Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Hanarisha Putri Azkia
Septyne Rahayuni
Preceptor :
dr. Tofik Rahmanto, Sp.B
BAB I
LAPORAN KASUS
Masuk RSAY
Pukul
No. RM
Ruang
I.
: 19 Juli 2016
: 23.29 WIB
: 296133
: Bedah
Identitas
a. Nama
: Tn. J
: 38 tahun
d. Pekerjaan
: Petani
e. Agama
: Islam
f. Suku
: Jawa
g. Alamat
II.
Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Terdapat benjolan pada lipatan paha kiri hingga kemaluan sejak + 1
tahun
b. Keluhan tambahan
Nyeri pada benjolan tersebut, perut terasa kembung
c. Riwayat penyakit sekarang :
Os datang dengan keluhan terdapat benjolan pada lipatan paha kiri
hingga kemaluan sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan semakin lama
semakin besar, tetapi tidak terasa nyeri. Sejak 1 hari yang lalu
benjolan dirasakan sangat nyeri dan perut terasa kebung. Nyeri
timbul setelah os mengangkat beban yg berat. Nyeri menjalar
hingga ke perut. Os belum kentut sejak awal masuk rumah sakit.
BAB terakhir 8 jam sebelum masuk rumah sakit, BAK tidak ada
keluhan, mual (+) muntah (+).
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak terdapat keluahan yang sama sebelumnya
Alergi obat disangkal
Hipertensi disangkal
Diabetes mellitus disangkal
Sakit ginjal disangkal
Sakit jantung disangkal
e. Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada
f. Riwayat Pribadi
Sering mengangkat beban berat
III.
Pemeriksaan Fisik
a. Status present :
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu
: Sakit Berat
: Kompos Mentis
: 130/80
: 84 kali/menit
: 24 kali/menit
: 36,2 C
b. Status Generalis :
Kelainan mukosa kulit/ subkuta yang menyeluruh :
Pucat : Sianosis : Ikterus : Oedem : Turgor : baik
Perbesaran KGB : Kepala
Muka : tak ada kelainan
Rambut : tak ada kelainan
Ubun-ubun besar : tak ada kelainan
Mata : tak ada kelainan
Telinga : tak ada kelainan
Hidung : tak ada kelainan
Mulut : tak ada kelainan
Leher
Bentuk : simetris
Trachea : simetris
KGB : tak ada kelainan
Thoraks
Bentuk : simetris
Retraksi : tak ada kelainan
Jantung
Inspeksi : simetris
Palpasi : tak ada kelainan
Perkusi : tak ada kelainan
Auskultasi : Bunyi jantung I & II tak ada kelainan
Paru
IV.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb : 14, g/dl
- Ht : 42,4 %
- leukosit : 21 x 10^3/ul
- Trombosit : 303 x 10^3/ul
- Eritrosit : 4,83 x 10^6/ul
- Ureum : 47 mg/dL
- Kreatinin 1,38 mg/dL
- GDS : 165 mg/dL
b. EKG
Normal
V.
Diagnosis Kerja
Hernia inguinalis lateralis sinistra + hernia scrotalis incaserata
VI.
Diagnosis Banding
Hidrocele
Limfadenitis inguinal
Lipoma
VII.
Tatalaksana
Posisi tendelenberg
Puasa
NGT
DC
Pronalges supp II
Inj. Diazepam 10 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Ambacim 2x1 amp
Inj. Gentamycin 2x1 amp
Inj. Metronidazol 3x500 mg
Persiapan operasi jika tidak ada perbaikan
VIII.
Prognosis
Dubia ad malam
IX.
