You are on page 1of 25

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian :
KEIKUTSERTAAN PETANI PEREMPUAN
DALAM MENUNJANG EKONOMI KELUARGA DI DESA
KINAWERUAN
KECAMATAN
MAESAAN
KABUPATEN
MINAHASA SELATAN
2. Penelti Utama
:
a) Nama
: Prof Dr. Evi Elvira Masengi, MS
b) Jenis Kelamin
: Perempuan
c) NIP
: 195619171982032001
d) Pangkat/Gol
: IV/C
e) Jabatan Struktural
: Pembina
f) Jabatan Fungsional
: Guru Besar
g) Fakultas
: Fakultas Ilmu Sosial/Administrasi Negara
h) Pusat Penelitian
: UNIMA
i) Alamat Kantor
: Kampus FIS-UNIMA di Tondano
j) Alamat Rumah
: Perum IKIP Batu Kota Malalayang No.24
Manado (Kode Pos 95115)
3. Usul jangka waktu Penel. : 6 bulan
4. Pembiayaan
: Dana PNDP UNIMA
5. Besaran Dana
: Rp. 30.000.000 (Tiga Puluh Juta Rupiah)
Mengetahui

Tondano, 22 Maret 2015

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Peneliti,

UNIMA

Dr. Sisca B. Kairupan, MSi

Prof. Dr. Evi Elvira Masengi, MS

NIP 196106081986032001

NIP.

195610171982032001

Ketua Lembaga Penelitian

Prof. Dr. Rudy A. Repi, Msi


NIP. 1963061984021001

PROPOSAL PENELITIAN
1

A. Judul : KEIKUTSERTAAN PETANI PEREMPUAN DALAM MENUNJANG


EKONOMI KELUARGA DI DESA KINAWERUAN KECAMATAN MAESAAN
KABUPATEN MINAHASA SELATAN
B. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan konsep pembangunan tersebut di atas maka pemerintah Indonesia sebagai
pengemban amanat rakyat sepatutnyalah bersama rakyat mengupayakan tercapainya
pembangunan nasional. Dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional
diperlukan pengerahan seluruh komponen bangsa termasuk didalamnya kaum
Perempuan. Perempuan baik sebagai warga Negara maupun sumber daya insani
pembangunan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam
pembangunan di segala bidang.
Salah satu sumbangan perempuan dalam pembangunan adalah partisipasi
perempuan sebagai tenaga kerja dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi. Dalam
masyarakat agraris, usaha tani terutama pada pertanian campuran (mixed farming),
membutuhkan banyak tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan. Sejak orang
mulai mengenal bercocok tanam, perempuan sudah mengambil peran di dalamnya.
Mulai sejak itu pula berkembang pembagian kerja antara laki-laki dan wanita dalam
pekerjaan dibidang pertanian juga pembagian kerja di dalam keluarga dan
masyarakat luas.
Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di dalam keluarga dan
selanjutnya masyarakat berkembang menjadi pengakuan atas persamaan kesempatan
antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Meskipun demikian pengakuan atas persamaan kesempatan ini, belum terwujud atau
bahkan sulit diwujudkan pada masyarakat di negara-negara tertentu, dengan budaya
tertentu. Sehingga peran perempuan dalam pembangunan pada masyarakat tersebut,
masih belum diperhitungkan.
Kemitrasejajaran yang harmonis, selaras, serasi dan seimbang antara perempuan
dan laki adalah suatu kondisi dinamis dimana keduanya memiliki persamaan hak dan
kewajiban, kedudukan, kemampuan, peranan dan kesempatan dapat bekerja sama
sebagai mitra sejajar untuk berperanserta dalam pembangunan, baik sebagai subjek
ataupun pelaku dalam penentuan kebijakan dan pengambil keputusan, perencanaan dan
pelaksanaan, maupun sebagai objek atau sasaran pembangunan yang memanfaatkan
dan menikmati hasilnya.
Proses pembangunan yang terjadi selama dasawarsa 1970-an membawa
perubahan dalam pola kerja perempuan. Penguasaan atas sumberdaya tanah serta
penguasaan atas modal oleh orang-orang kaya dan berkuasa, juga pemanfaatan
2

teknologi unggul membawa banyak perubahan pada keluarga petani. Warga


masyarakat desa yang miskin hanya memiliki kemungkinan yang terbatas untuk
memperoleh sumber-sumber strategis utama berupa tanah dan modal. Dalam
keadaan demikian maka buruh tani perempuan merupakan alternatif yang dipilih
dalam upaya perempuan membangun ekonomi keluarga mereka.
Demikian halnya yang peneliti temukan dalam penelitian di lokasi penelitian
yakni di Desa Sampiri. Desa Sampiri luas perkebunan 789 Ha, terdapat sekitar 249
keluarga petani, di mana terdapat 92 Keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian,
sementara 120 keluarga lainnya memiliki lahan kurang 1 hektar, selebihnya 37 orang
yang memiliki lahan pertanian. Dari data jumlah penduduk laki-laki: 581 orang dan
perempuan: 620 orang, yang terdistribusi dalam berbagai jenis pekerjaaan terdapat 72
orang yang bekerja sebagai buruh tani dan kurang lebih 30 orang buruh tani
perempuan. Usia para buruh tani perempuan tersebut berkisar 45-70 tahun.
Para buruh tani perempuan tersebut menjadi pencari nafkah utama dalam
keluarga atau tulang punggung keluarga dan sebagian hanya sebagai suplemen atau
pendukung suami dalam mencari nafkah bagi keluarga. Buruh tani perempuan yang
bekerja sebagai pencari nafkah utama dalam membangun ekonomi keluarga
disebabkan suami yang sudah tidak mampu bekerja akibat kondisi kesehatan yang
sudah tidak memungkinkan untuk bekerja, ataupun suami sudah meninggal dunia.
Sedangkan buruh tani perempuan yang bekerja sebagai suplemen dalam
membangun ekonomi keluarga, disebabkan karena kurangnya pendapatan suami.
Alasan lain karena hasil lahan pertanian yang mereka miliki tidak mencukupi untuk
ekonomi keluarga atau bahkan ada yang sudah tidak memiliki lahan pertanian.
Kurangnya pendidikan dan ketrampilan, modal kerja dalam bekerja, peralatan dan
kebutuhan pertanian lainnya. Pemakaian teknologi dalam pertanian yakni
pemakaian mesin pemotong rumput dan cairan pembasmi rumput mengakibatkan
pekerjaan buruh tani berkurang, sehingga pemakaian tenaga mereka juga berkurang,
akibatnya kesempatan kerja pun berkurang. Kurangnya dukungan dan perhatian
pemerintah bagi para buruh tani perempuan membangun ekonomi keluarga, bahkan
hampir tidak ada yang secara langsung menyentuh kaum buruh tani perempuan.
Meskipun demikian dari hasi penelitan ternyata mereka mampu menjadi
penopang ekonomi keluarga. Melihat usia mereka yang sudah memasuki usia lanjut,
mereka masih memiliki kesehatan yang prima dan masih mampu mengerjakan
pekerjaan bertani yang dinilai berat bagi perempuan. Dan yang tidak kalah
pentingnya dalam konsep pembangunan, para buruh tani perempuan ini sudah
melibatkan diri sebagai subjek pembangunan bukan saja hanya objek pembangunan,
yakni dalam membangun ekonomi keluarga.
3

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas maka peneliti tertarik


melakukan penelitian tentang Keikutsertaan Petani Perempuan dalam menunjang
ekonomi keluarga di Desa Kinaweruan Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa.
B. Fokus Penelitian
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah Peran Buruh Tani Perempuan
dalam Membangun Ekonomi Keluarga Studi di Desa Sampiri Kecamatan Airmadidi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian maka permasalahan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana Keikutsertaan Petani Perempuan dalam menunjang ekonomi
keluarga ?
b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Keikutsertaan Petani Perempuan dalam
menunjang ekonomi keluarga ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitan ini adalah :
1) Mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasi Keikutsertaan Petani
Perempuan dalam menunjang ekonomi keluarga .
2) Mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasi faktor-faktor yang
mempengaruhi Keikutsertaan Petani Perempuan dalam menunjang ekonomi
keluarga
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Manfaat Praktis
Memberikan input kepada masyarakat secara umum terlebih khusus perempuan
serta aparat pemerintahan mengenai Keikutsertaan Petani Perempuan dalam
menunjang ekonomi keluarga , untuk selanjutnya dapat mengambil langkahlangkah positif untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang dirasa perlu untuk
kedepannya.
2) Manfaat Teoritis
Berbagai pemikiran, konsep-konsep, gagasan teoritis yang termunculkan dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
a) Memberikan sumbangsih bagi Pengembangan Ilmu Administrasi Negara
khususnya Administrasi Pembangunan terlebih khusus Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam hal ini Perempuan.
b) Menjadi dasar pemikiran, acuan serta pertimbangan bagi penelitianpenelitian lanjutan yang relevan.
F. Kajian Teori
1. Konsep Administrasi Pembangunan

Pembangunan cenderung dipakai dalam pembicaraan mengenai bangsa-bangsa


dunia ketiga. Sungguh pun demikian, pembangunan hanya dapat dipahami sepenuhnya
jika seorang memandang sebagai suatu proses yang juga berlangsung di negara-negara
industri di samping dunia ketiga. Karena konsep pembangunan adalah perubahan secara
terus menerus secara sadar dan terencana untuk bertumbuh dan berkembang,
kendatipun sudah mengalami kemapanan dalam berbagai bidang, tetapi upaya untuk
terus lebih maju, lebih baik, lebih kuat, lebih hebat juga dikategorikan sebagai upaya
pembangunan.
Menurut Bryant dan White (2001:115):
Pembangunan diartikan sebagai kemampuan orang untuk mempengaruhi masa
depan. Disini tercakup pengertian being(menjadi) dan doing (mengejar).
Ini berarti bahwa program-program dan proyek bukan saja membuahkan
perubahan-perubahan bersifat fisik
dan konkrit melainkan juga perlu
menghasilkan hal-hal semacam itu dengan cara tertentu sehingga rakyat
memperoleh kemampuan yang lebih besar untuk memiliki dan memberikan
tanggapan terhadap perubahan tersebut. Ini berarti bahwa perubahan yang
terencana harus memperhatikan individu-individu disamping memperhatikan
ekonomi sebagai pribadi-pribadi.
Pembangunan (development) adalah suatu konsep yang normatif. Dalam hal ini
pembangunan menyiratkan pilihan-pilihan tujuan-tujuan untuk mencapai apa yang
disebut Bryant dan White (2001:111) sebagai Realitas potensi manusia. Pertumbuhan
(growth) semata tidak banyak menyelesaikan persoalan dan kasang-kadang mempunyai
akibat yang tidak menguntungkan. Ahli mikrobiologi pun mengingatkan kita bahwa ciri
penting sel kanker ialah tumbuh tanpa membangun. Juga pembangunan tidak selalu
dapat disamaratakan dengan modernisasi sebab ada banyak segi pada tradisi yang
meningkatkan manusia dan merajuk serta mempertautkan kultur.
Tjokroamidjojo (2000:66), mengatakan bahwa pembangunan merupakan suatu
proses pembaharuan yang kontinu dengan proses terus menerus dari satu keadaan yang
dianggap lebih baik itu merupakan tujuan dari program pembangunan disetiap negara.
Selanjutnya menurut pendapat Tjokroamidjojo (2000:67-68), bahwa proses
pembangunan adalah suatu perubahan sosial budaya. Supaya pembangunan itumenjadi
suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri (self sustaining process),
itu tergantung pada manusia dan struktur. Ini berarti pembangunan bukan hanya yang
dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka, melainkan pembangunan itu
tergantung dari suatu inner will proses emansipasi diri dari suatu partisipasi kreatif
dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan.
Definisi pembangunan ialah yang bersifat value-free dikemukakan oleh Todaro
(dalam Tjokroamidjojo, 2000:68), pembangunan adalah suatu proses multidimensional
5

yang menyangkut reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sistem sosial secara
keseluruhan. Di samping itu pendapat dan output, pembangunan menyangkut pula
perubahan radikal struktur kelembagaan, struktur sosial serta struktur administratif
serta perubahan sikap, adat istiadat bahkan kepercayaan. Di pihak lain untuk mencapai
pembangunan diperlukan perubahan struktur yang dimaksud untuk meningkatkan
kapasitas produksi.
Menurut Siagian (2001:44), menyatakan dalam konteks yang luas bahwa
pembangunan nasional di dasarkan pada lima ide pokok, yaitu:
(1) Pembangunan mengandung pengertian perubahan dalam arti mewujudkan
suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari
kondisi yang kini ada.
(2) Pembangunan ialah pertumbuhan yaitu keadaan suatu negara/bangsa untuk
terus berkembang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
(3) Pembangunan ialah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan artinya
baik secara konseptual meupun secara operasional , tujuan, arah dan jenis
berbagai kegiatan dengan sengaja ditentukan dan Seluruh potensi serta
kekuatan nasional diarahkan ke situ.
(4) Jika diterima pendapat bahwa pembangunan merupakan rangkaian usaha
yang dilakukan secara sadar, konotasinya ialah bahwa pembangunan itu di
dasarkan pada suatu rencana yang tersusun rapi untuk suatu kurun waktu
tertentu.
(5) Bahwa pembangunan itu bermuara pada suatu titik yang merupakan cita-cita
akhir perjuangan dari suatu bangsa yang bersangkutan.
Jelasnya, istilah pembangunan itu sendiri realitasnya memang telah menjadi
bahasa dunia. Keinginan bangsa-bangsa di dunia untuk mengejar ketertinggalan bahwa
memburu masa depan yang lebih baik, telah melahirkan berbagai teori, model dan
pendekatan yang berkaitan dengan konsep pembangunan. Konsep-konsep
pembangunan yang dikenal oleh masyarakat dunia, terutama di negara-negara
berkembang, yaitu sebagai berikut: pertumbuhan (growth), rekonstruksi
(rekonstructional), modernisasi (modernization), waternisasi (waternisation),
perubahan sosial (sosial change), pembebasan (liberation), pembangunan nasional
(national development), pembangunan (development), serta pengembangan dan
pembinaan (Tjokroamidjojo, 2000:70).
Konsep pembangunan sebagaimana dikemukakan di atas bermakna bahwa
pembangunan tidak semata-mata berorientasi pada pembangunan fisik dan
pertumbuhan ekonomi belaka, akan tetapi kebutuhan untuk membangun segi
manusiawi itu sendiri sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki kemampuan yang
lebih besar untuk memilih dan menanggapi setiap persoalan sosial positif. Menurut
pandangan ini, pembangunan berbeda dengan modernisasi dan pertumbuhan belaka.
6

