You are on page 1of 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang
penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis
merupakan kecakapan siswa dalam membuat model matematis dari situasi
masalah, dengan tujuan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan tepat.
Dalam pendidikan matematika kemampuan memecahkan masalah adalah bagian
dari tujuan pembelajaran matematika, kemampuan tersebut perlu diajarkan pada
siswa mulai jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Siswa perlu
dibekali keterampilan seperti itu supaya siswa mampu memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Pentingnya menguasai kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis oleh siswa sejalan dengan kompetensi matematika yang harus dikuasai
oleh siswa dalam pembelajaran matematika. Departemen Pendidikan Nasional
(2006) merinci kompetensi matematika yang harus dikuasai oleh siswa adalah:
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola, sifat atau
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan

model

dan

menafsirkan

solusi

yang

diperoleh;

(4)

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk


memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Kemampuan matematis siswa suatu negara sangat mudah dibandingkan
dengan negara lain. Matematika digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kemajuan pendidikan di suatu negara. Sebagai contoh: Program for International


Student Assessment (PISA) dan The Third International Mathematics and Science
Study (TIMSS) secara berkala mengukur dan membandingkan antara lain
kemajuan pendidikan matematika di beberapa negara termasuk Indonesia. Hasil
penilaian dua lembaga tersebut sering dijadikan tolak ukur dalam merumuskan
pembelajaran matematika (materi maupun kompetensi), termasuk adanya
perbedaaan antara yang diajarkan di sekolah dengan yang dinilai secara
internasional. Materi dan kompetensi yang disesuaikan dengan standar
internasional harus menjaga keseimbangan antara matematika angka, matematika
pola dan bangun. Kompetensi pengetahuan bukan hanya sampai memahami
secara konseptual tetapi sampai ke penerapan dalam pemecahan masalah
matematis. Selain itu, perlunya mengasah kemampuan berfikir

untuk dapat

memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran tingkat tinggi seperti


menalar pemecahan masalah melalui pemodelan matematis, pembuktian dan
perkiraan/pendekatan (Kemendikbud, 2014).
Tujuan
penguasaan

pembelajaran
dan

matematika

pemahaman

di

sekolah

konsep-konsep

yang

diantaranya

adalah

diperlukan

untuk

menyelesaikan masalah matematika itu sendiri dan ilmu pengetahuan lainnya,


yang kedua pembelajaran matematika bertujuan untuk memberikan kemampuan
nalar yang logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka
yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa
depan yang selalu berubah (Depdiknas, 2006). Perubahan tersebut ditandai dengan
telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran pada abad ke-21, dengan ciri-ciri
(Kemdikbud, 2013): (1) informasi (tersedia dimana saja dan kapan saja), sehingga
model pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari
berbagai sumber observasi, bukan diberitahu; (2) komputasi (lebih cepat memakai
mesin), sehingga model pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan
masalah (menanya) bukan hanya menyelesaikan masalah (menjawab); (3) otomasi
(menjangkau segala pekerjaan rutin), sehingga model pembelajaran diarahkan
untuk melatih berpikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berpikir
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

mekanistis (rutin); (4) komunikasi (dari mana saja dan kemana saja), sehingga
model pembelajaran lebih menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi
dalam menyelesaikan masalah.
Paradigma

pembelajaran

pada

abad

ke-21,

menekankan

bahwa

kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari tujuan


pendidikan matematika di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis diantaranya adalah
meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat model matematis, baik
permasalahan dalam kehidupan nyata atau permasalahan dalam matematika itu
sendiri. Selain itu siswa diharapkan mampu membuat generalisasi model tersebut
sehingga dapat diterapkan pada permasalahan yang lain yang setara.
Peran pemodelan matematis, selain yang disebutkan di atas, juga berperan
sebagai jembatan antara pengetahuan konkret yang dijumpai siswa dalam
kehidupan

sehari-hari

dengan

dunia

matematika

yang

abstrak.