Follow up
TGL
20/7/16
Terdapat
KU : Baik
Hernia
P
- Puasa
benjolan
(+), Abdomen
Inspeksi
cembung,
distensi
(+)
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : Terdapat
benjolan pada regio
iliaca
sinistra,
ukuran 20x15 cm
Genitalia
Eksterna
Terdapat
:
benjolan
dari
benjolan
pada
region
iliaca
sinistra
Lab:
HbsAg
Reakti
Non
- Informed
lateralis
sinistra
consent
ke
keluarga
hernia scrotalis - Rencana operasi
incaserata
permukaan
masuk
inguinalis
hernioplasty
hari ini
- Pelastin
gr/8am
21/7/16
Post
op KU : Baik
TD : 90/60 mmHg
hernioplasty,
HR : 88 x/mnt
RR : 24 x/mnt
flatus (+), perut T : 37 0C
hernia gtt/mnt
Anbacim
repair hari ke I
amp
Ketorolac
terasa kembung
minum Abdomen
Inspeksi
:
air putih, nyesak
permukaan
(+)
cembung
Auskultasi : BU (+)
setelah
lemah
Perkusi
2x1
3x30mg
As. Tranexamat
3x50mg
Puasa
Anal
dilatasi
pagi dan sore
Mobilisasi
duduk
hipertimpani
Palpasi
: nyeri
tekan (-), distensi
(+)
22/7/16
Kembung
KU : Baik
TD : 100/60 mmHg
berkurang sesak HR : 112 x/mnt
RR : 40 x/mnt
berkurang, flatus T : 36,8 0C
(-),
BAB
(-),
cembung
Auskultasi : BU (+)
lemah
Perkusi
hipertimpani
NaCl
post
lewat
hernia hangat
pro
Palpasi
: nyeri
Perut
terasa KU : Baik
TD : 100/60 mmHg
kembung, flatus HR : 112 x/mnt
RR : 28 x/mnt
(-), cairan dari T : 36,8 0C
NGT
III
hijau
berwarna
Abdomen
Inspeksi
permukaan
cembung
Auskultasi : BU (+)
lemah
Perkusi
post
Ileus
1gr/8am
Post Op
Perawatan ICU
Puasa 3x 24 jam
Inf.
Aminofluid
hipertimpani
D5 = 1:1
Transfusi
Palpasi
albumin
Inj. Pelastin 3x1
: nyeri
amp
Inj. Gentamycin
2x80mg
Inj. Ketorolac
3x1 amp
Asam
mefenamat 2x1
po
Inj.
Ranitidin
2x1 amp
Inj. Ambacim
2x1 amp
24/7/16
Perawatan
di KU : Baik
TD : 119/79 mmHg
ICU tidak ada HR : 99 x/mnt
RR : 24 x/mnt
keluhan, flatus T : 36,8 0C
(-),
CKD
BAB
(-), Lab
Ureum : 344
cairan dari NGT Kreatinin: 10,91
Albumin : 2,98
masih berwarna
kolon hari ke 1
hijau
25/7/16
Tidak
ada KU : Baik
TD : 110/69 mmHg
keluhan, flatus HR : 92 x/mnt
RR : 24 x/mnt
(-), BAB (-), T : 36,8 0C
II
masih berwarna
CKD
post
reseksi
kolon hari ke
hijau
26/7/16
Tidak
keluhan,
(+),
BAB
flatus
(-),
HIL incaserata
post
reseksi
kolon hari ke
III
masih berwarna
CKD
hijau
27/7/16
Tidak
keluhan,
(-),
BAB
flatus
(-),
HIL incaserata
post
reseksi
kolon hari ke
IV
masih berwarna
CKD
hijau
28/7/16
Tidak
ada KU : Baik
TD : 140/60 mmHg
keluhan, flatus HR : 90 x/mnt
RR : 24 x/mnt
(-), BAB (-), T : 37 0C
HIL incaserata
masih berwarna
CKD
post
reseksi
kolon hari ke
hijau
Rujuk ke RSAM karena membutuhkan HD rutin (30/7/16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hernia merupakan istilah umum untuk menggambarkan adanya penonjolan
(protrusi) organ atau jaringan melalui celah atau rongga yang abnormal dalam
struktur anatomis tubuh. Dari berbagai macam jenis hernia, sebagian besar
terjadi di abdomen dengan prevalensi 75 % pada regio inguinalis. Hernia
inguinalis terjadi bila kantung peritoneum menonjol keluar melalui bagian
yang lemah di daerah lipat paha yang berisi organ atau jaringan dari kavitas
abdomen. Hernia inguinalis asimtomatik merupakan istilah yang digunakan
pada kondisi dimana pasien memiliki benjolan pada lipat paha tetapi tidak
menunjukkan gejala apapun, sedangkan apabila pada saat tindakan operatif
secara tidak sengaja ditemukan adanya defek cincin internal tanpa disertai
adanya penonjolan atau gejala lainnya disebut hernia inguinalis okultis.
