You are on page 1of 19

MENGENAL REMUNERASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH

Pendahuluan
Isu mutakhir yang sedang ramai diperbincangkan di berbagai Kementrian adalah
tentang remunerasi. Sesungguhnya bukan hal baru, setidaknya sekitar lima tahun
terakhir pemerintah memang gencar-gencarnya membenahi sistem remunerasi di
berbagai kementerian, termasuk Kementerian Kesehatan. Sebagian besar, atau
hampir seluruh Kementerian telah menerima surat keputusan untuk pemberlakuan
remunerasi pada Kementerian masing-masing.
Sayangnya isu remunerasi dipahami oleh sebagian praktisi maupun pengambil
keputusan sebagai sesuatu yang baru. Seolah-olah selama ini tidak ada remunerasi
atau belum menjalankan remunerasi. Sementara pada tingkat pelaksana tentunya
sangat menunggu-nunggu perubahan tersebut. Bagi pegawai, apalagi yang ditunggu
selain mengaharapkan kenaikan. Padahal tidak demikian adanya. Remunerasi yang
dimaksudkan disini hanyalah bersifat penambahan maupun pembenahan komponen
tunjangan yang sesungguhnya merupakan bagian dari total remunerasi. Kenapa
demikian, karena pendapatan yang diterima setiap bulan itu adalah sesuangguhnya
remunerasi. Remunerasi disini secara umum dapat diartikan sebagai seluruh
pendapatan yang diterima baik tunai dan non tunai yang langsung maupun tak
langsung yang dikeluarkan oleh setiap instansi untuk pegawainya. Jadi itulah
kenapa remunerasi disini disebutkan dengan penyempurnaan. Persepsi tentang
sistem remunerasi yang dipahami tersebut tentu harus diluruskan.
Setelah lama bersabar menunggu, pada gilirannya terbitlah apa yang dikatakan
remunerasi berupa tunjangan kinerja. Kita baru mengerti bahwa persepsi tentang
adanya remunerasi baru tadi berupa tujangan kinerja. Tunjangan kinerja ini
sesungguhnya bagian dari total remunerasi sebagaimana disinggung di atas. Artinya
gaji pokok dan tunjangan beserta fringe benefit lainnya yang selama ini diterima
sistemnya tetap. Hanya mendapat tambahan tunjangan baru berupa tunjangan
kinerja. Dengan adanya tambahan tunjangan tersebut tentunya total remunerasi
pegawai menjadi naik juga.
Dinamika Penerapan Remunerasi Dilapangan
Dengan terbitnya peraturan baru tersebut sebagian Unit Pelaksana Teknis merasa
bersyukur. Betapa tidak, dengan kinerja relatif sama dari yang sebelumnya, pegawai
mendapatkan tambahan tunjangan baru. Sebaliknya tidak demikian dengan
sebagian Kementerian yang memiliki karakteristik pelayanan, sepertihalnya
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, atau
mungkin dibeberapa Kementerian lain.
Remunerasi pada Kementerian Kesehatan sesungguhnya mengacu pada ketentuan
penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setiap PNS disini akan menerima gaji
pokok, dan sejumlah tunjangan yang diatur oleh Pemerintah seperti tunjangan
keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan perumahan, dan kepersertaan dalam

