You are on page 1of 30

REFERAT

PNEUMONIA

Oleh:
Fandaruzzahra Putri Perdani

Pembimbing:
dr. Hendri Wiyono, Sp.P

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kanjuruhan Malang


Sub Bagian Paru dan Pernafasan
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat dan hidayahNya panulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Pneumonia. Tujuan penulisan
referat ini adalah guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang-RSUD
Kanjuruhan Kepanjen Malang. Di samping itu mengingat pentingnya Pneumonia yang
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Ucapan terimakasih penulis
ucapkan kepada pembimbing kami dr. Hendri Wiyono, Sp.P atas bimbingan dalam penulisan
referat ini.
Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kritik dan saran
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat ini. Semoga referat ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Malang, 08 Januari 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya
tinggi. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak nafas, nafas dan nadi cepat, dahak
berwarna kehijauan, serta gambaran hasil rontgen memperlihatkan konsolidasi pada
bagian paru. Konsolidasi terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan mokroorganisme. Akibatnya,
fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa
ruanguntuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh
bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ). Bakteri yang
umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus, KlebsiellaSp,
Pseudomonas sp, virus misalnya virus influenza. Pneumonia sebenarnya bukan peyakit
baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia
menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat
penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi
pneumonia dan influenzakembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ketujuh di
negara itu.Pneumonia menyebabkan infeksi paru. Alveoli dipenuhi pus dan cairan
3

sehingga kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang sehingga penderita sesak nafas
dan batuk.
Selain mikroorganisme, faktor resiko lain yang meningkatkan terjadinya pneumonia
antara lain faktor usia, lingkungan seperti tempat tinggal padat penduduk, rumah sakit,
perokok, alkohol, individu yang mengalami gangguan reflek batuk, individu yang
mendapat terapi yang menggunakan alat pernafasan dan individu yang mempunyai
penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Zul Dahlan tahun 2009, penyakit saluran nafas menjadi penyebab kematian
tertinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien yang berobat didapatkan Pneumonia
komunitas dan pneumonia nosokomial. Dari data tersebut, Pneumonia akut sekitar 1520%. Kejadian Pneumonia Nosokomial di ICU hampir 25% dari semua kasus infeksi
yang ada dan 90% pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik (Ventilator
Associated Pneumonia).
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami:
1.

Definisi Pneumonia

2.

Epidemiologi Pneumonia

3.

Klasifikasi Pneumonia

4.

Pneumonia komuniti

5.

Pneumonia nosokomial

6.

Etiologi Pneumonia

7.

Patofisiologi Pneumonia

8.

Manifestasi klinis Pneumonia

9.

Penegakan Diagnosa Pneumonia

10.

Penatalaksanaan Pneumonia

11.

Komplikasi dan prognosis Pneumonia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

Gambar Anatomi Paru-Paru

Paru-paru berjumlah sepasang terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan.
Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru-paru kiri memiliki 2 lobus. Di dalam
paru-paru ini terdapat kantong alveolus yang berjumlah 300 juta buah.
Alveolus ini berperan dalam pertukaran gas di dalam paru.Bagian luar paru-paru
dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas,
berlapis 2 dan berisi cairan.
Mekanisme Pertahanan Paru-paru
5

1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, yaitu:


Reepitelisasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"
Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
Komponen mikroba setempat
Sistem transpor mukosilier
Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) memiliki mekanisme pertahanan
melalui barier anatomi terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan
mukus mendorong mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan.
Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa
nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret yang telah
terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi
nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".
2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", yaitu:
Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru
(saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari total
protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi infeksi
saluran napas atas yang berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada
saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram
negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai
kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan
saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasilitas terjadinya
infeksi saluran napas bawah.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotis
Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik,
humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis
6

merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan
fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam
keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi
memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah.
Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran
napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat
merusak gerakan silia.
4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"
Bronkiolus dan alveolus mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :
Cairan yang melapisi alveolus :
a. Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SPB, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap
bakteri oleh makrofag.
b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.
IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama
Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P.
aeruginosa)
Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari
makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.
B. DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah inflamasi atau peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Sedangkan inflamasi pada parenkim
paru yang disebabkan oleh selain mikroorganisme disebut dengan pneumonitis
(Soedarsono, dkk. 2005). Pneumonia dibedakan menjadi dua yaitu Pneumonia
Komunitas dan Pneumonia Nosokomial. Pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua
yaitu Pneumonia yang berkaitan dengan Rumah Sakit (Hospital Acquired Pneumonia)
dan Pneumonia yang berkaitan dengan pemakaian alat kesehatan seperti ventilator
(Ventilator Associated Pnemonia). Pneumonia Nosokomial merupakan Pneumonia yang

didapat setelah pasien rawat inap 48 jam di rumah sakit dan tidak dijumpai infeksi paru
saat pasien masuk rumah sakit (Fauci, et al. 2008).
C. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (Healt Care Associated Pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia nakterial/ tipikal
b. Pneumonia atipikal
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial
D. ETIOLOGI PNEUMONIA
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti lebih sering disebabkan oleh bakteri
Gram Positif, sedangkan pneumonia nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri
Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram
Negatif.
1. Bakteri
Bakteri tipikal: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif: Klebsiela pneumonia, Legionella,
Haemophilus influenza.
Bakteri atipikal: Mycoplasma pneumoniae, Chlamidophila pneumoniae, Legionella
spp.
2. Virus
8

Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),


Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
3. Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.
4. Parasit
Toxoplasmagondii,Strongioides stercoralis dan Ascariasis

E.

PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini
disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh (host) dan mikroorganisme (agent), mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveolus dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah
dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang
tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme

biasanya

masuk

secara

inhalasi

atau

aspirasi.

Umumnya

mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas
bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama.
9

Patogenesa dan manifestasi klinis Pneumonia

Mikroorganisme di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat


stadium, yaitu:
a

Stadium I Hiperemia (4 12 jam pertama/ kongesti)


Respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b

Stadium II Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

10

Alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c

Stadium III Hepatisasi kelabu (3 8 hari)


Sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.

Stadium IV Resolusi (7 11 hari)


Respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

F. PENEGAKAN DIAGNOSA PNEUMONIA


Anamnesa:
1. Suhu tubuh meningkat >40oC
2. Menggigil
3. Batuk dengan dahak purulen dapat disertai darah
4. Nyeri dada
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1. Inspeksi :
Sisi yang sakit tertinggal
2. Palpasi :
Pada sisi yang sakit, gerakan dinding dada tertinggal
Vokal fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
11

Pada sisi yang sakit redup


4. Auskultasi :
a. Suara nafas bronkovesikuler hingga bronkhial
b. Suara tambahan ronkhi basah halus atau ronkhi basah kasar pada stadium resolusi
c. Suara tambahan egophoni, bronkhophoni, tes bisik (+)

Foto Rontgen Thorak Penderita Pneumonia

Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Thorak
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris

tersering

disebabkan

oleh

Steptococcus

pneumoniae,

Pseudomonas

aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia


sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b. Laboratorium
Leukositosis (10.000-30.000/cmm)
Shift to the left
LED meningkat
c. Kultur dahak
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia adalah antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab
pneumonia dan pengobatan suportif. Berikut ini pengobatan antibiotik secara empiris:
Penisilin sensitif
Streptococcus
pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
12

Penisilin resisten
Streptococcus
pneumoniae (PRSP)
Pseudomonas
aeruginosa

Methicillin resistent
Staphylococcus aureus
(MRSA)
Hemophilus influenzae

Legionella
Mycoplasma
pneumoniae
Chlamydia pneumoniae

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)


Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon

H. KOMPLIKASI

1. Hemoptoe
2. Efusi Pleura
3. Empiema
4. Abses paru
5. Gagal nafas
6. Kor pulmonale akut
7. Syok septik
I. PNEUMONIA KOMUNITI

Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini
merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
1. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram
positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
13

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,
Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode
pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum:
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
2. Diagnosis
Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
Batuk-batuk bertambah
Perubahan karakteristik dahak / purulen
Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Keparahan penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Tabel Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Karakteristik penderita

Jumlah poin
14

Faktor demografi
Usia : Laki-laki
Perempuan

Umur (tahun)
Umur (tahun) 10
+10

Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan

+30
+20
+10
+10
+10

Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal
Pemeriksaan fisik
Perubahan status mental
Pernapasan> 30 kali/menit
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
Suhu tubuh < 35 C atau > 40 C
Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium/Radiologi
Analisis gas darah arteri : PH 7,35
BUN > 30 mg/dl
Natrium < 130 mEq/liter
Glukosa > 250 mg/dL
PO, < 60 mmHg
Efusi pleura

+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10

Resiko

Kelas resiko

Total skor

Perawatan

Rendah

I
II
III
IV
V

Tidak diprediksi
70
71-90
91-130
>130

Rawat jalan
Rawat jalan
Rawat
inap/Rawat jalan
Rawat inap
Rawat inap

Sedang
Berat

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria berikut:
Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
15

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus


Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor:
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria dibawah ini.
o Frekuensi napas > 30/menit
o Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
o Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
o Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
o Tekanan sistolik < 90 mmHg
o Tekanan diastolik < 60 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang
mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik
dan membutuhkan vasopressor >4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu
(Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan
tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan
indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
J. PNEUMONIA ATIPIK
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai
bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti,
virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
16

Diagnosis pneumonia atipik


a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu
Demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala
klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik.
b. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi.
c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial.
d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak atau
darah tidak ditemukan bakteri.
e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.
Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah
Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Uji serologi
Cold agglutinin
Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M.pneumoniae
Micro immunofluorescence (MIF). Standard serologi untuk C.pneumoniae
Antigen dari urin untuk Legionella
Tabel perbedaan pneumonia atipik dan pneumonia tipik

