You are on page 1of 42

.

BAB I
PENDAHULUAN

Meningioma adalah tumor yang berasal dari meningens yang berfungsi sebagai
membran pelindung yang menutupi otak. Meningioma berasal dari sel induk arachnoid
yang terletak di lapisan arachnoid yang menutupi permukaan dari otak yang dapat terjadi
intrakranial atau antara saluran spinal. 1
Angka kejadian meningioma 20% dari seluruh tumor primer otak. Tumor ini lebih
sering dialami wanita daripada pria dan biasanya terjadi pada usia 50-60 tahun, tetapi
tidak menutup kemungkinan dapat muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia lanjut
dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu
keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian karena belum

cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai


neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.2,3
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen. Sekitar 25
% mengenai falx dan parasagital yang dapat dibedakan menjadi sepertiga anterior,
tengah, dan posterior. Tumor ini tertutup oleh korteks di atasnya dan cenderung
tumbuh mayoritas pada satu hemisfer tetapi bisa bilateral. Pada beberapa psien,
tumor tumbuh ke tepi inferior sinus sagital. 3
Meskipun kebanyakan meningioma bersifat jinak (benigna) tumor ini bisa
mengalami kekambuhan setelah diangkat. Manifestai klinis yang ditimbulkan sangat

bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu yang dapat mengakibatkan kondisi
serius dan berpotensi mengakibatkan kematian. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DEFINISI
Meningioma adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput

pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Di antara sel-sel meningen
itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat
hubungan erat antara tumor ini dengan villi arachnoid. Tumbuhnva meningioma
kebanvakan di temnat ditemukan banyak villi arachnoid.

Meningioma dapat

timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi,
umumnya terjadi di hemisphere otak di semua lobusnya. Kebanyakan
meningioma bersifat jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi. 2

2.2.

INSIDENSI

Meningioma merupakan neoplasma intracranial nomor 2 dalam urutan


frekuensinya yaitu mencapai angka 20% dan 12 % dari semua tumor medulla
spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor
ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 50-60
tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau
pada usia yang lebih lanjut, dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan
pada beberapa anggota di satu keluarga. Paling banyak meningioma tergolong
jinak (benign) dan 10 % malignant. Perbandingan antara wanita dan laki-laki
adalah 3 : 2 , namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2. 2

Tumor Otak yang berasal dari saraf

Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital.


Yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau
kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di
samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis
mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.
4

Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak


sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. 3
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20%
menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri
merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood. 3

2.3.

ANATOMI
Meninx adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon

dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang
letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama,araknoid dan
piamater disebut leptomening 4
Dura mater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri
dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis

melekat

erat

pada

dinding

canalis

vertebralis,

menjadi

endosteum(periosteum),sehingga di antara lamina meningialis dan lamina


endostealis terdapat spatium extraduralis(spatium epiduralis) yang berisi jaringan
ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura mater dan archnoid terdapat
spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis
melekat erat pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania

dan tepi foramen occipital magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan


yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa,
yaitu 4;
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae

Lapisan Meningen

Arachnoid bersama-sama dengan pia mater disebut leptomeninges. Kedua


lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae.Arachniod
adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan dura mater.
Antara archnoid dan pia mater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi
liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal
sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparant.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior 4.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara
folia cerebri.Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastic,ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral. Pia terdiri
dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan
arachnoid, membrane ini ini menutupi semua permukaan otak dan medulla
spinalis 4.

2.4.

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum diketahui. Berbagai

penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab meningioma. Penyebab yang tersering


adalah paparan radiasi antara 132-315 rontgen, dimana dosis ini sama dengan 1-3 Gy.
Karakteristik dari radiasi adalah radiasi yang memiliki periode laten 36-38 tahun bagi
pasien yang mendapatkan dosis radiasi yang rendah pada kepala, dimana pasien yang
menderita meningioma setelah terpapar dosis radiasi tinggi akan menimbulkan tanda
paling cepat 5 tahun sesudahnya. Meningioma yang terjadi akibat adanya paparan radiasi
lebih sering terjadi, dimana angka kejadiannya mencapai 80%. 5