2.2 Anatomi
Kanalis inguinalis merupakan ruang oblik (miring) berukuran panjang 4
hingga 6 cm yang berada diatas separuh medial dari ligamentum inguinalis.
Pada bagian ujung medial terdapat pintu segitiga yang disebut cincin
inguinalis eksternal, cincin tersebut berada pada bagian atas dan lateral dari
crista pubica. Cincin inguinalis internal berada pada ujung lateral yang
berfungsi sebagai pintu terowongan dalam fasia transversalis. Batas superior
cincin inguinalis internal adalah dengan arkus abdominis transversus, bagian
inferior dengan traktus iliopubik dan bagian medial dengan pembuluh darah
epigastrikus inferior. Penebalan fasia yang berada diatas pembuluh darah
epigastrikus disebut ligamentum Hesselbach. Cincin inguinalis internal
terletak 1 cm diatas pulsasi arteri femoralis atau diantara spina iliaka anterior
superior dan tuberculum pubicum.
abdominis
Inferior (dasar) : ligamen inguinalis dan tepinya, dan pada bagian
nervus
ilioinguinalis,
cabang
genital
dari
nervus
iliopsoas.
Ligamentum pectinea (ligamentum Cooper) : merupakan ligamen kuat
yang menempel pada ramus pubikus dan menyerupai sendi dari
aponeurosis muskulus oblik internal, transversus abdominis dan
pectineus.
Traktus iliopubik (ligamentum Thompson) : merupakan bagian dari
fasia transversalis yang terkondensasi dan memanjang secara medial
dari ligamentum pectinea membentuk batas inferior pada cincin
internal dan dinding anterior femoralsheath, serta melekat secara
lateral ke arkus iliopectineal (penebalan medial pada fasia iliopsoas).
Struktur korda dibungkus oleh tiga lapisan fasia, fasia internal berasal dari m.
oblikus internus dan terdapat otot kremaster, sedangkan fasia eksternal menempel
pada fasia m. oblikus eksternus. Fasia superfisial juga dikenal dengan nama fasia
Gallaudet. Pada sisi superior korda, terdapat arkus m. oblikus internus yang keluar
untuk membentuk atap kanalis inguinalis.
anterior dan posterior dari fasia tranversalis yang disebut ruang vaskular yang
berisi pembuluh epigastrika inferior. Aspek medial dari ruang preperitoneal yang
berada pada sisi superior kandung kemih disebut dengan ruang Retzius.
hernia kombinasi atau gabungan, kantung hernia berada pada kedua sisi pembuluh
darah epigastrikus inferior. Prevalensi hernia inguinalis direk paling sedikit
ditemukan dibandingkan indirek (25-30% dari hernia inguinalis) dan lebih banyak
terjadi pada laki-laki diatas 40 tahun.
Hernia juga dapat dikelompokkan menjadi hernia reponibel atau ireponibel.
Hernia reponibel terjadi bila isi penonjolan dapat ditekan masuk ke kavitas
abdomen.