jaminan kesehan nasional dan sebagainya. Terbitnya tunjangan kinerja menambah


daftar tunjangan yang dapat dinikmati oleh seorang PNS.
Persoalan mulai timbul saat tunjangan kinerja akan diterapkan di rumah sakit.
Ternyata karakteristik sistem remunerasi di rumah sakit pemerintah berbeda dengan
unit-unit perkantoran dilingkunga Kementerian Kesehatan. Jika unit-unit perkantoran
milik pemerintah dapat langsung menerapkan sistem tunjangan kinerja, namun tidak
demikian pada rumah-rumah sakit. Sebagai contoh, di rumah sakit berlaku sistem
fee for service pada tenaga dokter. Sementara pegawai lainnya mengacu pada
insentif berbentuk merit system namun prakteknya diberlakukan relatif fixed. Dua
sistem yang berbeda ini harus dapat disatukan. Belum lagi kita dihadapkan pada
jenis-jenis fringe benefits yang banyak ragamnya dan diterapkan berbeda pada
masing-masing rumah sakit dengan sumber mata anggaran remunerasi yang
ternyata berbeda pula. Paling mumum anggaran remunerasi bersumber dari
pemerintah atau disebut rupiah murni (RM) dan anggaran dari suber penerimaan
Negara bukan pajak (PNBP). Pejelasan di atas merupakan gambaran kenyataanya
dilapangan pada organisasi pemerintah, terutama rumah sakit sebagaimana fokus
tulisan ini.
Di lapangan para praktisi dihadapkan lagi dengan kenyataan sulitnya menemukan
pola remunerasi setara tunjangan kinerja yang tepat bagi Lembaga atau
Kementerian untuk diaplikasikan pada setiap unit pelaksana teknis masing-masing.
Hal ini karena sulitnya mendapatkan formula generik yang cocok pada setiap unit
pelaksana teknis yang karakteristik proses bisninya berbeda pula. Besaran
pendapatan akibat penerapan sistem remunerasi sebelumya berbeda. Terjadi
disparitas yang signifikan antara sesama dokter yang mendapatkan pembayaran
dengan sistem fee for service. Begitu pula terdapat kesenjangan antara pegawai
non dokter dengan dokter dalam menerima insentif tersebut. Masih terdapat
sejumlah faktor penyulit lain berupa regulasi yang harus sinergi antara Kementerian
Kesehatan selaku kementerian teknis harus harmoni dengan Kementerian
Keuangan selaku Kementerian yang mengatur regulasi keuangan. Akhirnya proses
ini memakan waktu yang relatif lama dan melelahkan.
Upaya untuk membentuk pola perhitungan remunerasi yang diseragamkan ternyata
tidak mudah. Betapa tidak, Kementerian Kesehatan telah membentuk tim khusus
menangani masalah ini. Hasil dari kerja keras tim salahsatunya mengahasilkan
semacam peta jabatan yang seragam. Dalam peta jabatan kita dapat melihat upaya
pengelompokan jabatan dengan tingkatan jabatannya. Selain itu dapat dilihat nilai
suatu jabatan yang disusun dalam suatu urutan tinggkatan atau jenjang yang
dinamakan grade jabatan.
Pemetaan ini tampak sederhana, dan setiap rumah sakit diharapkan tinggal
memasuk-masukkan saja nama jabatan menurut kelompoknya kedalam peta
jabatan yang dijadikan pola tersebut. Ternynata dilapangan tidak demikian halnya.
Jika kita hanya berpresepsi bahwa nama jabatan sebatas jabatan eselon, atau
jabatan-jabatan setara jabatan eselon saja maka akan dengan mudah diterapkan.
Akan tetapi di setiap rumah sakit pemerintah di bawah kementerian kesehatan
terdapat variasi nama jabatan yang sangat banyak ragamnya. Disinilah para praktisi
mulai kesulitan melakukan penilaian jabatan untuk mendapatkan remunerasi yang
berkeadilan.

Sebenarnya kita dapat menerapkan metode evaluasi jabatan untuk mendapatkan


grading sebagaimana yang dipakai sebagai dasar pada tunjangan kinerja.
Sayangnya para praktisi lagi-lagi dihadapkan bahwa kompetensi pengawai pada
setiap pangkat dan golongan yang sama kenyataannya tidak setara. Inilah yang
mendorong berbagai rumah sakit pemerintah ingin membangun sistem evaluasi
masing-masing.
Membangun Sistem Remunerasi Berkeadilan
Kita tidak akan membahas karut-marut proses di atas. Lebih baik kita membahas
bagaimana sistem remunerasi dibangun dengan prinsip keadilan tersebut. Ya,
keadilan. Ini penting ditekankan di awal, karena membangun sistem ini tidak hanya
soal sistem hitung-hitungan matematis belaka, tapi ada sesuatu yang penting
tersembunyi disini, yaitu, perubahan budaya. Disini terkait budaya kerja, budaya
individu selaku pegawai, dan akhirnya merubah budaya organisasi (baca artikel
keterkaitan sistem sdm).
Persoalan hitungan sudah ada pakemnya, kita bisa menggunakan metode
sederhana non analitik seperti metode judgement call dan jobs plotting. Kita bisa
juga menggunakan teknik perbandingan dengan Paired Comparition, yaitu
memperbandingkan antar jabatan terhadap sejumlah faktor yang telah ditentukan.
Saat ini Kementerian Kesehatan berupaya menyusun pedoman evaluasi jabatan
berbekal peraturan Kementerian Kesehatan nomor 625/Menkes/SK/V/2010 tentang
Pedoman Penyusunan Remunerasi Pegawai Badan Layanan Umum Rumah Sakit
Dilingkungan Kementerian Kesehatan. Peraturan ini mengatur ketentuan umum
tentang dasar-dasar kebijakan remunerasi dilingkungan Kementerian Kesehatan
namun belum menyertakan pedoman evaluasi maupun bagaimana tatacara
menyusun sistem remunerasi. Sehingga masing-masing rumah sakit berpaya
menemukan
formulanya
sendiri.
Di bawah ini terdapat beberapa metode yang mungkin saja dapat dijadikan rujukan
dalam menyusun sistem evaluasi jabatan dalam rangkaian sistem remunerasi.
Organisasi dapat menggunakan metode sederhana seperti dijelaskan di atas, atau
jika memugkinkan dapat pula melaksanakan metode yang lebih kompleks dengan
memilih
metode
analitik.
Misalkan saja cara menghitung nilai satu jabatan atau job value, bisa menggunakan
model pendekatan Point System Watson Wyatt, atau Hay Management Consultant job evaluation system, atau bahkan menggunakan metode dari Kemenpan, yaitu
pedoman factor evalution syatem FES sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 34 tahun 2011, Tentang Faktor
Evaluasi Jabatan. Masih banyak metode lain yang bisa kita pilih. Kita bahkan bisa
membangun sistem sendiri. Jadi, tidak ada yang salah sistem manapun yang akan
digunakan, sejauh sejalan dengan visi dan karakteristik organisasi, dan disepakati
pihak-pihak berkepentingan.
Setelah kita mendapatkan hitungan job value, sebelum kita melangkah lebih jauh
ada baiknya kita sejenak meluagkan waktu fokus pada identifikasi faktor pricing