Modernisasi sering diindikasikan dengan pengembangan spesialisasi, dan dengan


demikian menggunakan teknologi dunia barat tanpa memperhitungkan kondisi
lingkungan sosial, budaya dan nilai-nilai moral yang berlaku setempat.
Demikian hal dengan konsep pembangunan yang semata-mata berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi dengan pemerataan dan keadilan sosial, akan
membawah dampak negatif bagi perubahan sosial; dan hal ini bukan lagi dianggap
sebagai satu-satunya indikasi kemajuan suatu bangsa dewasa ini.
Pembangunan sebagai upaya peningkatan kemampuan manusia untuk
mengadakan masa depan menurut Bryant dan White (2001:115-116), mengandung
beberapa implikasi penting, antara lain:
(1) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan ooptimal manusia, baik
individu maupun kelompok (capacity).
(2) Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan
nilai dan kesejahteraan (equity)
(3) Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk
membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama,
kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).
(4) Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun
secara mandiri (sustainability).
(5) Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu terhadap
negara yang lain dan menciptakan hubungan saling menguntungkan serta
saling menghormati (interdepency).
Disamping beberapa teori/konsep pembangunan sebagaimana telah diuraikan di
atas, terdapat pula teori/model pembangunan yang melandaskan diri pada konsep
pembangunan sebagai perubahan sosial (sosial change). Pendekatan ini dibagi kedalam
tiga model yaitu :
1. Teori modernisasi;
Teori modernisasi, yakni teori pembangunan pada masa pemikiran eropa
sentries. Paradigma yang digunakan adalah paradigm modernisasi dengan
pengandaian teori evolusioner, yakni penekanan pada faktor-faktor yang
membawa perubahan dari masyarakat tradisional agricultural ke masyarakat
modern industrial. Dengan kata lain lebih menekankan pada factor-faktor
heterogen dari sebuah proses pembangunan atau perubahan (Budiman,
2006:43).
2. Teori ketergantungan;
Teori ketergantungan (depency), yakni teori yang lebih menekankan pada
factor-faktor eksogenus dari keterbelakangan, antara lain: Kolonialisme, system
perdagangan internasional yang mengeksploitasi negara-negar berkembang,
7

menurut teori ini, keterbelakangan ialah sebuah proses sejarah. Karena itu
ditekankan perlunya perubahan structural (Budiman, 2006:44).
3. Teori Saling ketergantungan (interdepency) yakni teori yang menciptakan
model-model dunia yang baru dengan menunjukkan adanya saling
ketergantungan atau keterkaitan antar negara atau antar bangsa. Misalnya teori
batas-batas pertumbuhan (limits to growth), teori strategi keberlangsungan
(strategy for survival) dan sebagainya (Budiman 2006:45).
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan sebelumnya di atas maka
pembangunan dapat disimpulkan sebagai suatu proses perubahan dan
pertumbuhan(perkembangan) yang dilakukan oleh suatu bangsa dengan segenap
komponen didalamnya (pemerintah maupun masyarakat) dengan memberdayakan
semua sumber-sumber yang ada didalamnya serta sumber-sumber dari luar yang
mendukung secara sadar dan terencana serta kontinu (terus menerus) yang bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat bangsa/negara yang
bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya.
Administrasi Pembangunan mencakup dua pengertian, yaitu (1) administrasi
dan (2) pembangunan. Isitlah administrasi secara umum dimaksud sebagai keseluruhan
proses pelaksanaan keputusan yang telah diambil dan diselenggarakan oleh dua orang
atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentutak sebelumnya. Sementara
pembangunan seperti yang telah dijelaskan di atas sebelumnya secara garis besarnya
didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan yang
terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu bangsa yang menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (national building) (Siagian, 2009:4).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas maka batasan pengertian dari
Administrasi Pembangunan yakni : seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu Negara
bangsa untuk bertumbuh, berkembang dan berubah secara sadar dan terencana dalam
semua segi kehidupan dan penghidupan Negara bangsa yang bersangkutan dalam
rangka pencapaian tujuan. (Siagian, 2009:5)
Definisi tersebut secara implisit menunjukkan bahwa upaya dan kegiatan
pembangunan merupakan upaya nasional. Artinya menyelenggarakan kegiatan
pembangunan bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah dengan segala aparat
dan seluruh jajarannya meskipun harus diakui bahwa peran pemerintah cukup dominan.
Para politisi dengan kekuatan sosial-politik turut berperan. Dunia usaha memainkan
peranan yang sangat besar terutama di bidang ekonomi. Para teoritisi dan cendekiawan
ditantang untuk memberikan sumbangsihnya, khususnya dalam penguasaan dan
kemampuan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Partisipasi masyarakat
antara lain dalam praktek pelaksanaan pembangunan serta tahap pengawasan
pembangunan harus dilibatkan. Dalam hal ini perempuan sebagai objek penelitian juga
harus dilibatkan. Singkatnya pembangunan merupakan urusan semua pihak dalam
8

suatu masyarakat bangsa. Dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan, tidak ada


warga masyarakat bangsa yang hanya berperan sebagai penonton, semua harus
berperan sebagai pemain. Dalam penelitian mengenai Peran Buruh Tani Perempuan
dalam membangun ekonomi keluarga, konsep Administrasi Pembangunan dalam hal
ini melihat bagaimana seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu Negara/bangsa untuk
bertumbuh, berkembang dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi
kehidupan dan penghidupan Negara/bangsa yang bersangkutan dalam rangka
pencapaiann tujuan, dimana tujuan pembangunan Nasional yakni menciptakan
masyarakat adil dan makmur merata materil dan spiritual, yakni didalamnya menyakut
perekonomian keluarga sebagai unsur masyarakat. Dimana upaya administrasi
pembangunan di Indonesia perlu dilakukan dengan memaksimalkan peran buruh tani
perempuan dalam hal ini merupakan salah satu unsur pendukung perekonomian
keluarga.
2. Peran Perempuan dalam Pembangunan
Pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia, menurut Tarjana, dkk
(2011:21) bahwa pembangunan pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia, secara terencana dan berkelanjutan sejak terbentuknya Menteri
Muda Urusan Peranan Perempuan hingga sekarang. Paradigma pembangunan
pemberdayaan perempuan telah bergeser dari pendekatan woman in development,
gender, development hingga gender mindstreaming, meski tujuan akhir dari masingmasing pendekatan adalah sama yaitu mengupayakan keberdayaan perempuan dan
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, namun asumsi dasar dan strategi yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Hal ini antara lain dilakukan
dengan meningkatkan produktivitas dan pendapatan perempuan, memperbaiki
kemampuan perempuan untuk mengatur rumah tangga, mengintegrasikan perempuan
dalam proyek, meningkatkan partisipasi peran perempuan dalam pembangunan dan
meningkatkan kesehatan, pendapatan atau sumber daya.
Agar peran sumber daya manusia memberi manfaat yang maksimal dalam
pembangunan maka kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan sebab secara teori
diyakini bahwa sumber daya manusia yang tidak berkualitas tidak akan menghasilkan
output yang optimal. Tadjuddin (2005:6), menganggap masalah sumber daya manusia
yang tidak berkualitas lebih serius dari pada tanah yang tidak subur, sebab sumber daya
manusia yang tidak berkualitas tetap harus diberi makan. Sumber daya manusia yang
tidak berkualitas selain tidak menyumbang dalam peningkatan produksi juga tetap turut
memakan produksi yang dihasilkan orang lain. Untuk mencapai produktivitas yang
tinggi dibutuhkan SDM yang berkualitas.
Pengalaman empirik telah memberikan keyakinan bahwa
partisipasi
masyarakat dalam hal ini perempuan sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan
pencapaian tujuan setiap tahap pembangunan. Oleh sebab itu kualitas Sumber daya
9