Hernia
ireponibel
diklasifikasikan
selanjutnya
menjadi
herniainkarserata dan strangulata. Hernia inkarserata terjadi bila lumen usus yang
mengalami herniasi terjadi obstruksi atau sumbatan, sedangkan hernia strangulata
terjadi bila aliran darah ke kantung hernia mengalami gangguan yang akan
memicu terjadinya iskemik. Gilbert membuat klasifikasi berdasarkan 3 faktor
yaitu ada atau tidaknya kantung peritoneal, ukuran cincin interna dan intergritas
dinding posterior serta kanalis. Gilbert membagi hernia menjadi 5 tipe, yaitu tipe
1, 2 dan 3 merupakan hernia indirek, sedangkan tipe 4 dan 5 merupakan hernia
direk. Rutkow dan Robbin selanjutnya mengembangkan klasifikasi Gilbert
dengan tipe ke-6 yaitu pantaloon hernia yang merupakan gabungan dari direk dan
indirek dan tipe 7 yaitu hernia femoralis.
Klasifikasi Gilbert:
1. Tipe I : hernia indirek yang memiliki kantung peritoneal dan melewati
cincin interna dengan diameter < 1 cm dimana dinding posterior masih
intak.
2. Tipe II : hernia indirek yang memiliki kantung peritoneal dan melewati
cincin interna dengan diameter <2 cm.
3. Tipe III : hernia indirek yang memiliki kantung peritoneal dan melewati
cincin interna dengan diameter >2 cm.
hernia
Tipe III C : hernia femoralis
Tipe IV : hernia rekuren
2.4 EPIDEMOLOGI
Tujuh puluh lima persen dari seluruh hernia abdominal terjadi di inguinal
(lipat paha). Yang lainnya dapat terjadi di umbilikus (pusar) atau daerah perut
lainnya. Hernia inguinalis dibagi menjadi 2, yaitu hernia inguinalis medialis
dan hernia inguinalis lateralis. Jika kantong hernia inguinalis lateralis
mencapai skrotum (buah zakar), hernia disebut hernia skrotalis. Hernia
inguinalis lateralis terjadi lebih sering dari hernia inguinalis medialis dengan
perbandingan 2:1, dan diantara itu ternyata pria lebih sering 7 kali lipat
2.5 ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya, hernia inguinalis dapat dikelompokkan menjadi
penyakit kongenital ataupun akuisata (didapat). Walaupun masih terjadi
perdebatan, hernia inguinalis pada dewasa terjadi akibat defek yang didapat
pada dinding abdomen. Hernia kongenital pada mayoritas pasien anak-anak
dapat terjadi akibat kegagalan perkembangan tubuh yang normal. Saat masa
embriologi, testis turun dari ruang intra abdomen ke dalam skrotum pada
trimester ketiga kehamilan. Penurunan testis didahului oleh gubernakulum dan
divertikula peritoneum melalui kanalis inguinalis yang akan menjadi prosesus
vaginalis.Di antara 36 sampai 40 minggu, prosesus vaginalis akan menutup
pintu peritoneal pada cincin inguinalis interna. Kegagalan peritoneum untuk
menutup menyebabkan keadaan yang disebut patent processus vaginalis
(PPV). PPV merupakan kondisi penting yang dapat menjelaskan akan
tingginya angka insidensi hernia inguinalis indirek pada bayi prematur. Perlu
diingat bahwa prosesus vaginalis akan menutup seiring usia anak bertambah
dalam beberapa bulan pertama.
Gambar 8.
Prosesus
vaginalis
yang
menutup
Sumber :
Brunicardi
F,
Andersen
D,
Biliar T et
al.
2010.
