You are on page 1of 19

BAB I

LAPORAN KASUS
A.

B.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis kelamin
Berat Badan
Panjang Badan
Agama
Alamat
Kebangsaan
MRS

: An. MA
: 3 tahun
: Laki laki
: 15 kg
: 95 cm
: Islam
: Desa Karangan
: Indonesia
: 3 Desember 2014

ANAMNESIS
(alloanamnesis dengan ibu penderita, 3 Desember 2014)
Keluhan Utama
: Sesak napas
Keluhan tambahan
: Demam (+), Batuk (+), Pilek (+)
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 hari sebelum SMRS pasien mengalami batuk, dahak (+), tidak berwarna,
tidak bercampur darah, pilek (+), sesak napas (-), demam tidak terlalu tinggi,
mual (-), muntah (-), riwayat batuk lama (-), kemudian os dibawa berobat ke
puskesmas dan diberikan obat syrup (tidak diketahui).
1 hari SMRS, penderita mengalami sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi cuaca
dan posisi tubuh, mengi (-), batuk (+), demam (+),biru (-), pucat (-). Tidak ada
riwayat sesak sebelumnya, BAK normal, BAB normal, kemudian pasien berobat
ke RSUD Prabumulih.
Penyakit ini diderita pasien untuk pertama kalinya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama tidak ada.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Riwayat alergi tidak ada.
Keluarga:
Bpk. M/ 35 th/ Petani

Ibu R/30th/IRT
An. MA/3 th.

Riwayat Sosial Ekonomi:

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah pasien seorang
petani dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal di daerah
padat penduduk, pinggir jalan dimana banyak kendaraan yang lewat.
Kesan : sosioekonomi kurang
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
Masa kehamilan
: Cukup bulan
Partus
: Spontan, presentasi kepala
Ditolong oleh
: Bidan
Berat badan lahir
: Ibu pasien tidak ingat
Keadaan saat lahir
: langsung menangis
Riwayat Imunisasi:
BCG
: 1 kali, scar (+) pada lengan kanan
C.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan
Keadaan Umum
Kesadaran
Nadi
Pernapasan
Suhu
Berat Badan
Panjang Badan

: 3 Desember 2014
: Kompos mentis
: 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
: 38 x/menit
: 38,8oC
: 15 kg
: 95 cm

Keadaan Spesifik
Kepala
- Bentuk
: Normosefali, simetris.
Rambut
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata
: Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-)
Hidung
: Sekret (+), napas cuping hidung (-).
Telinga
: Sekret (-), serumen plak (-) .
Mulut
: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-).
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: Simetris, retraksi subdiafragma (+).
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi

: vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), rhonki basah

kasar (+/+).
Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis dan pulsasi tidak terlihat.
Palpasi : Thrill tidak teraba dan iktus kordis teraba.
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi
: Bunyi jantung I-II normal, irama reguler, bising (-).
Abdomen : Turgor kulit kembali < 2 detik.
Inspeksi
: Datar dan simetris.
Palpasi : Lemas, shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi
: Timpani (+)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal.
Punggung
: Gibbus (-)
Genetalia
: Laki-laki, penis tidak ada kelainan.
Lipat paha dan genitalia : Pembesaran kelenjar getah bening (-).
Ekstremitas
: Akral dingin (-), sianosis (-), capillary
Refill time < 2 detik, edema pretibia (-/-)

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Pemeriksaan

Tungkai

Tungkai

Kanan
Kiri
Gerakan
Luas
Luas
Kekuatan
+5
+5
Tonus
Eutoni
Eutoni
Klonus
Reflek fisiologis
+ normal
+ normal
Reflek patologis
Fungsi sensorik
: Dalam batas normal.
Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal.
GRM
: Tidak ada.