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun


beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari
beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan
80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan
beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi
meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. 5
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Berbagai macam jaringan normal dan neoplastik
mengekspresikan EGFR, overekspresi dari EGFR ditemukan pada sejumlah tumor
termasuk

payudara,

paru-paru,

kepala,

leher,

glioblastoma,

dan

karsinoma kolorektal. Baru-baru ini, sebuah dugaan muncul dalam menilai


ekspresi EGFR dalam sejumlah keganasan SSP seperti meningioma dan glioma.
Wernicke dkk melaporkan tingginya ekspresi EGFR pada penderita meningioma.
Overekspresi

EGFR

diduga

terlibat

dalam

proliferasi

dan

diferensiasi

meningothelial sel. 3

Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan hormone


estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan kaknker
payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran tumor pada fase
lutheal siklus haid dan kehamilan.(wie) Ekspresi progesteron reseptor dilihat
paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor
ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter
untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika
mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan 3
Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal
dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding
dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara
arachnoid dengan dura yang menutupi radiks. 3

2.5

FAKTOR RESIKO
Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan

dengan risiko terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; faktor


lingkungan berupa gaya hidup dan genetik telah dipelajari namunnya perannya
masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu penggunaan hormon
endogen dan eksogen, penggunaan elepon genggam, dan variasi genetik atau
polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang
sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale,

pemakaian pewarna rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnt,


merokok; trauma kepala; dan alergi. Sebagian faktor risiko diatas dinilai tidak
signifikan atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko yang ditemukan
pada pasien meningioma, hal ini dapat disebabkan jumlah sampel penelitian yang
sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan kriteria dan pajanan.6
Radiasi pengion
Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko
kejadian meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi
pengion sebagai factor risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban
bom atom yang masih hidup, dan pasien dengan pajanan radiasi terapeutik atau
diagnostik. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi mempengaruhi insidensi
meningioma ditemukan pada indiviu yang mendapatkan pajanan radiasi dosis
tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi
pengion dosis rendah sebagai faktor risiko meningioma dapat diketahui dalam
penilitian cohort tinea kapitis. 6
Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion
bergantung pada dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun
untuk dosis menengah, dan 19,5 tahun untuk radiasi pengion dosis tinggi. Dengan
kata lain, usia saat ditemukannya meningioma pada seseorang semakin rendah
bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar; selain itu dosis radiasi yang
semakin tinggi memili kecendrungan akan munculnya tumor multipel atau sifat
meningioma yang atipikal atau malignant.6
Hormon

10

Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita dibanding


pria, adanya ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan
adanya hubungan dengan kanker payudara dan laporan perubahan ukuran tumor
saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan menopause; beberapa peneleti menyatakan
adanya hubungan antara hormone sebagai faktor risiko meningioma.3
Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone pada wanita premenopause dan post-menopause untuk melihat risiko kemungkinan meningioma;
secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti yang kuat bahwa kontrasepsi
oral sebagai faktor risiko meningioma namun sebaliknya pemakaian terapi
pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai faktor
risiko. Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan
signifikan risiko meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah
menggunakan terapi pengganti hormone (OR [95% CI] 1.7 [1.02.8]), hasil ini
mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan kawan-kawan dalam penelitian Nurse
health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian menunjukkan
hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma.6
Pemakaian telepon genggam
Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan
meningioma sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yang
menunjukkan hal tersebut masih sedikit. Berbagai penelitian kasus kontrol sudah
dilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa, dan Israel untuk mencari hubungan
pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak; semua penelitian di atas

11

tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian beberapa


penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang (> 10
tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high
grade.
Genetik
Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadik; pasien dengan
lesi sporadic tidak memilii riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom genetik
yang diketahui menjadi faktor risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan
jarang. Meningioma dapat ditemukan pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan
autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada gen NF2 di 22q12; kelainan
ini memiliki insidensi 1 per 30.000 40.000 di Amerika Serikat.3 Namun
demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam
meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia
tanpa ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis
meningioma dengan riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84
4.79]).3 Penelitian cohort tinea capitis, pasien meningioma yang sebelumnya
mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada pasien yang memliki
orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan
kerentanan genetik. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga
memiliki mutasi pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan
kromosom 22q12.6

2.6.

