Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Page | 1
Page | 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cairan Tubuh
1. Cairan Tubuh Manusia
Sekitar 60 70 % tubuh manusia dewasa terdiri dari cairan. Secara garis
besar cairan tubuh dibagi menjadi dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstraseluler dan cairan intraseluler. Jumlah cairan intraseluler kira kira 40%
dari berat badan total pada pria rata rata. Jumlah cairan ekstraseluler kira kira
20% dari berat badan atau sekitar 14 Liter pada orang dewasa normal dengan
berat badan 70 Kg. Kemudian cairan ekstraseluler dibagi menjadi cairan
interstitial yang berjumlah kira kira 3/4 dari cairan ekstraseluler dan plasma
darah yang berjumlah kira kira 1/3 dari cairan ekstraseluler. Plasma adalah
bagian darah non seluler dan terus menerus berhubungan dengan cairan interstisial
melalui celah celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel untuk
hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler kecuali protein.
Cairan
Page | 3
Salah satu cairan tubuh yang penting untuk menunjang kualitas kehidupan
seseorang yaitu darah. Darah merupakan komponen dari cairan ekstraseluler dan
cairan intraseluler. Namun, darah dianggap sebagai kompartemen cairan terpisah
karena kandungan dalam ruangannya sendiri, yaitu sistem sirkulasi.4
2. Darah
Darah merupakan cairan tubuh yang berfungsi untuk mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh dan menyuplai jaringan tubuh
dengan zat zat nutrisi, serta mengangkut zat zat hasil sisa metabolisme. Dalam
darah terdapat berbagai sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari
berbagai penyakit dan hormon hormon dari sistem endokrin yang diedarkan ke
seluruh tubuh. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya
oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang
mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya
molekul-molekul oksigen. Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup
yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan di sirkulasikan oleh
jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa
metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh
arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis.
Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang
disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh
darah vena cava superior dan vena cava inferior.5
Darah juga mengangkut bahan hasil sisa metabolisme, obat - obatan dan
bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan diekskresi sebagai urin oleh ginjal.
Komposisi darah terdiri atas :5
a.
Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel darah yang paling banyak
(>99%) dan mengandung hemoglobin. Eritrosit diproduksi oleh sumsum
tulang belakang dan setelah sekitar 120 hari akan dihancurkan di limpa dan
hati. Hasil produksi eritrosit meliputi besi, asam folat dan vitamin B12.
Page | 4
c.
Leukosit atau sel darah putih merupakan sel sel yang berperan dalam respon
imun. Sel sel ini dapat diklasifikasikan dalam :
1. Monosit
2. Limfosit
3. Polimorfonuklear (PMN), terdiri dari :
a. Basofil, yang berfungsi sebagai mediator dari respon inflamasi dengan
cara mensekresi histamin.
b. Eosinofil, yang berfungsi menyerang parasit multiseluler dan juga
berperan dalam reaksi alergi.
c. Neutrofil, yang berperan dalam fagositosis.
d.
2.1
dapat bertahan dalam tubuh tidak dalam waktu yang sama. Perlu diketahui untuk
mengetahui interval pemberiannya, misalnya faktor VII hanya dapat bertahan
sementara 4 - 7 jam sehingga pemberiannya harus setiap 4 - 8 jam. Trombosit
hanya bertahan 1 - 2 hari sehingga pada kasus yang memerlukan trombosit dan
produksi tidak adekuat maka trombosit harus diberikan tiap 1 - 2 hari.
2.2
Golongan Darah
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
Page | 5
darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah
penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan
antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut :
1. Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen
A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen
B dalam serum darahnya sehingga orang dengan golongan darah A-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau
O-negatif.
2. Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel
darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum
darahnya sehingga orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif
3. Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen
A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.
Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari
orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal.
Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan
darah kecuali pada sesama AB-positif.
4. Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B sehingga, orang dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama Onegatif.
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan
memanfaatkan faktor Rhesus atau faktor Rh. Kecocokan faktor Rhesus amat
penting karena adanya ketidakcocokan golongan, misalnya donor dengan Rh(+)
sedangkan resipiennya Rh(-) dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap
antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis.
Page | 6
B. Transfusi Darah
1.
