You are on page 1of 7

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 6 golongan:


A. Penambah sekresi insulin (insulin secretagogues: Sulfonilurea dan Nonsulfonilurea)
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin (insulin sensitizer: Thiazolidinedione)
C. Penghambat produksi glukosa hepar (Biguanid)
D. Penghambat absorbsi glukosa usus (-glucosidase inhibitors)
E. Perpanjang aktivitas GLP-1 (DPP-IV inhibitor)
F. Penambah ekskresi glukosa urin (sodium-glucose co-transporter 2 inhibitor)

A.

Penambah

sekresi

insulin

(Insulin

secretagogues:

Sulfonilurea

dan

Nonsulfonilurea/Glinid)
1. Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan cara merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu
mensekresi insulin.
Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang kanal K-ATP sensitive
dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptornya yaitu SUR1, maka kanal
K-ATP sensitive akan tertutup. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan
permeabilitias K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran, terbukanya kanal
Ca dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodulin dan
menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.
Hipoglikemi merupakan efek samping utama dari sulfonilurea terutama bila asupan
pasien tidak adekuat. Selain itu, dapat terjadi kenaikan berat badan sekitar 4-6 Kg,
gangguan pencernaan, dan gangguan enzim hati. Pemakaiannya dikontraindikasikan pada

DM tipe 1, hipersensitif terhadap sulfa, wanita hamil dan menyusui.


Sulfonilurea terbagi 2, yaitu sulfonilurea generasi pertama dan generasi kedua.
Yang termasuk generasi pertama adalah carbutamide, tolbutamide, acetohexamide,
tolazamide dan chlorpropamide. Adapun generasi keduanya yaitu glibenclamide
(glyburide), gliclazide, glipizide dan glimepiride.
2. Nonsulfonilurea/Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai
struktur yang mirip dengan sulfonilurea. Perbedaannya dengan SU adalah pada masa
kerjanya yang lebih pendek. Mengingat masa kerjanya yang pendek, maka glinid
digunakan sebagai obat prandial. Repaglinid dan Nateglinid diabsorbsi secara cepat
setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati,
sehingga dapat diberikan dua sampai tiga kali sehari.

B. Meningkatkan sensitivitas terhadap insulin (Insulin sensitizer: Thiazolidinedione)


Cara kerja dari thiazolidinedione yaitu dengan berikatan pada Peroxisome
Proliferator-Activated Receptor Gamma (PPAR-), dimana jika teraktivasi, PPAR- ini
akan membentuk suatu kompleks heterodimer dengan retinoid X receptor. Kompleks ini
nantinya akan berikatan dengan rangkaian nukleotida (AGGTCAXAGGTCA) yang
disebut Peroxisome Proliferator Response Element (PPRE) yang terdapat pada sebuah
gen yang responsif, sehingga akan mengubah aktivitas transkripsi terkait dengan
sensitivitas insulin dan gen lainnya. Gen-gen ini terlibat dalam metabolisme karbohidrat
dan lipid.

Stimulasi terhadap PPAR- oleh thiazolidinedione mendorong diferensiasi preadiposit menjadi adiposit matang, dimana adiposit ini lebih sensitif terhadap insulin, dan
meningkatkan ambilan asam lemak bebas dengan cara meningkatkan lipogenesis. Hal ini
mengakibatkan turunnya kadar asam lemak bebas di sirkulasi, meningkatkan
pemanfaatan glukosa dan membatasi ketersediaan asam lemak sebagai sumber energi
pada glukoneogenesis di hepar. Dengan menurunnya kadar asam lemak bebas di
sirkulasi, maka deposisi dari lemak ektopik pada jaringan otot dan hepar juga ikut
menurun sehingga berkontribusi lebih jauh lagi terhadap perbaikan metabolisme glukosa.
Thiazolidinedione juga meningkatkan ambilan glukosa ke jaringan lemak dan otot
melalui peningkatan transporter glukosa GLUT 4. Perbaikan dari sensitivas insulin juga
didukung dengan mengurangi produksi beberapa sitokin proinflamasi dari derivat
adiposit, terutama TNF-, yang diperkirakan berhubungan terhadap resistensi insulin di
otot. Selain itu, thiazolidinedione juga meningkatkan produksi adinopektin, yang
meningkatkan aktivitas insulin.

