Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
EPULIS GRANULOMATOSA PADA LIDAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ilmu Kedokteran Klinik
di RSUD Blambangan Banyuwangi
Oleh:
Aminatus Sakdiyah
091611101014
Ardian Pradana
101611101064
101611101065
101611101067
101611101090
101611101091
Pembimbing:
drg. M. Ilyas Erdiansyah
ILMU KEDOKTERAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN
Kesehatan rongga mulut sangat penting dalam menilai kualitas hidup setiap
individu. Satu lesi oral yang terdapat di dalam rongga mulut dapat menyebabkan rasa
tidak nyaman atau rasa sakit yang dapat mengganggu fungsi rongga mulut dalam
mastikasi, berbicara, menelan, maupun merasakan makanan. Sejumlah penyebab
perubahan pada mukosa rongga mulut adalah infeksi bakteri, virus, jamur, parasit,
agen infeksi lain. Agen fisik dan termal juga dapat mempengaruhi keadaan rongga
mulut. Penyakit sistemik, perubahan sistem imun individu, dan trauma bisa menjadi
penyebab adanya kerusakan rongga mulut. Hal yang tidak kalah penting adalah
keadaan gigi individu, yaitu kebersihan gigi dan mulut (Cebeci et al., 2009).
Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Agama
Suku Bangsa
Alamat
No. RM
: An. IN
: 13 thn
: Perempuan
: Islam
: WNI
: Krajan 2/1 Bengkak Wongsorejo, Banyuwangi
: 131538
2.2. Anamnesa
Keluhan utama
Benjolan pada lidah sebelah kiri terasa tidak nyaman
Riwayat penyakit
Pasien datang ke bagian Poli Gigi RSUD Blambangan mengeluhkan benjolan pada
lidah sebelak kiri. Pasien mengeluhkan tidak nyaman saat makan. Pasien mulai
menyadari benjolan ini kurang lebih sejak 4 tahun yang lalu. Awalnya benjolan ini
kecil, tapi kemudian terasa agak membesar tapi dalam waktu yang lama dan tidak
cepat. Tidak ada rasa sakit sama sekali pada benjolan tersebut. Lidah masih dapat
merasakan semua cita rasa dan dapat bergerak normal. Pasien tidak pernah mengobati
benjolan tersebut sebelumnya. Sebelumnya pasien tidak pernah melakukan perawatan
gigi dan mulut. Pasien tidak dicurigai memiliki riwayat penyakit sistemik atau alergi.
Orang tua pasien tidak pernah memiliki benjolan seperti pasien.
2.3. Pemeriksaan
2.3.1. Pemeriksaan Fisik
Kondisi fisik : Baik
Vital Sign :
-
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
: 120/80 mmHg
: 88x/menit
: 20x/menit
Gambar 1.1 Gambaran intra oral benjolan pada lidah sisi kiri
2.3.3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin Lengkap
pH
Berat Jenis
Albumin
Reduksi Sewaktu / Nuchler / PP
Urobilin
Bilirubin
Sediment leukosit / eritrosit / epithil / kristal
b. Faal Hati
SGOT
: 23,2 unit
SGPT
: 37,4 unit
c. Kadar Gula
Glukosa acak
: 119 mg%
: 7,0
: 1.020
::-/-/::: 1 2 LPB / 1 2 LPB / 1+ LPK / -
d. Hematologi
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan benjolan pada lidah
yang dirasakan sejak 4 tahun yang lalu, membesar tetapi tidak cepat, tidak pernah
terasa sakit. Pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat penonjolan pada tepi lidah kiri
berwarna merah keunguan, bentuk oval, konsistensi kenyal, fluktuasi negatif, dan
nyeri tekan negatif.
2.5.
2.6.
Diagnosa
Diagnosa kasus tersebut adalah epulis granulomatosa.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah ekstirpasi.
yang baru. Sel-sel inilah yang bisa membedakan rasa manis asam, pahit, dan asin
(Evelyn 2009).
hanya berjumlah 10 sampai 14 sel pada tiap taste buds; 3) Sel basal letaknya di
perifer dekat lamina basal, dianggap sebagai sel induk (stem) sel jenis lainnya.