Definisi
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya dan berhubungan dengan
kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma,
operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.1
Transfusi darah juga merupakan pengobatan yang bertujuan menggantikan
atau menambah komponen darah yang hilang atau terdapat dalam jumlah yang
tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya merupakan pengobatan
simtomatik karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya dapat
mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada
umur fisiologi komponen yang ditransfusikan; walaupun umur eritrosit adalah 120
hari namun bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi
mempertahankan kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu
bulan.6
2.
Page | 7
3.
Eritrosit :
1.
Page | 8
2.
3.
b.
c.
Trombosit
Tujuan : diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau
fungsi trombosit.(12)
Page | 9
e.
Page | 10
Darah segar (fresh blood): darah disimpan <6 jam, masih lengkap
mengandung trombosit dan faktor pembeku.
b.
% Vol
10
Tanda Klinik
Tidak ada. Kadang-kadang pada
donor
dapat
terjadi
vasovagal
sinkope
1000
20
1500
30
2000
40
2500
50
vena
sentral,
cardiac
output, tekanan
darah arteri, di bawah normal
walaupun dalam
keadaan berbaring telentang dan
istirahat, haus
udara, nadi cepat, kulit dingin
Syok, asidosis laktat dan kematian
Page | 11
yang diperlukan.
2. Cara Infra Operative Deposit
Darah diambil sebelum operasi dan diganti dengan koloid; pasca operasi
darah
dalam
rongga
dada/abdomen
dihisap,
disaring
kemudian
ditransfusikan kembali.
Keuntungan autotransfusi :
a.
Merupakan darah yang paling cocok misal pada donor donor langka.
b.
c.
d.
e.
Page | 12
kelahiran, yang paling penting dilakukan pertama kali adalah penggantian cairan
secara cepat.
Transfusi PRC bisa secara cepat membantu mengembalikan kemampuan
darah mengikat O2.
Perdarahan dapat dikurangi dengan cara :
a.
b.
c.
Page | 13
Trombosit
Page | 14
3.
4.
Page | 15
8.
b.
Page | 16
d.
Page | 17
sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan
akan hilang dengan sendirinya.
2. Reaksi alergi
Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering
muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu
sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi
akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan
antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan
menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi
mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada
pasien sehingga dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat
menghentikan reaksi tersebut.
3. Reaksi anafilaktik
Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul
pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti
IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa
menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia
lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos
terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda
reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing),
urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan.
Penatalaksanaannya adalah :
1. Menghentikan transfusi dengan segera,
2. Tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid,
3. Berikan antihistamin dan epinefrin.
4. Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila
terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker
atau bila perlu melalui intubasi.
Page | 18
e.
Page | 19
Reaksi non-imunologis
Reaksi non-imunologis dapat diakibatkan oleh :
a. penimbunan cairan yang memiliki batas kemampuan tubuh (overload),
b. adanya kadar antikoagulan yang berlebihan yang berasal dari darah donor,
c. gangguan metabolik (kadar K+ tinggi, asam sitrat tinggi), sampai dengan
d. perdarahan akibat adanya defisiensi faktor pembekuan yang tidak ada pada
darah donor dan kadar antikoagulan yang tinggi pada darah donor.
Page | 20
Page | 21
antar-individu
berbeda
dalam
kemampuan
mereka
untuk
Page | 22
Page | 23
Page | 24
sel darah merah adalah untuk mencegah oksigenasi yang tidak memadai,
sehingga menyebabkan iskemia dan kerusakan jaringan. Hipovolemia dan
hipoksemia juga bisa menyebabkan iskemia dan kerusakan jaringan.
