You are on page 1of 19

I

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang paling sering berulang pada bagian tenggorok adalah
tonsillitis kronis terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada
penderita Tonsilitis Akut. Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita Tonsilitis
Akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil, dan
adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya
Tonsilitis Kronis.1,2
Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering menderita
ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun
1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%)
yaitu sebesar 3,8%.3
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada tonsilitis kronik hipertrofi
dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala yang umum pada anak adalah
mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar
yang kurang baik.4

II

TINJAUAN PUSTAKA

A Anatomi
Tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla faringeal dan tonsilla
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan
saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin Waldeyer.
Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan
makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis
pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5
tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina dan
adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin Waldeyer.5.

Gambar 1. Cincin Waldeyer5


Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjarkelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah
mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius
(tonsil Gerlachs). 5

Tonsila Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla
ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan

ke dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripta. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan
lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingual.5

Gambar 2. Tonsil Palatina5


Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :
1.

Anterior

: arcus palatoglossus

2.

Posterior

: arcus palatopharyngeus

3.

Superior

: palatum mole

4.

Inferior

: 1/3 posterior lidah

5.

Medial

: ruang orofaring

6.

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior5.

Gambar 3. Anatomi normal Tonsil Palatina5


Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah
bening. Aliran limfa dari daerah tonsil akan mengalir ke rangkaian getah
bening servikal profunda atau disebut juga deep jugular node. Aliran getah
bening selanjutnya menuju ke kelenjar toraks dan pada akhirnya ke duktus
torasikus5

B Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada
tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk
waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut kembali ketika daya tahan
tubuh penderita mengalami penurunan.6
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut
yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama
terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.
Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai

dengan hiperemis ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan
keluar detritus.7
C Etiologi dan Predisposisi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis
Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendera Tonsilitis Kronis
jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B, C, Adenovirus,
Epstein Barr, bahkan virus Herpes. Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan
Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil
adalah Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan
Klebsiela.1 Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli kultur apusan tenggorok
didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis
Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus,
Streptokokus beta hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram
negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.
Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya
tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis
makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.8,9
D Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :9
1

Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang


menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)
a Tonsillitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua
orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi

menjadi 3 golongan besar, umum, local dan gejala akibat eksotoksin.


Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri
kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri
menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk
pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai dekompensasi kordis, pada saraf cranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan serta pada ginjal dapat
menimbulkan albuminuria.
Angina Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi

dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.
Mononucleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane semu

yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat


pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal. Gambaran
darah khas yaitu terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah besar.
Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi
terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2

Penyakit Kronik Faring Granulomatus


a Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di
b

tenggorok, nyeri di telinga (Otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.


Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder


atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang
sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa
c

mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.


Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring
kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas

dan timbulnya jaringan ikat.


Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami

ulserasi

dan

proses

supuratif.

Blastomikosis

dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar


jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri
tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan
serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

E Patofisiologi
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak
dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh
tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.8
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis lakunaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi
sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis
kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan

limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti


jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok
melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibular.4,10
F Penegakkan Diagnosis
1 Anamnesis
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus
menerus, sakit waktu menelan, nafas bau, malaise, sakit pada sendi, kadangkadang ada demam dan nyeri pada leher, Pada anak, tonsil yang hipertrofi
dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan
hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea
waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat
diketahui dalam anamnesis.11
Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson, dibagi menjadi : 1.) Gejala
local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit
sampai sakit menelan, 2.) Gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise,
nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) Gejala klinis
tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), udema atau
hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic (tonsillitis
fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar
limfe.12
2

Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis pada tonsilitis kronis yang sering muncul adalah kripta
yang melebar, pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang
mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada seluruhnya, minimal
ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

Disebutkan dalam penelitian lain bahwa adanya keluhan rasa tidak nyaman di
tenggorokan, kurangnya nafsu makan, berat badan yang menurun, palpitasi
mungkin dapat muncul. Bila keluhan-keluhan ini disertai dengan adanya
hiperemi pada plika anterior, pelebaran kripta tonsil dengan atau tanpa debris
dan pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik maka diagnosa tonsilitis kronis
dapat ditegakkan.8