setiap kelompok jabatan. Misal, jabatan doter spesialis di rumah sakit tentu memiliki
harga jabatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan seorang insinyur.
Sebaliknya jika dokter bekerja di industri perminyakan maka tentu pricing-nya akan
lebih rendah dibandingkan dengan insinyur. Ini memang mengandung makna relatif,
tetapi setidaknya logika berfikir kita haruslah demikian. Ini jadi penting untuk
nantinya saat kita menetapkan formula sebagai dasar menetapkan angka gaji
maupun insentif.
Langkah berikut mari kita menghimpun jenis-jenis biaya remunerasi yang
dikeluarkan tiap bulan, bahkan sampai setahun. Termasuk kita perlu mengetahui
detil setiap pegawai menerima apa saja setiap bulannya bahkan selama setahun. Ini
diperlukan untuk menghitung kembali total biaya remunerasi. Selain itu mencegah
merugikan pegawai saat sistem baru diberlakukan. Karena ada kemungkinan turun,
atau bahkan naiknya berlipat ganda. Prediksi biaya juga harus memperkirakan
adanya penambahan pegawai baru, pegawai keluar, mutasi, kenaikan pangkat,
pensiun, dan lain sebagainya. Bahkan jika perlu memperkirakan kemampuan
organisasi menaikkan remunerasi pada tahun berikutnya dan kesanggupan
membayar harus terjamin untuk kurun waktu beberapa rahun kedepan. Semuanya
harus dapat diprediksikan lebih awal.
Penjelasan di atas cukup sudah membuktikan pada kita kenapa menata sistem
remunerasi memerlukan waktu relatif lebih lama, dan harus cermar. Itupun jika
sistem itu dipersiapkan dengan keteguhan hati dari pimpinan, konsisten, role model
dan transparansi keputusan yang diambil sehingga menumbuhkan "trust" pagi
semua anggota organisai. Jika faktor kepercayaan sudah tumbuh, dengan
sendirinya pegawai akan sukarela mendharmabhaktikan seluruh tenaga dan
fikirannya untuk membangun organisasi.
Kondisi di atas dalam jangka panjang akan mampu ngangkat kemampuan
organisasi, termasuk kemampuan keuangan. Selain itu dengan tatanan organisasi
yang baik akan menjadikan organisasi kuat dan mampu bertahan serta tumbuh dari
persaingan usaha itu sendiri. Peningkatan kemampuan keuangan dapat
dimanfaatkan organisasi membangun dan mengembangkan investasi, baik fisik
maupun dibidang SDM, termasuk kemampuan penataan sistem remunerasi
pegawai.
Penataan sistem remunerasi juga penting, sebab dengan kesejahteraan yang cukup
maka diharapkan konsentrasi pegawai dalam bekerj jadi lebih fokus dan mendorong
peningkatan kinerja mereka. Misalnya dalam mendisain sistem, haru mengacu pada
pilosofi organisasi. Misalkan saja anggaran remunerasi dibagi menjadi tiga
komponen utama, misalnya pay for people menggambarkan remunerasi terkait
dengan karakteristik yang berbeda-beda pada individu dalam konteks jabatan dalam
organisasi. Faktor lain adalah pay for position, menggambarkan penghargaan
terhadap posisi jabatan seseorang dalam organisasi. Terakhir adalah pay for
performance, dimana individu dalam konteks jabatannya dihargai karena kompetensi
dan prestasi kinerja yang dicapai atau dihasilkan. Maka pada akhirnya organisasi
akan menikmati hasil kinerja dari pegawai yang prima tersebut. Kedengarannya
indah bukan.