Pergantian sel di dalam taste buds berlangsung relatif cepat, masa hidup pada
umumnya 10 hari, dan sel sustentakular mungkin merupakan suatu tahap perantara
dalam perkembangan diferensiasi sel sensorik. Rangsang kimiawi sampai pada sel
sensoris dan diteruskan oleh neurotransmiter ke ujung akhir saraf yang berbentuk
putik dan terletak diantara sel-sel. Akhir akhir ini telah dapat diperlihatkan bahwa
satu kuncup kecap (satu papilla) dapat merasakan keempat macam rasa dasar;
tentunya tak ada perbedaan struktural yang ditemukan untuk menjelaskan perbedaan
dalam rasa dasar tersebut. Saraf dari taste buds yang letaknya pada dua pertiga bagian
depan lidah berjalan di dalam chorda thympani, cabang saraf fasialis; sedangkan dari
taste buds pada sepertiga bagian belakang lidah berjalan dalam saraf glosofaringues
yang membawa rasa kecap dari epiglotis dan faring bawah berjalan dalam saraf vagus
(C.Roland 1996).
Vaskularisasi lidah berasal dari arteri carotis interna, arteri ini bercabang
menjadi arteri sublingualis yang akan memberi vaskularisasi pada musculus
mylohyoid, glandula sublingualis, dan mukosa membran mulut menuju vena jugularis
interna. Terdapat tiga vena yang menjadi percabangan dari nervus hypoglossi yaitu
vena lingualis profundus, vena lingualis dorsalis dan vena comitantens. Vena lingualis
inilah yang mendampingi arteri lingualis menuju vena lingualis intern (Irianto 2012).
Tergantung lokasinya pada lidah, taste buds dapat disarafi oleh akson sensoris
oleh nervus kranialis fasialis (N.VII), glossofaringeus (N.IX), atau vagus (N.X).
Pensarafan sensoris umum lidah, anterior dari sulkus terminalis melalui cabang
lingual dari mandibularis (N.V), sementara sensasi gustatoris daerah ini, kecuali
untuk papilla sirkumvalata, adalah melalui cabang chorda thympani dari nervus
fasialis (N.VII), yang menyertai nervus lingualis. Taste buds pada papilla
sirkumvalata dan bagian faringeal lidah disarafi cabang lingual dari nervus
glossopharingeus (N.XI). Taste buds pada epiglottis dan bagian paling posterior lidah
disarafi oleh cabang laringeal superior dari nervus vagus (N.X) (Don W 2002, Evelyn
2009).
2.1.2. Fisiologi Lidah
Terdapat 4 tipe rasa dasar pada lidah yaitu asam, asin, manis, dan pahit. Seluruh
rasa ini dapat dirasakan oleh seluruh permukaan lidah. Rasa manis dan rasa asin
dirasakan pada ujung lidah, asam pada samping lidah dan pahit pada daerah sekitar
papilla sirkumvalata. Keempat rasa ini dikenal dengan istilah sensasi rasa primer
(Don W 2002). Selain itu, ada rasa kelima yang telah teridentifikasi yakni umami
yang dominan ditemukan pada glutamat (Marya, 2002).
a. Rasa Manis
Gula atau pemanis buatan tidak langsung masuk sel rasa, tetapi memicu dulu
perubahan di dalam sel. Senyawa tersebut akan terikat reseptor pada permukaan sel
rasa yang digandeng dengan molekul G-protein. Dinamakan G-protein karena untuk
aktivitasnya protein ini diatur oleh Guanin Trifosfat (Irianto 2012). Beberapa jenis zat
10
kimia yang menyebabkan rasa ini meliputi gula, glikol, alkohol, aldehida, keton,
amida, ester, asam amino, asam sulfonat, asam halogen, dan garam anorganik dari
timah hitam dan berilium. Hampir semua zat yang menyebabkan rasa manis
merupakan zat kimia organik, satu-satunya zat anorganik yang menimbulkan rasa
manis merupakan garam-garam tertentu dari timah hitam dan berillium (Guyton
2009).
b. Rasa Asam
Ion hidrogen dalam larutan dapat menyebabkan sensasi rasa asam. Ion ini
bereaksi terhadap sel rasa dalam tiga cara yaitu, dapat masuk ke dalam sel secara
langsung, memblokir kanal ion kalium pada mikrovili, dan mengikat kanal bukaan di
mikrovili, sehingga ion-ion positif dapat masuk dalam sel rasa. Muatan positif ini
akan berakumulasi dan mendorong terjadinya depolarisasi yang dapat melepaskan
neurotransmiter dan menyalurkan sinyal ke otak (Irianto 2012).