Thiazolidinedione dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung, karena


kecenderungannya terhadap retensi cairan sehingga dapat meningkatkan volume plasma
hingga lebih dari 500ml, sehingga memperberat fungsi jantung. Obat yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah rosiglitazone dan pioglitazone.
C. Penghambat produksi glukosa hepar (Biguanid)
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Obat ini
mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping
juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Efek metformin tersebut terjadi melalui
peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMP-depent
protein kinase (AMPK), yang merupakan regulator seluler utama bagi metabolisme lipid
dan glukosa. Metformin juga dapat menstimulasi produksi glucagon like peptide-1 (GLP1) dari gastrointestinal yang dapat menekan fungsi sel alfa pankreas sehingga
menurunkan glukagon serum dan mengurangi hiperglikemia saat puasa.
Metformin tidak memiliki efek stimulasi pada sel beta pankreas, sehingga tidak
mengakibatkan hipoglikemia dan dan penambahan berat badan. Pemberian metformin
dapat menurunkan berat badan ringan hingga sedang akibat penekanan nafsu makan.
Mengingat keunggulan metformin dalam mencegah penambahan berat badan dan
memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi pilihan utama pada awal
pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan resistensi insulin.
Efek samping gastrointestinal tidak jarang (hingga 50%) didapatkan pada
pemakaian awal metformin dan ini dapat dikurangi dengan memberikan obat mulai
dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan. Efek samping lainnya
adalah asidosis laktat, meski kejadiannya cukup jarang (0,03 per 1000 pasien) namun
dapat berakibat fatal.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin > 1,3mg/dL pada perempuan dan > 1,5 mg/dL pada laki-laki), gangguan fungsi
hati, infeksi berat, penggunaan alkohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang
memerlukan terapi.

D. Penghambat absorbsi glukosa usus (-glucosidase inhibitors)


Obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah acarbose. Acarbose hampir tidak
diabsorbsi dan bekerja lokal pada saluran pencernaan. Obat ini memperlambat
pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks dengan cara menghambat enzim glucosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal
usus halus. Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosakarida intraluminal,
menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa darah postprandial. Hasil
akhirnya adalah penurunan kadar glukosa darah postprandial.
Untuk mendapatkan efek yang maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat
makan. Dengan memberikannya 15 menit atau sesudahnya makan, maka akan
mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa postprandial.
Efek samping nya yaitu meteorismus, flatulens, dan diare. Flatulens merupakan
efek samping yang sering terjadi pada hampir 50% pengguna obat ini. Obat ini
dikontraindikasikan pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi saluran cerna,
sirosis hati, dan gangguan fungsi ginjal.

E. Perpanjang aktivitas GLP-1 (DPP-IV inhibitor)


Terdapat 2 hormon incretin yang disekresi oleh saluran cerna yaitu glucose
dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon-like peptide-1 (GLP-1). Kedua
hormon ini dikeluarkan sebagai reaksi terhadap asupan makanan sehingga meningkatkan
sekresi insulin. GIP diekspresikan oleh sel K yang banyak terdapat di duodenum dan
mukosa usus halus. GLP-1 diekspresikan di sel L mukosa usus dan juga di sel alfa
pankreas. Selain membantu meningkatkan respon sekresi insulin oleh makanan, GLP-1
juga menekan sel alfa pankreas dalam mensekresi glukagon, memperlambat pengosongan
lambung, dan memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan hiperglikemia.
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek (< 1 menit) akibat
proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV. Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat

memperpanjang masa kerja GLP-1 sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Obat


yang termasuk dalam golongan DPP-inhibitors yaitu sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin,
anagliptin, alogliptin, linagliptin, gemigliptin, dan teneligliptin.

F. Penambah ekskresi glukosa urin (sodium-glucose co-transporter 2 inhibitor)


Obat ini menurunkan glukosa darah dengan cara menghambat secara selektif
sodium-glucose co-transporter 2 yang terdapat pada tubulus ginjal, dimana reabsorbsi
glukosa dihambat sehingga meningkatkan ekskresi glukosa di dalam urin. Obat ini
tergolong baru dalam terapi DM tipe 2, sehingga penggunaannya secara klinis masih
sangat terbatas. Akibat dari peningkatan glukosa di dalam urin, sering timbul infeksi pada
saluran kemih dan genitalia wanita. Selain itu, timbul juga efek diuretik yang
mengakibatkan volume intravaskular menurun. Obat yang termasuk dalam golongan ini
adalah canagliflozin, dapagliflozin, dan empagliflozin.

You might also like