Schwartzs Principles of Surgery 9th edition. New York : McGraw-Hill
Adanya kondisi PPV akan mempredisposisi pasien untuk mengalami hernia
inguinalis, hal ini bergantung dengan adanya faktor resiko lain seperti kelemahan
jaringan sekitar, adanya riwayat keluarga hernia, dan aktivitas mengedan yang
berlebih. Dugaan Penyebab Herniasi pada daerah Groin atau Inguinal :
Batuk
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Obesitas
Mengedan
Konstipasi
Prostatismus
Kehamilan
Riwayat keluarga hernia
Valsalva's maneuvers
Asites
Posisi tegak
Gangguan jaringan ikat kongenital
Defek sintesis kolagen
Riwayat insisi kuadran kanan bawah
Aneurisma arteri
Merokok
Angkat berat
Kondisi lainnya yang berhubungan dengan peningkatan faktor resiko bagi lakilaki dan perempuan adalah merokok yang akan menyebabkan gangguan
metabolisme jaringan ikat dan penyakit paru obstruktif kronis. Pasien dengan
abnormalitas matriks metalloproteinase (peningkatan ekspresi MMP-2 dan
aktivitas MMP tissue inhibitor 2) seperti pada sindroma EhlersDanlos, Marfans,
Hurlers, and Hunters juga meningkatkan resiko terjadinya hernia direk. Matriks
metalloproteinase merupakan enzim proteolitik yang akan mendegradasi
komponen protein matriks ekstraselular. Peningkatan aktivitas proteolitik akan
menyebabkan kelemahan struktur jaringan dan homeostasis jaringan ikat yang
abnormal.3
Sedangkan menurut Awe et al. laki-laki yang menderita hiatus hernia memiliki
resiko dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami hernia inguinalis. Pada wanita,
badan tinggi, batuk kronis, hernia umbilikalis, usia tua, dan tinggal di pedesaan
memiliki insidensi yang tinggi untuk terjadinya hernia inguinalis. Di sisi lain,
merokok dan penggunaan alkohol tidak memiliki peranan pada tingginya kasus
hernia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa laki-laki yang memiliki berat
badan berlebih atau mengalami obesitas memiliki resiko hernia inguinalis lebih
rendah dibandingkan laki-laki dengan berat badan normal.
2.6 PATOFISIOLOGI
Pada laki-laki, hernia indirek terjadi pada rute jalur yang sama dengan
penurunan testis yang bermigrasi dari abdomen ke skrotum pada masa
embriologis. Besarnya ukuran kanalis inguinalis, cincin interna yang
memberikan jalan testis dan struktur korda spermatika dapat menjadi alasan
mengapa laki-laki beresiko tinggi mengalami hernia inguinalis dibandingkan
perempuan. Setelah penurunan testis fetal ke skrotum dari retroperitoneum
maka prosesus vaginalis akan menutup, bila tidak menutup maka jaringan
lemak atau usus dapat masuk kedalamnya.
Perkembangan prosesus vaginalis sebagian besar dikarenakan adanya
hubungan interaksi yang kompleks antara beberapa faktor saat periode prenatal
yang diatur oleh peptida kalsitonin. Peptida kalsitonin dilepaskan dari n.
genitofemoralis dibawah pengaruh hormon androgen fetus. Pada saat
kelahiran, bagian prosesus vaginalis yang berada diantara testis dan kavitas
abdomen akan menutup. Pada bayi perempuan, prosesus vaginalis dan
ligamentum teres uteri akan turun menjadi labia mayor. Bila prosesus vaginalis
tidak menutup seluruhnya atau sebagian, maka kondisi tersebut dinamakan
patent processus vaginalis (PPV) yang menjadi faktor resiko utama hernia
inguinalis indirek pada anak-anak dan dewasa. Testis kanan normalnya akan
turun setelah testis kiri, sehingga hernia pada sisi kanan lebih sering terjadi
akibat terlambatnya penutupan prosesus vaginalis kanan. Obliterasi prosesus
vaginalis akan menutup sempurna pada umur kurang dari dua tahun. Resiko
kumulatif terjadinya hernia inguinalis pada bayi laki-laki cukup bulan sekitar 1
% dan pada perempuan 0,1 %. Sedangkan pada bayi prematur laki-laki sekitar
7 % dan pada perempuan 1%.