c. Rasa Asin
Garam dapur atau Natrium Klorida (NaCl) adalah satu contoh dari garam yang
dapat menimbulkan sensasi rasa asin. Ion natrium masuk melalui kanal ion pada
mikrovili bagian apikal, atau lewat kanal pada basolateral (sisi) sel rasa, hal inilah
yang akan membangunkan sel rasa tersebut (Irianto 2012). Kualitas rasa asin sedikit
berbeda dari satu garam dengan garam lainnya karena beberapa jenis garam juga
mengeluarkan rasa lain di samping rasa asin (Guyton 2009).
d. Rasa Pahit
Seperti rasa manis, rasa pahit tidak disebabkan suatu jenis agen kimia.
Pembagian kelas zat yang sering menyebabkan rasa pahit adalah zat organik rantai
panjang yang berisi nitrogen dan alkaloid yang terdiri dari banyak obat yang
digunakan dalam kedokteran seperti kuinin, kafein, strikmin, dan nikotin (Irianto
2012), misalnya kuinin, zat ini bereaksi melalui G-protein bersama reseptor dan
second messenger. Namun, hanya second messenger yang mampu mendorong
11
pelepasan ion kalsium dari retikulum endoplasma. Depolarisasi pun terjadi akibat
terakumulasinya ion kalsium, dan terjadi juga pelepasan neurotransmiter (Guyton
2009).
e. Rasa Umami
Umami berasal dari bahasa Jepang yang berarti Meaty atau Savory (enak,
sedap, lezat). Rasa umani ditimbulkan oleh glutamat, yaitu asam amino yang banyak
terdapat pada protein daging dan ikan. Zat ini bereaksi melalui G-protein bersama
reseptor atau second messenger. Namun, belum diketahui tahapan antara second
messenger dan pelepasan neurotransmiter (Irianto 2012).
12
sekunder. Epitel yang meliputi papila sebagian mengalami pertandukan yang cukup
keras sifat nya (C.Roland 1996).
b. Papilla fungifornis
Letaknya tersebar di antara deretan papilla filiformis, dan jumlahnya makin
banyak ke arah ujung lidah, bentuknya seperti jamur dengan tangkai pendek, dan
bagian atas yang lebih lebar. Jaringan ikat di tengah-tengah papilla membentuk
papilla sekunder sedangkan epitel di atasnya tipis sehingga pleksus pembuluh darah
di dalam lamina propria menyebabkannya berwarna merah atau merah muda. Taste
buds terdapat di dalam epitel (C.Roland 1996). Papila ini diinervasi oleh nervus facial
(N.VII) (Jacob 2010). Sebuah penelitian di China mengungkapkan bahwa adanya
hubungan antara kepadatan papilla fungiform dengan pemeriksaan rasa manis
menggunakan larutan sukrosa pada pria dewasa muda. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa anatomi papilla sangat erat hubungannya dengan ambang sensitivitas rasa
khususnya pada papilla fungiformis (Zhang Gen-H et al. 2008).
c. Papilla sirkumvalata
Pada manusia jumlahnya hanya 10 sampai 14, dan letaknya di sepajang sulkus
terminalis. Papilla ini sensitif terhadap rasa asam dan pahit di 1/3 posterior lidah yang
diinervasi oleh nervus glossopharyngeal (IX) (Jacob 2010). Tiap papilla menonjol
sedikit di atas permukaan dan dibatasi oleh suatu parit melingkar banyak taste buds
pada epitel dinding lateralnya. Saluran keluar kelenjar serosa (kelejar ebner)
bermuara pada dasar alur itu. Kelenjarnya sendiri terletak pada lapisan yang lebih
dalam. Sekret serosa cair kelenjar tersebur membersihkan parit dari sisa bahan
makanan, sehingga memungkinkan penerimaan rangsang kecap baru oleh taste buds
(C.Roland 1996).
d. Pipilla foliata
13
14
Faktor penyebab lesi ini yaitu trauma dan iritasi kronik yang terkadang sulit
diidentifikasi, namun kenyataannya iritan seperti kalkulus, tambalan yang
overhanging, dan material makanan yang lokasinya dekat dengan margin gingival
harus dihilangkan sebelum lesi ini dieksisi (Greenberg, 2003).