PATOFISIOLOGI

12

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. 3
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya
faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma
hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma
ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain
juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan
reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex
diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik
dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari
meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.2
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan
pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma
sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10)
melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma
mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma
mammae dengan meningioma.2

13

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan


tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan
faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma
dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus
menstruasi dan kehamilan.2
Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah
diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai
penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus
meningioma setelah trauma kepala.

2.7.

KLASIFIKASI
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah

diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan


derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodic. Jika tumor semakin bverkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan

gejala,

kemudian

penatalaksanaan

bedah

dapat

direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan


bedah dan observasi yang continue.

14

b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada
tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah
pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung
kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah
penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi.
Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi
dari tumor 3
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.

15

4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang


menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah
bagian belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pdaa atau di
sekitar mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak.

16

Lokasi Umum Meningioma


2.8 DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak). Secara umum,
meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal 3.
Gejala umumnya seperti 3;
- Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari.
- Perubahan mental
- Kejang
- Mual muntah

17

- Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.


Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi 3:
1. Lobus frontal

Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra


lateral, kejang fokal

Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster


kennedy

Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi


homonym

Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis

menimbulkan gejala sindrom gerstmanns

3. Lobus temporal

Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang


didahului dengan aura atau halusinasi

Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.

4. Lobus oksipital

18

Menimbulkan

bangkitan

kejang

yang

dahului

dengan

gangguan

penglihatan

Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang


menjadi hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor

biasanya

bertangkai

sehingga

pada

pergerakan

kepala

menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian


tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie

Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran

Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

Gangguan

fungsi

hipotalamus

menyebabkan

gejala:

gangguan

perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan


cairan dan elektrolit, bangkitan
8. Tumor di cerebelum

Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem

19

Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme

dari otot-otot servikal


9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan

nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma

Pemeriksaan Radiologi3
1.

Foto polos.
Hiperostosis adalah salahsatu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Dinidikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang
dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang
tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan
dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi
terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.

2.

CT-Scan.
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75%
hiperdens dan14,4% isodens. Gambaran spesifik dari meninioma berupa
enchancement dari tumor dengan pemberian kontras. Meninioma tampak
sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat dan tegas.
Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem
otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.

20

3.

MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,
dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada.

4.

Angiografi
Umumnya

meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat

menimbulkan gambaran spoke wheel appearance. Selanjutnya arteri


dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan
prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon .

2.9.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma terganting darilokasi dan ukuran tumor itu

sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan


pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi. 2,3
Rencana preoperative.
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2

21

antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik


perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme
stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas
terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme

anaerob)

ditambahkan

apabila

operasi

direncanakan

dengan

pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.3.


Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial 3.
-

Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)

Grade IV Reseksi parsial tumor

Grade V Dekompresi sederhana (biopsy)

Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan
efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus
rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada
kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan
pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external
beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus

22

meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung


teori ini belum banyak dikemukakan 3.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi. 3
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton,

ion

helium)

dari

cyclotrons.

Semua

teknik

radioterapi

dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan
diameter kurang dari 2,5 cm. 3
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan

23

adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),


walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan

dari

Chamberlin

pemberian

terapi

kombinasi

menggunakan

cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan


hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi. 3

2.10.

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan

tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada


orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi. 2,3

24

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila


letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada2:
-

invasi dan kerusakan tulang

tumor tidak berkapsul pada saat operasi

invasi pada jaringan otak.


Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang

dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah
maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post
operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9% dan (19571966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu
perdarahan dan edema otak. 2

25

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS
Nama

: Ny. SM

Umur

: 47 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Sudipayung RT 054/IV Ngampel Kendal

MRS

: 14 Februari 2016

No. CM

: 496682

ANAMNESA
1. Keluhan Utama

: Pusing hebat.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku pusing hebat. Keluhan baru dirasakan berat
akhir akhir ini. Selama 1 tahun terakhir keluhan sudah mulai dirasakan
namun tidak dihiraukan oleh pasien. Pusing tidak menghilang walau
sudah istirahat maupun berbaring. Rasa nyeri pada kepala dirasakan
seperti dipukul-pukul. Tidak terdapat benjolan ataupun massa pada
kepala. Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma pada kepala
sebelumnya.