Kontraksi otot cincin interna saat pengejanan menghambat protrusi atau
masuknya bagian usus ke prosesus yang paten. Adanya paralisis otot atau
trauma akan mengganggu fungsi otot tersebut. Selain itu, pada saat kontraksi
aponeurosis m. tranversus abdominis akan menjadi pipih sehingga memperkuat
dasar inguinal. Hernia inguinalis dikenal sebagai komplikasi setelah tindakan
prostatektomi retropubik radikal pada 15-21 % pasien. Selain itu, semua insisi
operatif pada regio perut bawah juga memiliki resiko hernia yang meningkat
akibat terganggunya mekanisme penutupan pada otot.
2.7 DIAGNOSIS
a
Anamnesis
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Uraian lebih lanjut tentang keluhan utama, misalnya bagaimana sifat
keluhan, dimana lokasi dan kemana penjalarannya, bagaimana awal
serangan dan urutan kejadiannya, adanya faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan, adanya keluhan lain yang berhubungan perlu
ditanyakan dalam diagnosis. Gejala dan tanda klinik hernia banyak
ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satusatunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin, atau mengejan, dan menghilang setelah berbaring.
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah
epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena regangan
pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk kedalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau
terjadi inkarserasi karena ileus atau srangulasi karena nekrosis atau
gangren.
Pasien sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah inguinal, dan
dapat dihilangkan dengan reposisi manual kedalam kavitas peritonealis.
Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya
hernia muncul lagi.
Pemeriksaan fisik
Semua hernia mempunyai tiga bagian yaitu kantong, isi dan bungkusnya.
Semua ini tergantung pada letak hernia, isi kantong hernia omentum yang
terbanyak ditemukan. Kemudian ileum, jejunum, dan sigmoid. Appendiks
bagian bagian lain dari kolon, lambung, dan bahkan hepar pernah
dilaporkan terdapat di dalam kantong hernia yang besar. Omentum teraba
relative bersifat plastis dan sedikit noduler. Usus bisa dicurigai apabila
kantong teraba halus dan tegang seperti hydrocele, tetapi tidak tembus
cahaya. Kadang kadang pemeriksa bisa merasakan gas bergerak didalam
lengkung usus atau dengan auskultasi bias menunjukkan peristaltik.
Lengkung usus yang berisi gas akan tympani pada perkusi. Dalam keadaan
penderita berdiri gaya berat akan rnenyebabkan hernia lebih mudah dilihat
dan pemeriksaan pada penderita dalam keadaan berdiri dapat dilakukan
dengan lebih menyeluruh. Dengan kedudukan penderita berbaring akan
lebih mudah melakukan pemeriksaan raba. Andaikata terdapat hernia,
lebih mudah dapat melakukan reposisi dan sisa pemeriksaan (perut dan
tungkai) lebih mudah dilakukan.
Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai
labium majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia
inguinalis lateralis. Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kila
lihat, penderita disuruh batuk. Kalau pembengkakan yang kemudian
terlihat kemudian berada di atas lipatan inguinal dan berjalan miring
dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka pembengkakan
Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa
pelipatan paha kiri digunakan tangan kiri, pelipatan paha kanan dipakai
tangan kanan. Caranya:
Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai
tangan kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari kelingking kulit
scrotum diinvaginasikan, jari tersebut digeser sampai kuku berada
diatas spermatic cord dan permukaan volar jari menghadap ke
dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri spermatic cord kearah
proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui annulus
eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya akan
berada dalam kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis
lateralis, terasa impulse pada ujung jari, bila hernia inguinalis
medialis maka teraba dorongan pada bagian samping jari.
Perkusi
Bila isinya gas pada usus akan terdengar bunyi timpani.
Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi
hernia berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat
obstruksi usus.
