Professional Documents
Culture Documents
Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Dalam
pendidikan, guru mempunyai peranan yang penting dalam keberhasilan suatu proses
pembelajaran. Di dalam proses pembelajaran, peserta didik mengalami proses
perubahan untuk menjadikan dirinya sebagai seorang individu yang mempunyai
kepribadian dan kemampuan tertentu. Peran serta peserta didik di dalam proses
pembelajaran yaitu berusaha secara aktif untuk mengembangkan dirinya dibawah
bimbingan guru. Peran aktif guru, orang tua dan masyarakat sangat menentukan
dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Terkait dengan pembelajaran saat ini, kurilulum
yang digunakan adalah Kurikulum 2013 dengan mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, keterampilan dalam pembelajaran (Wina, 2011).
Pembelajaran fisika saat ini masih berpusat pada guru (teacher center). Sistem
pembelajaran tersebut juga diterapkan di SMA Negeri 3 Jember, hal ini dapat
menyebabkan peserta didik menjadi pasif. Dalam proses pembelajaran peserta didik
kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, terutama kemampuan
berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan dengan baik.
Kurangnya keaktifan berpikir kritis peserta didik menyebabkan pembelajaran hanya
terjadi satu arah (Supinah,2008). Sesuai dengan Kurikulum 2013, peserta didik dituntut
aktif dan dapat berpikir kritis. Pola pembelajaran fisika yang selama ini dilakukan lebih
cenderung menggunakan model pembelajaran ceramah, tanya jawab, dan pemberian
tugas rumah, sehingga mempengaruhi pemahaman peserta didik tentang materi yang
diajarkan. Pembelajaran fisika merupakan suatu proses belajar mengajar yang
bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan dalam keterampilan proses,
meningkatkan kreatifitas dan sikap ilmiah pada siswa. Sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
yang menekankan pada pengembangan kreativitas peserta didik (Astutik, 2006).
Kreativitas peserta didik memiliki peran sangat penting karena menggambarkan
cara berpikir yang lebih adaptif terhadap permasalahan dan kemampuan peserta didik
dalam menghadapi permasalahan. Azlina (2010) menyatakan kreativitas sangat
dibutuhkan oleh peserta didik dikarenakan peserta didik merupakan subjek yang harus
mempersiapkan masa depan mereka sendiri. Kreativitas dapat membantu peserta didik
ketika mereka menemui permasalahan dalam kehidupan. Sehubungan dengan itu
ketrampilan yang terkait dengan pengembangan kemampuan berpikir kreatif harus
diajarkan oleh pendidik pada tingkat satuan pendidikan.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di SMA Negeri 3 Jember pada
saat pembelajaran fisika, ternyata proses pembelajarannya masih berpusat pada
guru. Selain itu guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan jarang
memberikan kesempatan anak untuk bertanya. Guru juga tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memberikan argument tentang materi pembelajaran.
Akibatnya siswa menjadi pasif dan kurang bisa memahami materi yang diajarkan.
Kecenderungan sikap pasif ini menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu juga
mengakibatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa menjadi tidak berkembang
secara maksimal. Hal ini terlihat dari masih banyaknya siswa yang kurang menanggapi
pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selain itu siswa juga hanya menerima semua
pernyataan yang diberikan oleh guru tanpa memberikan sanggahan terhadap apa
yang dikatakan oleh guru. Untuk itu perlu adanya solusi untuk mengatasi masalah
tersebut, salah satunya yaitu dengan cara mengubah kebiasaan dalam proses
pembelajaran. Kebiasaan pola pembelajaran dari guru yang aktif menjadi siswa yang
aktif dalam proses pembelajaran. Agar siswa selalu aktif dan menggunakan
kemampuan berpikirnya secara kritis, guru dapat menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dengan Video Based Learning. Model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share mula-mula dikembangkan oleh Lyman
dan kawan-kawan dari universitas Maryland (Tatag, 2006).