Oksigenasi yang tidak adekuat dalam waktu yang lama menyebabkan
kerusakan jaringan yang cukup besar dan dapat mengakibatkan koagulasi
diseminata intravascular dan bertambahnya perdarahan intraoperatif. Akan
sangat baik untuk memantau dan membedakan antara volume darah yang
tidak adekuat, kandungan oksigen arteri yang tidak memadai dan kapasitas
pengangkutan oksigen yang kurang. Ketiga faktor tersebut dapat terjadi
bersama-sama atau terpisah. Terapi harus ditujukan tepat sasaran, untuk
meningkatkan volume darah dengan cairan, meningkatkan kandungan
oksigen arteri menaikkan oksigen inspirasi, atau menaikkan konsentrasi
hemoglobin dengan transfusi sel darah merah. Sebuah penelitian
randomized control trial (RCT) menyimpulkan bahwa pembatasan cairan
intra-operasi mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah perioperatif
pada operasi jantung elektif, terutama untuk pasien yang diprediksi akan
mendapatkan transfusi. Studi observasional multisenter lain menunjukkan
bahwa transfusi darah intra-operasi pada bedah non jantung dikaitkan
dengan risiko mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi pada pasien
dengan anemia berat (Hematokrit kurang dari 30%).12
Keputusan untuk melakukan transfusi darah kepada pasien harus
didasarkan pada estimasi volume kehilangan darah saat pembedahan,
tingkat kehilangan darah, respon klinis pasien saat kehilangan darah dan
adanya tanda-tanda yang menunjukkan oksigenasi jaringan yang tidak
memadai. Sebuah ukuran diperlukan untuk menentukan berapa persen
kehilangan volume darah yang aman atau kadar hemoglobin terendah
(atau hematokrit) yang dapat ditoleransi pasien. Kemampuan pasien untuk
mengkompensasi kehilangan darah akan tergantung pada usia, anemia
yang sudah ada sebelumnya, adanya penyakit kardiorespirasi dan
penggunaan obat-obatan seperti beta blockers.
Page | 25
3.
analisis
multivariat
menunjukkan
hubungan
yang
Page | 26
indeks massa tubuh, durasi operasi, jenis anestesi dan kadar hemoglobin
pra-operasi. Beberapa studi telah menyatakan hubungan antara kadar
hemoglobin pra-operasi dengan kebutuhan transfusi darah pasca operasi.
4.
Keadaan Khusus
a.
Transfusi darurat:
Dalam keadaan yang sangat darurat ketika tidak ada waktu untuk
melakukan uji sampel, PRC (packed red cell) 'O' Rh negatif dapat
digunakan. Dalam situasi seperti itu, dokter harus memberikan
persetujuan tertulis resmi dan bertanggung jawab untuk penggunaan
produk darah yang tidak diuji lengkap sebagai upaya menyelamatkan
kehidupan. Pada tindakan bedah darurat unit darah tersebut dapat
digunakan dan segera dikirim ke ruang operasi dalam beberapa menit.
Dengan sistem ini, 82% dari unit darah mencapai ruang operasi dalam
waktu 2 menit dari permintaan, 91% dalam waktu 3 menit dan 100%
dalam waktu 4 menit sehingga mencegah keterlambatan transfusi.
b.
Transfusi masif:
Hal ini didefinisikan sebagai transfusi menyamai atau melebihi volume
darah pasien atau transfusi lebih dari 10 unit darah dalam waktu 24
jam. Penggantian lebih dari 50% dari volume sirkulasi darah dalam
waktu kurang dari tiga jam atau kecepatan transfusi lebih dari 150ml /
menit juga dianggap sebagai transfuse masif. Transfusi masif (atau
volume besar) umumnya diputuskan sebagai akibat dari perdarahan
akut pada pasien bedah. Kehilangan darah kurang dari 20% dari
volume darah total umumnya ditoleransi dengan baik, kehilangan 20%
sampai 40% darah akan menyebabkan perubahan tanda-tanda vital
dengan bukti gangguan perfusi jaringan. Namun, hilangnya darah yang
>40% dari volume darah dapat menyebabkan syok hemoragik dan
menjadi kegagalan sistem sirkulasi kemudian pasien akan mengalami
serangan jantung jika tidak segera dikoreksi. Idealnya protokol
transfusi masif harus berada di tempat untuk mendapatkan produk
yang dibutuhkan tepat waktu. Salah satu protokol mengharuskan
Page | 27
transfusi 2 unit plasma beku segar (FFP) untuk setiap 4 unit PRC, unit
trombosit acak setelah setiap pemberian PRC ke-8 dan 10 kantong
kriopresipitat setelah pemberian PRC ke-16. Kemudian, kalsium harus
diberikan dan terapinya harus mempertimbangkan hasil laboratorium.
Tujuan utama dari protokol transfusi masif adalah untuk mencegah
koagulopati berhubungan dengan transfusi massif sel darah merah
yang menyebabkan pengenceran faktor pembekuan serta agregasi dan
aktivasi trombosit di lokasi perdarahan.