26

Pasien

juga

mengeluhkan

terjadi

penurunan

ketajaman

penglihatan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Tajam penglihatan


tidak berkurang walaupun dikoreksi dengan kacamata dan keadaan
pasien kini benar-benar tidak bisa melihat. Pasien juga mengeluh sering
mengalami nyeri kepala hebat, terutama pada saat pagi hari, disertai rasa
mual. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada pengecapan dan
penciumannya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku tidak ada riwayat kejang, hipertensi ataupun
kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
Berat Badan

: 65 kg

Tinggi Badan

: 160 cm

Tekanan Darah

: 130/90 mmHg

Suhu Badan

: 36,5 C

Nadi

: 80 kali/menit, reguler, kuat angkat

Pernapasan

: 21 kali/menit, reguler

Pulmo

: Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)

27

Cor

: S1 dan S2 tunggal reguler

Hepar

: Dalam batas normal

Limpa

: Dalam batas normal

Ren

: Dalam batas normal

STATUS NEUROLOGIK
A. Kesan Umum
Kesadaran
Pembicara :

: GCS E4 M5 V6
Disarti :

(-)

Monoton
Scanning

(-)

: (-)

Afasia
: Motorik
: (-)
Sensorik
: (-)

Amnestik
(Anomik)
Kepala

:
: Besar

(-)

: normal
Asimetri

(-)

28

Sikap Paksa
Tortikolis
Muka

: Mask

Mata

(-)

: (-)
: (-)

Mypathik

: (-)

Fullmoon

: (-)

Lain-lain

: tidak ada

: Oedem palpebra OD/OS

2. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsang Selaput Otak
Kaku tengkuk

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Laseque

: (-/-)

Brudzinski II

: (-)

Kernig

: (-/-)

2. Saraf Otak
N. I Hyp/Anosmi : (-/-)
Parosmi

N. II

: (-/-)

Hallusinasi : (-/-)

Visus (ODS) : 0/0


Yojana penglihatan : -/Melihat warna

: -/-

Funduscopi : tdk dilakukan


N. III, IV, VI
Kedudukan bola mata

: normal

Pergerakan bola mata : ke nasal

: normal

ke temporal

: normal

ke atas

: normal

ke bawah

: normal

29

ke temporal bawah : normal


Exophthalmus

: (-/-)

Celah mata (ptosis)

: (-)

PUPIL :
Bentuk

: bulat

Lebar

: 3 mm/ 3 mm

Perbedaan lebar

: isokor

Reaksi cahaya langsung

: </N

Reaksi cahaya konsensuil

: </N

N. V Cabang Motorik
- Otot maseter

: N/N

- Otot temporal

: N/N

- Otot pterygoideus

: N/N

Cabang Sensorik
- Oftalmikus

: N/N

- Maksilaris

: </N

- Mandibularis

: </N

Refleks Kornea langsung

: N/N

Reflleks kornea konsensuil : N/N


N. VII
Waktu diam
- Kerutan dahi

: N/N

- Tinggi alis

: N/N

30

- Sudut mata

: N/N

- Lipatan nasolabial

: N/N

31

Waktu gerak
- Mengerutkan dahi

- Menutup mata

Sulit dinilai
:

- Bersiul
- Memperlihatkan gigi

:
:

Pengecapan 2/3 depan lidah : tdl


Hiperakusis
Sekresi air mata

: (-/-)
:

Sulit dinilai

N. VIII
Vestibular
- Vertigo

: (-)

- Nistagmus

: (-)

- Tinitus Aureum

: N/N

- Tes kalori

: Tidak dilakukan

Cochlearis
- Rinne

: Tidak dilakukan

- Weber

: Tidak dilakukan

- Schwabah

: Tidak dilakukan

- Tuli Konduktif
- Tuli perseptif

: Tidak dilakukan
:

