You are on page 1of 4

Coal Bed Methane (CBM)

Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane) adalah gas bumi (hidrokarbon) di
mana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah
dalam proses pembentukan batubara dalam kondisi terperangkap dan terserap
(terabsorbsi) di dalam batubara dan/atau lapisan batubara.
Menurut wikipedia Gas metana batubara adalah bentuk gas alam yang
diekstraksi dari hamparan batubara di dalam bumi. Keberadaan gas ini sudah
dikenal dalam penambangan batubara bawah tanah yang sering menimbulkan
ledakan kebakaran yang membahayakan. Istilah CBM mengacu kepada gas
methane yang teradsorpsi dalam pori-pori batubara padat (matrix), tidak seperti
reservoir gas bumi konvensional. Gas methana yang terjebak di antara pori-pori
batubara dalam fasa mendekati cair, yang terdiri dari hidrokarbon ringan seperti
propana dan butana.
Selain potensi minyak dan gas bumi, Indonesia juga mempunyai Gas Metana
Batubara atau Coal Bed Methane (CBM). CBM merupakan gas yang terjebak pada
pori-pori lapisan batubara. CBM banyak ditemukan di area pertambangan
batubara atau pertambangan migas yang terdapat lapisan batubara. Sebagai
sumber energi alternatif yang berpotensi dikembangkan di masa mendatang,
sumber daya CBM di Indonesia telah teridentifikasi terkandung di dalam 11
cekungan sedimen (basin) yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan,
dan Sulawesi (Fatimah dan Asep Suryana).
Potensi cadangan (resources) CBM dunia sangat besar yang tersebar terutama di
Rusia, Canada, China, Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia di urutan
keenam. Beberapa Negara bahkan telah sukses memproduksi dan
memanfaatkan CBM sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan karena telah
memanfaatkan gas metana yang merupakan salah satu kandungan gas yang
dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon apabila menguap bebas. Selain itu
pula dengan pemanfaatan CBM akan meningkatkan keamanan para pekerja
pertambangan batubara lapisan dalam karena akan mengurangi kadar metana
yang memiliki sifat mudah terbakar dan beracun sehingga mengganggu
pernapasan para pekerja pertambangan.
Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak,
karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun
batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di
dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala
mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan
permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas
dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan
batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana,
sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat
CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy, bersamasama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate. High quality
gas dan low quality gas dianggap sebagai conventional gas.
1.

Pembentukan Coal Bed Methane (CBM)

Batubara adalah batuan yang kaya karbon berasal dari bahan tumbuhan
(gambut) yang terakumulasi di rawa-rawa dan kemudian terkubur bersamaan
dengan terjadinya proses-proses geologi yang terjadi. Dengan meningkatnya
kedalaman penguburan, bahan tanaman mengalami pembatubaraan dengan
kompaksi / pemampatan, melepaskan zat fluida (air, karbon dioksida,
hidrokarbon ringan, termasuk metana) karena mulai berubah menjadi batubara.
Dengan pembatubaraan dengan pendekatan yang sedang berlangsung,
batubara menjadi semakin diperkaya dengan karbon dan terus mengusir zat
terbang. Pembentukan metana dan hidrokarbon lain adalah hasil dari
pematangan termal pada bara, dan mulai di sekitar sub-bituminous untuk
tahap tinggi mengandung bitumen, dengan jumlah metan yang dihasilkan
meningkat secara signifikan.
Batubara dangkal memiliki peringkat rendah dan mungkin belum menghasilkan
metana dalam jumlah besar. Lebih dalam bara ini terkubur, maka akan
mengalami tingkat pematangan yang lebih besar. Sehingga pembatubaraan
tinggi akan menghasilkan kuantitas lebih banyak metan daripada batubara
dangkal.
Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan
menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa
terdapat 2 jenis pola pembentukan.
Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia
pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah.
Ini disebut dengan proses thermogenesis. Thermogenic gas terbentuk secara
alami melalui proses pembatubaraan (coalification process) yang merubah humic
organic material menjadi batubara. Gas tersebut termasuk metana, CO2, dan
bisa juga etana dan propane. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal
(lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200 m, gas metana terbentuk
oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut
dengan proses biogenesis. Sedangkan biogenic gas sekunder terbentuk pada
masa geologi saat ini melalui mikroorganisme anaerobic yang terbawa dalam
system air bawah tanah yang aktif setelah proses pembatubaraan selesai. Baik
thermogenic maupun biogenic metana secara fisik diadsorpsi sebagai lapisan
monomolecular pada lapisan permukaan dari pori-pori di dalam matrix batubara.
Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang
terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.
Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin
bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu
berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika
lapisan batubaranya semakin tebal.
Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:
Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM
(coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume
CBM bisa mencapai 3 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata
lain, CBM menarik secara kuantitas. Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah
adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor
keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin.
Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.

Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk


ketika berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas
mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang
dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana
kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai
reservoir, juga berperan sebagai source rock.
2.

Bentuk Reservoar Coal Bed Methane (CBM)

Gas ini terbentuk secara alamiah bersamaan dengan proses pembentukkan batu
bara (coalification) dan peatifikasi (peatification). Dengan demikian reservoir
CBM memiliki batubara sebagai source rock sekaligus reservoir rocks. Gas yang
terbentuk ini sebagian besar terabsorpsi pada permukaan dari mikropori matrik
batubara sedangkan sisanya berada di rekahan lapisan batubara dan atau pada
macropores , sebagai gas bebas.
Reservoir CBM juga memiliki ukuran pori-pori yang lebih kecil, yaitu berkisar
antara 1 micrometer hingga 1 milimeter. Gas methana yang berada di dalam
rservoir ini juga tersimpan tidak seperti gas alam pada umumnya, melainkan
terabsorpsi pada permukaan dalam dari micropori matrik batubara. Oleh karena
itu , aliran gas yang terjadi di dalam matrik batu bara merupakan aliran secara
divusi dan berupa aliran darcy di bagian rekahannya.
Reservoir CBM merupakan reservoir dengan dual porosity, yaitu rekahan
(fracture) dan matrik. Rekahan tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
face cleats dan butt cleats. Face cleats diartikan sebagai rekahan yang panjang
dan berkesinambungan sepanjang batu bara. Sedangkan Butt cleats adalah
rekahan yang tidak berkelanjutan karena diputus oleh oleh Face cleats. Pada
matrik barubara terdapat pori-pori yang sangat kecil, sehingga disebut micropori
yang berukuran satu mickrometer sampai satu milimeter. Methana yang
terbentuk saat peatification dan coalification sebagian besar akan teradsorpsi
pada permukaan dari micropori ini.
Sejak kondisi awal pembentukan, rekahan batubara dijenuhi oleh air dan sedikt
methana . Sehingga pada umumnya untuk menurunkan tekanan reservoir,
biasanya dilakukan dengan memproduksi air atau biasanya disebut dengan
dewatering process secara besar- besaran. Inilah yang biasanya yang harus
dipertimbangkan pada saat produksi methana akan dilakukan.
Untuk memproduksi methana pada reservoir CBM, tekanan reservoir harus
diturunkan hingga mencapai tekanan deabsorpsi, dimana pada tekanan ini
methana mulai lepas darp permukaan dalam micropori batubara. Pada tekanan
tersebut, gas akan mengalir sedikit demi sedikit secara difusi pada matrik
batubara hingga gas mencapai rekahan. Proses ini berdasarkan hukum Flicks
yang menerangkan bahwa pergerakan gas tersebut terjadi akibat perbedaan
gradient konsentrasi. Setelah mencapai rekahan, maka aliran gas hingga libang
bor mengikuti hukum darcy.

http://rhaydenmazzrhezky.blogspot.co.id/2014/09/coal-bed-methane-cbm.html

You might also like