manusia dalam hal ini perempuan selaku komponen dalam pembangunan bangsa dan
negara terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Upaya itu dilaksanakan baik melalui
pengkajian, penelitian untuk perbaikan pola-pola partisipasi maupun pengembangan
potensi yang dimiliki manusianya maupun perbaikan kesejahteraannya.
Pengertian pengembangan sumber daya ini identik dengan pengembangan
manusia (human development). Dengan demikian pengembangan sumber daya manusia
ialah upaya pengembangan manusia yang menyangkut pengembangan aktivitas dalam
bidang pendidikan dan latihan, kesehatan dan gizi, penurunan fertilitas, peningkatan
kemampuan penelitian dan pengembangan teknologi (Thoha, 2004:27).
Pengembangan sumber daya manusia bukan hanya sekedar peningkatan
kemampuan, tetapi juga menyangkut pemanfaatan kemampuan manusia. Dengan kata
lain, pengembangan sumber daya manusia termasuk di dalamnya peningkatan
partisipasi manusia melalui perluasan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan,
peluang kerja dan berusaha (Effendi, 2001:30). Berdasarkan pendapat tersebut di atas
dapat dilihat bahwa peningkatan kemampuan perempuan dalam hal ini termasuk
didalamnya peningkatan partisipasi perepuan yakni melalui perluasan kesempatan
untuk mendapatkan penghasilan, peluang kerja dan berusaha.
Pada prinsipnya, sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini perempuan
merupakan sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam hal ini negara,
bahkan merupakan faktor dominan berikut juga sumber daya manusia laki-laki karena
satu-satunya sumber daya yang memiliki berbagai dimensi meliputi karya, tanggung
jawab, kemampuan kerja sama, prestasi, ide, dan sebagainya. Sumber daya manusia
dipahami sebagai kekuatan yang bersumber pada potensi manusia yang ada dalam
organisasi/negara dan merupakan modal dasar organisasi/negara untuk melaksanakan
aktivitas dalam mencapai tujuan.
Ada tiga peranan perempuan dalam pembangunan yang cukup menonjol, yaitu :
(1)
Perempuan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pembangunan,
yakni menekankan peranan perempuan di bidang sosial eknomi, (2) Perempuan
sebagai Pembina keluarga yakni menekankan peranan perempuan dibidang
sosial budaya serta perannya sebagai ibu dan istri. (3)Perempuan sebagai pelaku
pembangunan, yakni menekankan peranan perempuan dalam kaitannya dengan
hal-hal yang bersifat nonekonomis dalam pembangunan. (Agnes Jarkasi, Jurnal
AKRAB, 2010:34)
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagai pribadi
perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam perencanaan,
pelaksana, penikmat dan pemerata pembangunan. Sebagai diri pribadi, perempuan
mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan laki-laki misalnya
dalam berpolitik, bernegara dan mempertahankan Negara. Kemudian sebagai isteri,
10

perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam menciptakan keluarga
bahagia dan sejahtera. Sebagai pendidik anak, perempuan dan laki-laki sebagai ibu dan
bapak dari anak-anak, baik ahlak maupun ilmu pengetahuan. Sebagai ibu rumah tangga,
bersama-sama dengan suaminya sebagai kepala rumah tangga, bertanggung jawab atas
kebutuhan rumah tangga baik kebutuhan jasmani maupun rohani seperti: jasa, barang,
maupun mental spiritual. Sebagai penerus generasi, perempuan mengemban kodrat
haid, hamil melahirkan dan menyusui. Kodrat perempuan ini perlu diakui, dihargai, dan
dilindungi oleh anggota keluarga dan masyarakat, baik tua, muda, laki-laki maupun
sesama perempuan, untuk bertanggung jawab bersama-sama dalam meneruskan
generasi demi kelangsungan hidup manusia.
Menurut mantan Menteri UPW, Chofifah Indar Parawansa (1995:18) kemitraan
yang harmonis, selaras, serasi dan seimbang adalah kondisi dinamis antara laki-laki dan
perempuan yang memiliki persamaan hak dan kewajiban, kedudukan, kemampuan,
peranan dan kesempatan sehingga keduanya dapat bekerja sama sebagai mitra sejajar
untuk berperanserta dalam pembangunan baik sebagai subjek ataupun pelaku dalam
penentuan kebijakan dan pengambil keputusan, perencanaan dan pelaksanaan, maupun
sebagai objek atau sasaran pembangunan yang memanfaatkan dan menikmati hasilnya.
Agar dapat menjadi mitra sejajar laki-laki, perlu upaya peningkatan kemampuan
Perempuan agar setingkat dengan laki-laki. Melihat kondisi dan situasi Perempuan
dewasa ini sangat diperlukan usaha pemampuan Perempuan untuk meningkatkan
perannya dalam pembangunan sehingga dapat menjadi mitra sejajar dengan
kemampuan laki-laki. Oleh karena itu kemampuan Perempuan untuk dapat
meningkatkan peran gandanya dalam keluarga dan masyarakat harus dilengkapi dengan
peningkatan peran ganda laki-laki dalam keluarga secara berangsur-angsur. Peran ganda
laki-laki ini antara lain meliputi pengangkatan tanggungjawab dan peran dalam
pekerjaan rumah tangga, dalam penjagaan/pembinaan sumber daya manusia (anak,
orangtua yang sakit dan lain-lain), serta tanggung jawab keluarga lain yang berupa
kegiatan agama, budaya, sosial kemasyarakatan dan lain-lain.
Lebih lanjut menurut Parawansa, menerima perempuan sebagai mitra kerja
sejajar dan peran gandanya mengandung pengertian bahwa Perempuan harus dilihat
secara utuh dalam berbagai kedudukan dan peranannya, yaitu Perempuan sebagai: diri
pribadi, sumber insani bagi pembangunan, warga Negara, isteri, ibu, pendidik anak,
pengelola rumah tangga atau kepala rumah tangga dan penerus generasi
Pendekatan pembangunan selama ini belum mempertimbangkan manfaat
pembangunan secara adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga turut memberikan
kontribusi terhadap timbulnya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender (Kementrian
Pemberdayaan Perempuan, 2001:2) oleh karena itu di berbagai masih senatiasa
diperlukan upaya pemberdayaan perempuan agar terwujud kesetaraan akses, partisipasi,
manfaat dan kontrol antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota masyarakat. Di
11

lain pihak, pada saat ini masih banyak kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
yang belum peka gender, yaitu belum mempertimbangkan perbedaan pengalaman,
aspirasi dan kepentingan antara laki-laki dan perempuan sebelum menetapkan
kesetaraan dan keadilan gender sebagai sasaran akhir dari pembangunan (Kwik Kian
Gie, 2001) Pemerintah melalui Permendagri Nomor 15 tahun 2008 menegaskan agar
setiap daerah mengembangkan kebijakan-kebijakan, program maupun kegiatan
pembangunan yang bersifat Responsif Gender.
Dewasa ini dunia mengalami perubahan, perempuan memiliki kesempatan luas
untuk menggapai cita-citanya, dan masuk ke dalam lingkaran kerja di luar keluarganya
untuk mengurangi ketergantungan pada pasangannya. Konstelasi dimana jumlah
perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki mengindikasikan bahwa perekruitan
perempuan sebagai tenaga kerja memiliki potensi strategis dalam mendukung
pembangunan. (Tarjana dkk 2011:18).
Meningkatnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi ditandai dengan
dua proses yakni, pertama, peningkatan dalam jumlah perempuan yang terlibat dalam
pekerjaan di luar rumah tangga (out door activities), kedua peningkatan dalam jumlah
bidang pekerjaan yang dapat dimasuki perempuan. Bidang-bidang yang sebelumnya
masih didominasi laki-laki berangsur-angsur dimasuki bahkan didominasi perempuan.
(Tarjana dkk, 2011:215).
Selanjutnya dikatakan bahwa akses perempuan terhadap kesempatan kerja
dipengaruhi oleh faktor-faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu meliputi
tingkat pendidikan, ketrampilan dan kemampuan fisik untuk memperoleh akses
terhadap informasi pasar kerja, sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan ada
tidaknya peluang kerja. (Tarjana dkk 2011:216).
Namun demikian partisipasi ekonomi tidak mengubah peran ideal perempuan.
Apapun pekerjaan perempuan di luar rumah tangga, ia tidak terbebas dari tugas utama
yaitu mengurus rumah tangga. Peran ideal yang diharapkan dari wantia merupakan
salah satu hambatan untuk mencari nafkah. Lebih lanjut Tarjana, dkk (2011: 232)
mengatakan Aktivitas ekonomi perempuan sering memberi kontribusi cukup besar
terhadap perekonomian rumah tangga dan nasional, selain itu aktivitas ekonomi oleh
kaum perempuan menjadi wahana aktualisasi diri, ajang melatih diri menghadapi
pilihan serta untuk membiasakan diri mengambil keputusan dalam situasi terjepit.
Selama kurun waktu 1980-2003 telah terjadi peningkatan angkatan kerja
perempuan dari 39,5 % menjadi 46,3 % (Tarjana, dkk, 2011:231), hal ini berarti bahwa
perempuan merupakan sumber daya yang tidak kecil bagi pembangunan, karena itu
penelitian mengenai pemberdayaan tenaga kerja perempuan dalam pertanian penting
untuk dilakukan di mana kegagalan yang dilakukan pemerintah (negara) dalam
memberlakukan model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah
kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan.
12