Pemeriksaan penunjang
1
Herniografi
Dalam teknik ini, 5080 ml medium kontras iodin positif di
Ultrasonografi
Teknik ini dipakai pada perbedaan gumpalan dalam segitiga femoral.
Tomografi komputer
Dengan teknik ini mungkin sedikit kasus hernia dapat dideteksi.
Hernia femoralis
Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap
ujung ligamentum. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak dibawah
dan lateral terhadap ujung medial ligamentum inguinale dan tuberkulum
pubikum.
penyakit ini hampir tidak dapat dibedakan dari hernia femoral, tapi
penyakit ini biasanya berada di bawah ikatan sendi tulang inguinal.
c
2.9 TATALAKSANA
a
Konservatif
Pengobatan konservatif bukan merupakan tindakan definitif sehingga
dapat kambuh lagi.
1
Reposisi
Suatu usaha atau tindakan untuk memasukkan atau mengembalikan isi
hernia ke dalam cavum peritoneum atau abdomen secara hati-hati dan
dengan tekanan yang lembut dan pasti. Reposisi ini dilakukan pada
hernia inguinalis yang reponibel dengan cara memakai kedua tangan.
Tangan yang satu memegang lekuk yang sesuai dengan pintunya (leher
hernia diraba secara hati-hati, pintu dilebarkan), sedangkan tangan
yang lainnya memasukkan isi hernia melalui pintu tersebut. Reposisi
ini kadang dilakukan pada hernia inguinalis irreponibel pada pasien
yang takut operasi. Caranya, bagian hernia dikompres dingin,
penderita diberi penenang valium 10 ml supaya pasien tidur, posisi
Suntikan
Dilakukan setelah reposisi berhasil. Dengan rnenyuntikkan cairan
sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia,
menyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan,
sehingga isi hernia tidak akan keluar lagi dari cavum peritonei.
Sabuk hernia
Sabuk ini diberikan pada pasien dengan pintu hernia yang rnasih kecil
dan menolak dilakukan operasi. Pemakaian bantalan penyangga hanya
bertujuan menahan hernia yang telah di reposisi dan tidak pernah
menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.
Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan.
Indikasi dilakukan operasi:
1
Hernia reponibel pada bayi dengan umur lebih dari 6 bulan atau berat
badan lebih dari 6 kilogram. Jalannya operasi menggunakan obat
anastesi lokal berupa procain dengan dosis rnaksimum 200 cc. Jika
Herniorafi
yaitu
mulai
dari
mengikat
leher
hernia
dan
Komplikasi
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia.
Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel, ini
dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar atau terdiri dan omenturn, organ
ekstra peritoneal (hernia geser atau hernia akreta). Disini tidak timbul
gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik
oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan
gejala obstruksi usus yang sederhana.
Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Jepitan
cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada pemulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau
struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya
Prognosis
Tergantung dari umur penderita, ukuran hernia serta kondisi dari isi
kantong hernia. Prognosis baik jika infeksi luka, obstruksi usus segera
ditangani. Penyulit pasca bedah seperti nyeri pasca herniorafi, atrofi testis,
dan rekurensi hernia umumnya dapat diatasi.
BAB III
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, Tn. J usia 38 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan pada
lipat paha kiri hingga kemaluan sejak + 1 tahun. Benjolan dirasakan sangat nyeri
sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke perut dan timbul setelah
os mengangkat beban yang berat. Keluhan lain yaitu os merasakan perut
kembung, mual, muntah dan tidak bisa kentut. BAB terakhir 8 jam SMRS, BAK
tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan pada palpasi
terdapat benjolan pada regio iliaca sinistra, benjolan tidak dapat masuk kembali,
berbentuk lonjong dengan ukuran 20x15 cm. Pada pemeriksaan genitalia
eksterna terdapat benjola pada regio scrotalis sinistra pembesaran dari benjolan
pada regio iliaca sinistra. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
didapatkan pada kasus diatas, keluhan mengarah kearah diagnosis hernia
inguinalis lateralis. Hal ini didapatkan melalui keluhan benjolan pada lipat paha
berbentuk lonjong, benjolan hingga kemaluan.