Epulis dapat dibedakan berdasarkan etiologi terjadinya antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Epulis Kongenital
Epulis Fibromatosa
Epulis Granulomatosa
Epulis Fissuratum
Epulis Gravidarum
Epulis Angiomatosa
Epulis Gigantoselulare
15
3. Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa adalah tumor jinak berupa hiperplasia jaringan. Faktor
penyebab lesi ini yaitu trauma dan iritasi kronik yang terkadang sulit diidentifikasi.
Daerah trauma akan terisi oleh gumpalan darah yang berisi sel-sel pertahanan,
neutrofil, dan makrofag yang berfungsi untuk fagositosis. Fungsi makrofag untuk
menghilangkan debris nekrotik dan akumulasi eksudat. Jika terjadi trauma terus
menerus, tahap awal proses penyembuhan akan terhambat. Komponen seluler yang
terdiri sel inflamasi akan berubah menjadi jaringan hiperplastik dan berlanjut menjadi
jaringan granulasi. Epulis jenis ini berupa benjolan massa irregular, warna
kemerahan/kebiruan, bertangkai, konsistensi lunak atau lembek sehingga mudah
berdarah. Epulis ini memiliki differential diagnosis dengan tanda klinis yang mirip
dengan granuloma pyogenik.
4. Epulis Fissuratum
Epulis ini tampak sebagai lipatan jaringan fibrous satu atau lebih pada
vestibulum yang tidak disertai tanda keradangan, tidak menimbulkan rasa sakit
kecuali bila terjadi infeksi sekunder, fibrous hyperplasia, proliferasi epitel atau ulkus.
Iritasi kronis yang diakibatkan oleh pemakaian gigi tiruan yang tidak adekuat dalam
jangka waktu yang lama dalam hal ini akibat basis/sayap protesa. Epulis fissuratum
merupakan lesi reaktif hiperplastik yang konsistensinya kenyal. Penampakan
histologis dapat bervariasi dan frekuensinya kebanyakan tampaknya fibrous
hyperplasia. Apabila terdapat reaksi radang maka akan muncul sel fibroblas dan
proliferasi pembuluh darah. Mukosa glandula selalu muncul pada specimen dan akan
menimbulkan sialadenitis kronis. Kadang glandula akan memiliki hubungan dengan
lymphoid hyperplasia dan papillary ductal hyperplasia. Epithelium yang atropi atau
hiperplastik dan kadang memunculkan pseudoepitheliomatous hyperplasia. Ulserasi
dapat muncul pada dasar lipatan. Metaplasia kondroid atau tulang dapat berkembang
seiring munculnya benjolan.
16
17
karena
karena
pertumbuhan cepat, berbatas jelas, konsistensi lunak seperti spons, merah cerah dan
mudah berdarah. Epulis angiomatosa seringkali di differential diagnosis dengan
epulis granulomatosa dan epulis gravidarum.
7. Epulis Gigantoselulare (Peripheral Giant Cell Granuloma)
Epulis gigantoselulare terjadi akibat trauma pada jaringan lunak gingiva yang
dapat diakibatkan oleh ekstraksi gigi, iritasi denture, maupun infeksi kronik yang
banyak terjadi pada wanita dan anak-anak. Secara klinis epulis ini dapat mengenai
jaringan periodontal atau pada daerah edentulous ridge yang dengan ukuran yang
bervariasi diameternya antara 0,5 1,5 bahkan lebih besar dan dapat juga mengalami
ulserasi
Dungkul ini bertangkai lebar dengan warna merah tua hingga ungu,
konsistensinya lunak dan mudah berdarah sehingga kadang disertai rasa sakit. Pada
pemeriksaan histopatologis diperoleh sel fibroblast yang sedang mengalami
proliferasi dan membentuk stroma yang berisi banyak sekali sel-sel raksasa benda
asing.
Secara histopatologis, epulis dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar
sebagai berikut.
18
telangiecticum,
pyogenik
granuloma,
hemangioma
kapiler,
dan
hemangioma cavernosum.
2. Gambaran hiperplasi fibrous pada epulis fibromatosa, epulis fissuratum, lesi
fibroepitelial.
