You are on page 1of 22

Table of Contents

BAB
I..........................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
2.1 KELAINAN AFEKTIF....................................................................................................3
2.2 DEPRESI..........................................................................................................................5
2.3 PATOFISIOLOGI DAN ETIOLOGI...............................................................................6
2.4 GEJALA KLINIS.............................................................................................................8
2.5 DIAGNOSIS ..................................................................................................................10
2.6 DIAGNOSIS BANDING...............................................................................................14
2.7 TATALAKSANA...........................................................................................................15
2.7.1 MEDIKAMENTOSA..............................................................................................15
BAB III...................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal
dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap
diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak
diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.1
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan
prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari
kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari
pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50
tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi
pada orang yang tidak menikah dan bercerai atau berpisah.
Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif
berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang
berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan
menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan
kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi
kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD
dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter,
ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis
lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.1
Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan belumlah
pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring dengan kemajuan
bidang psikofarmakologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KELAINAN AFEKTIF
Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek
(mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain bersifat sekunder. Afek
2

bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam mania) dan kedua episode ini bisa
timbul pada orang yang sama, karena itu dinamai psikosis manik-depresif. Penyakit
dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan
depresif keduanya ada disebut bipolar.
Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat
diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai contoh adalah
depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan
perasaan, atau nada perasaan hati seseorang, khususnya yang dihayati secara
batiniah.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
(handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.
Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III :
F30

Episode Manik
F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
F30.8 Mania dengan gejala psikotik
F30.9 Episode Manik YTT

F31

Gangguan Afektif Bipolar


F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
.30 Tanpa gejala somatik
.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, episode kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
3

F31.9 Gangguan afektif bipolar ytt


F32

Episode Depresif
F32.0 Episode depresif ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang
.10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT

F33

Gangguan Depresif Berulang


F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 Tanpa gejala somatik
.01 Dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
10 Tanpa gejala somatik
.11 Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 Gangguan depresif berulang YTT

F34

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap


F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnya
F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTT

F38

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya


F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya
.00 Episode afektif campuran
F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya
.10 Gangguan depresif singkat berulang
4

F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDT


F39

Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

2.2 DEPRESI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri.
Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka
pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang
mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap
stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3
Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih
simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau
ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IVTR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang
terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang
signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang
paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.2,4,5
2.3 PATOSIOLOGI dan ETIOLOGI
Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu diasumsikan oleh
banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan
gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan MDD,
tetapi penemuan terbaru menyatakan genetic, gambaran neurologis, dan biologi molekuler
sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada
modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.1,2,5
Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi

Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih
besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan onset umur dan
depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari mereka
di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan
biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar
yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada pembedahan
genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar
kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis
kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk
MDD.1
Neurobiologi
Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50 tahun
terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis ini
menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau
neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi
transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah
sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena
kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi
tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana
di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD.1,2,5

Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama dari
depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan pada
disregulasi tidur pada MDD. polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur
di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis yang paling kuat di depresi.
Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah
penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang
dilaporkan, sehingga menunjukkan peran pathoogenetic untuk gangguan tidur diMDD.1,5
6

Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1

Onset awal REM (Rapid Eye Movement)


Peningkatan tidur REM
Peningkatan lamanya REM
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
Gangguan pada slow wave activity (SWA)

Neuropsikologi
Kognitif dan Daya Ingat
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat, terutama
pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai tambahan, ada
beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan,
dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan pemantauan performa.1
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron
dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume
hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau
kronis atau trauma masa lalu.1

Lingkungan dan kejadian kehidupan


Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode depresi
pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti kekerasan pada anak,
kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk adalah stres yang paling umum yang
terjadi pada pasien depresi. Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma
dapat mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.1,2,5
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat hidup
dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat resiko
dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang rendah., tetapi kejadian

saat hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada
depresi.1
2.4 GEJALA KLINIK
Mood yang rendah.
Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang
rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan
orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh
orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti
ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.1
Minat.
Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan
salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan sebagai pembedanya,
dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat
seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah
dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,6
Tidur.
Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah
terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur
dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga
umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya
terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa
menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1
Tenaga.
Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk
memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan
dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti
kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari
kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya
yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.1
8

Rasa bersalah.
Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan
oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah menginterpretasikan
kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan
mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai
dan rasa bersalah yang muncul kembali.1
Konsentrasi.
Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering
dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan
permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis
sebagai dementia onset dini.1
Nafsu makan/berat badan.
Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan
kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri
untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa
ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi,
berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom
metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.1

Aktivitas psikomotor.
Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya
kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor
meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon
pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau
katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat,
sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).1,6
Bunuh diri.

Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan
semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang
dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering
kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah
pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri
adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain
gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang
mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.1
Gejala lain.
Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada depresi.
Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan,
dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal
mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering menyebabkan
berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna
didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi
sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1,6
Gejala pada orang tua
Gejala klinis depresi lanjut usia sedikit berbeda dengan usia yang lebih muda, sering
hanya gangguan emosi berupa apatis, penarikan diri dari aktivitas sosial, dan gangguan
kognitif seperti gangguan memori, gangguan konsentrasi serta fungsi kognitif yang
memburuk.

10

Perubahan Pikiran
Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengungat
informasi.
Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar.
Kurang percaya diri.
Merasa bersalah dan tidak mau dikritik.
Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi.
Adanya pikiran untuk bunuh diri.
Perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri.
Merasa bersalah, tak berdaya.
Tidak adanya perasaan.
Merasa sedih.
Sering menangis tanpa alas an yang jelas.
Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif.
Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.
Menghindari membuat keputusan.
Menunda pekerjaan rumah.
Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.
Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.
Pada pasien lanjut gangguan kognitif sering menyebabkan pseudodemensia (sindrom
demensia pada depresi) antara lain mengalami:
a. Defisit atensi dan kosentrasi yang bervariasi
b. Jarang memiliki gangguan bahasa
c. Jika tidak yakin, paling sering menjawab tidak tahu
11

d. Gangguan ingatan terbatas pada ingatan bebas

Gejala pada anak anak atau remaja

2.5 DIAGNOSIS
DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/
major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.1
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor
(Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang
sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari
waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang

12

signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat
disingkirkan.1,5
Episode depresi berdasarkan ICD-10 6
Kriteria Umum
1
2

Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu


Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk episode

hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu


Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik

Gejala Utama
1

Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir
sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan,

2
3

dan bertahan selama minimal 2 minggu


Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan
Penurunan energi atau kelelahan meningkat

Gejala Lainnya
1
2
3
4

Kehilangan percaya diri atau harga diri


Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat
Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri
Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti

5
6
7

keraguan atau kebimbangan


Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
Gangguan tidur
Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan yang
sesuai

Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 1,5


A Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan
perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat
1 Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan
laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar.
2
3

Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah


Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau
peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang

4
5

tidak naik
Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari
Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan
perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
13

6
7

Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari


Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi)

8
9

hampir setiap hari


Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan

yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.


B Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis
D Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau
kondisi medis umum (hipotiroid)
E Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat
kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak
penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang
memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari
episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan
terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan
kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1
Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6
Sub tipe

Spesifikasi DSM-IV-TR

Kunci

Depresi melankolis

Dengan gambaran melankolis

Mood

nonreaktif,

anhedonia,

kehilangan berat badan, rasa


bersalah, agitasi dan retardasi
psikomotorik,
memburuk

mood

pada

pagi

yang
hari,

terbangun di pagi buta


Depresi atipikal

Dengan gambaran atipikal

Mood reaktif, terlalu banyak


tidur,

makan

berlebihan,

paralisis yang dibuat, sensitive


pada penolakan interpersonal
Depresi psikotik (waham)

Dengan gambaran psikotik

Halusinasi atau waham

Depresi katatonik

Dengan gambaran katatonik

Katalepsi, katatonik, negativism,


14

mutisme, mannerism, echolalia,


echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
Depresi kronik

Gambaran kronis

2 tahun atau lebih dengan


kriteria MDD

Gangguan afektif musiman

Musiman

Onset yang seperti biasa dan


kambuh

pada

tertentu

saat

(biasanya

musim
musim

gugur/dingin)
Depresi postpartum

Postpartum

Onset depresi selama 4 minggu


postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi


tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya
berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab
individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat
keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang
menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat
keparahan.1,7
Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1
Keparahan

