You are on page 1of 10

Jalan Andi Tuwo Nomor 190 Kecamatan Segeri Telp.

(0411) 2312100

KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang

Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000)


pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tigaperempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka
Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka
Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi
23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan
segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah
perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung
kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan
anemia pada kehamilan (40%).
Ibu hamil yang mengalami KEK sekitar 27,6 % (susenas,1999) serta dampak buruk
yang ditimbulkan akibat terjadinya gizi kurang pada ibu hamil maka hal ini perlu
kiranya mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Berdasarkan hasil survei Garam Yodium Rumah Tangga tahun 2003 prevalensi
ibu hamil yang mengalami KEK di Jawa Barat adalah 14,30 % serta di DKI Jakarta
sekitar 13,91 %.
Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang
batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita
tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih
rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.

Pada dewasa ini pemerintah telah mengupayakan pemberian PMT bagi ibu
hamil melalui puskesmas serta tempat pelayanan kesehatan lainnya agar msalah
gannguan gizi ini dapat ditanggulangi agar dapat menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas maternal sehingga tercapainya ggenerasi penerus yang sehat demi
terwujudnya Indonesia Sehat 2015.
Selama penulis praktek lapangan di Puskesmas Rawang Kecamatan Padang Selatan,
satu bulan lamanya dari 110 orang ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC dari
tanggal 7 Mei 2012 sampai 2 Juni 2012 ditemukan ibu hamil dengan KEK sebanyak
orang 26 orang.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus KEK ini untuk
diseminarkan pada hari jumat tanggal 1 Juni 2012.

1.2

Tujuan

a.

Mengetahui pengertian KEK pada ibu hamil

b.

Mengetahui tanda dan gejala dari KEK pada ibu hamil

c.

Mengetahui penyebab terjadinya KEK pada ibu hamil

d.

Mengetahui cara penanggulangan KEK pada ibu hamil.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Defenisi

Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan


bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya
gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan
pada ibu hamil (bumil).
KEK adalah penyebabnya dari ketidakseimbangan antara asupan untuk
pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi (Departemen Gizi dan Kesmas
FKMUI, 2007).
Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi
Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang
energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita


mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

2.2

Etiologi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KEK


2.2.1

Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi ini terdiri dari:


a.

Pendapatan Keluarga

Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan. Orang dengan tingkat


ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk
makan, sedangkan dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk
makanan.
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas
hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang
diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula
persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa
jenis makanan lainnya

b.

Pendidikan Ibu

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan tinggi
diharapkan pengetahuan / informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.

c.

Faktor Pola Konsumsi

Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi


heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu
makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor
penghambat penyerapan besi (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

d.

Faktor Perilaku

Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita


lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anak-anaknya. Ibu
hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori / hari Jika ibu tidak
punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu dsb, maka status gizi bayi yang
kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya (Arisman, 2007).

2.2.2 Faktor Biologis


Faktor biologis ini diantaranya terdiri dari :
2.2.2.1

Usia Ibu Hamil

Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan
kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu (Baliwati,
2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi
kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa
pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan
(Soetjiningsih, 1995: 96). Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun
dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.

2.2.2.2

Jarak Kehamilan

Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara
kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup
lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak kelahiran
dibawah 2 tahun. (Aguswilopo, 2004 : 5).
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak
yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh
kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang
cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan
mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi
berikut yang dikandung. (Baliwati, 2004 : 3).

2.2.2.3

Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
(viable). (Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali
dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup
atau mati pada waktu lahir.
2. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih
kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
3. Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau lebih
kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
Kehamilan dengan jarak pendek dengan kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun
/ kehamilan yang terlalu sering dapat menyebabkan gizi kurang karena dapat
menguras cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna
seperti sebelum masa kehamilan (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).
2.2.2.4

Berat Badan Selama Hamil .

Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata untuk umur
tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah zat makanan yang harus
diberikan agar kehamilannya berjalan dengan lancar. Di Negara maju pertambahan
berat badan selama hamil sekitar 12-14 kg.
Jika ibu kekurangan gizi pertambahannya hanya 7-8 kg dengan akibat akan
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah ( Erna, dkk, 2004 ).
Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 12 kg, dimana pada trimester I
pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6
kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan
janin.

2.3

Tanda dan gejala

2.3.1

Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm.