Untuk

meningkatkan peran-peran tersebut, dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang


dapat mengangkat kemampuan siswa dalam membuat model matematis
diantaranya dengan pembelajaran kontekstual. Alasan, mengapa menggunakan
pembelajaran kontekstual, diantaranya adalah pembahasan materi pada model
pembelajaran tersebut selalu diawali dengan permasalahan konkret yang dijumpai
siswa dalam kehidupan sehari-hari .
Pemodelan matematis didahului dengan pengetahuan konkret yang
dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan konkret tersebut
dipergunakan sebagai jembatan menuju dunia matematika yang abstrak melalui
pemanfaatan simbol-simbol matematika yang sesuai (pembentukan model
matematis). Sesampainya pada ranah abstrak, metode-metode matematika
diperkenalkan untuk menyelesaikan model permasalahan yang diperoleh dan
mengembalikan hasilnya pada ranah konkret (Cheng, 2001 & 2010; Abrams,
2001; Kemendikbud, 2014).
Pemodelan matematis memainkan peran besar dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi (Byl, 2003). Banyak penemuan besar dalam ilmu pengetahuan dan
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

teknologi khususnya bidang fisika yang menggunakan model matematika sebagai


bentuk representasi dari intuisi manusia untuk menggambarkan permasalahan
dunia nyata. Sebagai contoh, orbit planet dapat digambarkan dalam bentuk
model matematis yang berbentuk elips, abstraksi matematis yang berbentuk kurva
yang telah dipelajari sebelumnya.
Dalam beberapa dekade terakhir, pemodelan matematis menjadi bahan
pembicaraan dalam pendidikan matematika. Beberapa penelitian menganjurkan
agar kemampuan siswa dalam membuat model matematis dan pembelajarannya
dimasukkan dalam kurikulum pendidikan matematika, bahkan di Singapura
(Cheng,

2001),

pembelajaran

mengenai

pemodelan

matematis

sudah

diperkenalkan dan dimasukkan dalam kurikulum sekolah menengah. Meskipun


dalam prakteknya di kelas masih ditemukan beberapa kesulitan pembelajaran baik
bagi guru ataupun siswa. Pemodelan matematis menawarkan kesempatan yang
sangat baik untuk menghubungkan antara masalah dalam kehidupan nyata dengan
konsep matematika. Gravemeijer (1994) menjelaskan bahwa model berperan
sebagai jembatan yang menghubungkan masalah real dan matematika formal.
Pembelajaran yang menyertakan kemampuan pemodelan matematis pada
hakekatnya adalah pembelajaran tentang kemampuan pemecahan masalah
matematis. Matematika disajikan dalam bentuk aktivitas tindakan, tidak disajikan
sebagai kumpulan bilangan, kumpulan variabel atau rumus yang membingungkan
yang ditulis di papan tulis. Matematika sebaiknya disajikan dalam beberapa
konteks permasalahan kehidupan sehari-hari atau dalam kehidupan nyata.
Matematika diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan
pengalaman siswa, serta relevan dengan masyarakat (Suryanto, 2010).
Pendekatan

pembelajaran

yang

digunakan

untuk

menumbuhkan

kemampuan pemodelan sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa


berpeluang

menemukan kembali konsep matematika atau dalam rangka

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini berarti bahwa


dalam pembelajaran harus berpusat pada kegiatan proses matematisasi bukan
sebagai suatu produk yang siap pakai. Gagasan ini kemudian dirumuskan secara
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

eksplisit dalam dua jenis matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan


matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal, masalah dalam kehidupan
sehari-hari oleh siswa diusahakan untuk dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam
bahasa atau simbol matematika, sedangkan matematisasi vertikal berarti bekerja
dalam sistem matematika itu sendiri, yaitu memecahkan masalah yang sudah
dirumuskan dalam bahasa atau simbol-simbol matematika itu secara matematika.
Selain pemodelan matematik yang telah diuraikan di atas, ada satu
kemampuan yang tidak kalah penting dalam pendidikan matematika yaitu
kemampuan abstraki matematis. Menurut Ozmantar & Monaghan (2007)
abstraksi merupakan konstruk penting bagi pendidikan matematika. Abstraksi
sering dikaitkan dengan filsafat empiris. Abstraksi dianggap sebagai pengetahuan
tingkat tinggi yang terdiri dari klasifikasi dan generalisasi yang timbul dari
kesamaan kasus-kasus tertentu. Abstraksi merupakan pengembangan dari masalah
kontekstual