Hernia inguinalis lateralis keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian
masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari
anulus inginalis eksternus. Apabila berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum
sehingga disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster,
terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus
spermatikus (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Pada kasus ini, hernia inguinalis
lateralis berlanjut hingga menjadi hernia skrotalis.
Keluhan diperberat dengan adanya rasa nyeri dan perut kembung yang disertai
mual, muntah dan tidak bisa kentut. Hal ini disebabkan kemungkinan terdapat
cincin kantung hernia yang terjepit sehingga menyebabkan gangguan pasase usus
yang menyebabkan hernia inkarserata. Hernia inkarserata dapat menyebabkan
komplikasi yang dapat terjadi seperti ileus obstruktif. Oleh karena itu, perlu
dilakukan hernia repair.
Setelah dilakukan hernia repair, pada saat follow up post hernia repair hari ke-1
didapatkan keluhan seperti perut terasa kembung, dapat flatus namun tidak dapat
BAB. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut mengalami distensi,
bising usus (+) lemah, hipertimpani, nyeri tekan (-). Untuk mengatasi distensi
abdomen dilakukan tindakan anal dilatasi setiap pagi dan sore serta os dianjurkan
untuk mobilisasi duduk serta pemasangan NGT. Pada follow up post hernia repair
hari ke-2, keluhan kembung dirasakan berkurang, namun os mengeluh tidak dapat
flatus dan tidak dapat BAB, cairan dari NGT berwarna hijau. Kemudian dilakukan
irigasi dengan NaCl hangat melalui anus, dan informed consent kepada keluarga
untuk dilakukan laparotomi.
Setelah dilakukan laparotomi, pasien dipindahkan ke unit perawatan intensif,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium dan didapatkan ureum 344
mg/dL, kreatinin 10,91 mg/dL, albumin 2,98 g/dL. Hal ini menunjukkan adanya
insufisiensi ginjal akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dikarenakan tidak
adekuatnya volume darah ke ginjal.
Pada kasus ini, os mengalami peningkatan tekanan intra abdomen yang tinggi
sehingga menekan aliran darah pada arteri abdominalis yang mengakibatkan
penurunan volume darah yang masuk ke ginjal yang pada akhirnya dapat
menyebabkan pasien mengalami CKD stage 5 yang ditandai dengan GFR 9,74
ml/menit/1,73m2 atau GFR <15 ml/menit/1,73m2 dan membutuhkan terapi
pengganti ginjal atau hemodialisa. Selanjutnya pasien dirujuk ke Rumah Sakit
Abdoel Moeloek dikarenakan membutuhkan HD rutin.
DAFTAR PUSTAKA
1
Cameron JL. 1997. Terapi Bedah Mutakhir , edisi IV, 709- 713, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Dunphy, J.E, M.D, F.A.C.S. dan Botsford, M.D, F.A.C.S. 1980. Pemeriksaan
Fisik Bedah, edisi ke-4, 145-146. Yayasan Essentia Medika: Yogyakarta.
Dudley and Waxmann. 1989. Scott; An Aid to Clinical Surgery, 4nd ed, 247.
Longman Singapore Publisher Ltd: Singapore
Kuijjer, PJ. 1991. Kapita Selekta Pemeriksaan Bedah, cetakan IV, 62- 66.
EGC: Jakarta.
Schwartz, and Shires, and Spencer. 2010. Principles of Surgery, 9th ed, 1543.
Mc. Graw Hill Book Company: Singapore.
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah, bagian 2, 228- 230. EGC: Jakarta.
Sabiston and Lyerly. 2010. Text Book of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice, 19th ed, 1.219- 1.232, W. B. Saunders Company:
London.
10 Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi
revisi, 706- 710. EGC: Jakarta