Alternatif peran pemberdayaan perempuan dari perspektif kemandirian ekonomi,


layak menjadi penelitian yang menarik, dengan harapan aktivitas ekonomi perempuan
dapat menjadi stimulasi yang efektif terhadap kemandirian dibidang lainnya. Aktivitas
ekonomi perempuan sering memberi kontribusi yagn cukup besar terhadap
perekonomian rumah tangga dan nasional.
Negara (pemerintah) tidak saja harus mengaturnya di sektor publik tetapi juga
terhadap tindakan dari orang-orang dan lembaga sektor privat (keluarga) dan swasta.
Dalam penelitian ini yakni Peran Buruh Tani Perempuan dalam Membangun ekonomi
keluarga dimana peran perempuan dalam pembangunan khususnya pertanian sangat
bermanfaat
untuk menemukan model-model pembangunan ekonomi dalam
menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan terutama dari
sisi gender, dengan harapan bahwa dalam penelitian-penelitian yang berhubungan
dengan gender akan muncul alternatif-alternatif pembangunan yang dapat menjadi
masukan bagi pemerintah selaku administrator pembangunan dimana didalamnya
terkandung nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan
pertumbuhan ekonomi yang memadai. Sehingga bukan tujuan pembangunan ekonomi
melalui pengarasutamaan gender dapat tercapai, tanpa merugikan pihak manapun.
3. Peran Perempuan dalam Membangun Ekonomi Keluarga
Perubahan mengenai pekerja perempuan itu disebabkan pula karena
terjadinya peningkatan kemiskinan baik absolut maupun relatif demikian
diungkapkan Mayling Oey, (Tarjana dkk, 2011:234). Hal ini dapat dipahami dimana
anggota rumah tangga yang miskin tidak mungkin menganggur. Tekanan
kemiskinan sering memaksa beberapa anggota keluarga (khususnya perempuan)
untuk mencari kegiatan pencarian nafkah (produktif) walaupun imbalannya sangat
rendah. Dalam kenyataannya karena masyarakat di pedesaan (terutama kalangan
bawah) banyak mengalami kesulitan ekonomi sehingga banyak kaum perempuan
yang terpaksa bekerja di luar rumah tangga akibatnya mereka ada dalam posisi
ekonomi yang kuat. Demikian halnya yang terjadi pada lokasi penelitian yakni di
Desa Sampiri Kecamatan Airmadidi Kabupaten Minahasa Selatan. Akibat adanya
kesulitan ekonomi, mengakibatkan banyak perempuan yang bekerja sebagai buruh
tani, baik itu harian maupun mingguan.
Dengan meningkatnya peran perempuan yang bukan hanya ibu rumah tangga
namun juga wannita pekerja, menyebabkan posisi mereka dalam keluarga
meningkat. Perempuan dalam hal ini berposisi sebagai ibu rumah tangga semata,
hampir tidak berlaku lagi, dalam hal ini perempuan memposisikan diri sebagai mitra
sejajar kaum lelaki dan bersaing dalam pasar kerja.
Oleh karena itu Onny S Prijono (Tarjana dkk, 2011:235), menyampaikan
bahwa proses pemberdayaan merupakan pendekatan holistik dimana pendidikan
merupakan faktor kunci tetapi juga masih perlu didukung dan dilengkapi oleh upaya
13

pemberdayaan ekonomi, psikologi, sosial budaya dan politik. Dalam hal ini proses
pemberdayaan melalui kelompok lebih efisien dan efektif yang tercermin dari
partisipasi perempuan dalam kelompok dan organisasi sosial.
4. Peran Perempuan dalam Pertanian
Salah satu sumbangan perempuan dalam pembangunan adalah partisipasi
wannita sebagai tenaga kerja dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi. Dalam
masyarakat agraris, usaha tani terutama pada pertanian campuran (mixed farming),
membutuhkan banyak tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan (Pudjiwati
Sajogyo dalam Tarjana dkk, 2011:266). Lebih lanjut dikemukakan bahwa peran
perempuan dalam pertanian dimulai semenjak orang menguasai alam atau bercocok
tanam. Sejak itu pula berkembang pembagian kerja yang nyata antara laki-laki dan
wntia dalam pekerjaan dibidang pertanian, di dalam keluarga dan masyarakat luas,
di mana faktor penguasaan tanah menjadi penting. Gejala tersebut kemudian
mendorong pula ke arah timbulnya differensiasi peranan antara perempuan dan
laki-laki dalam keluarga dan sistem kekerabatan yang luas hal ini disampaikan Ester
Boserup dalam Tarjana dkk, (2011:226).
Dalam kitab Amsal yang berisi nasihat hikmat dan kebijakan, dalam Alkitab
Perjanjian Lama sudah ditulis mengenai puji-pujian untuk isteri (perempuan) yang
cakap yakni dalam Amsal 31:16, Ia (perempuan/isteri) membeli sebuah ladang
yang diingininya dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya, dari ayat ini
dapat disimpulkan bahwa Tuhan pun menghendaki umatnya perempuan agar supaya
menjadi cakap, caranya diantaranya yakni dengan bekerja membangun ekonomi
keluarga salah satunya melalui pertanian, di mana pertanian dalam hal ini
digambarkan sebagai ladang anggur, dan perempuan/isteri yang cakap tersebut
bukan saja membeli sebuah ladang, melainkan menanaminya dengan tangannya. Hal
ini berarti bahwa kitab Amsal yang berisi hikmat dan kebijakan, memberikan salah
satu konsep hikmat dari seorang perempuan yang cakap yakni bukan hanya
mengurus rumah tangga, dan tinggal dirumah tetapi membangun ekonomi keluarga
melalui salah satunya bertani. Dan hal ini sudah dilaksanakan oleh para perempuan
secara turun temurun. Banyak tokoh-tokoh dalam Alkitab yang menggambarkan
bahwa perempuan sejak zaman dahulu sudah bekerja dalam bidang pertanian,
bahkan menjadi buruh tani. Contohnya Rut yang bekerja sebagai buruh tani
perempuan yakni memungut bulir-bulir jelai. (Alkitab Perjanjian Lama: Rut 2:2).
Bahkan dari pekerjaannya sebagai buruh tani, Tuhan memberkati Rut dan
keluarganya. Hal ini memberi makna penting bahwa pekerjaan sebagai buruh tani
bagi perempuan merupakan salah satu pekerjaan yang menjadi sarana Tuhan untuk
memberkati keluarga-keluarga dalam hal ini keluarga Kristen melalui perempuan
(isteri).