terhadap matematika yang abstrak. Sedangkan menurut Peaget

(Suparno, 1997) pengetahuan matematis adalah pengetahuan yang dibentuk


dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu.
Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun
penggunaan objek.
Abstraksi mempunyai beberapa pengertian salah satunya dikemukakan
oleh Bermejo & Diaz (2007). Menurut mereka dari kerangka kontruktivis,
abstraksi adalah pemahaman matematis dari konkret menuju abstrak melalui
tingkatan perkembangan. Abstraksi diartikan juga sebagai proses untuk
memperoleh intisari konsep matematika, menghilangkan kebergantungannya pada
objek-objek dunia nyata yang pada mulanya mungkin saling terkait, dan
memperumumnya sehingga ia memiliki terapan-terapan yang lebih luas atau
bersesuaian dengan penjelasan abstrak lain untuk gejala yang setara. Menurut
Mitchelmore & White (2004), abstraksi adalah suatu proses yang yang mendasar,
baik dalam matematika maupun dalam pendidikan matematika. Berdasarkan
beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, abstraksi mempunyai peranan
yang

sangat

penting

dalam

pendidikan

matematika,

terutama

dalam

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

pembentukkan konsep-konsep matematika. Apalagi kalau dikaitkan dengan


karakteristik anak usia SMP yang belum mampu berpikir formal, maka proses
abstraksi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika dalam rangka untuk
meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematik pada usia siswa
yang belum mampu berpikir formal, merupakan salah satu kajian yang selalu
menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik antara hakikat
matematika dan hakikat anak. Untuk itu diperlukan kajian yang mendalam tentang
bagaimana menghubungkan perbedaan tersebut.
Anak usia SMP sedang mengalami perkembangan tingkat berpikir, dari
berpikir konkrit menuju berpikir formal. Di lain pihak, matematika adalah abstrak,
aksiomatik dan formal, sehingga diperlukan pembelajaran matematika yang
mengembangkan kemampuan untuk menghubungkan dunia real dengan
matematika formal. Mengingat adanya perbedaan karakteristik itu, maka
diperlukan adanya jembatan yang menghubungkan antara dunia anak yang belum
berpikir secara deduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat
abstrak.
Mengingat pentingnya penguasaan matematika yang abstrak, maka
diperlukan suatu upaya untuk menjembatani antara matematika yang abstrak
dengan kemampuan berpikir siswa yang belum formal. Untuk menghubungkan
kedua karakteristik tersebut, salah satunya adalah meningkatkan kemampuan
siswa dalam pemodelan dan abstraksi matematis. Mengingat peningkatan
kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis siswa sebagai upaya untuk
meningkatkan penguasaan konsep-konsep matematika yang abstrak (Gravemeijer,
1994) dan juga untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa (Cheng, 2001), maka diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan kedua kemampuan tersebut dalam proses pembelajarannya.
Selain kedua kemampuan tersebut, yaitu kemampuan pemodelan dan
kemampuan abstraksi matematis, ada faktor lain yang juga sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan siswa dalam belajar matematika, yaitu motivasi siswa
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

dalam belajar matematika. Motivasi siswa dalam belajar diibaratkan bahan bakar
dalam sebuah kendaraan, daya tahan siswa dalam belajar sangat dipengaruhi oleh
motivasinya. Kemampuan siswa dalam menghadapi masalah matematika,
dipengaruhi oleh motivasi yang ada dalam diri siswa, baik motivasi intrinsik
maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi merupakan salah satu faktor yang
menunjang keberhasilan siswa dalam memahami matematika (NCTM, 2011).
Motivasi berhubungan dengan emosi atau perasaan yang menimbulkan
keingintahuan dalam belajar matematika, serta keinginan siswa untuk terlibat dan
bertahan dalam pemecahan masalah. Motivasi tidak hanya menimbulkan
ketangguhan dalam menghadapi tantangan tetapi juga berkontribusi pada
pengembangan kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka untuk memahami
matematika dan untuk memecahkan masalah matematika.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan pemodelan, abstraksi matematik
dan motivasi belajar siswa, salah satunya adalah menggunakan pembelajaran
yang menekankan kemampuan-kemampuan tersebut. Karakteristik pembelajaran
yang melibatkan masalah dunia nyata, pemodelan, proses abstraksi dan adanya
interaksi antar siswa dalam proses pembelajarannya, salah satunya adalah
pembelajaran kontekstual kolaboratif. Dalam pembelajaran tersebut diharapkan
motivasi belajar siswa dalam belajar matematika dapat meningkat dan pada
akhirnya kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi dapat
meningkat juga. Motivasi siswa tidak hanya untuk mengejar nilai semata, tetapi
menimbulkan motivasi dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik) untuk menguasai
konsep-konsep matematika baik dalam matematika itu sendiri atau dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan pemodelan
matematis, kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa terhadap
matematika berbasis pada teori belajar konstruksivisme. Berbagai model
pembelajaran yang mempunyai karakteristik seperti itu, salah satunya adalah
pembelajaran kontekstual yang dipadukan dengan strategi kolaboratif atau disebut
dengan pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK). Keunggulan pembelajaran
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