Pembelajaran kooperatif tipe think pair share ini terdiri dari tiga tahapan
yaitu: think (berfikir), pair (berpasangan), share (berbagi). Dalam pembelajaran ini
pada masing-masing kelompok terdiri dari dua orang yang dengan tingkat kemampuan
yang berbeda. Dengan mengelompokkan siswa secara berpasangan, maka dapat
memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk berfikir dan merespon sehingga
dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Kelebihan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebagai berikut: 1) Siswa secara
mandiri berpikir atau memecahkan masalah dengan tenang, kemudian berpasangan
dan berbagi pemikiran atau solusi; 2) Setiap siswa disiapkan untuk kegiatan
kolaboratif; bekerja dengan pasangan, mengumpulkan gagasan, dan berbagi
pemikiran atau solusi mereka dengan seluruh rekan. Secara tidak langsung, teknik
ini membiarkan kelompok belajar dari satu sama lain; 3) Pada tahap konstruksi
pengetahuan, para siswa akan menemukan apa yang mereka lakukan; 4) Guru memiliki
waktu untuk berpikir dengan baik dan lebih cenderung mendorong elaborasi jawaban
asli dan mengajukan pertanyaan yang lebih kompleks; 5) Meningkatkan keterampilan
komunikasi lisan siswa karena mereka memiliki waktu yang cukup untuk
mendiskusikan ide-ide mereka satu sama lain dan karena itu, tanggapan yang diterima
lebih sering berupa intelektual singkat karena siswa memiliki kesempatan untuk
merefleksikan ide-ide mereka; dan 6) Ada pergeseran positif dalam tingkat
pemahaman, kesadaran dan penggunaan strategi pemahaman, aspek bahasa lisan dan
sikap (Azlina, 2010). Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan menggunakan
video based learning, membawa peserta didik lebih mudah belajar tidak hanya di
sekolah, namun juga dapat dilaksanakan di rumah. Dengan adanya video based
learning dalam kegiatan pembelajaran yang dilengkapi dengan penggabungan antara
suara, gambar dan musik membawa materi dapat divisualisasikan sehingga peserta
didik dapat termotivasi untuk lebih senang belajar fisika dan sangatlah membantu
guru dalam hal mengefisienkan waktu dalam melakukan kegiatan praktikum. Terkait
dengan pandangan di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah menerapkan model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan video dalam pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan model PTK (Penelitian Tindakan
Kelas). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 3 Jember yang
berjumlah 37 siswa terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Alasan
peneliti menggunakan subjek penelitian ini karena kemampuan berpikir kritis dan kreatif
siswa masih rendah. Hal ini terlihat dari masih banyaknya siswa yang tidak mampu
menangapi setiap pernyataan yang diberikan oleh guru. Menurut Suharsimi (2012)
pelaksanaan penelitian terdapat empat langkah, yaitu: 1) Perencanaan, sebelum
dilaksanakan tahap pelaksanaan, terlebih dahulu dilakukan perencanaan. Tahap ini
dilakukan agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan baik dan lancar. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah: Menentukan masalah yang akan
diteliti; Merancang rencana pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan
yaitu: menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, merumuskan alokasi
waktu, merumuskan indikator pembelajaran, merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan model dan metode pembelajaran, menentukan langkah-langkah pembelajaran,
menentukan dan menyiapkan media pembelajaran, menyiapkan soal-soal keterampilan
berpikir kritis dan evaluasi, serta menyiapkan penghargaan; menyusun buku siswa;
membuat instrumen penelitian; menyiapkan daftar pertanyaan angket; menyiapkan alat
dokumentasi. 2) Pelaksanaan dan pengamatan, meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta
mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning. Pada tahap pengamatan,
peneliti dibantu oleh tiga observer yaitu Emy Yuliarti selaku guru kelas serta Mega
Agustina dan Anis Budi Riskiyati selaku teman sejawat. Hal ini dilakukan agar peneliti
lebih fokus menyampaikan materi pelajaran dan melakukan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun. Pengamatan yang dilakukan observer berdasarkan
instrument pada lembar observasi yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya. Jadi,
observer hanya memberikan tanda centang pada kolom peilaian berdasarkan rubrik yang
100% .................................................