Tidak dilakukan

32

N. IX, X
Bagian Motorik
- Suara

: N

- Menelan

: N

- Kedudukan arcus pharinx : N/N


- Kedudukan uvula

: sentral

- Pergerakan arcus pharinx / uvula : N


- Detak jantung

- Bising Usus

: N

Bagian Sensorik
- Pengecapan 1/3 belakang lidah

: Tidak dilakukan

Reflek muntah
Reflek palatum Mole

: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan

N. XI
Mengangkat bahu

: N/N

Memalingkan wajah

: N/N

N. XII
Kedudukan lidah waktu istirahat

di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak

di tengah

Atrofi

Fascikulasi / Tremor

(-/-)

Kekeuatan lidah menekan pipi

N/N

(-/-)

33

Sistem Motorik
4
4

Agak kuat namun

masih jatuh saat


ditahan beban

3. Refleks-Refleks
Reflex fisiologis
Refleks biseps

: +/+

Refleks triceps

: +/+

Refleks patella

: +/+

Refleks Achiles

: +/+

Refleks patologis
Tungkai
Refleks babinsky

: (-/-)

Refleks Chaddock

: (-/-)

Lengan
Refleks Hoffman tromer

: (-/-)

4. Susunan Saraf Otonom


Miksi

: N

Defekasi

: N

Sekresi keringat

: N

Salivasi

: N

Gangguan vasomotor

: (-)

Ortostatik hipotensi

: (-)

34

5. Pemeriksaan radiologi
CT Scan dengan kontras (18/02/2016) :
-

Tampak Lesi isoden, ukuran 5, 5x5, 0,8x4,5 cm pada lobus fronto


temporalis kiri, kalsifikasi (+), dengan peritumoral oedem. Paska
pemberian kontras tampak enhancement midline shifting ke kanan.

Sulkus corticalis dan fissure sylvii kanan kiri, sisterna sempit.

Ventrikel lateralis kiri dan III serta sebagian ventrikel lateralis kanan
kurs anterior sempit dan terdesak ke kanan.

KESAN : Mendukung gambaran meningioma, terjadi peningkatan


tekanan intracranial

6. Pemeriksaan Tambahan
Laboratorium Darah Rutin (14/02/16)
Hb

: 14,6 g/dl

Leukosit

: 11.100 mg/ul

Eritrosit

: 5,43 juta/ul

Hematokrit

: 27,50 %

Trombosit

: 341.000/ul

Laboratorium Kimia Darah (14/02/16)


Ureum

: 20 mg/dL

Kreatinin

: 0,56 mg/dL

SGOT

: 15

SGPT

: 18

Laboratorium Kimia Klinik (16/02/16)

35

Kalium

: 3,73 mmoI/L

Natrium

: 136 mmoI/L

Chloride

: 102 mmoI/L

Kalsium

: 8,5 mg/dL

7. Diagnosis
1. Diagnosis klinis

: Disfungsi n. II
Cefalgia kronis

2. Diagnosis topis

: Cerebrum lobus fronto temporalis

hemisfer sinistra
3. Diagnosis etiologi

: Meningioma

8. Penatalaksanaan
Pro cranioctomy

36

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien seorang wanita, berumur 49 tahun, datang dengan
keluhan utama terdapat pusing hebat yang sudah dirasakan 1 tahun ini namun
memberat akhir-akhir ini, ditambah keluhan lain berupa penurunan ketajaman
penglihatan. Pasien kemudian didiagnosis dengan diganosa meningioma
berdasarkan gejala klinis disertai defisit neurologis yang sesuai yaitu adanya,
nyeri kepala hebat, penurunan penglihatan, rasa kebal di wajah. Hasil pemeriksaan
penunjang berupa CT Scan dengan kontras yang menunjukkan adanya massa
isodens pada regio fronto temporalis kiri Occipital berukuran 5, 5x5, 0,8x4,5 cm.
Penyebab nyeri kepala pada kasus ini diduga karena adanya peningkatan
tekanan intrakranial yang disebabkan oleh efek massa tumor, dan karena
invasi/kompresi bangunan peka nyeri seperti : duramater, pembuluh

darah,

periosteum. Nyeri pada pasien ini terutama dirasakan pada pagi hari. Hal ini
terjadi karena peninggian pCO 2 selama tidur karena depresi pernapasan, sehingga
terjadi vasodilatasi, peninggian volume darah intrakranial serta pembengkakan
otak yang berakibat perburukan pada traksi atau pergeseran pembuluh darah
Lobus oksipitalis terdiri dari area 17, 18, dan 19 Broadmann, merupakan
akhir jalur genaikulokalkarina dan adalah penting untuk sensasi dan persepsi
visual. Lesi destruktif pada satu lobus oksipitalis mengakibatkan hemianopia
homonym kontralateral, misalnya kehilangan penglihatan pada sebagian atau