Beberapa langkah dasar yang patut diselesaikan dalam menyusun remunerasi,


terutama pada proses pembenahan sistem eksisting sebagaimana judul di atas,
diantaranya ; Pertama organisasi harus menata struktur organisasi dan jabatanjabatan didalamnya. Proses ini akan mendapatkan gambaran hirarke jabaran,
rentang kendali, maupun nama-nama jabatan yang ada didalamnya. Berdasarkan
nama jabatan tersebut kita akan mendapat gambaran singkat tentang uraian tugas
pokok satu jabatan yang tertera dalam bagan organisasi (lihat artikel
pengorganisasian).
Kedua, kegiatan menyusun nama-nama jabatan yang memiliki karakteristik sama
dalam satu kelompok. Proses pengelompokan ini dengan cara memilah jabatanjabatan yang berada dalam satau famili jabatan. Hal ini nantinya bermanfaat dalam
prorses penimbangan jabatan agar kita dengan mudah mendapatkan kesetaraan
dalam hasil penimbangan. Ketiga, adalah proses menetapkan alat atau format
analisis jabatan. Proses ini diperlukan untuk mendapatkan sebanyak mungkin
informasi tentang suatu jabatan. Dari informasi ini kita dapat mempertimbangkan
apakah isi informasi relevan dengan nama jabatan, karakteristik jabatan atau
dengan tuntutan jabatan oleh organisasi. Kita juga dapat melihat, apakah informasi
tersebut mengindikasikan satu jabatan dituntut berlebihan atau sebaliknya, dituntut
sangant ringan.
Lagkah keempat, adalah memilih alat ukur evaluasi jabatan yang sesuai karakteristik
organisasi. Pada paragraf di atas telah disinggung sedikit tentang metode dan jenis
alat evaluasi jabatan yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik masingmasing organisasi. Apapun alat ukur yang dipilih, baik berupa analitik maupun non
analitik tidaklah soal, yang penting dapat diterima semua pihak dan dilakakukan
dengan prinsip transparan. Hasil pengukuran berupa sejumlah angka nilai jabatan
(job value) yang nantinya disusun dalam urutan tingkatan atau grading.
Langkah kelima dapat dilakukan simultan dengan langkah-langkah lain, yaitu
melakukan identifikasi jenis-jenis anggaran remunerasi yang diterima pegawai.
Langkah ini penting untuk memetakan berapakah pendapatan total saat ini dari
setiap pegawai perbulannya bahkan dalam periode setahun. Dengan memetakan
penghasilan individu, maka mencegah terjadinya penurunan atau sebaliknya
terdapat kenaikan berlipat kali saat menerima pembayaran remunerasi baru jika
dibandingkan dengan sebelumnya. Disini pengelola SDM dapat memeriksa kembali
alasan terjadi penurunan ataupun sebaliknya terjadi kenaikan terlalu tinggi. Alasan
yang sering terjadi untuk penurunan adalah terjadi over paid sebaliknya jika terjadi
kenaikan terlalu tinggi karena sebelumnya pegawai tersebut under paid.
Keenam, melakukan identifikasi sumber anggaran remunerasi (jika diperlukan).
Pada rumah sakit pemerintah umumnya terdapat dua sumber mata anggaran
remunerasi. Pertama bersumber dari rupiah murni, yaitu anggaran pemerintah untuk
membayar gaji pokok dan tunjangan pada PNS. Kedua adalah bersumber dari
pendapatan negara bukan pajak (PNBP), yaitu anggaran bersumber dari
pendapatan operasional organisasi.
Ketujuh, perlu melakukan sirmulasi agar mudah melakukan proses migrasi dari
sistem lama kepada sistem baru. Hasil dari integrasi ini kita dapat melihat kekuatan
organisasi membayar. Mengontrol kenaikan anggaran remunerasi baik individu

pegawai maupun tingkat kororat, melihat prosentase kenaikan rata-rata anggaran


sekarang ke anggaran remunerasi baru, melihat prosentase kenaikan remunerasi
individu dan kelompok jabatan tertentu. Kita juga mudah memprediksikan berapa
periode kesanggupan menaikkan remunerasi pegawai dibandingkan penerimaan
corporat, dan seterusnya.
Penutup
Dari artikel ini dapat disimak bahwa sesungguhnya kita sudah menjalankan sistem
remunerasi versi sistem penggajian PNS. Sebagian instansi mendapatkan tunjangan
baru berupa tunjangan kinerja. Namun sebagian instansi seperti rumah sakit tidak
dapat langsung menerapkan tunjangan kinerja, melainkan membenahi sistem
insentif dan tunjangan maupun fringe benefit sesuai kemampuan nggaran masingmasing rumah sakit. Pilosofi dari pembenahan sistem ini adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai sehingga diharapkan akan timbul memotivasi kerja dan
pegawai akan berkinerja baik.
Untuk mendapatkan sistem remunerasi yang berkeadilan harus dimulai dengan
cara-cara transparan dan dilakukan dengan alat ukur yang mampu menciptakan
rasa adil bagi semua pihak, termasuk adil bagi organisasi. Sebaik apapun alat ukur
yang dipilih tentulah harus dilakukan dengan baik termasuk cara-cara transparan
dalam mengambil keputusan. Komunikasi perlu senatiasa dijaga agar semua pihak
dapat memahami, menghormati dan menerima keputusan tersebut. Komunikasi
yang baik sekaligus berfungsi sebagai sosialisasi terbaik pada setiap lapisan
pegawai. Jika tujuan ini tercapai maka tingkat penolakan akan dapat dicegah sedini
mungkin.
Memperhatikan konsekuensi anggaran remunerasi juga penting untuk menjamin
kesejahteraan jangka panjang bagi kelangsungan hidup organisasi, dan pada
gilirannya menjamin kesejahteraan pegawai itu sendiri.
Hal tak kalah penting adalah mendorong kesadaran dan tanggungjawab pegawai
agar senantiasa menunjukkan kinerja yang optimal. Memang tidak mudah, tapi jika
melakukan upaya secara terencana dan sistimatis seperti pengawasan kinerja dan
disiplin pegawai, leadeship yang baik, mempertahankan motivasi akan membawa
kemajuan organisasi, dan pada gilirannya dapat dinikamati oleh organisasi dan
seluruh anggotanya.

