You are on page 1of 10

Perbandingan Efisiensi dan Efek Samping Antara

Azithtomycin dan Co-Amoksiclav Dalam Terapi Sinusitis


Akut
pada Orang Dewasa
Sebuah Uji Klinis Randomisasi
Soroush Amani1 , Ali Mohammadi-Najafabadi2 & Ali Ahmadi3

Abstrak
Latar belakang:
Disebabkan tingginya prevalensi coomom cold and sinusitis di
Provinsi Chaharmahal dan Bakhtiari serta kurangnya penelitian
mengenai pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit provinsi, maka
penelitian ini dilakukan untuk menentukan dan membandingkan
efisiensi serta efek samping antara azithromycin dengan coamoxiclav.
Metode:
Penelitian ini merupakan uji klinis randomisasi buta ganda (doubleblinded randomized clinical trial). Populasi penelitian uji klinis ini
terdiri dari 90 pasien dengan diagnose sinusitis akut berusia 12-65
tahun. Setidaknya terdapat dua kriteria mayor atau satu kriteria
mayor dan 2 kriteria minor dengan durasi minimal 7 hari dan paling
lama 28 hari, dengan beberapa kriteria diagnostic sinusitis sebagai
inklusi pasien kedalam penelitian ini. Gejala gejala yang ada pada
pasien diperiksa sebelum dan sesudah mendapatkan terapi. Terapi
yang diberikan adalah 500 mg Azithromycin tablet per hari selama
3 hari pada kelompok 1 (G1) dan 625 mg co-amoxiclav tablet setiap
8 jam selama 10 hari pada kelompok 2 (G2). Data dianalisa dengan

analisis pengukuran varians secara berulang, independent t-test,


dan chi-square dengan Stata dan P < 0,05 dianggap bermakna.
Hasil :
Nilai Mean deviasi standard usia seluruh pasien adalah
32.149.91 tahun.
Lebih dari 90 partisipan dalam penelitian, 50 (55.56%) adalah laki
laki dan sisanya adalah perempuan. Pasien dalam kedua kelompok
mempunyai gejala yang hampir sama (22.32 dan 22.21.9 pada
G1 dan G2, respectively) sebelum dilakukan intervensi. Penilaian
pada pemeriksaan kedua menurun menjadi 3.72.1 pada G1 dan
menjadi 9.42.7 pada G2, perbedaan yang bermakna dari sebelum
dilakukan intervensi dan antara kedua kelompok (P<0.001).
Walaupun kedua nilai menurun pada kedua kelompok saat
pemeriksaan ketiga, hal ini tidak bermakna pada kedua kelompok
(P=0.652). Tingkat penyembuhan pada kelompok azithromycin
bervariasi sebesar 87.5% dan 88%, sedangkan pada kelompok
kelompok co-amoxiclav 32.4% dan 83.3% pada hari kelima dan 10
terapi. Efek samping yang paling serupa adalah diare dan nausea.
Prevalensi diare adalah 21% dan 33% pada kelompok G1 dan G2.
Kesimpulan:
Tidak ada perbedaan yang bermakna pada efek samping yang
timbul antara kedua kelompok. Walaupun penyembuhan lebih cepat
terjadi pada pasien yang diterapi dengan azithromycin
dibandingkan dengan pasien yang diterapi dengan co-amoxiclav.
Co-amoxiclav tetap dianggap bekerja baik untuk terapi sinusitis
akut bacterial. Dari sudut pandang ini, co-amoxiclav tetap lebih baik
terhadap resistensi obat dan dapat digunakan dalam terapi pasien.
Kata kunci: Azithromycin, co-amoxiclav, sinusitis akut