37

semua lapang pandang homonym. Hal ini dapat menyebabkan pasien mengeluh
perubahan bentuk dan kontor objek yang dirasa secara visual (metamorfosia),
seperti pergantian citra secara khayal dari satu sisi lapangan penglihatan ke
lapangan penglihatan lainnya (allestesia visual) atau citra visual yang abnormal
dan menetap setelah objek tersebut dipindahkan (palinopsia). Ilusi visual dan
halusinasi dasar mungkin juga terjadi. Lesi bilateral menyebabkan kebutaan
kortikal, suatu keadaan kebutaan tanpa perubahan pada fundus optikus atau
refleks pupil. Defisit neurologis lainnya dapat terjadi karena adanya destruksi
ataupun kompresi langsung.
Terapi

yang

dipilih

adalah

operasi,

sesuai

dengan

algoritma

penatalaksanaan meningioma dimana pada pasien ini merupakan primary tumor


yang symptomatic. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi
dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya
berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi
tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak,
dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.

38

Algoritma penanganan meningioma

Pada saat dilakukan operasi, didapat Tumor dengan klasifikasi simpson Grade III,
dimana terdapat tumor di sinus yang ditinggalkan.

Klasifikasi Simpson

Bila dilakukan operasi, pasien ini akan diberikan terapi kortikosteroid.


Mekanisme

aksi

kortikosteroid

pada

tumor

otak

termasuk

penurunan

permeabilitas pembuluh darah, efek sitotoksik pada tumor, penghambatan

39

pembentukan tumor, dan penurunan produksi CSF. Sehingga pada kasus ini
pemberian kortikosteroid diharapkan dapat mengurangi gejala dan mencegah
terjadinya edema.
Pada umumnya prognosa meningioma baik, karena pengangkatan tumor
yang sempurna akan memberikan peyembuhan yang permanen. Pada orang
dewasa relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate
lima tahun adalah 75%. Dalam kasus meningioma Grade II dan III, standar saat
ini melibatkan pengobatan radiasi pascaoperasi terlepas dari tingkat reseksi bedah.
Hal ini disebabkan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi. Diharapkan dengan
radiasi dan pemberian modulasi hormon, tumor yang tersisa tidak bertambah
besar, tidak bertambah banyak, dan tidak berulang. Pasien juga harus diberitahu
untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal.
Setelah pemberian edukasi untuk pro craniectomy dan dirujuk ke RSUP
Kariadi, keluarga pasien menolak untuk dirujuk dan dilakukan operasi. Pasien
dinyatakan pulang paksa pada tanggal 24 Februari 2016.

40

BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus wanita 47 tahun, dengan keluhan utama


nyeri kepala hebat dan gangguan penglihatan. Dari pemeriksaan fisik dan
penunjang didapatkan diagnosis meningioma. Terapi yang seharusnya dilakukan
pada pasien ini adalah operasi namun pasien menolak untuk operasi. Prognosis ad
vitam pada pasien ini dubia ad malam. ad fungsionam dubia ad malam, dan ad
sanationam malam.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi , Dana K. Andersen, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.
Hunter, Jeffrey B. Matthews, Raphael E. Pollock.

Schwartz's Principles of

Surgery, 8th edition. McGraw Hill. USA. 2004.


2. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial. Cermin Dunia Kedokteran
Vol.16. 1989. P: 36-43
3. Pamir M, Black P. Meningiomas : A comprehensive text. Saunders Elsevier,
Philadelphia, 2010.

4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar:


Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Black P et al.Meningiomas : science and surgery. Clinical Neurosurgery Vol.54.
2007 p:91-99.
6. Jill S. Barnholtz-Sloan, J S, Kruchko C. Meningiomas: causes and risk factors.
Neurosurg Focus volume 23. October, 2007. p: 1-8 .
7. Newell F, Beaman T. Ocular Sign of Meningioma. Departement of Surgery
University of Chicago. 1990.

42

You might also like