kontekstual

kolaboratif

dalam

pembelajaran

matematika

adalah

dapat

meningkatkan kebiasaan siswa dalam hal memahami masalah dunia nyata,


membuat model pemecahan masalah dan menentukan solusi dari suatu masalah
dengan cara dan bahasa sendiri. Siswa dibiasakan untuk berinteraksi dengan siswa
lain dalam mencari solusi suatu permasalahan kontekstual, dengan mengajukan
pertanyaan: informasi apa yang diketahui dari permasalahan tersebut? Apa yang
diketahui dan apa yang akan dicari serta apa hubungan di antara keduanya?
Pertanyaan-pertanyaan

seperti itu merupakan pertanyaan yang mengarahkan

siswa terhadap kemampuan pemodelan matematis.


kontekstual

diharapkan

dapat

mengembangkan

Maka pembelajaran
kemampuan

membuat

model matematis, kemampuan abstraksi matematis dan dapat meningkatkan


motivasi belajar siswa.
Alasan lain digunakannya pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah
penyajian masalah kontekstual pada awal pembelajaran sebagai stimulus dan
pemicu siswa untuk berpikir. Di sini masalah berperan sebagai kendaraan proses
belajar untuk mencapai tujuan, seperti yang dikemukakan oleh Sabandar (2005)
bahwa situasi pemecahan masalah merupakan suatu tahapan di mana ketika
individu dihadapkan kepada suatu masalah ia tidak serta merta mampu
menemukan solusinya, bahkan dalam proses penyelesaiannya ia masih mengalami
kebuntuan. Pada saat itulah terjadi konflik kognitif yang tidak menutup
kemungkinan memaksa siswa untuk berpikir. Badan Standar Nasional Pendidikan
(2006) menyarankan bahwa pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), dengan
mengajukan masalah-masalah kontekstual secara bertahap.
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan

pembelajaran yang

serupa dengan pembelajaran kontekstual, salah satunya hasil penelitian Herman


(2005), yang melaporkan bahwa proses pemecahan masalah yang dilakukan
secara terpadu melalui interaksi kooperatif antar siswa dan intervensi guru yang
proporsional dapat secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir matematis
tingkat tinggi siswa SMP. Demikian juga hasil penelitian Suryadi (2005) pada
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

siswa SMP, melaporkan bahwa penerapan pembelajaran tidak langsung dapat


memberikan peluang berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Pembelajaran

kontekstual kolaboratif merupakan konsep pembelajaran

tidak langsung yang dimulai dengan memberikan masalah kontekstual atau


masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai tantangan bagi siswa. Pembelajaran
kontekstual kolaboratif memberikan peluang bagi siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri dan menghadapkan siswa pada situasi saling membantu
dalam memecahkan masalah, namun tidak mengabaikan kemampuan masingmasing

individu.