1. Pendahuluan
Terdapat lebih dari milyaran kasus bakteridan viral rhinosinusitis di
Amerika Serikat dalam satu tahun (Flint et al., 2014). Dengan
perkiraan biaya sebesar 5,8 milyar $ pertahun (Demury GP, Wald
ER). Sinusitis mempunyai banyak komplikasi seperti kista retensi
mukosa, mucocele, polipinflamasi, dan komplikasi orbital.
Komplikasi orbital dari infeksi sinus paranasal termasuk: edema
orbital preseptal, trombosis vena opthalmicus superior, thrombosis
sinus cavernosus, dan kebutaan. Berbagai terapi sinusitis telah
dibandingkan dan dilaporkan sejak tahun 1982, dengan
memberikan sedikit perbedaan hasil (von Sydow, Axelsson, &
Jensen, 1982). Tingkat penyembuhan klinis yang dilaporkan adalah
73.9% untuk azithromycin dan 73.3% untuk co-amoxiclav dalam
sebuah penelitian study (Casiano, 1991). Cefpodoxime proxetil
ditunjukkan mempunyai daya kerja klinis seperti amoxicillin untuk
menangani sinusitis maksilaris bacterial akut (von Sydow,
Savolainen, & Soderqvist, 1995). Dalam laporan penelitian di atas
dan dari sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Ioannidis dan
kolega, azithromycin dilaporkan mempunyai daya kerja dengan
tingkat kegagalan klinis diatas antibiotic laininya (Ioannidis,
Contopoulos-Ioannidis, Chew, & Lau, 2001). Clement melaporkan
bahwa respons klinis total adalah 87.5% untuk azithromycin dan
83.7% untuk co-amoxiclav (Clement & de Gandt, 1998). Temuan ini
mengindikasikan bahwa terapi antimikrobakterial dalam waktu
singkat (5 hari, 3 hari) dengan azithromycin sama efektifnya dan
terkadang lebih efektif dibandingkan terapi konvensional lainnya
yang diberikan dalam jangka waktu lama (10- to 14-hari) (Guay,

2003). Dengan iklim yang dingin, ketinggian, prevalensi sinusitis


yang tinggi di Provinsi Chaharmahal dan Bakhtiari, kurangnya
penelitian tentang pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit pada
provinsi ini (Amani, Kheiri, & Ahmadi, 2015), serta ketersediaan
azithromycin dan co-amoxiclav sebagai obat pilihan, maka
penelitian ini dilakukan untuk menentukan dan membandingkan
efisiensi serta efek samping azithromycin dan co-amoxiclav.
2. Material dan Metode
Penelitian ini adalah suatu uji klinis randomisasi dimana
diberlakukan kedua alokator dan pemeriksa terapi tidak mengetahui
obat yang diberikan (blind). Protokol penelitian ini terdaftar dengan
no. IRCT201505106252N7 pada Iranian Registry of Clinical Trials.
Penelitian ini sesuai dengan Declaration of Helsinki, disetujui oleh
the Ethics Committee of the university (nomor : 92-6-24), dan
seluruh partisipan telah menandatangani informed consent.
Populasi penelitian terdiri dari semua pasien dengan sinusitis akut
berusia 12-65 tahun. Setidaknya mempunyai 2 kriteria mayor atau
satu criteria mayor ditambah dua kriteia minor dengan durasi
minimal 7 hari dan maksimal 28 hari untuk diikutsertakan dalam
penelitian. Nyeri atau rasa tertekan pada wajah, wajah terasa
penuh atau kongesti, obstruksi hidung, discharge postnasal atau
nasal, hyposmia, atau anosmia dan demam dianggap sebagai
criteria mayor, sedangkan sakit kepala, halitosis, fatigue, sakit gigi,
sakit telinga, dan batuk dianggap sebagai criteria minor. Sinusitis
kronis, sinusitis berulang, abnormalitas anatomi, kehamilan atau
laktasi, penyakit kronis (gagal ginjal, penyakit hati kronis, dan
penyakit paru, DM dan lain sebagainya), hipersensitivitas terhadap