2.3.2

Kurang cekatan dalam bekerja.

2.3.3

Sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai.

2.3.4 Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir
secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah atau
kurang dari 2.500 gram.

2.4
2.4.1

Dampak yang ditimbulkan


Ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu
antara lain: Anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal
dan terkena penyakit infeksi. Sehingga akan meningkatkan kematian ibu (Zulhaida,
2003).

2.4.2

Persalinan

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan


sulit dan lama, persalinan prematur / sebelum waktunya, perdarahan post partum,
serta persalinan dengan tindakan operasi cesar cenderung meningkat (Zulhaida,
2003).

2.4.3

Janin

Kurang gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan
dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat
bawaan, asfiksia intra partum, lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (Zulhaida,
2003).

2.5

Pengukuran Status Gizi

Dapat dilakukan melalui empat cara yaitu secara klinis, biokimia, biofisik, dan
antropometri.
2.5.1

Penilaian secara klinis

Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama dalam
mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan
gambaran masalah gizi yang nampak nyata.

2.5.2

Penilaian secara biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia di lapangan banyak menghadapi masalah.


Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah
pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia gizi.

2.5.3

Penilaian secara biofisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurang gizi. Dilakukan
oleh dokter atau petugas kesehatan atau yang berpengalaman dengan
memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.

2.5.4

Penilaian secara antropometri.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ukuran fisik seseorang sangat erat
berhubungan dengan status gizi. Atas dasar-dasar ini ukuran-ukuran antropometri
diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi
untuk negara-negara berkembang.
Untuk mengetahui status gizi ibu hamil digunakan pengukuran secara langsung
dengan menggunakan penilaian antropometri yaitu: Lingkar Lengan Atas.
Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK
wanita usia subur (Supariasa, 2002 : 48). Wanita usia subur adalah wanita dengan
usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan
pasangan usia subur (PUS).
Ambang batas lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5
cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm
artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan sebaliknya apabila LILA lebih dari
23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko dan dianjurkan untuk tetap
mempertahankan keadaan tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1.

Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.

2. Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan
tidak tegang atau kencang.
3. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipatlipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata.

2.6

Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan

2.6.1 KIE mengenai KEK dan faktor yang mempengaruhinya serta bagaimana
menanggulanginya.
2.6.2

PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang ada.

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia
kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori

dan Tinggi Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada
faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di Indonesia.
Penambahan 200 450 Kalori dan 12 20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah
angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin.

2.6.3

Konsumsi tablet Fe selama hamil.

Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai


dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana
terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah
dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah.
Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet
besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen
energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang
meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani serta tingginya
konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.

2.7

Pencegahan

2.7.1 Pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi


kebutuhan dasar mereka, terutama dalam mencukupi kebutuhan akan makanan
bergizi.
2.7.2 Memberikan pengertian bagi mereka dengan profesi yang menuntut
memiliki tubuh kurus tentang bahaya tubuh yang terlalu kurus apalagi jika mereka
menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti anoreksia atau bulimia

2.8

Cara Mengatasi Resiko KEK

Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan


Pengukuran Lila :
2.8.1

Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis
(KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.

2.8.2 Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter,
dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih).
Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa
dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko KEK.
Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke puskesmas/sarana
kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita KEK
dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus meningkatkan
konsumsi makanan yang beraneka ragam.

2.9

Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK)

2.9.1 Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA)
dengan memakai pita LILA.

2.9.2 Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko
Kurang Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan
kesehatan lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan.

2.9.3 Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri,
kader atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di
Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang
datang ke sekolah, pesantren dan tempat kerja.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan
menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

Ibu Hamil yang menderita KEK sangat beresiko melahirkan BBLR dimana berat bayi
kurang dari 2500 gram. Cara pencegahan KEK adalah dengan mengkonsumsi
berbagai makanan bergizi seimbang dengan pola makan yang sehat.

3.2 Saran
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan program penyuluhan
tentang gizi seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan konsumsi makanan
yang mengandung sumser zat besi seperti sayuran hijau,potein hewani(susu,
daging,telur) dan penambahan suplemen zat besi. Dan untuk para pembaca
sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan sehari-harinya.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1996. Pedoman
Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis. Jakarta.
Depkes RI. 1997. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Saraswati, E. 1998. Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk
melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian Gizi dan
Makanan jilid 21.

You might also like