Gambar. 4. Tonsilitis Kronik8

gambar 1.ukuran tonsil (Kurien 2003 )


Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

Gambar 5. Ukuran Tonsil11


Mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi :
a
b
c
d
e

TO
T1
T2
T3
T4

: Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat


: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Tabel 1. Perbedaan tonsilitis11


Tonsilitis Akut

Tonsilitis Kronis

Tonsilitis Kronis

Hiperemis dan edema

Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema

Memebesar/ mengecil tapi

Kripte tak melebar


Detritus (+ / -)
Perlengketan (-)
Antibiotika,

Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya, Jika perlu

tidak hiperemis
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Bila mengganggu lakukan

analgetika,

lakukan

obat kumur

minggu

tonsilektomi

setelah peradangan tenang

6 Tonsilektomi

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnose
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :4
a
b
c

Leukosit
Hemoglobin
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan

apus tonsil. Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk


mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.
Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian
pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Gold
standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Kuman terbayak
yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus
aureus. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan
derajat

keganasan

yang

rendah,

seperti

Streptokokus

hemolitikus,

Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.4,8

G Penatalaksanaan
1 Medikamentosa
Pemberian antibiotika sesuai kultur bermanfaat pada penderita Tonsilitis
Kronis. Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama jika
disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat
(Jika bukan disebabkan mononucleosis).4
2

Nonmedikamentosa
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium menetapkan :4
a Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan
terapi yang adekuat.

Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial.


Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor

pulmonale.
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

e
f

hilang dengan pengobatan.


Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus beta

g
h

hemolitikus.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

Indikasi relative:13
a Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
b Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
c Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
d Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
Kontra indikasi :13
a Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
b Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
c Infeksi saluran nafas atas yang berulang
d Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
e Celah pada palatum
3

Preventif
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan.
Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai

bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun
sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti
untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier
tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah
penyebaran infeksi pada orang lain.11
H Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi
infeksi,

antibiotika

tersebut

harus

dikonsumsi

sesuai

arahan

demi

penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami


perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala gejala yang tetap ada dapat
menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya.
Pada kasus kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia.8,11

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

Identitas
Nama

: Nn. LM

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 19 tahun

Pekerjaan

: -

Tempat tinggal

: Wainitu

Agama

: Kristen Katolik

Ruangan

: Poliklinik THT RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2015


II. Anamnesis
Keluhan Utama

: Nyeri menelan

Anamnesis terpimpin
Keluhan ini dialami sejak kurang lebih 3 hari yang

lalu dan keluhan terus

berlanjut sampai sekarang. Keluhan disertai dengan sesak napas, mual, muntah,
nyeri tenggorokan dan hanya bias mengkonsumsi makanan lunak. Pasien juga

mengeluhkan tidak bias tidur, sakit kepala seperti dipukul-pukul, demam (+)
disertai flu/batu (+/-)

RPD

: Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak usia 10


tahun .

Riwayat keluarga

: (+)

Riwayat kebiasaan

: Sering mengkonsumsi makanan dingin (es)

Riwayat pengobatan

: Pernah melakukan pemeriksaan di dokter THT kurang


lebih 1 tahun yang lalu.

III.

Pemeriksaan fisik
A. Pemeriksaan telinga
1. Otoskopi
Dekstra
Daun telinga
: Nyeri tekan tragus(-)
Nyeri tarik aurikula (-)
Liang telinga
: lapang,
serumen (+) sedikit
Membran timpani : hiperemis (-),
Intak, reflex cahaya +

Sinistra
Nyeri tekan tragus(-)
Nyeri tarik aurikula (-)
lapang,
serumen (+) sedikit
hiperemis (-)
Intak, reflex cahaya +

2. Pemeriksaan pendengaran
Rinne
:
+
Webber
:
tidak ada lateralisasi
Swabach
:
sesuai pemeriksa

+
sesuai pemeriksa

B. Pemeriksaan hidung
1. Inspeksi hidung : udem (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior

Dekstra

Sinistra

Cavum :