Dalam

proses

pembelajarannya,

siswa

membangun

pengetahuannya sendiri secara bertahap, sehingga pembelajaran merupakan


proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Siswa membangun sendiri
pengetahuannya dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Namun
apabila siswa mengalami kesulitan dalam kelompoknya, guru memberi bantuan
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka untuk mengarahkan jawaban
siswa.
Kegiatan

mengamati dan menanya dalam pembelajaran kontekstual

kolaboratif harus dimunculkan oleh guru dan siswa, siswa harus dilibatkan secara
aktif dalam proses pembentukan pengetahuan. Pertanyaan yang diajukan atau
yang dimunculkan tentunya harus menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Menurut Sabandar (2005), mengajukan pertanyaan tantangan ataupun pertanyaan
yang bersifat divergen atau yang dapat menimbulkan konflik kognitif perlu
dimunculkan untuk merangsang daya matematis siswa.
Peran guru dalam pembelajaran kontekstual kolaboratif harus menciptakan
situasi pembelajaran yang melibatkan masalah dunia nyata (real world problem)
sehingga siswa tertarik untuk menyelesaikannya. Dalam proses pembelajaran,
siswa tidak selalu memperoleh penyelesaian, kemungkinan mengalami kebuntuan,
guru berperan membantu mengarahkan siswa secara tidak langsung dengan
menggunakan beberapa pertanyaan terbuka dan

mempersiapkan berbagai

alternatif tindakan sebagai antisipasi dalam membantu dan mengarahkan siswa


dalam proses pemecahan masalah.
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

10

Beberapa saran dalam menerapkan pembelajaran kontekstual atau yang


setara dengan itu, misalnya model pembelajaran berbasis masalah, seperti yang
dikemukakan oleh Herman (2005) adalah: (1) sajian bahan ajar berupa masalah
harus memicu terjadinya konflik kognitif di dalam diri siswa; (2) tidak perlu
cepat-cepat memberikan bantuan kepada siswa, agar perkembangan aktual siswa
maksimal. Intervensi yang diberikan guru harus minimal dan diberikan ketika
benar-benar dibutuhkan siswa; (3) agar intervensi yang dilakukan efektif, perlu
mengetahui pengetahuan awal siswa (prior-knowledge) dan mempertimbangkan
berbagai alternatif solusi masalah yang berada dalam koridor pengetahuan siswa.
Analisis pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan
abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu: level sekolah,
pengetahuan awal matematika siswa, dan masalah yang dihadapkan pada siswa.
Pada umumnya, siswa yang memiliki kemampuan tinggi biasanya masuk di
sekolah yang levelnya lebih tinggi dibandingkan siswa yang mempunyai
kemampuan lebih rendah, meskipun kemungkinan keberadaan di lapangan sangat
relatif, tidak menutup kemungkinan terjadi sebaliknya untuk siswa dari kalangan
tertentu. Tidak ada patokan yang baku, tetapi biasanya berdasarkan prestasi yang
diraih siswanya dalam berbagai hal. Untuk keperluan penelitian ini level sekolah
ditentukan berdasarkan peringkat nilai Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh
dinas pendidikan setempat.
Selain melihat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa, juga dianalisis
interaksi antara model pembelajaran dan level sekolah, antara model pembelajaran
dan pengetahuan awal matematika siswa, analisis tersebut dilakukan untuk
melihat apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis,
kemampuan abstraksi matematis dan motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh level
sekolah atau oleh level pengetahuan awal matematika. Biasanya kelompok siswa
pandai diperkirakan lebih cepat beradaptasi dengan model pembelajaran yang
berbasis masalah dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan rendah,
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

11

sehingga dapat diprediksi pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan


dan abstraksi matematis

siswa pada siswa pandai lebih baik dibandingkan

kelompok siswa sedang dan rendah.

Penerapan pembelajaran kontekstual

kolaboratif diprediksi berpeluang besar berhasil pada siswa kelompok atas


dibandingkan dengan siswa kelompok tengah dan bawah. Demikian pula untuk
siswa yang berada pada level sekolah tinggi berpeluang lebih berhasil
dibandingkan dengan siswa pada sekolah sedang.
Motivasi belajar siswa merupakan hal yang turut menentukan berhasil
tidaknya pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis siswa, hal ini cukup beralasan karena pembelajaran yang menyertakan
masalah-masalah nyata (real world problem) menciptakan situasi pemecahan
masalah diperlukan motivasi dan kolaborasi anatar siswa. Siswa yang berada
pada level sekolah tinggi diasumsikan memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang berada pada level sekolah sedang. Siswa yang
berada pada level sekolah tinggi lebih mampu mengatur dorongan yang ada dalam
diri siswa. Begitu juga motivasi belajar siswa pandai diprediksi lebih baik
dibandingkan dengan siswa kelompok sedang dan rendah.
Analisis