co-amoxiclav atau azithromycin, immunodefisiensi diapat atau


bawaan, riwayat minum antibiotic dalam 1 bulan sebelum terapi,
dan usia dibawah 12 tahun serta diatas 65 tahun merupakan
criteria ekslusi. 90 pasien yang dirujuk ke klinik dipilih secara acak
untuk diikutsertakan dalam penelitian. Kemudian secara acak
dimasukkan ke salah satu kelompok dengan probabilitas yang
sama. Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok, dimana
satu kelompok mendapatkan terapi azithromycin dan kelompok
yang lain mendapatkan co amoxiclav. Dilakukan pemeriksaan
gejala dan efek samping yang terdapat pada pasien seperti diare,
nausea, dan kembung sebagai data dasar, pada hari ke lima dan
hari ke 10 pemberian terapi. Nyeri atau tekanan pada wajah, wajah
terasa penuh atau kongesti, obstruksi nasal, discharge nasal atau
post nasal, hiposmia atau anosmia, demam, sakit kepala, halitosis,
fatigue, sakit gigi, sakit telinga, batuk, dan hipermia nasal
merupakan hal hal yang dinilai dalam pemeriksaan. Semua
pemeriksaan dilakukan oleh spesialis THT. Pasien yang menderita
sinusitis yang lebih berat dan muncul dengan gejala klinis yang
lebih banyak akan diberikan nilai yang lebih tinggi. Pasien yang
gagal untuk mengikuti pemberian terapi regimen atau tidak
mengikuti keseluruhan periode tindak lanjut akan dikeluarkan dari
penelitian. Intervensi yang diberikan terdiri dari 0.5% phenylephrine
tetes sebanyak 3 tetes sehari dan diberikan selama 2 hari, irigasi
hidung dengan normal saline pada kelompok 1 sedangkan pada
kelompok 2 diberikan 0.5% phenylephrine tetes sebanyak 3 kali
sehari selama 2 hari, irigasi hidung dengan normal saline sebanyak
3 kali sehari, dan 1 tab amoxiclav 625 mg setiap 8 jam dalam 10
hari. Dilakukan analisis data dengan cara pengukuran analisis

varians berulang (ANOVA), independent t-test, dan chi square


dengan menggunakan program STATA. Tingkat kemaknaan adalah
sebesar < 0.05. Dilakukan investigasi terhadap pengukuran
ANOVA, dan distribusi normal serta kesamaan varians
(homoscedasticity) dimunculkan.
3. Hasil
Dari 90 orang partisipan, sebanyak 50 orang (55.56%) adalah pria
dan sisanya wanita. Dari 50 pria, 25 orang diantaranya
mendapatkan terapi azithromycin dan sisanya diberikan coamoxiclav. Kemudian, dari 40 wanita, 20 mendapatkan terapi
dengan azithromycin dan sisanya mendapatkan co-amoxiclav. Nilai
mean standard deviasi usia partisipan adalah 32.14 9.91
tahun. Tabel 1 menunjukkan nilai mean usia partisipan berdasarkan
jenis kelamin dan terapi. Keluhan yang paling sering dinyatakan
adalah obstruksi hidung (97.4%) diikuti dengan rasa sakit atau
tekanan pada wajah (94.8%) dan discharge nasal atau postnasal
(94.8%).
Frekuensi dan persentase dari gejala gejala yang telah diperiksa
sebelum dan setelah dua kali pengobatan pada partisipan dari tiap
kelompok disajikan dalam table 2. Gejala gejala pasien secara
kuantitatif sama pada kedua kelompok (22.32 dan 22.21.9 pada
kelompok 1 dan kelompok 2) sebelum intervensi. Penilaian pada
pemeriksaan kedua menurun menjadi 3.72.1 di kelompok 1 dan
9.42.7 di kelompok 2, mempunyai perbedaan yang bermakna
sebelum intervensi pada kedua kelompok (P<0.001).
Walaupun terdapat penurunan nila pada kedua kelompok pada
pemeriksaan ketiga, penurunan ini tidak bermakna pada kedua