3. Hiperplasi giant cell
19
ialah biopsi. Biopsi adalah pengambilan sebagian jaringan yang meliputi jaringan
patologis dan jaringan sehat. Kemudian jaringan ini difiksasi dengan formal saline
20
21
22
3. Eksisi sirkular
Pada kulit wajah yang terletak diatas jaringan kartilago seperti hidung
permukaan anterior telinga, lesi-lesi dapat dieksisi dengan bentuk sirkular dan defek
ditutup dengan skin graft full thickness. Tehnik ini juga dapat digunakan pada bagian
tubuh lain dengan lesi yang sangat luas. Jika terdapat keraguan dalam merencanakan
eksisi elips maka dapat dilakukan eksisi sirkular dengan kulit diregangkan dan
perhatikan lingkaran tersebut akan cenderung membentuk sebuah elips kalau kulitnya
dikendorkan.
4. Eksisi multiple
Eksisi serial atau ekspansi jaringan kadang diperlukan untuk lesi-lesi yang luas
seperti congenital naevi. Tehnik ini memungkin luka ditutup dengan skar yang lebih
pendek dibanding dengan eksisi elips satu langkah (Partogi, 2008).
2.6. Teknik Operasi
2.6.1. Menjelang operasi
1. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang
akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan
dan permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
3. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
4. Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan
Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.
23
24
25
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1. Epulis Granulomatosa
Epulis granulomatosa adalah tumor jinak berupa hiperplasia jaringan. Faktor
penyebab lesi ini yaitu trauma dan iritasi kronik yang terkadang sulit diidentifikasi.
Daerah trauma akan terisi oleh gumpalan darah yang berisi sel-sel pertahanan,
neutrofil, dan makrofag yang berfungsi untuk fagositosis. Fungsi makrofag untuk
menghilangkan debris nekrotik dan akumulasi eksudat. Jika terjadi trauma terus
menerus, tahap awal proses penyembuhan akan terhambat. Komponen seluler yang
terdiri sel inflamasi akan berubah menjadi jaringan hiperplastik dan berlanjut menjadi
jaringan granulasi.
3.2. Penatalaksanaan
3.2.1. Prosedur Pre Operatif
Sebelum dilakukan prosedur operatif, pasien diminta untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium lengkap. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan hematologi
lengkap, pemeriksaan fungsi hati dan kadar gula darah. Selanjutnya, pasien diberi
cairan infus sehari sebelum tindakan operatif. Pasien dipuasakan sejak pukul 22.00.
3.2.2. Prosedur Operatif
a. Infus dan Anestesi Umum
Sebelum dilakukan pengambilan epulis granulomatosa, pasien dilakukan anestesi
terlebih dahulu. Anestesi yang dilakukan adalah general anestesi dengan metode
inhalasi.
b. Ekstirpasi
Setelah pasien teranastesi, lidah difiksasi dengan dilakukan penjahitan pada
ujung lidah dan ditarik ke arah anterior. Selanjutnya, dilakukan insisi pada tepi
26
massa epulis hingga tepi lidah. Massa dipotong sampai dasarnya hingga terlihat
jaringan sehat.
c. Irigasi dan Hecting
Setelah dilakukan ekstirpasi, daerah operasi, terutama lidah dilakukan irigasi
menggunakan povidon iodin. Kemudian, dilakukan hecting pada daerah luka.
Jenis jahitan adalah jahitan simpul tunggal dengan jumlah 3 simpul.
3.2.3. Prosedur Post Operatif
a. Medikasi
R/ Cefotaxime 3x1
Cefotaxime adalah antibotik generasi ketiga golongan sefalosporin. Cefotaxime
bersifat bakterisidal. Ia bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada
dinding sel bakteri. Cefotaxime sangat stabil terhadap hidrolisis beta laktamease,
maka cefotaxime digunakan sebagai alternatif lini pertama pada bakteri yang resisten
terhadap penisilin. Cefotaxime memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas terhadap
organisme gram positif dan gram negatif. Aktivitas cefotaxime lebih besar terhadap
bakteri gram negatif sedangkan aktivitas terhadap bakteri gram positif lebih kecil,
tetapi beberapa streptococci sangat sensitif terhadap cefotaxime.
R/ Ketorolac 3x1
Ketorolac termasuk golongan obat antiinflamasi non steroid (NSAID), obat ini
untuk penggunaan jangka pendek (tidak lebih dari 5 hari). Ketorolac adalah obat
golongan analgetik non-narkotik yang mempunyai efek antiinflamasi dan antipiretik.