Pembagian Jasa Pelayanan di RS Pemerintah


Senin, 09 April 2012
Pedoman Remunerasi Jasa Pelayanan di Rumah Sakit Pemerintah
Pembagian jasa pelayanan di rumah sakit atau biasa disebut dengan INSENTIF
adalah kebijakan pimpinan RS dalam pemberian insentif kepada seluruh karyawan RS,
sebenarnya bukan hal mudah tetapi juga bukan hal yang amat sangat sulit. Memang benar
kalau dikatakan sangat kompleks dan berpotensi menimbulkan konflik antar karyawan, juga
penurunan kinerja serta ketidakpuasan antara kayawan dengan pimpinan RS. Kondisi ini
sebenarnya sudah banyak dialami di beberapa RS di Indonesia khusunya di rumah sakit
Pemerintah. Bisa dikatakan bahwa setiap kali membagi jasa pelayanan selalu membuat
galau para karyawan bahkan dianggap kurang berpihak pada karyawan kecil. Untuk itu perlu
dilakukan penyempurnaan terus menerus sampai pada tahap yang kondusif artinya
bagaimana mengurangi kesenjangan pendapatan antar karyawan itu sendiri. Melalui upaya
dan kebijakan yang mencerdaskan, selalu mencari solusi terbaik dan tidak berlindung pada
alasan klasik (belum tersedianya regulasi pemerintah secara rinci) mungkin akan lebih baik.
Melalui artikel pendek ini izinkan saya memberikan sedikit tips/pengalaman saya
membagi jasa pelayanan di RS Pemerintah.
disusun oleh max.mulyadi hp.082137520341/082138836142

Pedoman Membagi Jasa Pelayanan INA-CBGs/Umum


(Revisi thn 2015 tentang Remunerasi Jasa Pelayanan) Di RS Pemerintah

Siapkan terlebih dahulu :


A.

Data kepegawaian

B.

Penilaian indeks poin (tabel dan blangko)

C.

Pedoman menyusun bobot pendapatan.

D.

Pedoman memisahkan income/klaim INACBGs (menjadi jasa pelayanan, jasa


medik, jasa paramedik dan jasa lainnya).

E.

Rumus-rumus pembagian

F.

Data pendapatan tindakan dari masing2 dokter (by name).

G.

Data pendapatan dari masing2 ruangan/instalasi/unit penghasil

H.

Data total pendapatan rumah sakit (termasuk jasa farmasi/obat)

I.

Kebijakan lainnya.

B. Contoh Tabel dan blangko Penilaian Indeks Poin

JABATAN (JAB)

PENDIDIKAN (PEND)

STATUS (STA)

staf umum

0,5
6

sekolah dasar

0,6
3

wyata bakti

1,2
5

staf administrasi

1,1
1

SMP/Setara

1,2
5

kontrak

2,5

staf khusus

1,6
7

SMA/Setara

1,8
8

CPNS

3,7
5

perawat/prmdk
trampil

1,6
7

diploma I kesehatan

2,1
9

PNS

perawat/prmdk ahli

2,2
2

diploma III umum

2,5

dokter gigi

2,2
2

diploma III
kesehatan

3,1
3

dokter umum

2,2
2

diploma IV
kesehatan

3,7
5

Kompetensi

apoteker trampil

2,2
2

strata I umum

3,1
3

kurang

kep. bidang/bagian

2,2
2

Strata II Kesehatan

3,7
5

sedang

apoteker ahli

2,7
8

pasca sarjana
umum

3,7
5

standar

dr. gigi spesialis

2,7
8

pasca sarjana kes

4,3
8

profesional

dr. spesialis

2,7
8

doktor umum

4,3
8

dr. sub spesialis

3,3
3

doktor kes

kep. Sub.
Bidang/bagian

3,8
9

Resiko

kepala ruangan

3,8
9

5
N

Beban Kerja

ringan

1,2
5

ringan

1,2
5

kepala instalasi

3,8
9

sedang

2,5

sedang

2,5

wakil direktur

4,4

cukup tinggi

3,7

cukup berat

3,7

4
direktur

Gol

5
tinggi

Profesi

5
berat

Pemenuhan hari kerja

1A

0,29 administrasi

0,83 msuk kerja penuh

1B

0,59 adm. Khusus

1,67 izin tdk masuk kerja 1 hr

0,98

1C

0,88 prwt/prmdk trampil

2,5 izin tdk masuk kerja 2 hr

0,95

1D

1,18 prwt/prmdk ahli

3,3 izin tdk masuk kerja 3 hr

0,93

2A

1,47 dr. umum

3,3 izin tdk masuk kerja 4 hr

0,91

2B

1,76 dr. gigi

3,3 izin tdk masuk kerja 5 hr

0,89

2C

2,06 apoteker trampil

3,3 izin tdk masuk kerja 6 hr

0,86

2D

2,35 apoteker ahli

4,17 izin tdk masuk kerja 7 hr

0,84

3A

2,65 dr. spesialis

4,17 tdk masuk kerja 1 hari

0,95

3B

2,94 dr. gigi spesialis

4,17 tdk masuk kerja 2 hari

0,89

3C

3,24 dr. sub spesialis

5 tdk masuk kerja 3 hari

0,82

3D

3,53

tdk masuk kerja 4 hari

0,75

4A

3,82

tdk masuk kerja 5 hari

0,68

4B

4,12

tdk masuk kerja 6 hari

0,61

4C

4,41

tdk masuk kerja 7 hari

0,55

4D

4,71

cuti melahirkan

0,5

4E

cuti naik haji

0,5

4C

4,41

cuti 3 hari

0,93

4D

4,71

cuti 6 hari

0,86

4E

cuti 12 hari

0,73

tugas belajar 1 bulan

0,73

tugas belajar 2 bulan

0,63

tugas belajar 3 bulan

0,53

Blangko Isian Penilaian Indeks Poin

Instalasi/Bagian:
NO

NAMA

JAB

PEND

ALI

KARU

S1K

BUDI

PT

CICI

PT

MK

GOL

KOM

RISK

PRF

BK

STA

PHK

Idx P.