korelasi

antara

kemampuan

pemodelan

matematis

dan

kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis dan


motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan motivasi
belajar siswa dilakukan untuk melihat apakah data kemampuan-kemampuan
tersebut saling berkolerasi atau tidak. Selain itu dianalisis juga hasil pekerjaan
siswa untuk melihat kekeliruan yang dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan
soal-soal kemampuan pemodelan matematis dan soal-soal kemampuan abstraksi
matematis .
Penelitian difokuskan pada penerapan

pembelajaran kontekstual

kolaboratif dalam upaya meningkatkan kemampuan pemodelan dan abstraksi


matematis serta motivasi belajar siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

ditinjau dari level sekolah dan pengetahuan awal matematika siswa.

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

12

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa faktor yang
menjadi perhatian penulis untuk dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian
ini, yaitu: pembelajaran kontekstual kolaboratif (PKK), pembelajaran kontekstual
(PK), pembelajaran biasa (PB), kemampuan pemodelan matematis, kemampuan
abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa dalam matematika. Selain itu,
diperhatikan pula faktor level sekolah (tinggi, sedang) dan kelompok pengetahuan
awal matematika (atas, tengah, bawah) sebagai variabel kontrol. Rumusan
masalah utama dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif

berpengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan

kemampuan pemodelan matematis, kemampuan abstraksi matematis, dan


motivasi belajar siswa dalam matematika?
Selanjutnya, dari rumusan masalah utama tersebut diuraikan dalam subsub rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan

matematis

kontekstual

kolaboratif

siswa

antara

(PKK),

yang

memperoleh

pembelajaran

kontekstual

pembelajaran
(PK),

dan

pembelajaran biasa (PB)?


2. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?
3. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan kemampuan pemodelan matematis siswa?
4. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi
matematis siswa antara yang memperoleh

pembelajaran kontekstual

kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa


(PB)?

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

13

5. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,


PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?
6. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,
PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa?
7. Apakah terdapat perbedaan pencapaian dan peningkatan motivasi belajar
siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran kontekstual
kolaboratif (PKK), pendekatan kontekstual (PK), dan pembelajaran biasa
(PB)?
8.

Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,


PB) dengan faktor level sekolah (tinggi, sedang) dalam pencapaian dan
peningkatan motivasi belajar siswa?

9. Apakah terdapat interaksi antara faktor kelompok pembelajaran (PKK, PK,


PB) dengan faktor pengetahuan awal matematika (atas, tengah, bawah) dalam
pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa?
10. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemodelan matematis dan
kemampuan abstraksi matematis, antara kemampuan pemodelan matematis
dan motivasi belajar siswa, antara kemampuan abstraksi matematis dan
motivasi belajar siswa?
11. Kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan apa yang dialami siswa ditinjau dari
proses penyelesaian soal-soal tes kemampuan pemodelan dan abstraksi
matematis pada masing-masing aspek?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran
kontekstual kolaboratif terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan
pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa dalam
matematika. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

14

1. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan


kemampuan pemodelan matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa
ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, dan c) pengetahuan awal
matematika.
2. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan
kemampuan abstraksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan

pembelajaran biasa

ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal


matematika.
3. Menganalisis secara komprehensif kualitas pencapaian dan peningkatan
motivasi belajar siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran
kontekstual kolaboratif, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran biasa
ditinjau dari: a) keseluruhan, b) level sekolah, c) pengetahuan awal
matematika.
4. Menganalisis korelasi antara kemampuan pemodelan matematis, kemampuan
abstraksi matematis, dan motivasi belajar siswa.
5. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan secara komprehensif kesalahan,
kekeliruan,

atau

kekurangan

siswa

dalam

menyelesaikan

soal-soal

kemampuan pemodelan matematis dan kemampuan abstraksi matematis.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi siswa, penerapan pembelajaran kontekstual kolaboratif dan pembelajaran
kontekstual pada pelajaran matematika sebagai sarana untuk melibatkan
aktivitas siswa secara optimal melakukan: pengamatan, penalaran, koneksi,
komunikasi, representasi; memecahkan masalah, mengkonstruksi pengetahuan
serta sebagai wahana dalam meningkatkan kemampuan pemodelan dan
abstraksi matematis, serta motivasi belajar siswa. Melalui aktivitas-aktivitas
Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