Tanda Dan Gejala


Onset
Suhu
Batuk
Dahak
Gejala lain

Gejala di luar paru


Pewarnaan Gram
Radiologis
Laboratorium
Gangguan fungsi
hati

Atipik
Gradual
Kurang tinggi
Non produktif
Mukoid
Nyeri kepala, mialgia, sakit
tenggorokan, suara parau,
nyeri telinga
Sering
Flora normal atau spesifik
patchy atau normal
Leukost normal kadang
rendah
sering

Tipik
Akut
Tinggi, menggigil
Produktif
purulen
jarang

lebih jarang
kokus gram(+) atau (-)
konsolidsi lobar
lebih tinggi
jarang

17

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:


a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

Pengobatan suportif / simptomatik

Pemberian terapi oksigen

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif


18

Pengobatan suportif / simptomatik


- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat
simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Pengobatan pneumonia atipik


Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik.
Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae,
C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin
4

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab
dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif
sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan
penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society
Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%,
19

kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko
kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS
Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun
1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.
J. PNEUMONIA NOSOKOMIAL

1) Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah
sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.
2) Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)
misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus
(MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman
anaerob dan virus jarang terjadi.

20

3) Patogenesis

4) Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis
pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
21

a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit
b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
-

Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

o
Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38 C
1. sekret purulen
2. leukositosis

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS:


1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O > 35 % untuk
2
mempertahankan saturasi O > 90 %
2
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :

Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)

Memerlukan vasopresor > 4 jam

Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam

Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis

22

5) Penatalaksanaan

23

Skema terapi empirik pada HAP dan VAP

Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :


1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu
mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab,
perhitungkan pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi
emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan respons
klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur
yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila
respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data
mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik telah
memberikan hasil yang memuaskan.
Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa faktor risiko patogen
MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)

24

Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada
pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004)

25

Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)

6) Prognosis
Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia,
Acinetobacter spp. atau MRSA)
26

11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan
perdarahan usus

27

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru- paru (alveoli).
Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara
mendadak. Gejala yang lain pada Pneumonia adalah demam, sesak napas, napasdan nadi
cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil rontgen
memperlihatkan konsolidasi pada bagian paru.

3.2 Saran
Dengan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat menambah pemahaman

serta

mengembangkan referensi tentang penyakit pneumonia guna mendiagnosa secara cepat,


tepat, sedini mungkin, dan memberikan terapi yang sesuai.

28

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. (hal. 162-179)
Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumonia, Tension and Traumatic. Updated: 2010 May 27; cited
2011 January 10. Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
Dimopoulos G, Matthaiou DK, Karageorgopoulos DE, Grammatikos AP, Athanassa Z,
Falagas ME (2008). "Short- versus long-course antibacterial therapy for communityacquired

pneumonia :

meta-analysis". Drugs 68 (13):

1841

54. doi:10.2165/00003495-200868130-00004. PMID 18729535.

Fauci, et al (editors). 2008. Harrisons Manual Of Medicine International Edition. 17th ed.
McGraw-Hill companies. United States of America.

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC;
1997. (hal. 598)
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007
Metlay JP, Kapoor WN, Fine MJ (November 1997). "Does this patient have communityacquired

pneumonia?

Diagnosing

pneumonia

by

history

and

physical

examination". JAMA 278 (17):

1440

5.doi:10.1001/jama.278.17.1440. PMID 9356004.


Metlay JP, Schulz R, Li YH, et al. (July 1997). "Influence of age on symptoms at presentation
in

patients

with

community-acquired

pneumonia". Archives

of

Internal

Medicine 157 (13): 14539.doi:10.1001/archinte.157.13.1453. PMID 9224224.


Niederman MS, Mandell LA, Anzueto A, et al. (June 2001). "Guidelines for the management
of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
29

antimicrobial therapy, and prevention". American Journal of Respiratory and Critical


Care Medicine 163 (7): 173054. PMID 11401897.
Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumonia (Collapsed Lung). Cited : 2011
January 10. Available from : http://www.medicinenet.com/Pneumonia/article.htm
Soedarsono, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru.ed III.
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga:2005 (hal. 15)
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
(hal. 1063)
Syrjl H, Broas M, Suramo I, Ojala A, Lhde S (August 1998). "High-resolution computed
tomography for the diagnosis of community-acquired pneumonia". Clinical Infectious
Diseases 27 (2): 35863. doi:10.1086/514675. PMID 9709887.
Vardakas KZ, Siempos II, Grammatikos A, Athanassa Z, Korbila IP, Falagas ME (December
2008). "Respiratory fluoroquinolones for the treatment of community-acquired
pneumonia: a meta-analysis of randomized controlled trials". CMAJ 179 (12): 1269
77. doi:10.1503/cmaj.080358. PMC 2585120. PMID 19047608.

30

You might also like