Professional Documents
Culture Documents
PNEUMONIA
Oleh:
Fandaruzzahra Putri Perdani
Pembimbing:
dr. Hendri Wiyono, Sp.P
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat dan hidayahNya panulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pneumonia. Tujuan penulisan
referat ini adalah guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang-RSUD
Kanjuruhan Kepanjen Malang. Di samping itu mengingat pentingnya Pneumonia yang
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Ucapan terimakasih penulis
ucapkan kepada pembimbing kami dr. Hendri Wiyono, Sp.P atas bimbingan dalam penulisan
referat ini.
Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga referat ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya
tinggi. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak nafas, nafas dan nadi cepat, dahak
berwarna kehijauan, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan konsolidasi pada
bagian paru. Konsolidasi terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan mokroorganisme. Akibatnya,
fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa
ruanguntuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh
bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang
umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, KlebsiellaSp,
Pseudomonas sp, virus misalnya virus influenza. Pneumonia sebenarnya bukan peyakit
baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat
penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi
pneumonia dan influenzakembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di
negara itu.Pneumonia menyebabkan infeksi paru. Alveoli dipenuhi pus dan cairan
3
sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang sehingga penderita sesak nafas
dan batuk.
Selain mikroorganisme, faktor resiko lain yang meningkatkan terjadinya pneumonia
antara lain faktor usia, lingkungan seperti tempat tinggal padat penduduk, rumah sakit,
perokok, alkohol, individu yang mengalami gangguan reflek batuk, individu yang
mendapat terapi yang menggunakan alat pernafasan dan individu yang mempunyai
penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Zul Dahlan tahun 2009, penyakit saluran nafas menjadi penyebab kematian
tertinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien yang berobat didapatkan Pneumonia
komunitas dan pneumonia nosokomial. Dari data tersebut, Pneumonia akut sekitar 1520%. Kejadian Pneumonia Nosokomial di ICU hampir 25% dari semua kasus infeksi
yang ada dan 90% pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik (Ventilator
Associated Pneumonia).
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami:
1.
Definisi Pneumonia
2.
Epidemiologi Pneumonia
3.
Klasifikasi Pneumonia
4.
Pneumonia komuniti
5.
Pneumonia nosokomial
6.
Etiologi Pneumonia
7.
Patofisiologi Pneumonia
8.
9.
10.
Penatalaksanaan Pneumonia
11.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU
Paru-paru berjumlah sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan.
Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Di dalam
paru-paru ini terdapat kantong alveolus yang berjumlah 300 juta buah.
Alveolus ini berperan dalam pertukaran gas di dalam paru.Bagian luar paru-paru
dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas,
berlapis 2 dan berisi cairan.
Mekanisme Pertahanan Paru-paru
5
merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan
fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam
keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi
memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah.
Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran
napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat
merusak gerakan silia.
4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"
Bronkiolus dan alveolus mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :
Cairan yang melapisi alveolus :
a. Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SPB, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap
bakteri oleh makrofag.
b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.
IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P.
aeruginosa)
Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari
makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.
B. DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan inflamasi pada parenkim
paru yang disebabkan oleh selain mikroorganisme disebut dengan pneumonitis
(Soedarsono, dkk. 2005). Pneumonia dibedakan menjadi dua yaitu Pneumonia
Komunitas dan Pneumonia Nosokomial. Pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua
yaitu Pneumonia yang berkaitan dengan Rumah Sakit (Hospital Acquired Pneumonia)
dan Pneumonia yang berkaitan dengan pemakaian alat kesehatan seperti ventilator
(Ventilator Associated Pnemonia). Pneumonia Nosokomial merupakan Pneumonia yang
didapat setelah pasien rawat inap 48 jam di rumah sakit dan tidak dijumpai infeksi paru
saat pasien masuk rumah sakit (Fauci, et al. 2008).
C. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (Healt Care Associated Pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia nakterial/ tipikal
b. Pneumonia atipikal
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial
D. ETIOLOGI PNEUMONIA
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti lebih sering disebabkan oleh bakteri
Gram Positif, sedangkan pneumonia nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri
Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
Negatif.
1. Bakteri
Bakteri tipikal: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif: Klebsiela pneumonia, Legionella,
Haemophilus influenza.