15

seperti itu, diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemodelan dan


abstraksi matematis serta motivasi belajarnya secara optimal, sehingga dapat
memahami konsep matematika dan memecahkan masalah yang dihadapi baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Bagi

guru,

diharapkan

pembelajaran

kontekstual

kolaboratif

dan

pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model


pembelajaran yang dapat digunakan sehari-hari untuk meningkatkan
kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta motivasi belajar siswa.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan
untuk mengembangkan kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis serta
motivasi belajar siswa pada berbagai jenjang pendidikan.

E. Definisi Operasional
Variabel-variabel dalam penelitian, didefinisikan sebagai berikut:
1.

Pemodelan matematis adalah langkah-langkah dalam proses memodelkan


suatu situasi nyata. Langkah-langkah tersebut adalah: mengidentifikasi
masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model matematis,
menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model matematis.

2.

Model matematis adalah hasil dari pemodelan matematis, umumnya dalam


bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis dalam bentuk aljabar,
persamaan maupun grafik.

3. Kemampuan

pemodelan matematis adalah kecakapan siswa dalam

mengidentifikasi masalah, membuat model matematis, menyelesaikan model


matematis, menginterpretasikan solusi matematis dan memvalidasi model
matematis.
a. Mengidentifikasi masalah adalah merinci informasi-informasi atau
variabel-variabel yang diketahui maupun yang ditanyakan.
b.

Membuat model matematis adalah memodelkan suatu situasi dalam


bentuk representasi simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar,
persamaan maupun grafik.

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

16

c. Menyelesaikan model matematis adalah kemampuan menggunakan


pengetahuan matematika untuk menyelesaikan bentuk representasi
simbolik, ekspresi matematis, bentuk aljabar, persamaan maupun grafik.
d. Menginterpretasikan solusi matematis adalah kemampuan menafsirkan
hasil-hasil matematika dan mengkomunikasikannya.
e. Memvalidasi model matematis adalah kemampuan memeriksa dan
merefleksikan solusi yang diperoleh, mengkaji ulang sebuah model yang
dihasilkan, merefleksikan cara-cara menyelesaikan masalah.
4.

Abstraksi matematis adalah proses membangun pengetahuan matematis yang


berkesinambungan dari konkret ke abstrak.

5. Kemampuan abstraksi matematis adalah kecakapan siswa membangun konsep


matematis yang berkesinambungan dari konkret ke abstrak yang meliputi:
mentransformasi masalah ke dalam bentuk simbol, memanipulasi simbol,
membuat generalisasi,

membentuk konsep matematika terkait konsep yang

lain, dan membentuk objek matematika lebih lanjut.


5. Motivasi belajar siswa meliputi: motivasi intrinsik dalam belajar dan motivasi
ekstrinsik dalam belajar.
a. Motivasi intrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan
dengan dorongan yang ada pada diri siswa untuk mencapai sesuatu dengan
cara belajar.
b. Motivasi ekstrinsik dalam belajar adalah motivasi yang berhubungan
dengan keinginan siswa terhadap tujuan eksternal seperti nilai yang baik
atau pujian dari guru.
6.

Pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran yang mempunyai


delapan

karakteristik

utama

yaitu:

berbasis

masalah

kontekstual,

berpandangan konstruktivisme (construtivism), mengajukan pertanyaan


(questioning),

menemukan

(inquiry),

komunitas

belajar

(learning

community), menggunakan pemodelan (modeling), melaksanakan refleksi


(reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

17

7.

Pembelajaran kontekstual kolaboratif adalah pembelajaran yang memiliki


delapan

karakteristik

utama

pembelajaran

kontekstual,

namun

pembelajarannya disajikan dengan langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.


8.

Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan/dikemas


sedemikian sehingga siswa belajar dalam kelompok agar dapat berinteraksi
secara optimal.

9.

Pengetahuan awal matematika adalah pengetahuan matematika yang dimiliki


oleh siswa sebelum pembelajaran berlangsung.

Tata, 2015
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMODELAN DAN ABSTRAKSI MATEMATIS SERTA MOTIVASI
BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
KOLABORATIF
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

You might also like