Ketorolac bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan
mediator yang berperan pada inflamasi, nyeri, demam dan sebagai penghilang rasa
nyeri perifer. Ketorolac merupakan obat penghambat prostaglandin yang bekerja
dengan menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat aksi prostaglandin pada
organ target.
27
R/ Dexamethason 3x1
Deksametason, seperti kortikosteroid lainnya memiliki efek anti inflamasi dan
anti alergi dengan pencegahan pelepasan histamin. Deksametason merupakan salah
satu kortikosteroid sintetis terampuh. Kemampuannya dalam menaggulangi
peradangan dan alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki
prednisone.
Deksametason
adalah
kortikosteroid
kuat
dengan
khasiat
28
untuk pembentukkan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks besi sulfur
diperlukan dalam kompleks enzim yang berperan dalam metabolisme energi. Heme
tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral cincin yang berperan
mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit dan mioglobin dalam otot.
b. Kontrol
Kontrol 1 Post Operatif
Subyektif
Setelah dilakukan operasi 6 hari yang lalu, pasien tidak ada keluhan. Pasien
mengatakan masih agak pelo jika berbicara, tetapi tidak ada rasa sakit. Pasien
masih dapat merasakan semua cita rasa dalam makanan dan minuman.
Obyektif
Kemerahan pada daerah jahitan (+)
Pembengkakan pada daerah jahitan (-)
Nyeri tekan pada daerah jahitan (-)
Jumlah simpul jahitan 3, tidak ada yang terlepas
Assasment
Penyembuhan luka post ekstirpasi
Planning
- Irigasi daerah luka
- Kontrol 1 minggu kemudian
- Instruksi menjaga kebersihan rongga mulut
BAB 4. PENUTUP
29
4.1. Kesimpulan
1. Epulis granulomatosa adalah tumor jinak berupa hiperplasia jaringan. Faktor
penyebab lesi ini yaitu trauma dan iritasi kronik yang terkadang sulit
diidentifikasi.
2. Penatalaksanaan epulis granulomatosa adalah eksisi.
4.2. Saran
1. Perlu adanya edukasi personal hygiene terkait kebiasaan yang dapat berperan
dalam penyebab epulis.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui gambaran epulis
granulomatosa.
30
DAFTAR PUSTAKA
Gnepp DR. Diagnostic Surgical Pathology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams;
2004. p. 205.
Greenberg, MS. 2003. Burkets Oral Medicine. 10th ed. Hamilton Ontario: Bc Decker
Inc,:94-101
Manovijay B., Rajathi P. , Saramma M., Sekar B. 2015. Recurrent epulis
granulomatosa: A second look. Journal of Advanced Clinical & Research
Insights: 2, 140142
Irianto Koes. 2012, Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa, Penerbit Alfabeta,
Bandung.
Sufitni. Anatomi (Lidah sebagai indera pengecap). Departemen Anatomi Fakultas
Kedokteran USU, 2008:87-8.
Don W, Fawcett. 2002, Buku Ajar Histologi, Penerjemah: dr.Jan Tambayong, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Evelyn Pearce. 2009, Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis 2, Penerjemah: dr.
Kartono Mohamad , Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jacewicz M. 2008, Smell and taste disorders (Merck Manual Hand
Books).http://www.merckmanuals.com/home/print/ear_nose_and_throatdiso
r
ders/
nose_sinus_and_taste_disorders/
smell_and_taste_disorders.html#index. Last Update 20 Juli 2008.
Guyton AC, Hall JE. Text book of medical physiology (Taste and smell). 11th Ed.
Mississippi: Elsevier Book Aid International, 2009:663-7.
C. Roland leeson, 1996, Buku Ajar Histologi, Penerjemah: Yan Tambayong, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Marya R K. A text book of phisiology for dental students (Taste and Smell). New
Delhi: CBS Publishers & Distributors, 2002: 256-9.
31
Jacob
Greenberg, MS. Burkets Oral Medicine. 10th ed. HamiltonOntario: Bc Decker Inc,
2003:94-101
Australian Institute of Health and Welfare. Patterns of tooth loss in the Australian
population 2004 06. DSRU Research Report 2008; 38: 1-4.