Bakteri atipikal: Mycoplasma pneumoniae, Chlamidophila pneumoniae, Legionella
spp.
2. Virus
8
E.
PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh (host) dan mikroorganisme (agent), mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme
biasanya
masuk
secara
inhalasi
atau
aspirasi.
Umumnya
mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas
bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama.
9
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b
10
Alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c
Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorak
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris
tersering
disebabkan
oleh
Steptococcus
pneumoniae,
Pseudomonas
b. Laboratorium
Leukositosis (10.000-30.000/cmm)
Shift to the left
LED meningkat
c. Kultur dahak
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia adalah antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab
pneumonia dan pengobatan suportif. Berikut ini pengobatan antibiotik secara empiris:
Penisilin sensitif
Streptococcus
pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
12
Penisilin resisten
Streptococcus
pneumoniae (PRSP)
Pseudomonas
aeruginosa
Methicillin resistent
Staphylococcus aureus
(MRSA)
Hemophilus influenzae
Legionella
Mycoplasma
pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
H. KOMPLIKASI
1. Hemoptoe
2. Efusi Pleura
3. Empiema
4. Abses paru
5. Gagal nafas
6. Kor pulmonale akut
7. Syok septik
I. PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini
merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
1. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram
positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
13
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,
Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode
pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum:
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
2. Diagnosis
Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Keparahan penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :
Karakteristik penderita
Jumlah poin
14
Faktor demografi
Usia : Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun)
Umur (tahun) 10
+10
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan
+30
+20
+10
+10
+10
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik
Perubahan status mental
Pernapasan> 30 kali/menit
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
Suhu tubuh < 35 C atau > 40 C
Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium/Radiologi
Analisis gas darah arteri : PH 7,35
BUN > 30 mg/dl
Natrium < 130 mEq/liter
Glukosa > 250 mg/dL
PO, < 60 mmHg
Efusi pleura
+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
Resiko
Kelas resiko
Total skor
Perawatan
Rendah
I
II
III
IV
V
Tidak diprediksi
70
71-90
91-130
>130
Rawat jalan
Rawat jalan
Rawat
inap/Rawat jalan
Rawat inap
Rawat inap
Sedang
Berat
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria berikut:
Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
15
Atipik
Gradual
Kurang tinggi
Non produktif
Mukoid
Nyeri kepala, mialgia, sakit
tenggorokan, suara parau,
nyeri telinga
Sering
Flora normal atau spesifik
patchy atau normal
Leukost normal kadang
rendah
sering
Tipik
Akut
Tinggi, menggigil
Produktif
purulen
jarang
lebih jarang
kokus gram(+) atau (-)
konsolidsi lobar
lebih tinggi
jarang
17
Penatalaksanaan
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab
dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif
sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan
penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society
Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%,
19
kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko
kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun
1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.
J. PNEUMONIA NOSOKOMIAL
1) Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah
sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.
2) Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)
misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus
(MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman
anaerob dan virus jarang terjadi.
20
3) Patogenesis
4) Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis
pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
21
a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
-
o
Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38 C
1. sekret purulen
2. leukositosis
Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
22
5) Penatalaksanaan
23
24
Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada
pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004)
25
Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)
6) Prognosis
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia,
Acinetobacter spp. atau MRSA)
26
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan
perdarahan usus
27
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru- paru (alveoli).
Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara
mendadak. Gejala yang lain pada Pneumonia adalah demam, sesak napas, napasdan nadi
cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil rontgen
memperlihatkan konsolidasi pada bagian paru.
3.2 Saran
Dengan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah pemahaman
serta
28
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. (hal. 162-179)
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumonia, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited
2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Dimopoulos G, Matthaiou DK, Karageorgopoulos DE, Grammatikos AP, Athanassa Z,
Falagas ME (2008). "Short- versus long-course antibacterial therapy for communityacquired
pneumonia :
1841
Fauci, et al (editors). 2008. Harrisons Manual Of Medicine International Edition. 17th ed.
McGraw-Hill companies. United States of America.
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997. (hal. 598)
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007
Metlay JP, Kapoor WN, Fine MJ (November 1997). "Does this patient have communityacquired
pneumonia?
Diagnosing
pneumonia
by
history
and
physical
1440
patients
with
community-acquired
pneumonia". Archives
of
Internal
30