14

Selanjutnya dalam proses pembangunan, selama dasawarsa 1970-an telah


terjadi berbagai perubahan. Salah satu perubahan yang nampak adalah perubahan
dalam pola kerja perempuan. Penguasaan atas sumber daya tanah, penguasaan atas
modal, dan teknologi unggul membawa perubahan pada keluarga petani, sebagai
pendukung utama pertanian. Dampak tersebut amat nyata pada golongan
perempuan. Faktor-faktor tersebut menentukan peluang bekerja dan berusaha dari
para perempuan di pedesaan. (Pudjiwati Sajogyo dalam Tarjana dkk, 2011:226).
Dalam keadaan di mana warga masyarakat desa yang miskin hanya memiliki
kemungkinan yang terbatas untuk memperoleh sumber-sumber strategis utama
berupa tanah dan modal, maka kesempatan-kesempatan kerja bagi perempuan
merupakan sumber yang penting bagi rumah-rumah tangga yang tidak memiliki
tanah. Revolusi hijau menciptakan sistem pertanian sawah monokultur (padi) yang
mempunyai sifat rawan hama. Kecuali itu Revolusi Hijau menimbulkan polarisasi
kelas ekonomi, meningkatkan differinsiasi perempuan sebagai tenaga produksi dan
reproduksi, menimbulkan ketergantungan petani terhadap insititusi formal dan
maskulinisas pertanian (Emma Istiarum, Tarjana, dkk 2011:226).
Hasil evaluasi Kebijakan Pertanian masa 1970-2003 oleh Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian, menyebutkan
bahwa tanaman pangan khususnya beras berhasil mencapai swasembada pangan
tahun 1984. Akan tetapi usaha pencapaian swasembada pangan sejak tahun 1984
tidak didukung dengan usaha peningkatan kemandirian petani yang dapat membuat
mereka berdaya dan mampu mencapai usaha komersial (YB Widodo dalam
Masyarakat Indonesia Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia. Jilid XXXI, No.2,
2005:100).
Revolusi hijau yang berhasil meningkatkan posisi Indonesia dari Negara
pengimpor beras terbesar menjadi Negara swasembada ternyata harus
mengorbankan perempuan dalam upaya meraih tujuan itu. (Tarjana dkk 2011:227).
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat terjadi perubahan teknologi
panen, terjadi perubahan penggunaan alat yang pada awalnya dengan menggunakan
ani-ani beralih ke pemakaian sabit, perempuan secara otomatis tersingkir dari
tempatnya dalam proses pemanenan dan digantikan oleh buruh tani laki-laki. Hal
ini terjadi karena pertimbangan penggunaan tenaga laki-laki dianggap lebih efisien
karena sabit memerlukan tenaga yang jauh lebih besar dibandingkan bila
menggunakan ani-ani. Terlebih lagi setelah pemanfaatan teknologi traktor potong
dalam mempermudah panen, semakin sedikit tenaga kerja baik perempuan dan lakilaki yang digunakan. Selanjutnya pada waktu mesin huller mulai digunakan.
Ratusan dan bahkan ribuan pekerja perempuan yang bermata pencaharian penumbuk
padi di pedesaan, terpaksa kehilangan lapangan pekerjaannya. Pada akhirnya
revolusi hijau memberi dampatk yakni membatasi peran serta perempuan
15

perempuan untuk ikut panen dan secara otomatis mereka kehilangan sumber bahan
makanannya yang murah. Perkembangan teknologi baru dalam bidang pertanian
tersebut memperkecil peluang kerja berburuh tani bagi perempuan tani setempat.
Adanya keserentakan berusaha tani dengan memanfaatkan alat-alat pertanian
modern mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen memperkecil peluang
buruh tani bekerja pada petani atau majikan satu ke majikan lain. Hal ini berakibat
lebih lanjut yakni banyak perempuan misikin di desa termarginalisasi yakni tidak
mendapat pekerjaan di sawah ataupun di kebun pada masa musim menanam hingga
panen, mereka lebih memilih tinggal di rumah, mengurus rumah tangga, dan
membiarkan perekonomian keluarga bergantung kepada laki-laki.
Kendatipun pada akhirnya Revolusi hijau dalam hal ini mendatangkan
keuntungan yakni adanya swasembada pangan yang dicapai namun demikian pada
kenyataannya hanya menguntungkan para pemilik kebun atau sawah, dalam hal ini
adalah para petani-petani kaya. Selain itu juga yang sangat nyata terlihat di
pedesaan yakni semakin menurunnya lapangan pekerjaan didesa. (Tarjana dkk,
2011:227).
Perempuan pedesaan kelas bawah harus berjuang untuk melibatkan diri
sebagai subjek pembangunan bukan objek pembangunan. Oleh karena itu pemilihan
model pembangunan hendaknya terlebih dahulu mengajak sharing/membicarakan
bersama dengan perempuan desa di bidang apa saja, apa keinginan dan keperluan
mereka. Dari sinilah mulai terlihat betapa pentingnya memberdayakan perempuan
desa, dengan harapan perempuan desa mendapat posisi yang sesuai dengan
kemampuannya. Selama kurun waktu 1980-2003 telah terjadi peningkatan
partisipasi angkatan kerja perempuan terutama di pedesaan, hal ini berarti bahwa
perempuan merupakan sumber daya yang tidak kecil dalam pembangunan, terlebih
khusus dalam pertanian. (Tarjana, dkk, 2011:231).
Alternatif pemberdayaan perempuan dalam perspektif kemandirian ekonomi,
layak menjadi bahan penelitian yang menarik, dengan harapan aktivitas ekonomi
perempuan dapat menjadi stimulasi yang efektif terhadap kemandirian di bidangbidang lainnya. Aktivitas ekonomi perempuan sering memberi kontribusi cukup
besar terhadap perekonomian rumah tangga dan nasional. Selain itu, aktivitas
ekonomi oleh kaum perempuan menjadi wahana, aktualisasi diri, ajang melatih diri
menghadapi pilihan-pilihan serta untuk membiasakan diri mengambil keputusan
dalm situasi terjepit (Tim IP4 dalam Tarjana, dkk, 2011:232).
5. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
No PENELITI
TOPIK
HASIL
KET
.
(THN)
1
Wuriningsih, Analisis
peran ganda ibu rumah tangga
2009
Pengaruh
berpengaruh
terhadap
tingkat
16

Peran Ganda
Ibu Rumah
Tangga
Terhadap
Tingkat
Pendapat
Keluarga di
Kabupaten
Kebumen
Provinsi Jawa
Tengah
Tiwuk
Pemberdayaan
Kusuma
Tenaga Kerja
Hastuti, 2011 Perempuan
dalam
Pertanian
Sawah Surjan
Di Kabupaten
Kulon Progo

pendapatan keluarga di Kabupaten


Kebumen Provinsi Jawa Tengah
dengan derajat pengaruh yang tinggi
dan sangat signifikan pada taraf
signifikansi 1%

perempuan mempunyai peran besar


dalam pertanian sawah surjan, hal
ini menunjukkan perlu terus
dikembangkan. Perbedaan peran
antara laki-laki dan perempuan
dalam
kasus
sawah
surjan
merupakan fenomena yang sudah
terkonstruksi
secara
budaya.
Pembagian peran tersebut dipakai
sebagai survival strategy untuk
menangkal
kemiskinan.
Pemberdayaan
tenaga
kerja
perempuan dalam pertanian sawah
surjan di Kabupaten Kulon Progo
dapat dilakukan dengan melibatkan
perempuan pada organisasi social
yang berkembang di pedesaan.

EKSISTENSI BURUH GENDONG


SEBAGAI PILIHAN PEKERJAAN DI SEKTOR INFORMAL
( Studi Kasus di Pasar Giwangan, Yogyakarta )
Oleh : Nur Hidayah, M. Si
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : mengetahui kerja buruh gendong,
mengetahui intensitas kerja buruh gendong, mengetahui pekerjaan buruh gendong
sebagai profesi pokok atau sekedar pekerjaan sambilan, dan mengetahui alasan
pemilihan pekerjaan sebagai buruh gendong.

