You are on page 1of 13

Rhinitis Alergi

Disusun oleh :

Aminah binti Mohd Yasin

11.2013.166

Pembimbing :
dr. Benhard, Sp THT-KL
Kepaniteraan Stase Telinga HIdung dan Tenggorokan
Rumah Sakit Family Medical Centre
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana
Pendahuluan

Rhinitis adalah istilah medis untuk iritasi dan peradangan dari selaput lendir di dalam
hidung.. Dalam rhinitis, radang selaput lendir disebabkan oleh virus, bakteri, iritasi atau
alergi. Hasil peradangan dalam generasi dalam jumlah besar adalah lendir, umumnya
menghasilkan pilek, serta hidung tersumbat dan pasca-nasal drip.1
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut . Menurut
WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.2
Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai sekitar 10 25% populasi
dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir. Rinitis alergi merupakan
kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi 40% anak-anak. Sebagai
konsekuensinya, rinitis alergi berpengaruh pada kualitas hidup, bersama-sama dengan
komorbiditas beragam dan pertimbangan beban sosial-ekonomi, rinitis alergi dianggap
sebagai gangguan pernafasan utama.1 Tingkat keparahan rinitis alergi diklasifikasikan
berdasarkan pengaruh penyakit terhadap kualitas hidup seseorang. Diagnosis rinitis alergi
melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang cermat, lokal dan sistemik khususnya
saluran nafas bawah.1
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :2
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.


2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi
rinitis alergi. Kemungkinan berkembangnya alergi pada anak-anak adalah masing-masing
20% dan 47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi. 3 Penyebab rhinitis alergi
tersering adalah allergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada anak-anak
sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.
Penyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada apakah gejalanya musiman, perenial,
ataupun sporadik/episodic . Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan mungkin
mendapat rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman.4
Untuk rinitis alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora jamur.
Sedangkan rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua
spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus,
jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat (tikus ), kasur kapuk, selimut,
tumpukan baju dan buku buku. 1,4
Alergen inhalan selalu menjadi penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora jamur,
debu rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang sering. Alergi
makanan jarang menjadi penyebab yang penting.2

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu

rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.


Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,

telur, coklat, ikan dan udang


Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau

sengatan lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.3,5,6
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja
langsung pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang
berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui saraf otonom, histamin menimbulkan gejala
bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan
gejala beringus encer dan edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca
pajanan allergen.5
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase
lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya
penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan ooleh eosinofil.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri
dari:7
1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan
dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut
menjadi respon sekunder
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah

sistem

imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada
tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat

bersifat

sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.


Manifestasi Klinis
Gejala klinik rinitis alergi, yaitu :
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali
setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin
patologis. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda
hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung
hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic
salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung
bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak
mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga
termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba
eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan
limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara. Gejala lain yang tidak
khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan
4

nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah,
kehilangan nafsu makan dan sulit tidur. 4,8
Diagnosis Rhinitis Alergi
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas
ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar

(lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat

merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Perlu
ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi
faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis
alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih
5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung
tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan
gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain itu,
dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian
sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung
tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung
basah,berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak.
Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala
hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media.8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan
IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali
bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi
juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.9
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan Universitas Sumatera UtaraSET, selain alergen penyebab juga
derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui Untuk alergi makanan, uji
kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari
tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai
diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada
diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika
gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan
Penatalaksanaan
1.

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab

2.

Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai

lini pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat
Kortikosteroid dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak
berhasil diatasi oleh obat lain
3.

Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas

4.

Penggunaan Imunoterapi.

Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :


6

1.

Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.

2.

Tidak menimbulkan takifilaksis.

3.

Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian

pilihan terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.


4.

Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya

efek samping sistemik.


Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan
imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika,
penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan,
terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan
berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan
memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika
harus menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila
penyebabnya adalah alergen hirupan.9,10 Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan
keamanan obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan
andalan utama sehubungan dengan kronisitas penyakit.
1.

Antihistamin-H1 oral

Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas


anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi
generasi pertama dan kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin,
sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin.

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio
efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta
bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat
generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.4,7

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik.
Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta
tidak mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.
2.

Antihistamin-H1 lokal

Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok
reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal
bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek
samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.
3.

Kortikosteroid intranasal

Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,


mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat
ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif
terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat
setelah beberapa hari.10
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik
pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping
setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung
dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi
hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang
menonjol.
4.

Kortikosteroid oral/IM

Kortikosteroid

oral/IM

(misalnya

deksametason,

hidrokortison,

metilprednisolon,

prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi


dan

hiperreaktivitas

nasal.

Pemberian

jangka

pendek

mungkin

diperlukan.

Jika

memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian


kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik
mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis
alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat
intranasal dan inhalasi.10
5.

Kromon lokal (local chromones)


8

Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya
belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal
kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat
keamanannya baik.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada
anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak
dijumpai efek samping.
6.

Dekongestan oral

Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat


simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada
pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain
hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan
membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan
oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan
antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah.10
7.

Dekongestan intranasal

Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin)


juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat
ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi
kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama
seperti sediaan oral tetapi lebih ringan.
Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah
usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis
toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

8.

Antikolinergik intranasal

Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus


(rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan

tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis
alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.6
Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
3. Sinusitis paranasal.
4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya
pada anak-anak.
5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat
asma bronkial.

Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis
pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda
alergi itu lebih bagus lagi.
Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara.
Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka
kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang.
Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk
membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan
kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen
masuk ke dalam rumah anda.
Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
-

Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.

Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.

Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke
tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
10

Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.


Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama
saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.
Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos.
Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma,
rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela
paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih
dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi,
gejala alergi anda dapat memburuk.
Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan
dari waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan
gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk
Kesimpulan
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasienpasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan
allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi
mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang
serupa
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Late Phase Allergic Reaction
11

Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah
pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E.
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil,
basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan
vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas
hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.
Daftar Pustaka
1. Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.
2. ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on
asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.
3. Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi
kedua. Thieme. New York: 242-260.
4. Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed.
John Wiley & sons. Available from: URL http:// www.wiley.com. [Accessed 26
oktober 2014 ].
5. Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group.
6. World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma.J
allergy clinical immunol : S147-S276.
7. Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan
Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi.
8. Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika
9. Irawati N, 2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi, Dalam : Kumpulan
Makalah Simposium Current Opinion In Allergy andClinical Immunology, Divisi
Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM, Jakarta:55-65.
10. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI,.

12

You might also like