20

3B

PRO

CT

PA

SD
G

PNS

MK

35,57

D3K

15

2D

STD

SDG

PT

SD
G

PNS

MK

26,56

D3K

12

2C

STD

SDG

PT

SD
G

PNS

MK

25,73

PNS

MK

25,07

KON

STD

SDG

PT

SD
G

3A

STD

SDG

PA

SD
G

PNS

MK

29,07

3A

STD

SDG

PT

SD
G

PNS

MK

26,87

DEDI

PT

D3K

10

EDI

PA

S1K

FARID

PT

D3K

168,8
8

C. Contoh menyusun/menetapkan bobot pendapatan


1.

Perhatikan sumber-sumber pendapatan dari berbagai unit penghasil

2.

Perhatikan data yg masuk, apakah bersifat by name atau kelompok

3.

Pelajari cara alokasi jasa pelayanan,alokasi jasa farmasi dan jasa lainnya

4.

Buat sasaran penerima jasa pelayanan utk seluruh pegawai, perhatikan juga
struktur rs, dll

5.

Tentukan kebijakan bobot pendapatan bagi direktur, kabid, subid, staf admen
dan staf lainnya

6.

Besarnya nilai bobot 1 ditetapkan dengan rumus = ((total pendapatan x


85%x5%):100) dengan nilai efektif lebih dari 90%

7.

Bobot pendapatan direktur sebesar 85 poin sampai dengan 99 poin

8.

Bobot pendapatan wakil direktur sebesar 30% x bobot direktur

9.

Bobot pendapatan kabid, setara dengan rata-rata pendapatan dokter umum


atau 8 - 15 poin

10. Bobot pendapatan kasubid setara dgn jml bobot kabid dibagi jml kasubid atau
1/2 bobot kabid
11. Bobot pendapatan dewan pengawas, setara dengan bobot kasubid.
12. Bobot pendapatan tenaga medik dan paramedik (sesuai pendapatan fungsional,
kebijakan dan pengendalian), dengan ketentuan sebagai berikut :
a.

bobot pendapatan dokter spesialis, minimal di atas rata-rata bobot paramedik,


maksimal 90%xbobot direktur

b.

bobot pendapatan dr. Umum/dr. gigi, minimal di atas rata-rata bobot


paramedik, maksimal 85%xbobot direktur

c.

bobot pendapatan apoteker, setara dgn rata-rata pendapatan dr. Umum di


tambah 1 poin

d.
e.

bobot pendapatan paramedik, minimal 1,8 poin, maksimal 6 poin


bobot pendapatan staf farmasi setara dengan rata-rata bobot paramedik
ditambah 1 poin

13. bobot pendapatan staf admen, minimal 1 poin, maksimal 2 poin


14. Bobot tambahan bagi pegawai RSUD diluar tupoksinya (dalam kepanitiaan
tertentu) sebesar 0,4 1,5 poin
15. Bobot pendapatan tenaga lainnya sesuai kebijakan direktur
16. Perhatikan unit-unit pelayanan fungsional yang tidak langsung melayani pasien,
dengan pertimbangan bahwa mereka juga mempunyai kontribusi berarti bagi RS
17. Usahakan menjaga perimbangan pendapatan antara pejabat struktural dgn
tenaga fungsional
18. Buat cara penilaian indeks poin dan tentukan peruntukannya, sesuaikan
perubahan yg terjadi
19. Variasi besarnya prosentase pendapatan untuk tenaga fungsional tidak menjadi
masalah selama memiliki nilai rasional dengan menggunakan pola perimbangan
bobot (misal jasa medik 52%, perawat 35% untuk 8 orang)
20. Penggunaan persen dan indeks poin saja tidak cukup untuk membagi jasa
pelayanan
21. Pembagian jasa pelayanan memang ada seninya, shg perlu memperhatikan
alokasi pendapatan dari atas sampai ke bawah
22. Jasa Kebersamaan selain dibagi dengan indeks poin juga membantu
pertambahan nilai atas pengurangan pajak

23. Pedoman remunerasi ini juga dapat menjadi petunjuk bahwa penambahan 1
org pegawai berpotensi akan ditanggung bersama, hendaknya ada effisiensi
ketenagaan (analisis beban kerja dan jml SDM)
24. Menyusun remunerasi jasa pelayanan juga dapat menjadi bahan pertimbangan
untuk evaluasi input jasa, struktur, kinerja, efisiensi pola tarif,dll
25. Pengolahan data untuk remunerasi jasa pelayanan dikerjakan oleh petugas
yang memahami tarif pelayanan, profesi tng kesehatan, tingkat kesulitan/pola
pelayanan, harapan, pengembangan sdm,peraturan ttg blu, memahami
pedoman pembagian jasa pelayanan, menguasai excel, dll
26. Apabila bobot pendapatan dr. Spesialis, dr, umum dan petugas lainnya, selalu di
bawah standar yg ditentukan maka dianjurkan tetap meningkatkan kinerja dan
berbesar hati, karena tugas meningkatkan jumlah kunjungan/sosialisasi adalah
tugas dari pihak managemen, bilamana belum ada perbaikan berarti dalam
jangka waktu tertentu perlu dipertimbangkan untuk diberikan tugas khusus agar
eksistensi bobotnya selaras dengan partisipasinya.
D. Contoh memisahkan income/klaim INACBGs (menjadi jasa pelayanan,
jasa medik, jasa paramedik dan jasa lainnya).