Lengan

Lengan

Kanan
Luas
+5
Eutoni

Kiri
Luas
+5
Eutoni

+ normal
-

+ normal
-

D PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb
: 10,6 g/dl
Leukosit
: 21000 /ul
RBC
: 4350000 /ul
Diff. Count
: 0/0/0/62/38/0
Trombosit
: 273000 /ul
Hematokrit
: 33,2 %

CRP
E

: Positif

PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX

Kesan :
Cor

: CTR <50%

Paru

: tampak infiltrat

Kesan : Bronkopneumonia
F PENATALAKSANAAN
-

O2 1-2 L/m
IVFD KAEN 1B gtt 20/menit mikro
Gentamisin 2x35mg i.v
Ampicilin 3x500mg i.v
Ambroxol Syr. 3 x cth
Paracetamol Syr. 3 x 1 cth

DIAGNOSA BANDING
1 Bronkopneumonia
2 Bronkiolitis akut

DIAGNOSA KERJA
Bronkopneumonia

PROGNOSA
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam : bonam

FOLLOW UP
Tanggal 4 Desember 2014
S: sesak nafas (+), batuk (+), pilek (+), demam (+)
O: KU:

Sensorium: compos mentis


Nadi: 98 /menit, isi dan tegangan cukup
RR: 32 /menit
T: 37,8 C

KS:

Kepala dan leher: NCH (-), mata cekung (-), konjuntiva palpebra
anemis (-), sklera ikterik (-), kelenjar getah bening tidak membesar.
Thorax: simetris, retraksi subdiafragma (+)
Cor

: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)

Pulmo

: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (+)

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, turgor kembali < 2 detik.
Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-)
A: Bronkopneumonia
Tanggal 5 Desember 2014
S: sesak nafas (+), demam (+), batuk (+), pilek (-)
O: KU:

Sensorium: compos mentis


Nadi: 95 /menit, isi dan tegangan cukup
RR: 32 /menit
T: 38,1 C

KS:

Kepala dan leher: NCH (-), mata cekung (-), konjuntiva palpebra
anemis (-), sklera ikterik (-), kelenjar getah bening tidak membesar.
Thorax: simetris, retraksi subdiafragma (+),
Cor

: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)

Pulmo

: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (+)

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, turgor kembali < 2 detik.
Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-)
A: Bronkopneumonia
5

Tanggal 6 Desember 2014


S: Sesak napas (+) berkurang, Demam (-), Batuk (+), Pilek (+)
O: KU:

Sensorium: compos mentis


Nadi: 98 /menit, isi dan tegangan cukup
RR: 29 /menit
T: 37,0 C

KS:

Kepala dan leher: NCH (-), mata cekung (-), konjungtiva palpebra
anemis (-), sklera ikterik (-), kelenjar getah bening tidak membesar.
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor

: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)

Pulmo

: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (+) minimal

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, turgor kembali < 2 detik.
Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-)
A: Bronkopneumonia
.
Tanggal 7 Desember 2014
S: Sesak napas (-), Demam (-), Batuk (+), Pilek (-)
O: KU:

Sensorium: compos mentis


Nadi: 95 /menit, isi dan tegangan cukup
RR: 26 /menit
T: 37,0 C

KS:

Kepala dan leher: NCH (-), mata cekung (-), konjuntiva palpebra
anemis (-), sklera ikterik (-), kelenjar getah bening tidak membesar.
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor

: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-)

Pulmo

: retraksi subdiafragma (-), vesikuler normal, wheezing


(-), rhonki (-)

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, turgor kembali < 2 detik.
Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-)
6

A: Pasien mengalami perbaikan dan dipulangkan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
Bronkopneumonia

adalah

peradangan

pada

paru

dimana

proses

peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di


alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.1
B.

Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang
dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.1

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
mengurang dengan meningkatnya umur.

Pneumonia lobaris hampir selalu

disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar,
sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.1,3

C.

Etiologi
Faktor Infeksi
1. Bakteri
a.
Pneumococcus, penyebab utama penumonia.

Pada orang dewasa

disebabkan oleh penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9).


Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan
meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti
pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
2. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
3. Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing.
4. Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit
dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur
yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang
tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan
radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan
istirahat panjang seperti tifoid harus diubah ubah posisi tidurnya.
5. Jamur
H.
Capsulatum.
Candida
albikans,
Blastomycetes
dermatitis,
Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6. Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes

Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk


pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
o Pada neonatus: Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
o Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
o Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
o Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

Faktor Non Infeksi.


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon:
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam
lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit
yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada
bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.1,2,4
D.

Klasifikasi
Menurut buku

Pneumonia

Komuniti,

Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,


2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama

pada

penderita

dengan

daya

tahan

lemah

(immunocompromised).
3. Berdasarkan predileksi infeksi:
1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercakbercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri
yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau
orang tua.
3. Pneumonia interstisial.2
E.