(1)
Teknik analisis data rata-rata tes ketrampilan berpikir kritis siswa menggunakan rumus:
...........................................................
(2)
Kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan oleh sekolah yaitu =70. Sedangkan untuk
menganalisis ketuntasan tes secara klasikal menggunakan rumus:
100%.................
(3)
100%.................................................
(4)
Indikator keberhasilan penelitian ini, adalah ketercapaian tujuan kinerja guru dan
siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share dengan Video Based Learning. Indikator keberhasilan penelitian
ini dapat dirinci sebagai berikut: 1) Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran
mencapai keberhasilan 80% dari keseluruhan aspek yang diamati. 2) Aktivitas belajar
siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika mencapai keberhasilan 80% dari keseluruhan aspek yang diamati. 3) Siswa dikatakan tuntas dalam belajar apabila mendapat nilai
70 (Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM), sedangkan ketuntasan klasikal
dikatakan tercapai apabila seluruh siswa dalam kelas tersebut tuntas belajar sebanyak
80%. 4) Respon siswa setelah guru menerapkan pendekatan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share dengan Video Based Learning telah mencapai 80%.
Persentase
(%)
SIKLUS I
25
75,75
SIKLUS II
29,5
89,39
SIKLUS III
31,5
95,45
Persentase
(%)
SIKLUS I
23
69,69
SIKLUS II
26,5
80,3
SIKLUS III
31
93,93
Pada tabel 2 di atas, dapat dilihat jumlah dan persentase aktivitas siswa selama
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
TUNTAS
TIDAK TUNTAS
JUMLAH (fx)
JUMLAH SISWA
RATA-RATA
PERSENTASE (%)
SIKLUS
I
II
23
31
14
6
2490
2720
37
37
67,3
73,61
62,16 83,78
III
35
2
3058
37
82,64
94,59
Hasil perhitungan rata-rata hasil tes keterampilan berpikir kritis siswa di atas
dapat disajikan ke dalam diagram berikut:
Angket respon siswa ini berisi tentang tanggapan siswa selama mengikuti
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif .
Tabel 4. Hasil Angket Respon Siswa
Jumlah
pemilih YA
Persentase
SIKLUS
I
326
88,1
SIKLUS
II
338
91,35
SIKLUS
III
341
92,16
Pada tabel 4 dapat dilihat hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Video Based
Learning. Hasil perhitungan angket respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Video Based Learning
tersebut dapat disajikan pada diagram berikut:
dikit dari indikator yang telah ditentukan peneliti. Untuk lebih menguatkan hasil
penelitian ini maka penelitian dilanjutkan ke siklus III. Sedangkan pada siklus III
persentase ketuntasan aktivitas siswa mencapai 93,93%. Hasil ini telah mencapai
indikator keberhasilan yang telah ditentukan peneliti. Berdasarkan perhitungan di atas
dapat dilihat bahwa aktivitas siswa saat pembelajaran menggunakan model pembelajaran TPS mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I sebesar
69,69% meningkat menjadi 80,3% pada siklus II dan mencapai 93,93% pada siklus III.
Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Penelitian di atas sesuai
dengan teori Eggen and Kauchak (dalam Trianto, 2007) yang mengatakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif mendorong siswa bekerjasama dalam menemukan
penyelesaian dari suatu masalah dan mereka mengkoordinasikan agar saling
berinteraksi. Berdasarkan diagram 3 di atas, terlihat peningkatan rata-rata hasil tes
keterampilan berpikir kritis siswa mulai dari siklus I-III. Pada sikus I rata-rata hasil tes
keterampilan berpikir kritis siswa masih berada di bawah KKM yang telah
ditentukan (70) yaitu 67,3. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 73,61 dan
telah melampaui KKM yang telah ditentukan. Namun rata-rata ini masih berada
sedikit di atas KKM yang telah ditentukan. Sedangkan pada siklus III, rata-rata hasil tes
keterampilan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan yang signifikan yaitu
sebesar 82,64 dan jauh melampaui KKM.
