Professional Documents
Culture Documents
halal (Pasal 1320 Jo. 1337 KUHPerdata) yang menyatakan bahwa suatu
sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang,. Dengan
kata lain, jika hal tersebut bertentangan dengan UU, maka Perjanjian yang
bersangkutan menjadi Batal Demi Hukum (karena salah satu syarat sah
Perjanjian tidak terpenuhi).
pribadi dengan laba antara Rp 50 juta hingga Rp 250 juta setahun. Ada beberapa
yang perlu dikaji terkait PP 46 tahun 2013 ini, terutama aspek ability to pay yang
sebenarnya menjadi ruh dari pajak penghasilan karena lebih memperhatikan
keadilan dari pajak tidak langsung seperti PPN yang lebih memberatkan netralitas
pajak.
Kerugian dari usaha, tetap dikenakan tarif 1% dari omzet.
Seharusnya PP 46 tahun 2013 yang ditetapkan menjadi pajak final ini
didukung oleh Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur perkecualian yang
tidak dapat dijangkau oleh PP 46 ini. Misalnya kerugian yang diderita oleh UKM,
karena bersifat pajak final sehingga biaya usaha tidak dapat menjadi pengurang
penghasilan kena pajak padahal biaya usaha lebih besar daripada penghasilan
yang didapatkan.
Kerugian merupakan hal yang lazim dalam dunia usaha sehingga perlu aturan
khusus untuk memperlakukan pengusaha UKM yang mengalami kerugian.
Bentuk dari aturan khusus ini setidaknya membebaskan dari tarif 1% PP 46 tahun
2013 untuk pengusaha yang mengalami kerugian usaha (dengan syarat mampu
membuktikannya) ataupun bahkan mendapat kompensasi kerugian yang bisa di
kompensasikan untuk masa pajak berikutnya. Hal ini akan lebih dekat dengan
keadilan dan sesuai dengan asas equity yang disampaikan oleh Adam Smith.
Mengubah perilaku dunia usaha
PP 46 tahun 2013 akan mempunyai dampak yang tidak bisa dihindari,
karena setiap kebijakan akan mempunyai dampak positif maupun dampak negatif.
Kecenderungan negatif dari pengusaha akan menurunkan tarif atau menjaga
omzet untuk tidak lebih dari 4,8 M. Hal ini tentunya akan merugikan negara
karena akan menurunkan pendapat negara dari yang seharusnya diterima.
Pengusaha akan melakukan tax planning atas peraturan ini, bagaimana
bisa menghindari pajak (tax avoidance) untuk mendapatkan insentif tersebut.
Misalnya pengusaha akan menutup usaha pada bulan desember karena omzet
usahanya sudah mencapai 4,7 M tentunya perilaku ini merugikan konsumen dan
bahkan perekonomian. Dengan cara demikian pengusaha UKM akan
mendapatkan tarif pajak yang murah untuk memanfaatkan peraturan tersebut
2.
3.
5.
poin tentang pencabutan hak atas tanah. Dengan pencabutan hak atas tanah ini
pemerintah memiliki kesempatan untuk mencabut hak atas tanah secara
sewenang-wenang. Dengan peyempurnaan pasal ini diharaphan mampu
menghilangkan kewenangan pemerintah mengenai pencabutan akan tanag
secara paksa dan sepihak menurut kehendak pemerintah
2. Menurut Pasal 3 perpres no 36 tahun 2005, dalam pasal 3 ayat 2 tersebut
termuat Pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
b dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan benda-benda yang Ada Di
Atasnya. Namun ayat ini dihapus karena tidak sesuai dengan percabutan hak
tanah terhadap Hak kepemilikan tanah.
3. Cara pengadaan tanah yang diterapkan pada Perpres no 36 tahun 2005
memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk melakukan cabut paksa
terhadap tanah milik masyarakat yang akan dijadikan areal pembangunan
untuk kepentingan umum. Hal ini karena masih ada cara pengadaan tanah
dengan pencabutan hak atas tanah. Jika tidak dihasilkan keputusan dari proses
perundingan ganti rugi dalam rangka penyerahan hak atas tanah, maka
pencabutan hak atas tanah. Cara ini banyak mendapatkan kritik dari
masyarakat, karena dianggap tidak adil dan aspiratif. Karena itulah untuk
melindungi kepemilikan atas tanah adanaya perubahan
4. Perpres No. 36 Tahun 2005, belum adanya hal yang mengatur mengenai Badan
Pertanahan Nasional, dimana kita ketahui bahwa lebih mengetahui seluk beluk
pertanahan di daerah tersebut. Tetapi dengan disahkanya perpres yang baru,
yaitu Perpres No. 65 Tahun 2006 pada pasal 6 ayat 5 menyatakan bahwa
Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan
unsur Badan Pertanahan Nasional. dari pasal ini bahwa perpres yang sekarang
sudah adanya Badan Pertanahan Nasional yang nantinya pelaksanaannya akan
lebih efektif dan efisien
5. Seperti yang termuat dalam pasal 7c Perpres No. 36 Tahun 2005 yaitu tersurat
bahwa dalam pasal tersebut menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi
atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan. Sehingga seakan-akan
adanya suatu permainan politik yang dilakukan oleh pemerintah dalam urusan
ganti rugi akan penyerahan hak atas tanahnya. (adanya ketidakpastian jumlah
ganti rugi). Namun dengan direvisinya Perpres No. 36 tahun 2005 menjadi
Perpres No. 65 tahun 2006, sehingga adanay perubahan yaitu pasal 7c yang
menjelaskan bahwa, menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan
hal tertentu. Oleh karena itu Kebijakan publik dalam beberapa teori dapat
diartikan sebagai Seperangkat keputusan yang saling berhubungan yang diambil
oleh seorang atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan pemilihan tujuan
dan sarana pencapaiannya dalam suatu situasi khusus dimana keputusankeputusan itu seharusnya, secara prinsip, berada dalam kekuasaan para aktor
tersebut untuk pencapaiannya. Secara teoritis penyusunan suatu kebijakan publik
dimana keterlibatan proses pembuatan kebijakan publik hanya berjalan antara
pemerintah dan DPRD dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas tidak
akan menjamin efektivitas dari penerapan suatu kebijakan publik dan punya
kecenderungan tinggi untuk melanggar rasa keadilan masyarakat.
Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
provinsi adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan
urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah, menjaga
ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya kota Jakarta sebagai kota jasa, kota
perdagangan dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan
tenteram.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan DPRD Provinsi DKI Jakarta
seharusnya diarahkan pada peningkatan upaya untuk dapat menjamin tercapainya
ketertiban umum tanpa menggunakan pola atau melakukan perumusan yang
mempunyai kecenderungan tinggi untuk overkriminalisasi. Pola kebijakan yang
dirumuskan tanpa partisipasi masyarakat secara luas juga mempunyai
kecenderungan untuk melanggar peraturan perundang-undangan yang berada di
atas Perda seperti UU No 10 Tahun 2004.
Suatu kebijakan publik yang baik dan dirumuskan dalam bentuk peraturan
perundang undangan yang baik seharusnya memuat asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik seperti (a) kejelasan tujuan; (b) kelembagaan atau
organ pembentuk yang tepat; (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan; (d)
dapat dilaksanakan; (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan; (f) kejelasan rumusan;
dan (g) keterbukaan dan materi dari perumusan aturan tersebut harus berpijak
pada asas (a) pengayoman; (b) kemanusiaan; (c) kebangsaan; (d) kekeluargaan;
(e)kenusantaraan; (f) bhinneka tunggal ika; (g) keadilan; (h) kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan; (i) ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau (j)
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
provinsi adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan ketenteraman masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkomitmen untuk menyelenggarakan
urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakkan Peraturan Daerah, menjaga
ketenteraman dan ketertiban guna terwujudnya kota Jakarta sebagai kota jasa, kota
perdagangan dan kota pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan
tenteram.
Untuk itu Perda Tibum ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan
penting untuk memberikan motivasi dalam menumbuhkembangkan budaya
disiplin masyarakat guna mewujudkan tata kehidupan kota Jakarta yang lebih
tenteram, tertib, nyaman, bersih dan indah, yang dibangun berdasarkan partisipasi
aktif seluruh komponen masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur
substansi materi muatan sebagai berikut: (1) tertib jalan dan angkutan jalan; (2)
tertib jalur hijau, taman dan tempat umum; (3) tertib sungai, saluran, kolam dan
lepas pantai; (4) tertib lingkungan; (5) tertib tempat usaha dan usaha tertentu; (6)
tertib bangunan; (7) tertib sosial; (8) tertib kesehatan; (9) tertib tempat hiburan
dan keramaian; dan (10) tertib peran serta masyarakat.
Sebagaimana ketentuan lain, maka Perda Tibum juga mempunyai sanksi
pidana yang dibagi dalam dua jenis yaitu tindak pidana pelanggaran dan tindak
pidana kejahatan. Sanksi pidana ini diatur dalam Bab XIV yang terdiri dari 4
pasal. Secara umum variasi ancaman hukuman pidana untuk jenis tindak pidana
pelanggaran adalah pidana kurungan berada pada kerangka min 10 hari hingga
mencapai max 180 hari sementara pidana denda min Rp. 100.000 hingga
mencapai max Rp. 50.000.000.
Terdapat beberapa pihak terkait yang dapat menjadi rujukan dalam
perubahan kebijakan dalam memandang persoalan di seputar ketertiban umum
yaitu perumus dan pembuat kebijakan, yaitu pemerintah provinsi DKI Jakarta dan
DPRD DKI Jakarta, pelaksana kebijakan yang biasanya terdiri dari tiga pihak
yaitu Dinas Sosial, Dinas Tramtib, dan Satpol PP, dan yang paling terpenting
adalah objek dari kebijakan, yaitu masyarakat.
Pada tingkat perumus dan pembuat kebijakan diperlukan suatu strategi
kebijakan yang dapat mempengaruhi suatu proses perumusan dan pembuatan
kebijakan. Pilihan ini dapat diambil oleh masyarakat, karena jaminan terhadap
partisipasi masyarakat sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 53 UU No 10
tahun 2004 yang berbunyi Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang
dan rancangan peraturan daerah.
Para tingkat pelaksana kebijakan, perlu adanya suatu strategi pendekatan
untuk tidak hanya semata mata melakukan penegakkan hukum, akan tetapi
dapat ditekankan pada konsistensi penegakkan hukum sehingga tidak muncul
kesan adanya tindakan yang dikategorikan sebagai tindakan diskriminatif
Pada tingkat objek kebijakan, perlu dirumuskan adanya strategi agar
masyarakat dapat mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan namun di saat yang
sama masyarakat juga dapat tetap menjalankan mata pencaharian dan dorongan
untuk dapat berbuat dan berbagi terhadap kelompok masyarakat miskin di Jakarta
Terlepas dari persoalan tersebut, Peraturan Daerah No 8 Tahun 2007
tentang Ketertiban Umum (lebih dikenal dengan Perda Tibum), sejak awal sudah
menuai reaksi negatif dari masyarakat dan bahkan mengancam akan mengajukan
pengujian perda ke Mahkamah Agung. Reaksi penolakan yang juga diikuti dengan