kelompok (P=0.652). Tingkat penyembuhan pada kelompok


azithromycin bervariasi dari 87.5% dan 88%, pada kelompok coamoxiclav 32.4% dan 83.3% pada hari ke 5 dan 10 terapi.
Penyembuhan didefinisikan sebagai pasien tanpa tanda dan gejala
sinusitis. Efek samping yang paling sering adalah diare dan nausea.
Prevalensi diare adalah 21% dan 33% pada kelompok 1 dan 2.
4. Diskusi
Pada peneliian ini, diteliti efisiensi dari dua regimen farmasi dalam
terapi sinusitis akut. Karena kultur sekresi sinus bersifat agresif dan
mempunyai risiko terjadinya infeksi iatrogenic dan harganya mahal
serta memerlukan waktu minimum 72 jam atau 3 hari untuk
implementasinya, maka diagnosis dan terapi sinusitis bacteria
sering berdasarkan gambaran klinis dan empiris. Pada penelitian
penelitian lainnya, keluhan terdapatnya discharge purulent,
obstruksi nasal dan rasa penuh di wajah serta tekanan dan sakit
pada wajah dianggap sebagai kriteria utama dalam mendiagnosis
sinusitis akut (Lemiengre, van Driel, Merenstein, Young, & De Sutter,
2012; Riechelmann, Giotakis, & Kral, 2013; Nematian-Samani, &
Mosges, 2014; Smith, Ference, Evans, Tan, Kern, & Chandra, 2015).
Penelitian ini mengenai eifisiensi dan efek samping terapi 500 mg
azithromycin sebanyak satu kali sehari selama 3 sampai 6 hari dan
dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi coamoxiclav 500/125mg sebanyak 3 kali sehari selama 10 hari
sebagai tata laksana pengobatan sinusitis akut pada orang dewasa.
Dimana didapatkan efisiensi azithromycin adalah 88.8% dan 89.3%
untuk 3-6 hari, dan pada terapi dengan amoxiclav dilaporkan 84.9%
(Henry, Riffer, Sokol, Chaudry, & Swanson, 2003). Pada penelitian

kami, tingkat kesembuhan pada kelompok azithromycin adalah 88%


dan pada kelompok coamoxiclav adalah 83.3% selama 10 hari, hal
ini menunjukkan bahwa penemuan kami sesuai dengan penelitian
ini. Pada penelitian lain, dilaporkan terdapat efek samping pada
4.9% pasien di kelompok azithromycin dan 8.1% kelompok
amoxicillin. Efek samping terbanyak adalah gastrointenstinal dan
dilaporkan pada 4 dari 5 (3 amoxicillin, 1 azithromycin) pasien.
Seluruh efek samping yang timbul ringan, dan hanya abnormalitas
minor pada hasil laboratorium. Tidak ada pasien yang menolak
berpartisipasi dalam penelitian ini karena efek samping yang
timbul. Pada penelitian ini, pemberian azithromycin selama 5 hari
(satu kali sehari) menunjukkan efisiensi, keamanan, dan toleransi
yang sama dengan terapi amoxicillin selama 10 hari (3 dosis per
hari) yang diberikan untuk terapi sinusitis bacterial akut (Casiano,
1991), seperti pada penelitian kami dimana efek samping yang
tersering adalah gastrointestinal tetapi prevalensi efek sampingnya
lebih banyak dari penelitian yang dilakukan oleh Casiano. Dalam
protocol analisis, dilakukan pembandingan efisiensi klinis pada 117
pasien dalam kelompok cefpodoxime dan 113 pada kelompok
amoxicillin. Tingkat respons klinis adalah 96% dan 91% dan
gambaran clinical efficacy. The clinical response rates were derived
96% and 91%, dan angka analisis adalah 130 dan 128 pasien,
dengan tingkat respons klinis adalah 93% dan 88%. Cefpodoxime
proxetil secara klinis mempunyai efektifitas yang sama dengan
amoxicillin untuk terapi sinusitis maksilaris bacterial akut.
Cefpodoxime proxetil lebih efektif dalam mengobati Haemophilus
influenzae dan lebih efisien dalam memperbaiki gambaran
radiologis. Efek samping yang ada dilaporkan sebanyak 20% pada