Lapang, massa (-), sekret (-)

Lapang, massa (-), sekret (-)

Conca :

Hiperemis (-), udem (-)

Hiperemis (-), udem (-)

Septum:

Deviasi (-),

Deviasi (-)

2. Rhinoskopi posterior : Tidak dilakukan


C. Pemeriksaan Tenggorokan
1. Inspeksi

Bibir
Mulut
Geligi
Lidah
Uvula
Palatum mole
Tonsila palatine

Mukosa bibir basah, berwarna merah muda


Mukosa mulut basah berwarna merah muda, Trismus (-)
Normal
Ulkus (-)
Hiperemi (+), edema (+), Deviasi (-)
Ulkus (-), hiperemi (+)
Kanan
Kiri
T3
T3
Hiperemis
(+),
kripte Hiperemis (+), kripte melebar
melebar (+), detritus (+), (+), detritus (+), permukaan
permukaan granuler

granuler

2. Laringoskopi indirek : Tidak dilakukan


D. Pemeriksaan Leher :
Kelenjar Limfe : Terdapat pembesaran pada daerah submandibula
Tyroid
: tidak terdapat pembesaran
Nodul
: tidak terdapat pembesaran

IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan Keluhan ini dialami sejak kurang
lebih 3 hari yang lalu dan keluhan terus berlanjut sampai sekarang. Keluhan
disertai dengan sesak napas, mual, muntah, nyeri tenggorokan dan hanya bias
mengkonsumsi makanan lunak. Pasien juga mengeluhkan tidak bias tidur, sakit
kepala seperti dipukul-pukul, demam (+) disertai flu/batu (+/-). Pada pemeriksaan
fisik Tonsila palatine T3/T3, Hiperemis (+), kripte melebar (+), detritus (+) dan
permukaan granuler.

V. Anjuran Pemeriksaan

:-

VI.
VII.

: Tosilitis kronik eksaserbasi akut


: Tonsilitis difteri
Angina Vincent

Diagnosis
Diagnosis banding

VIII. Terapi :
- Cefadroxil 2 x 500 mg
- Patral 3 x 1
- Metilperdnisolone 3 x 1 4 mg
IX.

Anjuran :
Hindari makanan dingin dan berlemak
Rutin mengkonsumsi obat hingga tonsil tenang
Indikasi tonsilektomi

DAFTAR PUSTAKA
1

Dias EP, Rocha ML, Calvalbo MO, Amorim LM. Detection of Epstein-Barr

Virus in Recurrent Tonsilitis. Brazil Journal Otolaryngology. 2009 .75(1); p.30-4.


Kurien M, Sheelan S, Fine Needle Aspiration In Chronic Tonsillitis ; Realiable
and Valid Diagnostic Test Juornal of Laryngology and Otlogy. 2003 Vol 117,pp

973 975
Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan
pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,

4
5

Palembang, 2001: 8-12.


Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome. 2002. E- medicine
Adams, GL. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring,
Esofagus, dan Leher. Dalam Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Buku Ajar

Penyakit THT Edisi Keenam. Ed 6. Jakarta. EGC, 1997: p. 263-271


Brodsky L, Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In: Bailey JB,
Johnson JT editors, Head and Neck Surgery Otolaryngology, Lippincott Williams

and Wilkins, Philadelpia. 2006 p.1183-98.


Probst, R, Grever, G, Iro, H. Diseases of the Nasopharynx. Basic

Otorhinolaryngology. New York. Thieme, 2006: p. 119


Saragih, A.R, Harahap, I.S, Rambe, A.Y. Karakteristik Penderita Tonsilitis
Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Bagian THT FK USU/
RSUP H. Adam Malik Medan. Medan. USU Digital Library, 2009. Available at :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27640

(Accessed : March 27th

2012).
Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.


10 Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225
11 Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam
Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository.

12 Kurien M, Sheelan S, Fine Needle Aspiration In Chronic Tonsillitis ; Realiable


and Valid Diagnostic Test Juornal of Laryngology and Otlogy. 2003 Vol 117,pp
973 975
13 Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,
Cermin Dunia Kedokteran

You might also like