17

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan metode


wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data,
penyajian data dan pengambilan kesimpulan (verifikasi) secara kualitatif. Setting
penelitian di pasar Giwangan Yogyakarta dan lingkungan di sekitarnya.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1.) Ketiga belas
informan yang menjadi subyek penelitian, berasal dari dua
daerah yang berbeda yaitu Sukoharjo dan Bantul. 2.) Sebagian
besar para buruh gendong yang ada di pasar Giwangan berasal
dari Sukoharjo. 3.) Alasan memilih bekerja sebagai buruh
gendong karena penghasilan suami tidak mencukupi untuk
hidup sehari-hari dan tidak adanya biaya sekolah anak-anak,
tidak mempunyai pendidikan yang cukup untuk mendukung
bekerja di sektor formal, dan tidak memerlukan modal besar
karena bisa dengan mengandalkan tenaga. 4.) Ada yang
menekuni profesi buruh gendong sebagai pekerjaan pokok, ada
pula yang hanya sebagai sambilan ketika di desa sedang tidak
panen. 5.) Rata-rata informan menekuni profesi sebagai buruh
gendong sudah cukup lama bahkan sampai puluhan tahun. 6.)
Rata-rata penghasilan mereka per hari berkisar 25.000. 7.) Para
informan ada yang mempunyai hubungan darah seperti kakakadik, ibu-anak, bibi-keponakan dan sebagainya. 8.) Sebagian
besar informan menginginkan anak-anaknya tidak mengikuti
jejak mereka bekerja sebagai buruh gendong.
staff.uny.ac.id/sites/default/files/132309997/Artikel Buruh Gendong.pdf
G. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah di Desa
Kinaweruan Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan. Alasan peneliti
memilih lokasi penelitian ini adalah ketertarikan peneliti terhadap masalah-masalah
yang peneliti temukan dalam penelitian awal, pertimbangan terhadap pencapaian
(accesibilitas) ke lokasi penelitian yang cukup mudah dan dekat dengan peneliti dalam
hal ini mempermudah melakukan penelitian, juga mengurangi biaya dalam penelitian.
Hal ini sangat bermanfaat, pada saat proses pengumpulan data, peneliti dapat
mengunjungi lokasi penelitian sewaktu-waktu, sehingga data yang diperoleh peneliti
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menemukan, memahami, menjelaskan,
dan memperoleh gambaran fenomena-fenomena yang dikaji. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif yang sering
18

digunakan dalam penelitian disebut juga pendekatan naturalistik (Lincoln & Guba,
1985).
Lebih khusus penelitian kualitatif ini dimaksudkan akan meneliti Keikutsertaan
Petani Perempuan dalam menunjang ekonomi keluarga Desa Kinaweruan Kecamatan
Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan. Alasan pemilihan metode pendekatan kualitatif
ini peneliti yakni penelitan kualitatif lebih relevan dalam meneliti fokus masalah serta
tujuan penelitian yang ditetapkan karena metode penelitian kualitatif mampu menelaah
secara rinci dan mendalam fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah
penelitian guna mendapatkan informasi yang lengkap dan utuh tentang. Dalam hal ini
fenomena mengenai Keikutsertaan petani perempuan dalam menunjang ekonomi
keluarga Desa Kinaweruan Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan serta
faktor-faktor yang mempengaruhi Keikutsertaan petani perempuan dalam menunjang
ekonomi keluarga Desa Kinaweruan Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa
Selatan.
3. Tahap-Tahap Penelitian
a. Memasuki Lokasi Penelitian (Getting in)
Dalam penelitan deskriptif kualitatif lazimnya peneliti adalah instrument utama
yang turun langsung di lapangan. Peneliti sebagai instrumen utama tidak dapat
digantikan dengan alat lain untuk mengumpulkan data. Pelibatan peneliti sebagai
instrumen utama bukan berarti menghilangkan esensinya, tetapi kapasitas jiwa-raganya
dalam mengamati, bertanya melacak, mengeksplorasi, memahami, menilai,
mengoreksi, mengabstraksikan dan menginterpretasikan, merupakan alat utama yang
tidak dapat digantikan oleh siapapun atau dengan alat manapun. Dalam hal inilah
peranan spesifik peneliti sebagai alat utama tidak dapat digantikan oleh alat lain
termasuk orang yang lain, selain peneliti sendiri.
Pada waktu peneliti pertama-tama akan memasuki lapangan selalu bersikap hatihati, namun luwes dan terbuka terutama pada saat berhadapan dengan informan kunci.
Hal ini penting
dikembangkan sehingga tercipta suasana yang mendukung
keberhasilan dalam pengumpulan data. Dalam hal ini sebelum melakukan penelitian,
peneliti akan meminta izin dulu serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitiannya
kepada aparat desa, masyarakat setempat terlebih khusus kepada petani perempuan
dalam menunjang ekonomi keluarga Desa Kinaweruan Kecamatan Maesaan Kabupaten
Minahasa Selatan yang akan dijadikan objek penelitian. Informan-informan yang
peneliti tetapkan adalah para perempuan yang bekerja sebagai buruh tani, keluarga
dalam hal ini suami dan anak-anak, bahkan aparat desa dan juga masyarakat sekitar.
Disadari bahwa peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data,
penganalisis data, penginterpretasi data dan sekaligus sebagai pemberi makna terhadap
data hasil penelitian. Karena itu peneliti harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi
19

dan kondisi dilapangan. Hubungan baik antara peneliti dengan subjeksubjek yang
diteliti baik sebelum, selama maupun sesudah memasuki lapangan merupakan kunci
utama keberhasilan pengumpulan data. Hubungan yang tercipta dengan baik benarbenar menjamin kepercayaan dan saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi
sangat terasa membantu kelancaran proses penelitian dan keterbukaan untuk
memberikan informasi sebanyak mungkin sehingga data yang diinginkan dapat
diperoleh dengan mudah dan lengkap. Peneliti selalu menghindari kesan yang
merugikan informan dan menghargai apa saja yang dikemukakan informan kunci.
Setiap informasi yang diberikan oleh informan sangat peneliti hargai.
b. Berada di Lokasi Penelitian (Getting along)
Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan benar-benar meyakinkan
informan. Sebab kehadiran peneliti dan tujuan penelitian diketahui secara terbuka oleh
subjek penelitian. Hal ini tidak dapat disembunyikan, sebab lokasi penelitian yang
dikunjungi peneliti, mereka bertanya dan memintakan surat keterangan (izin)
melakukan kegiatan. Dalam hal ini kehadiran dan keterlibatan peneliti dalam berbagai
kegiatan penelitian serta penjelasan maksud dan tujuan penelitian dilakukan pada
akhirnya membuat para informan terbuka dalam memberikan informasi-informasi yang
peneliti butuhkan.
4. Teknik Pengumpulan Data (Logging data)
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: (1) observasi, (2) wawancara;
dan (3) studi dokumentasi. Yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Observasi Atau Pengamatan
Observasi atau pengamatan dilaksanakan selama sebelum, sementara dan sesudah
wawancara. Observasi
merupakan karakteristik interaksi antara peneliti dengan
subjek-subjek dalam lingkungan penelitian. Observasi partisipan dilakukan dengan tiga
tahapan yaitu: (1) Dimulai dengan observasi deskriptif (descriptive observation) secara
luas dengan melukiskan secara umum situasi Desa Sampiri; (2) Observasi terfokus
(focused observation). Untuk menemukan kategori-kategori seperti, bagaimana bentuk
peran perempuan dalam membangun ekonomi keluarga serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya; Akhirnya setelah dilakukan analisis dan observasi berulang,
diadakan penyempitan dengan melakukan (3) observasi selektif (selective observation)
dengan mencari perbedaan dan persamaan pendapat informan.
Berdasarkan hasil wawancara yang akan dilakukan selanjutnya peneliti akan
melakukan observasi mendalam kepada objek dalam hal ini buruh tani perempuan
kemudian kepada keluarga serta lingkungan. Peneliti akan melakukan tahap observasi
sekaligus wawancara. Peneliti akan mengamati bagaimana lingkungan kerja para
informan, bagaimana cara mereka bekerja, dan peran mereka dalam keluarga, terlebih
khusus dalam perekonomian keluarga.
b. Wawancara
20