Pada diagram 4, hasil ketuntasan belajar siswa siklus I secara klasikal sebesar
62,16 %, hasil ini masih berada di bawah indikator keberhasilan yang telah ditentukan
peneliti sebelumnya. Karena masih belum mencapai target yang ditentukan, maka
peneliti bersama dengan observer melakukan evaluasi pembelajaran siklus I. Evaluasi
ini membahas kekurangan yang terjadi selama pembelajaran untuk dijadikan perbaikan
pada pembelajaran siklus II. Kendala tersebut antara lain penguasaan kelas yang masih
kurang, kurangnya kreativitas guru dalam menyampaikan materi, penyebaran
pemberian soal kepada siswa yang pasif masih kurang. Untuk mengatasi kendala
tersebut peneliti mencari cara yang lebih kreatif dalam menyampaikan materi agar
siswa lebih memperhatikan ketika proses pembelajaran.
Pada siklus II ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan yaitu sebesar
83,78 %, hasil ini telah mencapai indikator ketuntasan secara klasikal yaitu sebesar
80%. Namun, hasil ini masih tergolong minimal karena hanya 3% di atas indikator
keberhasilan. Oleh sebab itu penelitian dilanjutkan ke siklus III, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Sedangkan pada siklus III, ketuntasan
belajar secara klasikal didapatkan hasil sebesar 94,59%, dan hasil ini telah mencapai
indikator keberhasilan. Dari ketiga siklus di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
hasil ketuntasan balajar siswa secara klasikal mulai dari siklus I-III. Karena pada siklus
III hasil ketuntasan belajar secara klasikal telah jauh melampaui indikator keberhasilan
yang telah ditentukan, maka penelitian ini dihentikan.
Berdasarkan diagram 5 di atas, proses pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS mendapatkan respon yang baik dari siswa. Hal
ini terlihat dari persentase yang didapatkan pada siklus I sebesar 88,1 %, pada siklus
II meningkat menjadi 91,35 % dan pada siklus III meningkat menjadi 92,16 %. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa indikator hasil angket dalam menerapkan model
pembelajaran koperatif tipe TPS telah mencapai indikator keberhasilan dan mengalami
peningkatan pada tiap siklusnya. Respon yang sangat baik ini disebabkan karena
dalam proses pembelajaran sehari-hari, siswa jarang mendapatkan variasi model pembelajaran. Sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa Think Pair Share
dengan Video Based Learning merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat vari-
asi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur
yang digunakan dalam Think Pair Share dengan Video Based Learning dapat memberi
siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Jadi, ketika
siswa mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan
Video Based Learning siswa menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran.
