You are on page 1of 2

Nama

: Nabila Amalina

NIM

: 22010112210185
TUGAS UJIAN INTERNA

1. Efek samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT) :


a. Rifampisin
Efek samping rifampisin yang paling sering adalah ruam kulit, demam, mual, dan
muntah. Adanya gangguan saluran cerna berupa rasa tidak enak di lambung, mual,
muntah, kolik, dan diare terkadang memerlukan penghentian terapi. Pada pemberian
berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi

flu like syndrome, nefritis

interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Pemberian rifampisin


intermiten dapat memicu timbulnya sindrom hepatorenal dan timbulnya ikterus. Pada
penderita penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut insidens ikterus
bertambah. Dapat juga terjadi berbagai keluhan dalam sistem saraf seperti rasa lelah,
mengantuk, sakit kepala, pening, ataksia, bingung, sulit berkonsentrasi, sakit pada
tangan dan kaki, sampai kelemahan otot. Reaksi hipersensitivitas dapat berupa
demam, pruritus, urtikaria, berbagai macam kelainan kulit, eosinofilia, dan rasa sakit
pada mulut dan lidah. Hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufisiensi ginjal, dan
gagal ginjal akut merupakan reaksi hipersensitivitas yang jarang terjadi.
Trombositopenia, leukopenia sementara, dan anemia dapat terjadi selama terapi
berlangsung. Obat ini juga dapat menembus sawar darah uri, sehingga penggunaan
saat masa kehamilan sebaiknya dihindari.
b. Isoniazid
Efek samping isoniazid yang paling banyak terjadi adalah neuritis perifer. Pemberian
piridoksin sangat bermanfaat untuk mencegah perubahan neuropatologik pada
pemberian isoniazid. Gejala artritis juga dapat terjadi. Reaksi hipersensitivitas yang
biasa terjadi adalah demam dan berbagai kelainan kulit. Reaksi hematologik berupa
agranulositosis, trombositopenia, dan anemia bisa juga terjadi. Isoniazid dapat
mecetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat kejang. Neuritis optik
dengan atropi dapat juga terjadi. Gambaran lain dari efek neurotoksisitas isoniazid
adalah kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia, stupor, dan ensefalopati toksik yang
dapat berakibat fatal. Kelainan mental juga dapat terjadi seperti euforia, kurangnya
daya ingat sementara, hilangnya pengendalian diri, dan psikosis. Isoniazid juga dapat
menyebabkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis
multilobular. Pemberian isoniazid pada penderita dengan riwayat penyakit hati harus

dilakukan dengan hati-hati. Hendaknya selalu diamati kemungkinan munculnya


gejala-gejala hepatitis. Efek samping lain yang terjadi adalah mulut terasa kering, rasa
tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin.
c. Pirazinamid
Efek samping pirazinamid yang paling umum dan serius adalah kelainan hati.
Hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan dengan
pirazinamid dimulai, dan pemantauan dilakukan secara berkala selama pengobatan
berlangsung. Jika jelas timbul kerusakan hati, terapi dengan pirazinamid harus
dihentikan. Obat ini menghambat ekskresi asam urat sehingga dapat menyebabkan
kambuhnya gout. Efek samping lain adalah artralgia, anoreksia, mual dan muntah,
disuria, malaise, dan demam.
d. Etambutol
Efek samping etambutol yang paling penting adalah gangguan penglihatan, biasanya
bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar, berupa turunnya ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan
pandang, dan skotoma sentral maupun lateral. Efek samping lain adalah pruritus,
nyeri sendi, demam, sakit kepala, pening, malaise, bingung, disorientasi, halusinasi,
dan gangguan saluran cerna. Rasa kaku dan kesemutan di jari sering terjadi. Reaksi
anafilaksis dan leukopenia jarang dijumpai.
e. Streptomisin
Streptomisin bersifat neurotoksik pada saraf kranial ke VIII (ototoksisitas) bila
diberikan dalam dosis besar dan jangka lama. Obat ini juga bersifat nefrotoksik.
Terkadang juga terjadi sakit kepalas, malaise, parestesi di muka terutama sekitar
mulut serta rasa kesemutan di tangan. Efek samping lain adalah reaksi anafilaktik,
agranulositosis, anemia aplastik, dan demam obat. Pemberian streptomisin pada
kehamilan trimester pertama tidak dianjurkan.
Sumber: Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

You might also like