Professional Documents
Culture Documents
SAHABATMU
Karya Amalia Hasyim
Di penghujung hari, aku berdiri di depan jendela kamarku yang sengaja kubuka sembari
memandang bintang yang tidak pernah lelah menghias malam. Saat ini pukul 11.35 pm tetapi
mataku belum juga terpejam. Terlalu banyak masalah yang sedang memenuhi pikiranku. Adasaja masalah yang terjadi dalam hidupku ini. Padahal, aku ingin sehari saja hidup tanpa
masalah. Namun, aku hanyalah manusia biasa yang memiliki sekedar keinginan. Aku hanya
bisa berdoa dan Dialah yang menentukannya.
Di langit, aku melihat sebuah bintang yang cahaya sangat terang. Terangnya lebih daripada
bintang yang lainnya. Ingin sekali aku memetik bintang itu dan ku genggam erat dengan
tanganku. Namun, hal itu tidak mungkin terjadi. Menurutku, ada tiga alasan yang
membuatnya tidak mungkin. Pertama, bintang itu sangat jauh. Kedua, bintang lebih besar dari
tanganku walau dari kejauhan memang terlihat kecil. Ketiga, bintang itu pasti memiliki
panas. Oleh sebab itu, lebih baik aku hanya menikmatinya saja. Itu sudah lebih dari cukup.
Ku lihat jam di dinding kamarku yang terpajang indah di dinding yang ada di depan meja
belajarku. Ya, aku sengaja memasang benda itu di dinding depan meja belajar agar aku bisa
dengan mudah melihat waktu saat aku belajar. Dengan begitu, aku dapat mengontrol
belajarku.
Pukul 01.45 am, aku mulai menguap. Aku pun memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur, aku
menutup jendela kamarku terlebih dahulu. Setelah itu, aku merebahkan badanku di atas
ranjang. Dan beberapa menit kemudian aku tebuai dalam mimpi.
Beberapa jam kemudian
Di pagi buta, sekitar jam 03.00am, aku terbangun akibat handphoneku bordering dengan
nyaringnya dan mengganggu tidurku. Aku melihat handphoneku, orang yang menelepon itu
adalah Ela, sahabatku. Dia tidak mungkin telepon di pagi buta seperti ini kalau bukan ada
kepentingan mendesak. Aku memutuskan untuk mengangkat teleponku.
Fin, ini benar-benar gawat! serunya di seberang sana. Dari suaranya, aku tahu dia sedang
menghadapi masalah besar.
kenapa?kenapa?
finfin Dia tak bisa berbicara dengan baik karena nafasnya tersengal-sengal.
tarik nafas panjang dan hembuskan, tenangkan dirimu, bicara pelan-pelan. Aku
memberinya saran atau lebih bisa disebut sebagai instruksi.
Aku mendengar dia mengikuti instruksiku. Menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
Tenang sejenak, beberapa saat kemudian, dia mulai berbicara dengan pelan-pelan, laporan
dan data penelitian ilmiah kita hilang.
Deg. Kenapa bisa hilang? Yang benar saja, laporan itu telah aku dan Ela buat dengan susah
payah. Dan sekarang, semuanya hilang begitu saja. Aku sebenarnya marah karena dia tak bisa
menjaganya dengan baik. Akan tetapi, aku mencoba untuk menahan amarahku dan bertanya,
kenapa bisa terjadi?
Aku ngga tahu, Fin. Semuanya ilang gitu aja.. jawabnya.
ya udah, nanti kita cari atau kalau tidak kita buat lagi.
Fin, maafin aku, aku ngga bisa jaga sesuatu yang telah kita buat susah payah.. ucapnya
dengan penuh penyesalan.
udah, ngga apa-apa.
***
Aku berangkat ke sekolah dengan malas. Aku begitu berantakan. Kulit kusam, mata
berkantung hitam seperti panda. Ini terjadi karena aku kurang tidur. Aku hanya tidur satu jam
lebih 15 menit. Setelah Ela meneleponku, aku tidak bisa tidur lagi karena memikirkan
masalah penelitian ilmiah itu.
Di koridor kelas, aku bertemu dengan Ela. Wajahnya tidak lebih baik dari aku. Dia juga sama
berantakannya denganku. Saat bertemu denganku, dia kembali menunjukan penyesalanannya.
Aku lihat dia benar-benar menyesal telah begitu ceroboh. Sebenarnya, ini bukan murni
kesalahannya. Ini juga salahku, kesalahan kami bersama. Kami tidak menjaga dengan baik
sesuatu yang sangat penting ini.
Aku mencoba menenangkannya dan menjelaskan kalau semua ini bukan murni salahnya.
Perlahan-lahan, dia mulai membaik dan tenang. Setelah benar-benar tenang, aku
mengajaknya pergi ke kelas bersama. Di tengah perjalanan menuju kelas, aku berpapasan
dengan Rama. Rama, seseorang yang minggu kemarin menyatakan cintanya padaku tetapi
aku menolaknya. Aku memiliki segudang alasan kenapa aku menolaknya. Akan tetapi, yang
paling utama adalah aku tidak memiliki perasaan lebih padanya selain sebagai teman satu
sekolah.
Sikap Rama begitu dingin padaku. Mungkin, dia tidak terima karena aku menolaknya.
Selama ini dia memang terkenal sebagai Prince Charming yang tidak pernah ditolak cewek.
Jadi, kalau dia bersikap dingin padaku, ini tidak terlalu aneh. Akan tetapi, ada sesuatu yang
menurutku sangat aneh. Rama tersenyum dengan manis tapi terkesan tidak ikhlas pada gadis
yang disampingku, Ela, dan Ela membalasnya dengan senyum manis yang ceria. Biasanya
Rama tidak pernah bersikap seperti ini pada Ela. Melihat saja kadang ogah-ogahan.
Pagi, Ela. Ucap Rama, dia bahkan menyapa Ela.
Pagi juga, Rama. Ela membalas sapaan Rama.
Aku menyikut lengan Ela dan menanyakan perihal keanehan Rama. Aku menanyakannya
setelah Rama pergi tentunya. Mana mungkin aku berani bertanya tentang Rama jika Rama
ada di depanku. Dia menjawab pertanyaanku dengan ketus memang salah dia menyapaku?
Aneh?. Setelah menjawab pertanyaanku dengan nada yang tidak mengenakan itu, Ela
langsung pergi meninggalkanku. Dia benar-benar aneh. Tadi raut wajahnya penuh rasa
penyesalan tetapi sekarang dia lebih terlihat marah dan sebal. Dia marah padaku?
Di kelas, sikap Ela bersikap cuek padaku. Berbeda 180o dari tadi pagi. Berkali-kali aku
berusaha membuatnya tersenyum dan mau berbicara padaku. Namun, hasilnya nihil. Aku
lelah untuk membujuknya lagi. Besok aku akan mencobanya.
***
Siang harinya, sepulang sekolah, aku menemui Bu Endang, pembina Ekstrakurikuler PIR.
Aku datang tanpa Ela. Dia langsung menghilang sesaat setelah bel panjang berbunyi. Aku
datang ketempat itu untuk meminta perpanjangan waktu. Perpanjangan waktu untuk
menyelesaikan menyelesaikan laporan dan data penelitian. Seharusnya, hari ini sudah
dikumpulkan.
tunggu disini, sebentar lagi Bu Endang akan datang. Ucap salah seorang guru yang juga
mengajar di kelasku, namanya Bu Farida. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
Ya, Finda Orang yang aku tunggu-tunggu telah datang dan menyapaku.
Aku pun menjelaskan maksud kedatanganku menemui Bu Endang. Bu Endang
mendengarkanku dengan baik. Tak lama kemudian, Bu Endang setuju untuk memberi
tenggang waktu. Akan tetapi, hanya dua hari yang beliau berikan untuk kelompokku. Aku
tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kedua yang telah diberikan oleh Bu Endang.
terimakasih, Bu. Sekali lagi terima kasih Ucapku pada Bu Endang. Bu Endang
tersenyum dengan lembut.
***
Berulang kali aku menelpon Ela. Akan tetapi, dia tidak mengangkatnya. Dia sungguh aneh.
Aku harus ke rumahnya untuk mengerjakan tugas bersama. Aku pun ke rumah sahabatku itu
dengan mengendarai sepeda kesayanganku yang berwarna hijau.
Ada pemandangan yang cukup menarik saat aku tiba di dekat rumah Ela. Aku melihat Ela
keluar dari sebuah mobil mobil mewah berwarna merah metallic, Ferrari F70. Di sekolahku,
Orang yang memiliki mobil mewah seharga kurang lebih 10 Miliar itu hanyalah Rama. Ya,
mobil itu memang milik Rama. Aku semakin yakin saat aku melihat Rama keluar dari mobil
itu dan berbicara pada Ela.
Bagaimana mereka bisa sedekat ini? Sungguh aneh dan cukup menarik perhatianku. Cukup
menarik juga untuk diselidiki karena pasti ada sesuatu dibalik semua ini. Akan tetapi, aku
tidak mungkin menyelidikinya, tidak mungkin. Ingat, Ela itu sahabatku. Kalaupun memang
benar ada sesuatu, nanti juga akan terbuka dengan sendirinya tanpa perlu diselidiki.
Setelah Rama dan mobilnya itu pergi, aku mendekati Ela. Aku berpura-pura tidak melihat dia
datang bersama Rama. Aku tidak mempedulikannya.
hi, La. Kamu kok ngga angkat teleponku? tanyaku pada Ela.
Emm aku..ngga bawa handphone jawabnya, terdengar kaku.
ada kabar bagus buat kita.
apa?
Aku mencerritakan kabar bahagia tersebut, kesempatan kedua dari Bu Endang. Dia juga
terlihat senang dan mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya. Setelah sampai di ruang
tamu, dia mempersilahkanku duduk. Sementara dia mengambil minuman untukku, aku
mempersiapkan beberapa bahan yang diperlukan.
ini, Fin, minumnya..
makasih, La
Aku langsung menengguk jus orange yang dibuat oleh Ela. Tenggorokanku yang sangat
kering terasa sejuk saat air jus orange melewati tenggorokanku. Sedari tadi aku memang
haus. Maklumlah, aku mengayuh sepeda dari rumahku sampai ke rumah Ela yang jaraknya
tergolong jauh.
kita mulai darimana ya? tanyaku, Ela hanya diam. Dia malah terlihat melamun. Aku tidak
bisa membaca pikirannya kali ini. Belakangan ini dia memang bersikap aneh. Ela..halo
halo.. aku mengibas-ibaskan tanganku di depan wajahnya untuk menyadarkannya dari
aktivitas melamunnya.
eh..ya, Fin..aa apa..? tanya Ela padaku dengan gugup. Dia seperti orang yang baru saja
tersadar dari mimpi buruknya.
La, apa kamu punya sesuatu yang disembunyikan dariku? entah mengapa aku bisa bertanya
seperti itu pada Ela.
tidak. Jawabnya singkat dan terlihat tidak wajar. Dia memang jarang berbicara singkat
padaku. Akan tetapi, aku berusaha untuk tidak mempermasalahkannya.
emm baiklah..ayo kita lanjutkan.
emosi.
kamu ya yang ngasih data itu ke Rama? tanyaku tanpa basa-basi. Ela tidak menjawab
pertanyaanku. data itu ngga hilang kan?
kamu nuduh aku?
aku tanya bukan nuduh. Atau mungkin memang kamu yang merasa tertuduh.
Ela mengeluarkan beberapa kalimat yang berisi pembelaannya. Entah kenapa dia bersikeras
untuk tidak mengakuinya. Padahal, aku sudah tahu kalau memang dia berbohong. Aku bukan
begitu saja mempercayai orang lain daripada sahabatku. Akan tetapi, bahasa tubuh Ela
memang mengatakan begitu. Dia berbohong.
baiklah kalau kamu ngga mau mengakuinya. Tapi, aku udah tahu kok. Aku hanya ingin
kamu jujur, jika kamu masih menganggapku sahabatmu. aku pasrah.
iya, memang aku melakukannya. Ucap Ela setelah lama membisu.
tapi, kenapa?
an interesting offer.
maksudnya?
kamu tahu, aku sudah lama menyukai Rama tapi Rama menyukaimu. Sebenarnya, bukan
hanya Rama. Orang yang menyukaimu sebelumnya juga begitu. Aku menyukai mereka tapi
mereka menyukaimu. Aku lelah. Dan hari itu ada sebuah tawaran menarik dan bodoh dari
Rama. Dia mau menuruti apa mauku asalkan aku bersedia memberikan data-data itu. Aku
menerimanya begitu saja, seperti terhipnotis. Jelas Ela panjang lebar.
aku lega, ternyata kamu masih menganggapku sahabatmu. Kamu sudah berkata jujur.
Ucapku lantas memeluknya, pelukan sahabat.
maafkan aku, La. Aku sudah mengecewakanmu. Menghapus mimpimu untuk ikut lomba
PIR tahun ini.
sudahlah. Ada data itupun belum tentu lolos.
***
Hari pengumuman kelompok pemenang yang akan mengikuti lomba PIR mewakili sekolah.
Semua menunggu dengan jantung yang berdegub lebih cepat daripada biasanya. Mereka
semua ingin terpilih tetapi hanya satu pasangan yang berhak ikut.
saya umumkan kelompok yang mewakili sekolah kita adalah.. Bu Endang sengaja
menggantungkan kalimatnya. adalah kelompok Finda dan Ela. Lanjut Bu Endang.
Aku tidak percaya kalau namaku disebut. Begitu juga dengan Ela.
selamat untuk Finda dan Ela. Untuk yang lain jangan kecewa, masih banyak lomba PIR
yang lain..
Semua orang yang ada di ruangan tersebut memberi selamat kepadaku dan Ela. Akan tetapi,
itu tidak termasuk Rama. Rama pergi sesaat setelah pengumuman. Dia terlihat begitu kecewa.
Ya, dia sangat menginginkan kesempatan ini. Akan tetapi, dia telah berbuat curang. Mungkin,
itu juga buah dari kecurangannnya. Curang belum tentu menang.
***
Aku berbaring di atas rerumputan taman belakang bersama Ela. Malam ini Ela menginap di
rumahku. Kami berdua tengah menatap bintang-bintang yang sangat indah menghias langit
malam. Beberapa hari terakhir kami mendapat banyak masalah dan saat ini kami sedang
merenungi untuk diambil hikmahnya.
kau tahu kenapa kita menang? tanyaku pada Ela yang tampak tersenyum menatap langit.
Dia sudah kembali menjadi sahabatku yang seperti biasanya.
karena kita memang ditakdirkan menang.
selain itu, kita memang sudah berusaha keras dengan jerih payah kita sendiri.
benar. Dia membenarkan ucapanku. sekali lagi, aku minta maaf atas kebodohanku.
sudahlah, yang penting jangan diulangi dan kita ambil hikmahnya.
Ela tesenyum padaku , aku juga tersenyum padanya. Suasana mulai hening dan kami terlarut
dalam suasana malam.
kamu tahu tidak, tenyata Rama ceroboh sekali. Masa kata Bu Endang, dia lupa ganti nama
kita di data yang dia kumpulin. Kataku, membuka pembicaraan lagi.
yang benar?
iya, beneran. Maka dari itu Bu Endang curiga, dan kecurigaan terbukti. Ya.. Rama ngaku
kalau data itu bukan milik kelompoknya.
bodoh sekali dia, sudah susah payah membujukku untuk memberi data itu, eh..dianya
ceroboh gitu..
buah dari kecurangan.
benar.
Langit malam menjadi saksi kebahagiaanku. Bintang di langit tersenyum melihat aku dan
sahabatku saling menyatu setelah sebuah masalah menerjang kami. Setelah masalah itu
selesai, aku merasa kami memang sudah ditakdirkan untuk bersahabat. Walaupun diterjang
masalah, kami tetap menyatu. Dan, setelah menyelesaikan masalah, kami jadi semakin kuat.
Selesai