pasien yang diterapi dengan cefpodoxime dan 16% pada pasien


yang diterapi dengan amoxicillin tanpa perbedaan statistic yang
bermakna diantara kedua kelompok (von Sydow, Savolainen, &
Soderqvist, 1995). respons microbiological pada kedua kelompok
dapat diterima, dan hanya 5 pasien dalam tiap kelompok yang
mengalami infeksi persisten setelah terapi. Kedua obat tersebut
dapat ditoleransi dengan baik dan menyebabkan kejadian yang
serupa, dengan efek samping terbayak adalah gangguan
gastrointestinal. Azithromycin dan co-amoxiclav mempunyai
efisiensi dan toleransi yang serupa, dimana azithromycin lebih
sederhana dan dosisnya lebih disenangi dikarenakan penggunaan
dan harganya (Clement & de Gandt, 1998). Sebuah meta-analisis
mengenai uji klinis randomisasi terkontrol membandingkan 3-5 hari
azithromycin dengan antibiotic konvensional lainnya memerlukan
jangka waktu yang lebih lama untuk mengobati infeksi saluran
nafas atas. Uji klinis ini terdiri dari 19 perbandingan (3421 pasien)
untuk otitis media akut dan 16 perbandingan (2447 pasien) untuk
faringitis akut, dimana azithromycin mempunyai tingkat kegagalan
klinis yang sebanding dengan antibiotic lainnya. Tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna dalam hasil akhir bacteriological.
Azithromycin lebih unggul karena efek lanjut nya hanya 37 dari
4870 (0.8%) pasien. Keefektifan pemberian azithromycin dalam
waktu singkat sama efektifnya dengan antibiotic lainnya dengan
jangka waktu pemberian yang lebih lama. Meskipun dosisnya yang
lebih mudah, tetapi untuk penyakit yang umum terjadi, harga
regimen ini semakin meningkat (Ioannidis, Contopoulos-Ioannidis,
Chew, & Lau, 2001). Dalam sebuah penelitian, didapatkan
penyembuhan gejala dan tanda sinusitis yang lebih cepat pada

pasien yang diberikan azithromycin. Pada akhir terapi (hari ke 10


dan 12), 95% dan 74% pasien dalam kelompok azithromycin dan
amoxicillin/clavulanate mengalami kesembuhan (Klapan, Culig,
Oreskovic, & Matrapazovski, Radosevic, 1999). Terdapat perbedaan
hasil antara penelitian kami dan penelitian tersebut, hal ini mungkin
disebabkan karena jumlah pasien, selain itu kami juga
menggunakan produk farmasi yang berbeda, yang mungkin saja
merupakan alasan lain terdapat perbedaan yang kontras ini.
Regimen terapi tidak mempunyai perbedaan dalam efek terapi,
irespektif terapi dengan drainase antrum, hanya pemberian
antibiotik atau kombinasinya (von Sydow, Axelsson, & Jensen,
1982).
5. Kesimpulan
Tingkat kesembuhan pada kelompok azithromycin bervariasi dari
87.5% dan 88%, dan pada kelompok co-amoxiclav group adalah
32.4% dan 83.3% pada hari ke lima dan sepuluh pemberian terapi.
Diare dan nausea merupakan efek samping yang paling sering pada
kedua kelompok. Dimana prevalensi diare pada kelompok 1 adalah
21% dan 33% pada kelompok 2 dan tidak ditemukan perbedaan
yang bermakna mengenai efek samping yang terlihat pada kedua
kelompok. Walaupun pasien yang diterapi dengan azithromycin
lebih cepat mengalami kesembuhan dibandingkan dengan yang
diterapi dengan co-amoxiclav, co-amoxiclav tetap memberikan hasil
yang efektif dalam melawan sinusitis akut karena bakteri patogen.
Karena efisiensinya, co-amoxiclav tidak menyebabkan resistensi
obat dan dapat menyembuhkan penyakit sinusitis.

You might also like