Jenis Tindakan

P1

P2

P3

Tindakan (kecil sdg, bsr, khusus)

72%

56%

35%

Visite

85%

56%

35%

Konsultasi

85%

56%

30%

Tindakan

72%

56%

35%

Askep

85%

0%

75%

TMB

63%

56%

35%

USG

44%

60%

30%

RO

46%

46%

45%

ECG

50%

48%

32%

EEG

44%

48%

32%

laborat

40%

20%

30%

8%

30%

60%

Ambulan

66%

0%

75%

Pengantar

85%

0%

75%

RM (Rehap Medik)

40%

31%

39%

Obat (jasa pelayanan farmasi)

gizi

85%

0%

75%

HD (Haemo dyalisa)

44%

40%

25%

Pengemudi

80%

0%

75%

Anestesi

63%

56%

35%

Psikologi

85%

70%

15%

Gigi

70%

60%

30%

Observasi

85%

45%

35%

ct.scan

42%

45%

45%

PP (pemeriksaan poli)

85%

65%

10%

TG (tindakan Gigi)

72%

65%

20%

KP (konsul di poliklinik)

85%

65%

10%

Partus Normal

75%

51%

40%

Partus Patologis

70%

51%

40%

PA (patologi anatomi)

72%

66%

10%

TP

72%

66%

10%

Otopsi

63%

44%

40%

Endoscopy

44%

48%

20%

Keterangan:
P1( Alokasi Jasa Sarana), P2( alokasi Jasa medik), P3(alokasi jasa utk paramedik)
Nilai prosentase dipengaruhi besarnya nilai klaim pelayanan, jml SDM, subsidi,
dan bobot perimbangan dll
Cara mengurai paket INA-CBGs lihat TAMBAHAN di bawah

E. Contoh rumus pembagian

Rumus penetapan bobot pendapatan 1 (satu) poin, sebagai berikut :

TI x 85% x 5%

NB1=

BT

NB1

= Nilai Bobot 1 (satu) Poin;

TI

= Total Income;

BT

= Bobot Tertinggi (100 Poin).

Keterangan : nilai effektif bobot 1 : minimal 90%

Rumus penetapan bobot tenaga fungsional, sebagai berikut :

AJP

BPF=

PB

NB1

BPF

= Bobot Pendapatan Fungsional;

AJP

= Alokasi Jasa Pelayanan;

NB1

= Nilai Bobot 1 (satu);

PB

= Pengendalian Bobot.

Rumus pembagian jasa tenaga fungsional, sebagai berikut:

JPF=

BPF
TBP

TI x 85%

JPF

= Jasa Pelayanan Fungsional;

BPF

= Bobot Pendapatan Fungsional;

TBP

= Total Bobot Pendapatan;

.+

JIP
TIP

TI x 15%

TI

= Total Income;

JIP

= Jumlah Indeks Poin;

TIP

= Total Indeks Poin.

Rumus pembagian jasa tenaga non fungsional, sebagai berikut :

BPNF

JPNF=

JPNF

TBP

TI x 85%

.+

JIP
TIP

TI x 15%

= Jasa Pelayanan Non Fungsional

BPNF = Bobot Pendapatan Non Fungsional (sesuai kebijakan)


TBP

= Total Bobot Pendapatan

TI

= Total Income;

JIP

= Jumlah Indeks Poin

TIP

= Total Indeks Poin


Rumus Alokasi Jasa Farmasi Untuk Jasa Pelayanan

JPF=

TJF-THP
TJP

JPF

= Jasa Pelayanan Fungsional

TJF

= Total Jasa Farmasi

THP

= Total Harga Pokok

100%

50%

F. Contoh input pendapatan dari masing2 bagian dan input pendapatan by name

Contoh Input Pendapatan

Contoh Input Pendapatan

Pelayanan Dokter (By Name)

Dari Masing-Masing Bagian/Instalasi

Nama

Tindakan

dr. ALI

PP

Jml
5.494.613

Ruang/Unit Penghasil
B Anak (anggrek)

Tindakan
Askep

Jml
3.450.000

Visite

11.880.960

Tindakan

dr. BUDI

PP

17.453.475

Visite

8.720.000

dr. CICI

LL

7.000.000

Askep

5.145.000

PP

331.500

ECG

2.855.000

dr. DEDI

Tindakan

1.249.920

Tindakan

54.470.000

Visite

1.123.360

Visite

12.670.000

PP

1.176.825

Askep

8.160.000

ECG

1.035.000

Tindakan

dr. EDI

dr. GINO

B Interne (Dahlia)