Kriteria DSM-IV-TR

Kriteria ICD-10

depresi
Ringan

Sedang

Mood depresi atau kehilangan

minat + 4 gejala depresi lainnya


Gangguan minor sosial/

pekerjaan
Mood depresi atau kehilangan
minat + 4 atau lebih gejala

Berat

depresi lainnya
Gangguan sosial/pekerjaan yang

bervariasi
Mood depresi atau kehilangan
minat + 4 atau lebih gejala

12 gejala tipikal
22 gejala inti lainnya

12 gejala tipikal
23 atau lebih gejala
inti lainnya

13 gejala tipikal
24 atau lebih gejala
15

depresi lainnya
Gangguan sosial atau pekerjaan

inti lainnya
Juga dapat dengan

yang berat atau ada gambaran

atau tanpa gejala

psikotik

psikotik

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ-III.


Pedoman diagnostik pada depresi dibagi menjadi :

Semua gejala utama depresi :


o

afek depresif

kehilangan minat dan kegembiraan

berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

Gejala lainnya:
o

konsentrasi dan perhatian berkurang

harga diri dan kepercayaan diri berkurang

gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

pandangan masa depan yang suram dan pesimis

gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

tidur terganggu

nafsu makan berkurang

Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika
gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.
Episode depresif ringan menurut PPDGJ III
(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas
16

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya


(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung
sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Episode depresif sedang menurut PPDGJ III
(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan
rumah tangga.

Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :
(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat
(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat
dibenarkan.
(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III :
Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No. 3 di atas (F.32.2) tersebut
di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.

17

Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau
alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Asesmen Depresi

Geriatric Depression Scale (GDS)

Terdiri dari 30 pertanyaan, biasanya dipergunakan untuk memisahkan apakah pasien tersebut
masuk ke dalam kelompok depresi. Alat ukur GDS ini memiliki sensitivitas 88,9% dan
spesifisitas 47,8%. Penilaian skala ini berdasarkan aspek kekhawatiran somatik, penurunan
afek, gangguan kognitif, berkurangnya orientasi terhadap masa yang akan datang, dan
kurangnya harga diri. Skala ini telah direkomendasikan agar dipergunakan dalam situasi
klinis oleh Institute of Medicine.

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1

Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)


Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan

dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan
dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam
menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1
Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1
Gejala

Bereavement

Episode depresi mayor

Waktu

Kurang dari 2 bulan

Lebih dari 2 bulan

Perasaan tidak berguna/tidak pantas Tidak ada

Ada

Ide bunuh diri

Tidak ada

Kebanyakan ada

Rasa bersalah, dll

Tidak ada

Mungkin ada

Perubahan psikomotor

Agitasi ringan

Melambat

Gangguan fungsi

Ringan

Sedang Berat

18

Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus yang

terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat
didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale
(HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan
pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya.
MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes,
penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1
3

Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala

depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu
pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara
fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh
obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat
dapat berlangsung selama beberapa bulan.1
Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan
gangguan mood yang dipengaruhi zat1

Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative

2.7 TATALAKSANA
2.7.1

MEDIKAMENTOSA
Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif
telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien.
19

Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan
farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk
depresi

tanpa

komplikasi.

Oleh karena

itu,

pengobatan

kombinasi

harus

dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau
tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi
-

Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine


Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN

OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine,

Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.


Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,7,9

Psikologi Terapi 2,4,7,9


-

Behaviour therapy
Interpersonal Therapy
Problem solving

20

BAB III
KESIMPULAN
Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan
depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kogintif serta
motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan
depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu
akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada
perempuan dan bersarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun.
Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis
karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter, dari sisi
psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya
depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung
berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan
ketakwaan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000.


p. 1-57.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13 septmber
2013]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13
September 2013]: Available from : http://www.All About Depression.com
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe
M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
5. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 189.
6. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience in
psychiatry. 2002. p. 8-12.
7. W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb. 9, 1998.
Cited on [15 September 2013]. p 1-31. Available from : http://www.mentalhealth.com
8. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on [13
September 2013]. p 1-6. Available from : http://www.mentalhealth.com
9. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon
general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [14 september 2013]: Available from :
http://www.Mental Health.com

You might also like