Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
NI NYOMAN SRI WIDYASTUTI
0802105001
Patah tulang tertutup/ closed adalah patah tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau struktur jaringan kulit
diatas / disekitar patah tulang masih utuh
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Mutaqin, 2008).
Fraktur femur tertutup adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas dari
korteks tulang femur yang berbentuk silindris dan permukaan halus, dapat
komplet atau inkomplet tanpa disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur.
(Fakultas Kedokteran Unair, 1988 ; 194).
1289 pasien tahun 2004 didapatkan jumlah kasus fraktur tertutup sebanyak 915
(71%) pasien. Suatu penelitian yang dilakukan Armis di Indonesia tahun 2001
mendapatkan pasien fraktur tertutup sebesar 96 % dari seluruh fraktur. Tingginya
insiden fraktur tertutup ini disebabkan karena tingginya angka kecelakaan lalu
lintas. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 12.000 orang
per tahun.
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja
pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita
tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,
trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar
mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami
kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur
intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki laki
dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur
batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau
disekolah.
3. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur femur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Cedera traumatik
Dapat disebabkan oleh :
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan misalnya jatuh dengan kaki berjulur sehingga menyebabkan
fraktur
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat
b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
Tumor tulang (jinak atau ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium dan fosfat yang rendah.
Osteoporosis
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
folio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, 1995). Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, 1995)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
Faktor Ekstrinsik
adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang (Donna, 1995).
Fraktur Ekstrakapsuler;
- Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
- Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
Fraktur femur tertutup :
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka :
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur femur
terbuka dapat dibagi menjadi 3 :
-
Derajat 1 :
Luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda
dan luka remuk
Fraktur sederhana,tranversal,obliq atau kumulatif ringan
Kontaminasi ringan
Derajat 2 :
Laserasi lebih dari 1cm
Kerusakan jaringan lunak tidak luas
Derajat 3 :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur complete
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
(bergeser dari posisi normal)
Fraktur incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Femur
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam (Sylvia & Price. 2006) :
1.
2.
tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
3.
tertutup
4.
5.
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
6.
FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
7.
6. Gejala Klinis
Lewis (2006) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
d.
e.
f.
g.
jaringan sekitarnya.
Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme
otot, paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
Mobilitas abnormal
Mobilitas abnormal adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
h. Krepitasi
Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. Ditandai
dengan nadi cepat, kerja jantung meningkat, vasokontriksi.
k. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
7. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
-
Laserasi
c. Palpasi
-
Nadi, dingin
d. Movement
penting untuk
didapatkan
adanya
gangguan/keterbatasan
gerak
tungkai,
Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
9. Diagnosis/ Kriteria Diagnosa
Kriteria diagnosa disesuaikan dengan semua pemeriksaan fisik yang telah dilakukan.
yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam
posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang. Alat imobilisasi
akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan
efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Traksi
Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
- Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:
otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
- Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
Kegunaan Pemasangan Traksi
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
Memperbaiki dan mencegah deformitas
Immobilisasi
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
(a)
(b)
bidai, traksi kontinu. Metode fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam
Kehilangan tulang
Imobilisasi tidak memadai
Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang
Infeksi
Keganasan lokal
Nekrosis avaskuler
Usia (pada lansia sembuh lebih lama)
11. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak.
2) Sindom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa
muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke
dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.
Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang
kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan
organ lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai
satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam.
Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan
cerebral diperlihatkan dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari
agitasi ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai
respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli lemak di otak.
3) Sindrom kompertemen
Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot
karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat, atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam,
berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan keras.
b. Komplikasi lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
2.
PK Syok Hipovolemik
3.
4.
5.
3. Rencana Keperawatan
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x... jam diharapkan perfusi
jaringan adekuat Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (110-120/60-80 mmHg)
- Membran mukosa warna merah muda
- CRT< 2 detik
- Akral hangat
- Sianosis (-)
Intervensi:
a.
Awasi tanda vital , kaji pengisian kapiler , warna kulit / membran mukosa.
R/ Memberikan informasi tentang derajat / keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menentukan kebutuhan intervensi
b.
c.
d.
e.
2. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x ... jam, diharapkan tidak terjadi
syok hipovolemik dengan kriteria hasil:
- Perdarahan berkurang/berhenti
- TTV dalam keadaan stabil ( suhu : 36,5 37,2 0C, nadi : 60 100 x/menit, TD :
110 120 / 60- 80 mmHg, RR : 16- 20 x/menit)
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
R/ Mengetahui tanda syok sedini mungkin
b. Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak-nya per darahan
R/ Untuk menentukan tindakan
c. Berikan posisi supinasi
R/ Mengurangi perdarahan & mencegah kekurangan darah ke otak.
d. Berikan banyak cairan (minum)
R/ Untuk mencegah kekurangan cairan (mengganti cairan yang hilang)
e. Berikan obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dgn
fiksasi.
R/ Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perdarahan.
f. Monitor hasil laboratorium (Hb, Ht)
R/ Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak
a. Mobilitas
- Pergerakan otot ( 5 = not compromised )
- Keseimbangan ( 5 = not compromised )
- Koordinasi ( 5 = not compromised )
b. Status neurologi = sensori spinal / fungsi motor
- Refleks tendon ( 5 = not compromised )
- Kekuatan ekstremitas bawah ( 5 = not compromised )
Intervensi:
Mobilitas
1) Kaji tingkat imobilisasi klien
R/Untuk mengetahui tingkat kerusakan mobilitas yang dialami dan menentukan
intervensi selanjutnya
2) Ajarkan latihan rentang gerak
R/Memulihkan kemampuan klien untuk beraktivitas
Status Neurologi = sensori spinal/fungsi motor
1) Berikan latihan ambulasi ROM pada klien.
R/ Melatih pergerakan otot-otot klien
2) Kolaborasi Latihan rentang gerak dengan ahli fisioterapi untuk mengembalikan
fungsi mobilisasi klien.
R/Latihan rentang gerak oleh ahli fisioterapi untuk mengembalikan fungsi
mobilisasi klien.
5. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil: Penyembuhan luka sesuai waktu,
tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
R/ Untuk mengetahui pengobatan lebih lanjut
b. Monitor suhu tubuh
R/ Mengetahui peningkatan suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
R/ Agar tidak terjadi luka tambahan
d. Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
R/ agar Peredaran darah menjadi lancar
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta : Widya Medika
Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company.
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges M.E. 2000. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
Dudley, Hugh AF. 1996. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. Yogyakarta : FKUGM.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Henderson, M.A. 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika