You are on page 1of 7

LUMBAR RADICULOPATHY

DEFINISI
Radikulopati lumbal adalah suatu proses patologis yang mengenai akar saraf lumbal. Radikulitis
lumbal merupakan inflamasi dari akar saraf lumbal. Hal ini harus dibedakan dari hernia diskus
dimana terjadi displacement diskus lumbal dari lokasi anatomisnya diantara vertebra (sering ke
kanalis spinalis). Walau radikulopati lumbal sering terjadi karena herniasi diskus lumbal. Tetapi
beberapa proses patologis seperti encroachment tulang, tumor, dan penyakit metabolic (diabetes)
dapat juga mengakibatkan radikulopati lumbal. Lagipula, herniasi diskus sering ditemukan
secara kebetulan dari hasil foto rontgent tulang belakang dari individual yang asimptomatik.
Saat herniasi diskus menyebabkan radikulopati, penyebab pasti rasa nyeri tidak diketahui secara
jelas, dua kemungkinan adalah kompresi mekanik dan reaksi inflamasi. Telah dibuktikan bahwa
saat tidak terjadi iritas pada saraf, stimulus mekanis jarang menyebabkan nyeri, sedangkan pada
saraf yang teriritasi hampir selalu menyebkan nyeri. Selain itu pada berbagai penelitian, mediator
inflamasi dapat menyebabkan nyeri radikuler walau tidak disertai dengan kompresi. Kedua
faktor ini mungkin bersama atau sendirian dalam menyebakan timbulnya nyeri pada pasien.
Karena itu, tidak aneh jika herniasi diskus dan kompresi akar saraf bisa timbul pada pasien yang
asimptomatis dan pasien itu dapat memiliki radikulopati tanpa adanya herniasi diskus atau
kompresi akar saraf. Prevalensi daripada radikulopati lumbal bervariasi dari 2,2%-8%, dan
insidensi dari 0,7-9,6%. Ada salah satu penelitian yang menyatakan insidensi tertinggi pada pria
(67%) dan adanya asosiasi dengan obesitas dan merokok. Juga ditemukan korelasi Antara
pekerjaan yang lebih berat dengan radikulopati, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada pasien
berusia 45-65 tahun.
GEJALA KLINIS
Gejala yang paling sering timbul pada radikulopati lumbal adalah nyeri yang dapat bervariasi
derajat dan lokasinya.Nyerinya bisa hebat dan dapat diperparah dengan berdiri, duduk, bersin,
dan batuk. Lokasi nyeri berhubungan dengan akar saraf yang terkena, dan sering terjadi overlap
gejala antar dermatom. Paling sering, radikulopati S1 ditandai dengan nyeri di betis posterior dan
nyeri di betis. L5, nyeri di pantat dan kaki anterolateral; L4, nyeri di betis anterior, lutut anterior
ataupun medial, dan nyeri di kaki medial; L3, nyeri di paha. Seringkali pasien tidak dapat
menunjukkan onset yang pasti dari nyeri, seringkali dimulai dari nyeri punggung, tetapi dengan
evaluasi lanjutan, nyeri hanya timbul di pantat atau ekstremitas bawah.
Parestesia merupakan gejala yang umum, dan timbul berdasarkan distribusi dermatom pada akar
saraf yang terkena (jarang ada pasien dengan anestesia). Pasien sering datang dengan kelemahan
dari ekstremitas bawah, dan walau jarang, ada gangguan di bladder dan bowel, dimana sering
terjadi retensio urin.
PEMERIKSAAN FISIK

Elemen yang paling penting dalam evaluasi radikulopati lumbal adalah anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan musculoskeletal dan pemeriksaan neurologis perifer harus dilakukan , lihat apakah
ada asimetris atau pergeseran dari satu sisi pelvis. Evaluasi pergerakan dari punggung, dan lihat
apakah ada gejala radikuler (nyeri menjalar sampai ke ekstremitas) dalam keluhan pasien timbul.
Tes otot secara manual adalah hal yang vital untuk pemeriksaan radikulopati, akar saraf yang
terkena akan mengakibatkan kelemahan otot sbb; L3, fleksi hip; L4, ekstensor lutut dan aduktor
hip; L5, abductor hip, fleksi lutut, dorsofleksi ankle, foot everters, foot inverters, and great toe
extensor; S1, ankle plantar flexors. Kita harus mencoba mendeteksi kelemahan dari 2 saraf
perifer yang berasal dari satu akar saraf. Kelemahan otot proximal di akar saraf yang sesuai
berguna untuk membedakan Antara radikulopati bilateral dengan neuropati perifer.
Tes straight leg-raising dapat dilakukan pada pasien dengan posisi duduk atau supinasi.kaki
diangkat ke atas oleh pemeriksa, dan hasil tes positif bila pasien mengeluh nyeri di ekstremitas
(bukan di punggung) sesuai dengan distribusi akar saraf spesifik. Jika nyeri timbul di punggung,
ini bukan merupakan indikator dari radikulopati; seringnya merupakan Low Back Pain (LBP)
non spesifik. Terkadang, proses dari radikulopati lumbal bisa dimulai dari LBP, dalam beberapa
minggu, gejala akan timbul di kaki. Hal ini mungkin karena proses awalan dari rupture nucleus
dari annulus mengakibatkan LBP, walau patogenesisnya masih belum jelas sampai sekarang.
Bandingkan kedua sisi untuk membedakan nyeri akibat dengan regangan hamstring. Ada banyak
variasi tes yang dapat dilakukan.
Pemeriksaan rektal dan perianal dan tes sensoris inguinal harus dilakukan jika ada riwayat dari
inkotinensia atau retensi urin dan kandung kemih atau adanya disfungsi ereksi baru-baru ini.
Waddel Sign adalah kumpulan dari indicator dimana ada proses anorganik yang menganggu
akurasi pemeriksaan fisik. Tandanya adalah superfisial, adanya tenderness non anatomic,
simulasi dari axial loading atau rotasi dari kepala mengakibatkan nyeri punggung; distraksi
dengan duduk memanjangkan kaki versus supinasi, gangguan regional, dimana ada kelemahan
atau menurunnya sensasi nyeri di regio tubuh secara tidak anatomis dan menghasilkan reaksi
berlebihan, yang biasa dijelaskan sebagai excessive pain behavior. Tanda-tanda ini sering muncul
pada pasien yang terkompensasi, litigasi, atau masalah psikoemosional. Evaluasi pemeriksaan
fisik untuk adanya Waddel Sign harus dilakukan secara rutin pada pasien yang mengalami hal
tersebut.
LIMITASI FUNGSIONAL
Limitasi fungsional tergantung dari severity dari masalah. Terjadi limitasi biasanya karena nyeri,
walau terkadang karena kelemahan. Berdiri dan berjalan mungkin terbatas, dan toleransi untuk
duduk sering menurun. Pasien dengan radikulopati pada L4 memiliki resiko untuk jatuh dari
tangga jika kaki yang terkena adalah kekuatan kaki mereka. Pasien dengan radikulopati S1 yang

berat tidak akan mampu untuk berlari karena terjadinya kelemahan, walaupun nyerinya sudah
terobati. Pasien dengan radikulopati L5 mungkin terjatuh jika gejalanya sangat berat. Mereka
mungkin membutuhkan brace (dorsifleksi dari angke / pergelangan). Pada pasien dengan
radikulopati akut yang berat, nyeri akan terjadi pada seluruh aktivitas pekerjaan rumah,
rekreasi dan bekerja. Kebanyakan dari pasien, jika proses akut tersebut telah terlewati, maka
akan dapat kembali melakukan aktivitas kecuali pekerjaan rumah yang berat dan aktivitas kerja.
Setelah 3-6 bulan, merekadapat kembali ke seluruh aktivitas kecuali jikaterdapat gejala sisa,
tergantung pada level dari radikulopatinya.
STUDI DIAGNOSTIK
Dalam mendiagnostik memliki 2 bentuk : satu untuk mendiagnosis dan yang kedua untuk
menentukan etiologi. Dalam kasus yang ringan, tes diagnostic biasanya tidak diperlukan, dan
gejala klinis dapat menentukan penatalaksanaan. Riwayat seperti trauma, kanker, infeksi,
imunodefisiensi akibat infeksi virus, dan diabetes merupakan indikasi untuk mendiagnosis.

Diagnosis dari radikulopati lumbar


Akar Saraf

Radiasi nyeri

Deviasi gait

L3

Paha bagian
dalam

L4

Paha bagian
anterior atau
tungkai atas
medial

L5

Tungkai
bawah
anterior atau
lateral dan
kaki sebelah
dorsal

S1

Paha
posterior, dan
plantar kaki

Kadangkadang
antalgic
Kadangkadang
antalgic,
kesulitan
untuk berdiri
dengan satu
kaki
Kesulitan
berjalan
mendaki, jika
lebih berat
menyebabkan
foot slap atau
trendelenburg
gait
Kesulitan
berjalan
dengan

Kelemahan
motorik
Fleksi hip

Kehilangan
sensorik
Paha
anteriormedia
l
Paha sebelah
anterior atau
lateral,
tungkai
medial dan
lutut

Kehilangan
refleks
Patela

Dorsifleksi
pergelangan
kaki, eversi
kaki, inversi,
dan ekstensi
jari kaki dan
abduksi hip

Paha sebelah
posterior
lateral,
tungkai
anterolateral,
dan kaki
middorsal

Medial
hamstring

Fleksi plantar
kaki

Paha posterior Achiles


dan kaki
sebelah lateral

Ekstensi
knee, fleksi
hip dan
aduksi

Patella

menjinjit atau
berdiri
dengan
menjinjit

dan plantar

Diagnosis Banding
Tronchanteric bursitis
Anserine bursitis
Hamstring strain
Lumbosacral plexopathy
Diabetic amyotrophy
Periperal neuropathy
Avascular necrosis of the hip
Hip osteoarthritis
Shin splints
Lateral femoral cutaneous neuropathy
Spinal stenosis
Cauda equina
Sindrom demielinisasi
Sindrom lumbar facet
Sindro piriformis
ELEKTROMIOGRAFI
Elektromiografi dan pembelajaran mengenai konduksi saraf ketika digunakan untuk
mendiagnosis penyakit neuromuscular dapat digunakan untuk mendiagnosis radikulopati lumbar.
Ini juga dapat digunakan untuk diagnosis banding dan pada pasien dengan pemeriksaan fisik
yang tidak dapat menentukan penyakit. Elektromiografi memiliki keuntungan dengan spesifisitas
tinggi. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat memberitahukan secara langsung mengenai penyebab
dari radikulopati.
PENCITRAAN
Teknik pencitraan pada radikulopati lumbar yaitu radiografi lumbosacral, computed tomography
(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI).
Radiografi dapat berguna untuk menyingkirkan kerusakan tulang akibat traumatik ataupun
metastasis. Radiografi memungkinkan kita melihat disk space tetapi tidak dapat melihat isi dari
kanalis spinalis ataupun akar saraf. CT dan MRI memungkinkan kita melihat diskus, spinal,
kanal, dan akar saraf. Ada insidensi cukup tinggi yang ditemukan pada penderita yang
asimptomatik, resiko untuk mengalami herniasi cincin dari 21 % pada umur 20-39 tahun
menjadi 37,5 % pada kelompok umur 60-80 tahun. Untuk lebih bermakna, CT dan MRI harus

bertoleransi dengan manifestasi klinis. Ini mungkin juga berguna untuk menentukan perubahan
patologi pada injeksi epidural steroid yang selektiv. Pemeriksaan yang paling akurat adalah MRI
dan gadolinium tidak diperlukan kecuali tumor telah dipastikan atau pasien telah melalui operasi
sebelumnya. Gadolinium berguna pada pasien post operasi untuk mecegah herniasi cincin dari
jaringan scar.
PENATALAKSANAAN
Inisial
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk megurangi inflamasi dan mengurangi nyeri dan
menyelesaikan radikulopati tergantung pada penyebab kelainan dari anatomi. Tirah baring
merupakan penatalaksanaan non operatif , sekarang direkomendasikan untuk mengontrol
symptom. Penelitian tidak membuktikan bahwa tirah baring memliki efek pada penatalaksanaan
akhir dari penyakit. Selama pasien menghindari aktivitas seperti membungkuk, mengangkat yang
dapat meningkatkan tekanan intradisk, mereka dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
NSAID digunakan untuk mengurangi inflamasi dan mengurangi rasa nyeri. NSAIDs telah
terbukti efektif untuk LBP akut, walau ada tiga randomized controlled trials yang
mengemukakan nsaid tidak ada bedanya dengan placebo. Tetapi masih dianjurkan untuk
memberikan NSAID dalam jangka pendek untuk radikulopati limbal akut. Penggunaan steroid
oral masih kontroversial dan tidak dianjurkan untuk diberikan.
Opioid digunakan sebagai penghilang rasa nyeri. Adasedikit pertimbangan mengenai masalah
adiksi pada kasus akut, dan medikasi yang adekuat untuk diberikan. Dosis yang diperlukan
adalah tidak ada sampai dosis tinggi, seperti equivalen dengan 60-100mg morfin (contohnya MS
Contin) setiap hari. Dimulai dengan hydrocodone atau oxycodone dan dititrasi sampai dosis yang
dibutuhkan. Untuk nyeri yang sangat hebat, gunaan opioid long-acting seperti oxycodone
(OxyContin) atau MS Contin; Untuk nyeri breakthrough , gunakan opioid short-acting seperti
hydrocodone, oxycodone, atau morfin short-acting. Tidak ada data yang jelas tentang
penggunaan obat lain pada radikulopati lumbal akut. Obat seperti cyclobenzaprine, metaxalone,
methacarbamol, dan chlorzoxazone, beberapa mungkin memiliki efek pada LBP, tetapi tidak
efektif pada radikulopati akut. Anticonvulsant dan antidepressant trycyclic yang memiliki efek
anti nyeri pada neuropati perifer dan postherpetic neuralgia, tidak diteliti lebih lanjut mengenai
efek pada radikulopati lumbal atau servikal. Pada satu studi uncontrolled, lamatrigine memiliki
efek tivitas pada radikulopati dengan durasi 12-36 bulan. Secara klinis, dapat dipertimbangkan
penggunaan antikonvulsan seperti gabapentin dan lamotrigine, dan penggunaan trisiklik seperti
doxepin dan nortriptyline pada standing radikulopati yang lama. Mulai pemberian dengan dosis
rendah dan dititrasi secara perlahan untuk mencari dosis efektif minimal.
REHABILITASI

Dengan radikulopati akut yang nyeri, dipertimbangkan lebih baik menunggu hilangnya fase akut
sebelum dimulai terapi fisik, pada kasus yang lama, terapi dapat dipertimbangkan sebagai terapi
utama.
Metode fisik sangat berguna untuk terapi medis. Berbagai metode seperti latihan flexi dan
ekstensi (sering disebut lumbosacral stabilization program), dicoba. Metode apapun yang
dilakukan, bila nyeri radikuler timbul, latihan itu harus dihentikan. Setelah radikulopati
menghilang, pasien dianjurkan mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas. Lumbal stabilization program mungkin adalah salah satu metode yang paling efektif
dalam berbagai metode untuk menangani radikulopati lumbal. Ada satu studi yang
mengemukakan tidak ada efek dengan penggunaan lumbal traksi. Berbagai metode lain seperti
transcutaneous electric nerve stimulation, akupuntur, massage, dan manipulasi tidak diteliti
dengan baik pada kasus lumbal radikulopati. Karena tidak menyebabkan injury, kita bisa
melakukan manipulasi secara hati-hati dalam jangka waktu pendek.
PROSEDUR
Injeksi Steroid epidural sangat efektif dalam radikulopati lumbal dengan ataupun tanpa herniasi
diskus, terutama pada pasien dengan radikulopati lumbal akut. Respon yang rendah ditemukan
pada pasien yang telah menderita dalam jangka waktu lama. Walau tidak jelas bagaimana efek
jangka panjangnya, steroid epidural bermanfaat dalam 3 bulan pertama dan dapat mempercepat
penyembuhan dan menghilangkan rasa nyeri. Prosedur ini harus dilakukan dengan bantuan
fluoroskopi. Dapat dipertimbangkan untuk dilakukan translaminar epidural sebelum dilakukan
pencitraan. Bila tidak ada efek pada injeksi pertama, injeksi nerve root selectif (injeksi
transforaminal) dapat dipertimbangkan. Injeksi transforaminal paling efektif bila dilakukan
berdasarkan hasil MRI, jika herniasi cincin yang jauh berespon terhadap level dari radikulopati.
Ini mendukung untuk dilakukan satu injeksi dan untuk menilai apakah perlu dilakukan kembali
injeksi. Maksimum adalah 3 injeksi untuk satu episode radikulopati tetapi dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan pengulangan prosedur untuk episode berulang dari radikulopati sesudah 3-6
bulan.
Penatalaksanaan non operatif menunjukkan adanya perbaikan pada radikulopati pada 90 %
kasus. Penelitian menunjukkan ketika radikulopati menyebabkan terjadinya herniasi cincin,
herniasi dapat diobati dan jika herniasi masih tetap terjadi, symptom masih akan tetap ada.
OPERASI
Operasi dapat dilakukan dengan dua persyaratan yaitu operasi dilakukan jika merupakan suatu
kasus emergensi ketika pasien menunjukkan adanya herniasi pada cincin sentral dengan
inkontinensia pada usus dan kandung kemih atau retensi dan kelemahan ekstremitas inferior
yang bilateral. Pada kondisi yang jarang, bedah saraf atau bedah ortopedi harus dengan segera
mengoperasi dalam waktu 6 jam. Kedua operasi merupakan suatu pilihan jika pasien terus
menerus merasa nyeri dan melebihi batas fungsi setelah melaksanakan pengobatan non operatif.

