata
Std. Three w
Inj. Furo
Inj. Cef
Lingkar
Pinggang
Inj. Ran
Tidur: 100 cm
Urin
output:
KSR 3 x
1000
Spirono
cc/24 jam
Lactulo
Propano
Hepatic
Sulit BAB
Encephalopaty
Sakit perut
ec PSMBA ec
08 Januari 2016
36
TD: 100/70
SpO2: 98
ec
Sirosis Three w
HR: 75 x/i
Hepatis
RR: 24 x/i
dekompensata
T: 36,20 C
Inj. Cef
Inj. Ran
KSR 3 x
Lingkar
Pinggang
Spirono
Tidur: 99 cm
Urin
output:
Lactulo
1400
Propano
cc/24 jam
Restriks
Diet hat
Skrotum membesar
Hepatic
Three w
Encephalopaty
Inj. Furo
TD: 90/60
ec
Sirosis KSR 3 x
SpO2: 98
Hepatis
HR: 83 x/i
dekompensata
Std. Spirono
RR: 22 x/i
Propano
T: 36,80 C
Restriks
Lingkar
pinggang
tidur: 99 cm
BAB: 4x setelah Aff
kateter
Hepatic
BAK: 2x ( 1000cc)
Encephalopaty
ec PSMBA ec
Perut membesar
10 Januari 2016
Varicel Bleeding
Skrotum membesar
TD: 90/60
ec
Kaki bengkak
SpO2: 96
Hepatis
HR: 83 x/i
dekompensata
RR: 24 x/i
37
Lactulo
Sirosis
Std.
T: 360 C
Lingkar
Pinggang
Tidur: 100 cm
Urin output: >1000 cc
(urin
ditampung
dalam botol)
DAFTAR MASALAH
Nama Penderita : Tn. Rapotan Siregar
No. RM
Masalah
No
Tanggal
M ASALAH
Ditemukan
1
04 Januari 2016
Selesai/
Terkontr
Tanggal
Tanggal
05 Janua
Gelisah
Perut membesar
2
05 Januari 2016
06 Janua
perut
Gelisah
3
06 Januari 2016
07 Janua
BAB tidak lancer
07 Januari 2016
08 Janua
Sulit BAB
5
08 Januari 2016
Sakit perut
09 Januari 2016
Skrotum membesar
10 Janua
10 Januari 2016
Perut membesar
10 Janua
Skrotum membesar
38
Kaki bengkak
39
Prognosis :
- Ad Vitam
: Bonam
- Ad Functionam
: Dubia ad Malam
- Ad Sanactionam
: Dubia ad Malam
VERIFIKASI
Dokter Ruangan
Tanda Tangan
40
Chief Of Ward
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1
Resume
Seorang pasien bernama Tn. Rapotan Siregar, usia 59 tahun, diantar
keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan BAB berdarah sejak 2 hari
yang lalu sebelum masuk RS. Darah berwarna merah kegelapan. Frekuensi
BAB berdarah merah gelap sudah 2 kali dialami pasien. Pasien juga
mengeluhkan pembesaran pada perut dan pembengkakan pada kaki yang
sama-sama dialami sudah 4 bulan yang lalu. Pasien bekerja sebagai agen
terminal, sehingga pasien sering makan makanan dari warung. Pasien juga
peminum alkohol selama bertahun-tahun dan juga perokok dengan
frekuensi 1 bungkus/hari.
4.2
Diskusi
PEMBAHASAN
Dari anamnesa diketahui BAB
TEORI
Hal ini sesuai dengan teori Soedjono
41
Mobilisasi
Tatalaksana
dalam
Curcuma 3 x 1
Propanolol 2 x 10 mg
Aspartate,
EH
diberikan
tatalaksana
probiotik,
42
EH.
dan
sesuai
Beberapa
berbagai
BAB 5
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis yang didapat yaitu BAB berdarah
berwarna merah gelap, disertai pembesaran pada perut dan
pembengkakan pada kaki dan skrotum yang merupakan gejala dari
sirosis hepatis.
2. Pada pasien ini diberikan terapi dengan penggunaan laktulosa,
antibiotik, L-Ornithine L-Aspartate, probiotik, dan berbagai terapi
potensial lainnya untuk menurunkan kadar ammonia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bacon BR. Cirrhosis and Its Complications. In: Longo D and Fauci AS
(Eds). Harrisson's Gastroenterology- Hepatology . New York: McGraw
Hill Medical; 2012 : pp. 419-343
43
26:4654
4. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2010. Sirosis Hepatis.
Available on http://pphi-online.org
5. Mullen KD. The Treatment of Patients With Hepatic Encephalopathy:
Review of the Latest Data from EASL 2010. Gastroenterol Hepatol.
2010;6(7):1-16
6. Nurdjanah,Siti. Sirosis Hati: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadribata M, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna
Publishing. Jakarta; 2009. Hal.668-672.
7. Liver cirrhosis.Emmanuel A Tsochatzis, Jaime Bosch, Andrew K
Burroughswww.thelancet.com.Published
online
http://dx.doi.org/10.1016/ S0140-6736(14)60121-5.
8. Practice Guideline Hepatic Encephalopathy in Chronic liver disease: 2014
Practice Guideline by AASLD and EASL.Vilstrup,Hendrik; Amodio,Piero;
Wong,philip.The
American
Association
for
the
study
of
liver
diseases.2014.
9. Suyoso, Syifa Mustika, Harijono Achmad Laboratorium Ilmu Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang.Ensefalopati
Hepatik pada Sirosis Hati: Faktor Presipitasi dan Luaran Perawatan di
RSUD dr.Saiful Anwar Malang.2015.
10. Ndraha, Suzanna Ahli Penyakit Dalam, Konsultan Gastroenterohepatologi,
Fakultas Kedokteran Ukrida. Ensefalopati Hepatikum Minimal. CDK234/Vol.42
no.11,
th
2015.
Jakarta,
Indonesia.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_234CME
%E2%80%93Ensefalopati%20Hepatikum%20Minimal.pdf
11. QUEVEDO J et al.Pathogenesis of hepatic encephalopathy - a role for the
benzodiazepine receptor. Medicina, Ribeiro Preto, 32: 82-96
44
12. http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Enselofati_Hep
atik_APa_Mengapa_dan_Bagaimana.pdf
13. Diagnosis and Management of Hepatic Encephalopathy. Januari 2016.
45