Patogenesis
10

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan


(droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau
saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen
mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi
pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi.
Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme
pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek
penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
4.
5.
6.
7.
8.

lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut


Refleks batuk
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan

nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)

11

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
d. Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.4,5
12

F.

Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.5,6
G.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan
tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,
retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.
Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000
40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
13

2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.


3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak
diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara
hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik
o Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau
beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat
dijumpai. 5,6
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

Pneumonia sangat berat


bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia berat
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Pneumonia
bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

14

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan


> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

Bukan Pneumonia
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.2

H.
Diagnosis Banding
Bronkopneumonia
Bronkiolitis
K

Penatalaksanaan1,2,3

Antibiotika polifarmasi selama 10-15 hari


- Ampicillin 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis
- Klorampenikol dengan dosis:
Umur <6 bulan: 25-50 mg/kgbb/hari
Umur >6 bulan: 50-75 mg/kgbb/hari
Dosis dibagi dalam 3 dosis
Atau Gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosis
Suportif:
IVFD, oksigen, pembersih jalan nafas
Bila terjadi impending decompensation cordis:
- Pengurangan cairan sampai kebutuhan
- Diberikan diuretika dan NaCl distop
- Bila tak teratasi baru diberikan digitalisasi
Pada penderita bronkopneumonias post morbili:
- Sementara mencari aktivitas TBC diberikan INH profilaksis paling sedikit
-

3 bulan
Bila disertai gejala PCM berat dan klinis defisiensi vitamin A diberikan
Vit.A terapeutik 200.000 IU peroral pada hari I, II kemudian minggu
kedua dan dianjutkan setiap 6 bulan.

15

Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :


Mikroorganisme
Streptokokus dan StafilokokusM. Penicilin
Pneumonia

50.000-100.000

unit/hari

IV

atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM


atau

H. Influenza
Klebsiella dan P. Aeruginosa

Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau


Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin

Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini.Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah
dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran
nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.2
J.

Komplikasi
Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi

yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis,
Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.2,3
K.

Prognosis

16

Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat


diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka
kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang,
angka mortalitas berkisar dari 10 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang
dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta
adanya penyakit yang menyertai.2,3

BAB III
ANALISIS KASUS
Anak laki-laki, usia 3 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak satu hari
SMRS . Sesak nafas timbul secara perlahan atau tidak mendadak. Terdapat juga
batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan takipneu, dan ronki. Berdasarkan data di
atas, penderita didiagnosis menderita bronkopneumonia. Diagnosis banding yang

17

mungkin adalah bronkiolitis akut. Namun, bronkiolitis akut ini dapat disingkirkan
dengan melihat tanda dan gejala yang ada pada penderita. Sesak pada bronkiolitis
timbul secara mendadak, sedangkan sesak pada penderita timbul secara perlahan.
Selain itu, pada bronkiolitis akut juga ditemukan ronki dan wheezing, sedangkan pada
penderita hanya ditemukan ronki.
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, aspirasi, jamur, cacing,
dan senyawa hidrokarbon. Untuk mengetahui bakteri penyebab bronkopneumonia,
harus dilakukan kultur sputum. Pada penderita ini tidak dilakukan sehingga tidak
dapat ditentukan secara pasti etiologinya. Oleh sebab itu, WHO mengajukan
pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana untuk pneumonia.
Berdasarkan pedoman tersebut penderita tergolong sakit pneumonia. Menurut
klasifikasi tersebut, Pneumonia ditandai dengan adanya pernafasan cepat yaitu lebih
dari 50 x/menit pada anak usia 2 bulan - 1 tahun. Oleh sebab itu, anak harus dirawat
dan diberikan antibiotik. Penatalaksanaan di rumah sakit terhadap anak ini adalah
sebagai berikut:

IVFD KAEN 1B gtt. XX/menit (mikro).


Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis 3 500 mg per hari.
Gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis 2 35 mg per hari.
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali bila demam parasetamol sirup 1 cth
Ambroxol 1,2 1,6 mg/kgBB/kali 3 x cth

DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: Jakarta. 2004.
Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta. 2002.
Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC:
Jakarta. 2000.
18

Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease


Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit
EGC, Jakarta, hal: 709-712.
Behrman RE, Vaughan VC, 1992, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi
12, Penerbit EGC, Jakarta, hal: 617-628.

19

You might also like