Seleksi dari pasien sangatlah penting untuk menghasilkan hasil operasi yang baik. Hasil yang
baik ditunjukkan pada pasien dengan keterlibatan satu level saraf, ketika nyeri lebih dirasakan
pada kaki daripada punggung dan ketika abnormalitas dari anatomi pada pencitraan sesuai
dengan gejala dari pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan elektromiografi.
Tipe dari operasi brgantung pada penyebab dari radikulopati. Pada kasus dengan herniasi cincin,
tindakan laminektomi dan discektomi yang sederhana dapat dilakukan. Fusi harus dihindari.
Pada stenosis spinal, laminektomi yang massif dengan foraminotomi dapat dpertimbangkan. Fusi
dapat direncanakan pada kasus dengan instabilitas dari spinal bersama-sama dengan radikulopati
atau prosedur operasi yang menyebabkan instabilitas spinal.
KOMPLIKASI DARI PENYAKIT YANG POTENSIAL
Komplikasi bergantung pada akar saraf di cauda equine. Komplikasi yang serius adalah
paraplegic. Pada kasus ini, herniasi dari cincin dapat menyebabkan paralisis tapi ini merupakan
kasus jarang. Kebanyakan komplikasi adalah kelemahan dan keterlibatan dari fungsi kandung
kemih dan usus. Kelemahan dapat terjadi spontan atau setelah operasi. Pasien dapat
menunjukkan sindrom nyeri dari pinggang.
KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN YANG POTENSIAL
NSAID dapat menyebabkan terjadinya perdarahan gastrointestinal, ulkus mulut, dan komplikasi
pada hati dan ginjal. Penghambat siklooksigenase 2 (COX 2) yang terbaru dapat mencegah
terjadinya perdarahan gastrointestinal. Beberapa pertanyaan muncul mengenai kontribusi dari
siklooksigenase 2 (COX 2) dan NSAID yang lain terhadap penyakit kardiovaskular. Obat ini
harus ditentukan baik dari dosis dan periode konsumsi.
Injeksi steroid epidural dapat menyebabkan terjadinya abses epidural dan hematoma epidural,
namun kasus ini jarang terjadi. Pasien tidak boleh mengkonsumsi aspirin dalam 5 hari sebelum
injeksi. Beberapa penelitian menunjukkan NSAID tidak boleh dikonsumsi selama 3-5hari
sebelum prosedur, walaupun tidak ada literature yang menunjukkan adanya peningkatan resiko
komplikasi perdarahan dari injeksi spinal atau epidural pada pasien yang mengkonsumsi NSAID.
Warfarin harus dihentikan pengkonsumsiannya. Clopidogrel bisulfat (Plavix) dan beberapa obat
antiplatelet harus dihentikan pengkonsumsiannya seminggu sebelum prosedur. Injeksi dapat
menyebabkan terjadinya nyeri local dan jika dilaksanakan tanpa fluroskopi, hal ini bisa
menyebabkan terjadinya nyeri kepala spinal dan menyebabkan kelemahan pada aliran spinal.
Insidensi ini akan menurun angka kejadiannya jika fluroskopi dilakukan.
Komplikasi dari operasi yaitu infeksi, cedera pada akar saraf, nyeri local,dan beberapa
komplikasi postoperative yaitu tromboflebitis, infeksi pada kandung kemih. Komplikasi yang
lebih serius dari pembedahan adalah cedera pada akar saraf atau cauda equine, araknoiditis dan
nyeri akibat post laminektomi.

You might also like