Peningkatan hasil tes kemampuan berpikir kreatif siswa pra tindakan, siklus I, dan siklus
II dapat dibaca melalui tabel berikut:
Tabel 5. Kategori hasil kemampuan berpikir kreatif Pra Tindakan,
Siklus I, dan siklus II
Kategori
Pra
Tindakan
Jumlah
%
Siswa
Siklu
sI
Jumlah
Siswa
Siklus II
%
Jumlah
Siswa
Siklus II
%
Jumlah
Siswa
Presentase
Tinggi
16
53
19
55
29
91%
Cukup
13
41
23
47
20
45
10
9%
Kurang
17
53
0%
Rendah
0%
Dari tabel di atas, diperoleh bahwa pada pra tindakan yaitu 0 siswa pada
kategori tinggi, 13 siswa pada kategori cukup, 17 siswa pada kategori kurang, dan 9
siswa pada kategori rendah. Pada siklus I yaitu 15 siswa pada kategori cukup dan
16 siswa pada kategori tinggi. Sedangkan untuk siklus I I ada 19 siswa pada kategori
tinggi dan 20 siswa pada kategori cukup. Dan untuk siklus III ada 29 siswa pada
kategori tinggi dan 10 siswa pada kategori cukup
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas peneliti dapat menarik kesimpulan: 1)
Aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning yang diterapkan oleh
peneliti pada siswa kelas X SMA Negeri Jember terlaksana dengan sangat baik
dan telah mencapai indikator keberhasilan penelitian. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya peningkatan hasil observasi aktivitas guru pada siklus I-III, meskipun masih
terdapat aspek aktivitas guru yang belum mendapat nilai sempurna. 2) Aktivitas
siswa pada saat pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning mengalami peningkatan dari
siklus I- III dan telah mencapai ketuntasan secara klasikal yang telah ditentukan
peneliti yaitu 80%. Hal ini bisa dilihat pada saat diskusi dan proses pembelajaran
berlangsung. Siswa yang tidak aktif menjadi lebih aktif saat pembelajaran dan lebih
berani menyampaikan pendapat. 3) Kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa
SMA Negeri 3 Jember setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning) mengalami
peningkatan. Selain itu ketuntasan tes keterampilan berpikir kritis siswa secara
klasikal telah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan peneliti yaitu
80%.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning dapat mening-
katkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa di SMA Negeri 3 Jember. 4)
Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe TPS sangat bagus, siswa sangat
senang mengikuti pembelajaran tersebut.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan
sebagai berikut: (1) Hasil penelitian di SMA Negeri 3 Jember menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based
Learningdapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa. Oleh
sebab itu, pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based
Learning baik digunakan untuk membelajarkan materi lain dalam pembelajaran
fisika dan (2) Penelitian ini hanya mengkaji pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based Learning terhadap
prestasi belajar dan aktivitas belajar, sehingga perlu dikaji pengaruh penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Video Based
Learning dengan variabel-variabel yang lainnya, misalnya pada motivasi belajar
siswa, pemahaman konsep, kemampuan berdiskusi siswa, dan kemampuan berpikir
kritis dan juga kemampuan berpikir kreatif .
DAFTAR RUJUKAN
Astutik, Trining Puji, 2010. Identifikasi konsep sukar dan kesalahan konsep reaksi
redoks pasa siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Skripsi.
(Online),(http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/
detail/identifikasi-konsep-sukar-dan-kesalahan-konsep-reaksi-redoks-pasasiswa-sma-laboratorium-universitas-negeri-malang-trining-puji-astutik46442.html), diakses tanggal 18 Mei 2016).
Azlina, N.A.N. 2010. CETLs : Supporting Collaborative Activities Among
Students and Teachers Through the Use of Think-Pair-Share Techniques.
IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 7. (Online),
(www.IJCSI.org), diakses 11 Mei 2016.
Herjunanto, Dhimas Luthfi. 2012. Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share) Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa
Kelas V SD Negeri Genuksuran Purwodadi Grobogan Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012. Skripsi.(Online), (http://repository.library.uksw.
edu/handle/123456789/789), diakses tanggal 13 Mei 2016).
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia.
Lufri. 2003. Pembelajaran Berbasis Problem Solving yang Diintervensi dengan
Peta Konsep dan Pengaruhnya Tterhadap Berpikir Kritis Mahasiswa
dalam Mata Kuliah Perkembangan Hewan. Jurnal Penelitian
Kependidikan, 13(2): 212-226.
Hasanah, P. U. 2005. Peningkatan Kemampuan Berpikir dan Hasil Belajar Siswa
Melalui Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir melalui Pertanyaan) dengan
Metode Think-Pair-Share Mata Pelajaran Biologi di SMP Negeri 1
Tumpang. Malang: FMIPA UM.
Maryamah, Mimin. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar
Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kecamatan Mojolaban.
Tesis. (Online), (http://tp.pasca.uns.ac.id/?p=34), diakses 28 April 2016.
Suharsimi. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.