Wawancara adalah percakapan antara dua pihak dengan maksud tertentu, dalam
hal ini yakni antara peneliti dengan infoman yaitu. Percakapan dimaksud tidak hanya
sekedar tanya jawab, dengan kata lain menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dan menilai percakapan, melainkan suatu percakapan yang mendalam sehingga peneliti
memahami pengalaman orang lain dan makna dari pengalaman tersebut. Tujuannya
adalah untuk mengumpulkan data atau memperkaya informasi atau bahan-bahan (data)
yang sangat rinci, kaya, dan padat yang digunakan dalam analisis.
Wawancara dimaksudkan adalah untuk mendapatkan dan menemukan apa yang
terdapat di dalam pikiran orang lain. Kita melakukan untuk menemukan sesuatu yang
tidak mungkin kita peroleh melalui pengamatan secara langsung. Garis-garis besar
pertanyaan disesuaikan dengan maksud penggalian data dan kepada siapa pertanyaanpertanyaan itu ditujukan. Adapun garis-garis besar pertanyaan yang akan disampaikan
yakni Bagaimana keikutsertaan petani perempuan dalam membangun ekonomi
keluarga?; Faktor-faktor yang mempengaruhi peran buruh tani perempuan dalam
membangun ekonomi keluarga?.
c. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber noninsani berupa dokumen atau arsip-arsip yang terkait dengan fokus dan sub-fokus
penelitian. Berbagai dokumen dimaksudkan akan dikumpulkan meliputi data-data
jumlah penduduk, jumlah perempuan, jumlah perempuan yang bekerja sebagai buruh
tani dan sebagainya. Dalam hal ini peneliti juga akan mengumpulkan profil Desa
Sampiri juga data-data pelengkap lainnya.
5. Teknik Analisis Data
Penganalisaan data deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rancangan analisis data interaktif menurut Milles & Hubberman
(1985:20). Dimana kegiatan mulai dari pengumpulan data lapangan, reduksi data,
penyajian data, serta tahapan terakhir yakni menarik kesimpulan.
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dilokasi penelitian (data lapangan) dituangkan peneliti
dalam bentuk laporan atau uraian yang lengkap dan terinci. Melalui catatan
lapangan tersebut oleh peneliti dipilah-pilah atau dikategorikan mana data
yang cocok dan tidak cocok dengan masalah dan fokus penelitia. Apabila
terdapat data yang tidak cocok maka akan direduksi atau dibuang dan diganti
dengan data yang baru yang cocok dan terkait dengan penelitian.
b. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian naratif, tabel dan gambar untuk
memudahkan peneliti melihat deskripsi perbagian atau secara keseluruhan.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

21

Penarikan kesimpulan dalam hal ini dilakukan secara terus menerus selama
berlangsungnya proses penelitian.
6. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan mengacu pada
pendapat Moleong (1999:173-175) yakni empat kriteria dalam memperoleh keabsahan
data dalam penelitian kualitatif. Keempat kriteria tersebut yakni:
Kredibilitas adalah untuk keperluan kredibilitas digunakan triangulasi, pengecekan
anggota, dan diskusi teman sejawat. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi: sumber data dan metode. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara
menguji kebenaran data tertentu dengan informan lain. Triangulasi data dilakukan
dengan cara membandingkan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan
observasi dilapangan.
Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunjukkan data, termasuk hasil
interpretasi yang telah ditulis dengan baik dalam format catatan lapangan. Setiap data
wawancara yang diperoleh diperiksa kembali, apakah sudah sesuai dengan daftar para
informan yang direncanakan dan apakah data-data yang diperoleh dalam wawancara
sudah lengkap berdasarkan daftar pertanyaan yang hendak ditanyakan serta informasi
yang diperoleh sudah menjawab kebutuhan data yang diinginkan peneliti.
Diskusi teman sejawat dilakukan dengan cara membicarakan temuan-temuan
penelitian ini kepada teman-teman seprofesi, ataupun yang memiliki wawasan serta
interest khusus dengan fokus penelitian ini.
Transferabilitas yakni cara yang digunakan untuk membangun keteralihan
temuan penelitian ialah cara uraian rinci. Dengan teknik ini hasil penelitian secermat
mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan dengan
mengacu pada masalah penelitian. Dengan uraian rinci ini diungkapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan oleh pembaca agar dapat memahami temuan-temuan yang diperoleh
peneliti berupa teori substantif. Setelah diadakan recek ternyata para pembaca mengerti
dan memahami benar apa yang mereka baca.
Dependabilitas adalah kriteria untuk menilai apakah proses penelitian bermutu
atau tidak. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertahankan ialah
dengan audit dependabilitas oleh ouditor, internal dan external guna mengkaji kegiatan
yang dilakukan peneliti.
Konfirmabilitas adalah kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian dengan
penekanan pada pelacakan data dan informasi serta interpretasi yang didukung oleh
materi yang ada pada penelusuran atau pelacakan audit (audit trail). Untuk memenuhi
penelusuran dan pelacakan audit ini, peneliti penyiapkan bahan-bahan yang diperlukan
seperti data/bahan, hasil analisis, dan catatan tentang proses penyelenggaraan
penelitian.

22

Untuk menjamin objektifitas dan kualitas penelitian maka dari data dan informasi
yang didapat, hasil analisis dan pemaknaan hasil penelitian dikonfirmasikan kembali
kepada masing-masing informan yang telah dimintai data dan wawancara. Setelah
peneliti menyusun setiap data yang diperoleh baik data wawancara maupun data
dokumentasi, peneliti kemudian mengkonfirmasikan kembali kepada yang
bersangkutan dan kepada pihak-pihak yang memahami persoalan.
H. Daftar Pustaka
Alkitab, 2009. Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta
Arianti Ina Rh & Purwanti Asih Analivi, 2011.Marginalisasi Buruh Migran
Perempuan (BMP) Studi Kasus di Desa Warung Doyong, UK Satya Wacana.
Bryant C. & White l.G., 2001, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang,
Terj. LP3ES, Jakarta.
Budiman, 2006. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Cardoso, G. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Andi Offset, Yogyakarta.
Effendi, S. 2001. Debirokratisasi dan Deregulasi Meningkatkan Kemampuan
Administrasi Untuk Melaksanakan Pembangunan, P.T. Tiara Wacana,
Yogyakarta.
Gomes, F.C. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, P.T. Andi, Terjemahan, Jakarta.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI, 2000, Rencana Induk Pembangunan
Nasional Pemberdayaan Perempuan 2000-2004, Jakarta.
_____.2001. Laki-laki dan perempuan memang beda, tetapi tidak untuk dibedabedakan. Jakarta, Kantor Meneg PP.
Kwik Kian Gie. 2001. Program pembangunan nasional (PROPENAS) 2000-2004 yang
berwawasan gender, Makalah pada Rakernas Pembangunan Pemberdayaan
Perempuan, Jakarta: BAPPENAS.
Miles, M.B. & Hubberman, A.M. 1985. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of
New Methods. London : Sage Publications.
Moeljarto Tjokroamidjojo, dkk. 2000. Bahan Pelatihan Gender dan Pembangunan
Kantor Menteri Negara UPW.

23

Moleong L. 1999. Penelitian Kualitatif, Bumi Aksara, Jakarta.


Moenir, H.A.S. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, P.T. Pustaka Presss,
Jakarta.
Notoamidjoyo, A. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro,
Bumi Aksara, Jakarta.
Notoatmodjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta.
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar Maju,
Bandung.
Siagian, S.P. 2002. Manajemen Strategi, Bumi Aksara, Jakarta.
______,2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
______,2009. Administrasi Pembangunan, Bumi Aksara, Jakarta.
Simamora, H. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE, Yogyakarta.
Suit, J. 2006. Aspek Mental Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, P.T. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Sulistiyani. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep, Teori dan
Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Tarjana, Sri Samiati, 2011. Pergeseran Paradigma Pembangunan Pemberdayaan
Pemberdayaan Perempuan Menuju Pengarusutamaan Gender, Cakrabooks,
Solo.
Wuriningsih, 2009. Analisis Pengaruh Peran Ganda Ibu Rumah Tangga Terhadap
Tingkat Pendapat Keluarga di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah, Tesi,
Pascasarjana, Undip Semarang.
Majalah:
Majalah Ilmiah Cakrawala Kependidikan No. 1. Th. XVI, Februari 1997, LPKM UNY,
Yogjakarta.
Majalah Akrab (Aksara Agar Berdaya), Edisi 4/Desember 2010, Direktorat Pendidikan
Masyarakat, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.

24

Majalah Masyarakat Indonesia Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia. Jilid XXXI,


No.2, 2005:100).

25

You might also like