84.489.350

TP

1.639.440

Tindakan

59.445.000

Visite

5.659.640

Visite

21.340.000

PP

3.174.113

Askep

22.275.000

Tindakan

dr. FARID

B Bedah (Bugenvil)

20.598.000

B Lavender

50.422.982

ECG

5.180.000

Visite

3.629.500

Tindakan

44.892.000

PP

1.160.250

Visite

66.140.000

Tindakan

1.527.725

Askep

3.340.000

PP

5.204.550

ECG

2.375.000

Visite
dr. HARI

Tindakan

dr. IDA

PP
Tindakan

B Neonatus (Matahari)

268.940
1.661.184
911.625

B Obsgyn (Melati)

35.931.168

Tindakan

37.609.000

Visite

11.050.000

Askep

3.905.000

Tindakan

25.438.000

Visite

2.394.280

dr. JOKO

Visite

19.040

dr. KOKO

PP

1.425.450

Tindakan

Visite

2.413.320

Visite

4.980.000

Askep

7.255.000

ECG

2.485.000

dr. LUNA

RM
Visite

dr. MARI

PP

10.625.405
585.480
4.914.488

B Paru

B Teratai 1

Visite

9.940.000

Askep

2.655.000

Tindakan

18.810.000

33.069.000

Visite
dr. NANA

10.048.360

PP

2.875.763

Visite

9.170.140

B Teratai 2

Visite

17.970.000

Askep

2.955.000

ECG

665.000

H. Contoh menghitung vol. tindakan/pelayanan (pasien rwt inap masuk dari IGD)

Nama

Diag/

Dokter/

Tarif
Pelayanan

Pasien

Lokasi

Vol

VxT

Kelas

Reg

Prwt

Umum

Agus

xxx

RS

Akomodasi

IGD

40.000

40.000

NK

Agus

xxx

Dr. Amir

Pemeriksaan

IGD

30.000

30.000

NK

Agus

xxx

Dr. Amir

Tindakan

IGD

40.000

40.000

NK

Agus

xxx

Perawat

Askep

IGD

12.000

12.000

NK

Agus

xxx

Dr. PK

Laborat

laborat

50.000

50.000

III

Agus

xxx

RS

Akomodasi

B Interne

60.000

180.000

III

Agus

xxx

Dr. Joko

Visite

B Interne

50.000

150.000

III

Agus

xxx

Dr. Joko

Tindakan

B Interne

50.000

150.000

III

Agus

xxx

Dr. Joko

Konsul

B Interne

25.000

III

Agus

xxx

Perawat

Askep

B Interne

12.000

36.000

III

Agus

xxx

Dr. PK

Laborat

laborat

50.000

50.000

III

Jml Tarif

UMUM

738.000

Jml Tarif

BPJS

900.000

Contoh Hasil Pembagian

N
O

NAMA

IP

HASIL

PAJAK

TERIMA

1 ALI

3,93

2.913.582

145.67
9

2.767.903

2 ABU

2,83

2.098.394

2.098.394

3 UMI

2,80

2.073.807

2.073.807

4 TIA

2,76

2.048.372

2.048.372

5 BADU

3,40

2.520.057

126.00
3

2.394.054
2.224.445

6 BUDI

3,16

2.341.522

117.07
6

7 SINTA

2,80

2.073.807

2.073.807

8 TOTO

2,83

2.098.394

2.098.394

9 AMIR

2,76

2.048.372

2.048.372

10 JOKO

2,76

2.048.372

2.048.372

11 ANTI

2,95

2.185.721

2.185.721

12 SUSI

2,73

2.023.784

2.023.784

13 AGUS

3,16

2.341.522

117.07
6

2.224.445

14 SRI

2,76

2.048.372

2.048.372

15 SASA

2,80

2.073.807

2.073.807

32.937.88
3

505.83
4

32.432.04
9

JML

TAMBAHAN:

Jika data yang diminta sudah tersedia, misal :Pengisian blangko indeks
poin, data pendapatan per bagian, data pendapatan by name dan
informasi lainnya maka hanya butuh waktu 1 jam, sudah siap cetak hasil.

Untuk mempercepat pengolahan data, anda harus menggunakan rumusrumus excel , dengan harapan mempercepat proses pengolahan data
yang cukup banyak.

bilamana ingin memahami proses dan kebijakan pengolahan jasa


pelayanan, mungkin perlu bimbingan langsung /lisan agar mudah dan
cepat.

Cara mengurai paket INA-CBGs atau BPJS : pisahkan dulu income


pendapatan RS menjadi dua bagian yaitu akomodasi dan Jasa
Tindakan/Prosedur, Jasa Tindakan tsb kemudian pisahkan menjadi jasa
sarana, jasa medik, jasa paramedik dan jasa lainnya.

Khusus jasa medik perhatikan apakah termasuk Team Work atau single
work, bilamana termasuk team work pisahkan dulu menggunakan
prosentase perimbangan bobot (perhitungan tertentu), sehingga baik
team work maupun single work akan otomatis menjadi jasa by name

Semoga contoh remunerasi yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, .... Amin

You might also like