You are on page 1of 8

JOURNAL READING

Higher-Dose Oxytocin and Hemorrhage After Vaginal Delivery


A Randomized Controlled Trial

Oleh :
Rizka Aulia Hermawati
(2012730153)
Pembimbing :
Dr. H Hermawan, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B CIANJUR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

TELAAH KRITIS JURNAL


1. Judul Artikel Jurnal
Higher-Dose Oxytocin and Hemorrhage After Vaginal Delivery: A Randomized
Controlled Trial
2. Penulis
Alan T. N. Tita, MD, PhD, Jeff M. Szychowski, PhD, Dwight J. Rouse, MD, MSPH,
Cynthia M. Bean, MD, Victoria Chapman, MPH, Allison Nothern, MSN, RN, Dana
Figueroa, MD, Rebecca Quinn, PharmD, William W. Andrews, PhD, MD, and John C.
Hauth, MD
3. Penerbit
The American College of Obstetricians and Gynecologists 2012
http://journals.lww.com/greenjournal/pages/default.aspx
4. Tahun Terbit
01 Februari 2012
5. Gambaran Umum
a. Latar Belakang
Perdarahan obstetri merupakan pernyebab utama kematian ibu di dunia dan
merupakan salah satu dari 3 penyebab utama kematian pada ibu di Amerika Serikat
(AS). Perdarahan post partum merupakan jenis perdarahan obstetric yang paling
sering, dan lebih dari 80% perdarahan post partum disebabkan oleh atonia uteri.
Penggunaan agen uterotonika sebagai profilaksis dapat mencegah atonia uteri dan
menurunkan risiko perdarahan post partum sebanyak 40-50%. Dibandingkan dengan
metilergometrin dan misoprostol, oksitosin memiliki keamanan yang baik dan
memiliki efek samping lebih sedikit. Di Amerika Serikat, oksitosin rutin digunakan
sebagai uterotonika profilaksis. Meskipun sudah digunakan secara luas, dosis regimen
oksitosin profilaksis masih belum diketahui. 20 unit oksitosin yang dimasukkan ke
dalam 1 L cairan kristaloid merupakan dosis yang sering direkomendasikan. Regimen
dosis tersebut sesuai dengan dosis rutin yang digunakan setelah persalinan
pervaginam di institusi kami: 10 unit oksitosis dalam 500 ml cairan kristaloid yang
diberikan setelah 1 jam. Untuk persalinan secara sesar, di institusi kami digunakan
regimen dengan dosis lebih tinggi (80 unit oksitosin dalam 500 ml kristaloid) yang
didasarkan pada penelitian dengan percobaan acak yang melibatkan 321 wanita yang
melahirkan secara sesar. Pada penelitian tersebut, dibandingkan dengan wanita yang
medapat regimen dosis lebih tinggi, dosis standar (10 unit dalam 500 ml kristaloid)

dihubungkan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko atonia uteri atau perdarahan post
partum yang membutuhkan terapi uterotonika (termasuk tambahan oksitosin) dan
dihubungkan dengan peningkatan hampir 5 kali lipat dari kebutuhan uterotonika lini
kedua seperti metergin dan hemabate. Meskipun persalinan pervaginam terjadi pada
2/3 dari semua persalinan, namun masih belum diketahui apakah profilaksis oksitosin
dosis tinggi lebih efektif pada wanita dengan persalinan pervaginam. Jika iya, maka
kita dapat sepakat mengenai konsentrasi dosis oksitosin untuk mencegah perdarahan
post partum.
b. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan efektivitas dua regimen
profilaksis oksitosin dosis tinggi (80 unit dan 40 unit) dengan regimen dosis standar
untuk persalinan pervaginam.
c. Metode
Kami melakukan penelitian terpusat, buta ganda (double blind), uji acak
terkontrol (Randomized Controlled Trial ), yang melibatkan wanita hamil dengan
persalinan pervaginam dengan usia kehamilan 24 minggu atau lebih di Rumah Sakit
Universitas, Birmingham, Alabama. Mereka yang melahirkan secara sesar atau yang
janinnya meninggal, didiagnosis koagulopati, edema paru, atau kardiomiopati tidak
diikutsertakan. Institutional Review Board

dari University of Alabama at

Birmingham menyetujui penelitian ini.


Wanita-wanita yang memenuhi syarat dan menyetujui keikutsertaan penelitian
secara acak dimasukkan ke dalam salah satu dari 3 kelompok penelitian sesuai dengan
algoritma blok acak yang dihasilkan oleh computer secara rahasia. Petugas farmasi
menyiapkan kantung oksitosin dengan menambahkan 10 unit, 40 unit atau 80 unit
oksitosin ke dalam 1 botol/kolf normal salin 500 mL. Hasil primer peneltian ini yaitu
atonia uteri atau perdarahan yang membutuhkan terapi uterotonika, tamponade uterus,
intervensi radiologi unuk emboli arteri uterine atau emboli arteri lain, operasi, atau
transfusi darah. Hasil akhir sekunder yang utama yaitu termasuk hasil individu pada
hasil primer, penurunan hematokrit 6% atau lebih setelah persalinan, perkiraan
kehilangan darah secara klinis, endometritis, rawat inap dan hasil yang aman
Dua dosis oksitosin yang dibandingkan yaitu: dosis 80 unit dibandingkan
dengan 10 unit dan dosis 40 unit dibandingkan dengan 10 unit. Untuk kedua pasangan
perbandingan, kami memperkirakan 600 sampel pada tiap kelompok atau dengan total
sampel 1800.
Analisis penelitian ini menggunakan analisa intent-to-treat. 2, analisis
varians, dan uji Kruskal-Wallis digunakan untuk perbandingan dasar dan

