Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling sering berulang pada bagian tenggorok adalah
tonsillitis kronis terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada
penderita Tonsilitis Akut. Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita Tonsilitis
Akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil, dan
adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya
Tonsilitis Kronis.1,2
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita
ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun
1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)
yaitu sebesar 3,8%.3
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada tonsilitis kronik hipertrofi
dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala yang umum pada anak adalah
mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar
yang kurang baik.4
II
TINJAUAN PUSTAKA
A Anatomi
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan
saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan
makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis
pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5
tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan
adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin Waldeyer.5.
Tonsila Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla
ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan
ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan
lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingual.5
Anterior
: arcus palatoglossus
2.
Posterior
: arcus palatopharyngeus
3.
Superior
: palatum mole
4.
Inferior
5.
Medial
: ruang orofaring
6.
B Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada
tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk
waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan
tubuh penderita mengalami penurunan.6
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut
yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama
terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.
Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai
dengan hiperemis ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan
keluar detritus.7
C Etiologi dan Predisposisi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis
Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendera Tonsilitis Kronis
jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus,
Epstein Barr, bahkan virus Herpes. Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan
Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil
adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan
Klebsiela.1 Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli kultur apusan tenggorok
didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis
Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus,
Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram
negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.
Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya
tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.8,9
D Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :9
1
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.
Mononucleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane semu
ulserasi
dan
proses
supuratif.
Blastomikosis
dapat
E Patofisiologi
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak
dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh
tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.8
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis lakunaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis
kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada tonsilitis kronis yang sering muncul adalah kripta
yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang
mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal
ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di
tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi
mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya
hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris
dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa tonsilitis kronis
dapat ditegakkan.8
TO
T1
T2
T3
T4
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya, Jika perlu
tidak hiperemis
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Bila mengganggu lakukan
analgetika,
lakukan
obat kumur
minggu
tonsilektomi
6 Tonsilektomi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnose
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :4
a
b
c
Leukosit
Hemoglobin
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
keganasan
yang
rendah,
seperti
Streptokokus
hemolitikus,
G Penatalaksanaan
1 Medikamentosa
Pemberian antibiotika sesuai kultur bermanfaat pada penderita Tonsilitis
Kronis. Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika
disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat
(Jika bukan disebabkan mononucleosis).4
2
Nonmedikamentosa
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium menetapkan :4
a Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.
pulmonale.
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
e
f
g
h
hemolitikus.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
Indikasi relative:13
a Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
b Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
c Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
d Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
Kontra indikasi :13
a Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
b Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
c Infeksi saluran nafas atas yang berulang
d Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
e Celah pada palatum
3
Preventif
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan.
Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai
bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun
sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti
untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier
tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah
penyebaran infeksi pada orang lain.11
H Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi,
antibiotika
tersebut
harus
dikonsumsi
sesuai
arahan
demi
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
Identitas
Nama
: Nn. LM
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 19 tahun
Pekerjaan
: -
Tempat tinggal
: Wainitu
Agama
: Kristen Katolik
Ruangan
: Nyeri menelan
Anamnesis terpimpin
Keluhan ini dialami sejak kurang lebih 3 hari yang
berlanjut sampai sekarang. Keluhan disertai dengan sesak napas, mual, muntah,
nyeri tenggorokan dan hanya bias mengkonsumsi makanan lunak. Pasien juga
mengeluhkan tidak bias tidur, sakit kepala seperti dipukul-pukul, demam (+)
disertai flu/batu (+/-)
RPD
Riwayat keluarga
: (+)
Riwayat kebiasaan
Riwayat pengobatan
III.
Pemeriksaan fisik
A. Pemeriksaan telinga
1. Otoskopi
Dekstra
Daun telinga
: Nyeri tekan tragus(-)
Nyeri tarik aurikula (-)
Liang telinga
: lapang,
serumen (+) sedikit
Membran timpani : hiperemis (-),
Intak, reflex cahaya +
Sinistra
Nyeri tekan tragus(-)
Nyeri tarik aurikula (-)
lapang,
serumen (+) sedikit
hiperemis (-)
Intak, reflex cahaya +
2. Pemeriksaan pendengaran
Rinne
:
+
Webber
:
tidak ada lateralisasi
Swabach
:
sesuai pemeriksa
+
sesuai pemeriksa
B. Pemeriksaan hidung
1. Inspeksi hidung : udem (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Dekstra
Sinistra
Cavum :
Conca :
Septum:
Deviasi (-),
Deviasi (-)
Bibir
Mulut
Geligi
Lidah
Uvula
Palatum mole
Tonsila palatine
granuler
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan Keluhan ini dialami sejak kurang
lebih 3 hari yang lalu dan keluhan terus berlanjut sampai sekarang. Keluhan
disertai dengan sesak napas, mual, muntah, nyeri tenggorokan dan hanya bias
mengkonsumsi makanan lunak. Pasien juga mengeluhkan tidak bias tidur, sakit
kepala seperti dipukul-pukul, demam (+) disertai flu/batu (+/-). Pada pemeriksaan
fisik Tonsila palatine T3/T3, Hiperemis (+), kripte melebar (+), detritus (+) dan
permukaan granuler.
V. Anjuran Pemeriksaan
:-
VI.
VII.
Diagnosis
Diagnosis banding
VIII. Terapi :
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Patral 3 x 1
- Metilperdnisolone 3 x 1 4 mg
IX.
Anjuran :
Hindari makanan dingin dan berlemak
Rutin mengkonsumsi obat hingga tonsil tenang
Indikasi tonsilektomi
DAFTAR PUSTAKA
1
Dias EP, Rocha ML, Calvalbo MO, Amorim LM. Detection of Epstein-Barr
973 975
Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan
pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,
4
5
2012).
Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)