Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
11.2013.166
Pembimbing :
dr. Benhard, Sp THT-KL
Kepaniteraan Stase Telinga HIdung dan Tenggorokan
Rumah Sakit Family Medical Centre
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana
Pendahuluan
Rhinitis adalah istilah medis untuk iritasi dan peradangan dari selaput lendir di dalam
hidung.. Dalam rhinitis, radang selaput lendir disebabkan oleh virus, bakteri, iritasi atau
alergi. Hasil peradangan dalam generasi dalam jumlah besar adalah lendir, umumnya
menghasilkan pilek, serta hidung tersumbat dan pasca-nasal drip.1
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut . Menurut
WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.2
Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 25% populasi
dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis alergi merupakan
kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai
konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup, bersama-sama dengan
komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis alergi dianggap
sebagai gangguan pernafasan utama.1 Tingkat keparahan rinitis alergi diklasifikasikan
berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis rinitis alergi
melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik khususnya
saluran nafas bawah.1
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :2
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,
bersantai,
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
sengatan lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.3,5,6
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja
langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang
berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf otonom, histamin menimbulkan gejala
bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan
gejala beringus encer dan edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca
pajanan allergen.5
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase
lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya
penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan ooleh eosinofil.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri
dari:7
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan
dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut
menjadi respon sekunder
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah
sistem
imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada
tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat
nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah,
kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. 4,8
Diagnosis Rhinitis Alergi
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas
ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar
merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu
ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi
faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih
5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung
tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan
gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu,
dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian
sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung
tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung
basah,berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak.
Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala
hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan
IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali
bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi
juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.9
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan Universitas Sumatera UtaraSET, selain alergen penyebab juga
derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan, uji
kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari
tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai
diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada
diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika
gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan
Penatalaksanaan
1.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab
2.
Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai
lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat
Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak
berhasil diatasi oleh obat lain
3.
Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
4.
Penggunaan Imunoterapi.
1.
2.
3.
Antihistamin-H1 oral
Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio
efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta
bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat
generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.4,7
Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik.
Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta
tidak mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.
2.
Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok
reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal
bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek
samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.
3.
Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid
oral/IM
(misalnya
deksametason,
hidrokortison,
metilprednisolon,
hiperreaktivitas
nasal.
Pemberian
jangka
pendek
mungkin
diperlukan.
Jika
Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya
belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal
kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat
keamanannya baik.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada
anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak
dijumpai efek samping.
6.
Dekongestan oral
Dekongestan intranasal
8.
Antikolinergik intranasal
tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis
alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.6
Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.
4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya
pada anak-anak.
5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat
asma bronkial.
Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis
pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda
alergi itu lebih bagus lagi.
Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara.
Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka
kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang.
Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk
membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan
kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen
masuk ke dalam rumah anda.
Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
-
Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke
tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
10
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah
pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.
Daftar Pustaka
1. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.
2. ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on
asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.
3. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi
kedua. Thieme. New York: 242-260.
4. Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed.
John Wiley & sons. Available from: URL http:// www.wiley.com. [Accessed 26
oktober 2014 ].
5. Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group.
6. World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma.J
allergy clinical immunol : S147-S276.
7. Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan
Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi.
8. Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika
9. Irawati N, 2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi, Dalam : Kumpulan
Makalah Simposium Current Opinion In Allergy andClinical Immunology, Divisi
Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM, Jakarta:55-65.
10. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI,.
12