Semua transfusi memiliki potensi reaksi yang merugikan, tetapi
transfusi darah masif dikaitkan dengan konsekuensi yang unik, seperti
pergeseran ke kiri pada kurva disosiasi oksigen, ketidakseimbangan asambasa, hipotermia, hipokalsemia, koagulopati dilusi dan gangguan
pernapasan. American College of Surgeons dan Asosiasi Bank Darah
Amerika, keduanya menyarankan transfusi darah dan komponen darah
harus dipandu oleh tes laboratorium seperti PT, PTT, hitung jumlah
platelet dan kadar fibrinogen. Hanya sedikit kadar faktor koagulasi yang
diperlukan untuk pembentukan normal fibrin dan hemostasis, dan plasma
normal mengandung cadangan faktor koagulasi yang lebih banyak,
sehingga memungkinkan pasien untuk mentoleransi penggantian volume
sel darah merah dan kristaloid tanpa perlu FFP. Pedoman pemberian FFP
menyatakan bahwa batas untuk pengobatan atau pencegahan dengan fresh
frozen plasma adalah PT 1,5 kali batas atas normal atau pertengahan
kisaran normal dan PTT 1,5 kali batas atas normal dengan keadaan klinis
yang tepat. Pemberian FFP dalam kasus bedah atau perdarahan traumatis
harus dipandu dengan uji kadar pembekuan. Dalam hal perdarahan
mikrovaskuler, terapi empirik dengan transfusi trombosit dan/atau plasma
dapat segera dimulai setelah spesimen diperoleh. Selain penilaian visual
berkala setelah tindakan bedah, penilaian perdarahan mikrovaskuler juga
harus dilakukan oleh tim bedah. Jika terjadi perdarahan mikrovaskular ,
terapi empirik dengan trombosit dan/atau plasma mungkin dapat diberikan
Page | 28
Page | 29
BAB IV
KESIMPULAN
Transfusi darah merupakan salah satu bentuk usaha life saving dan juga
terapi. Namun perlu juga diperhatikan keuntungan dan kerugiannya. Transfusi
hendaknya harus didasarkan indikasi dan diagnosa yang tepat karena mengingat
resiko yang dapat ditimbulkan setelah transfusi dilakukan. Ada banyak variasi
dalam penggunaan darah pada transfusi dalam bedah. Pemeriksaan preoperatif
untuk mengetahui ada tidaknya anemia dan memperbaikinya dapat mencegah
kebutuhan transfusi alogenik selama operasi. Pengurangan kehilangan darah
intraoperatif
dengan
beberapa
metode
seperti
hemostasis
pembedahan,
Page | 30
DAFTAR PUSTAKA
1. Eki P, Puspita P. Transfusi Darah. Bhakti Kencana Medika. Vol 1(3): Juli:
2001; p. 89-95.
2. Djoerban Z. Dasar-Dasar Transfusi Darah dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi Keenam. Jakarta: Interna Publishing; 2014
3. Paramjit K, et.al. Transfusion issues in surgery. Internet Journal of Medical
Update. 2013 January;8(1):46-50
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006; 376-378
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke 6. Jakarta. Penerbit
EGC. 2012
6. Haroen H. Darah dan Komponen: Komposisi, Indikasi, dan Cara Pemberian
dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Keenam. Jakarta:
Interna Publishing; 2014
7. World Health Organization. MCPC Clinical Use of Blood, Blood Products
and Replacement Fluids; 2003. Available on: http://www.who.int/reproductive
health/impac/Clinical_Principles/Clinical_Use_Blood_C23_C33.html
8. Harmono T. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi Transfusi Darah dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Keenam. Jakarta: Interna
Publishing; 2014
9. Carless PA, Henry DA, Carson JL, et al. Transfusion thresholds and other
strategies for guiding allogeneic red blood cell transfusion.Cochrane Database
Syst Rev.2010;(10):CD002042.
10. Palmer T, Wahr JA, O Reilly, et al. Reducing unnecessary cross-matching: A
patient specific blood ordering system is more accurate in predicting who will
receive a blood transfusion than the maximum blood ordering system. Anaesth
Analg. 2003;96(2):369-75.
Page | 31
Page | 32