perbandingan hasil antara ketiga kelompok perlakuan. Tes 2 dan analisis varians
digunakan untuk uji dua kelompok. Semua uji statistik, dengan pengecualian dari
hasil utama seperti yang dijelaskan sebelumnya, dievaluasi pada tingkat signifikansi
0,05. SAS 9.2 digunakan untuk semua analisis statistik
d. Hasil
Sejak November 2008 sampai Juni 2010, 2.869 wanita disaring dan 1.798
diacak sebagai berikut: 658 wanita untuk kelompok dosis 80 unit oksitosin profilaksis,
481 untuk kelompok 40 unit (dihentikan) dan 659 untuk kelompok 10 unit.
Karakteristik dasar pada semua kelompok serupa.
Dibandingkan dengan kelompok dosis 10 unit, dosis oksitosin yang lebih
tinggi tidak secara signifikan mengurangi risiko disesuaikan hasil primer; tidak ada
kecenderungan respons dosis linear di seluruh kelompok. Oksitosin dosis tinggi tidak
menurunkan terapi atonia uteri atau perdarahan obstetri dengan uterotonika. Dosis 80
unit jika dibandingkan dengan 10 unit secara signifikan menurunkan kebutuhan untuk
pengobatan dengan oksitosin tambahan tapi tidak pada dosis 40 unit. Ada juga
kecenderungan penurunan yang signifikan dalam kebutuhan terapi oksitosin (3%
menjadi 2% sampai 1%) dengan peningkatan dosis oksitosin profilaksis.
Perubahan rata-rata hematokrit setelah melahirkan tidak berbeda secara
signifikan antara 3 kelompok tersebut. Namun, beberapa wanita pada kelompok dosis
80 unit, tetapi tidak pada kelompok 40 unit, dibandingkan dengan kelompok 10 unit
mengalami penurunan kadar hematokrit 6%. Insiden penurunan ini secara klinis
penting dalam penurunan hematokrit sederhana tetapi secara signifikan penurunan
hematokrit dari 28% menjadi 23% sesuai dengan dosis oksitosin profilaksis yang
meningkat dari 10 unit menjadi 80 unit (p <0,05).
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara oksitosin dosis tinggi (80 atau 40
unit) dan oksitosin dosis standar 10 unit untuk hasil gabungan primer atau kebutuhan
uterotonika untuk terapi perdarahan post partum. Namun, ada penurunan kebutuhan
oksitosin untuk terapi atonia uteri atau perdarahan post partum, terutama pada post
partum periode pasca penyembuhan. Hasil penurunan hematokrit 6% atau lebih
mengacu pada insiden yang lebih rendah pada dosis 80 unit tapi tidak dengan 40 unit
dibandingkan dengan 10 unit oksitosin .
e. Diskusi
Secara keseluruhan, oksitosin profilaksis dosis tinggi (80 unit atau 40 unit),
dibandingkan dengan dosis standar 10 unit oksitosin bila diberikan dalam 500 ml
kristaloid 1 jam setelah persalinan pervaginam, tidak secara signifikan mengurangi
kejadian hasil primer

dari atonia uteri atau perdarahan yang membutuhkan

pengobatan. Namun, dosis 80 unit oksitosin mengurangi frekuensi dua hasil akhir
sekunder: 1. Perdarahan yang membutuhkan terapi setelah jam pertama postpartum,
dan 2. Penurunan hematokrit lebih dari 6% unit. Selain itu, regimen dosis yang lebih
tinggi tidak terkait dengan peningkatan efek samping seperti hipotensi atau overload
cairan.
Pada penelitian lain mengenai persalinan sesar, dosis oksitosin yang lebih
tinggi dikaitkan dengan tonus uterus yang lebih kuat dan penurunan kebutuhan
uterotonika tambahan yang tidak signifikan. Pada percobaan sebelumnya di institusi
kami, dosis oksitosin profilaksis 80 unit dibandingkan dengan 10 unit dapat
mengurangi kebutuhan terapi uterotonika, serta kebutuhan untuk pengobatan dengan
agen lini kedua pada wanita yang menjalani persalinan sesar setelah persalinan. Perlu
dicatat bahwa wanita di kedua kelompok juga menerima profilaksis oksitosin dosis
rendah (20 unit dalam 1L) selama 8 jam postpartum. Penelitian kami saat ini adalah
salah satu percobaan acak terbesar yang membandingkan dosis oksitosin yang
berbeda untuk mencegah perdarahan post partum namun berfokus pada wanita yang
menjalani persalinan pervaginam. Meskipun bertentangan dengan penelitian
sebelumnya, kami tidak melihat penurunan yang signifikan dalam kebutuhan terapi
uterotonika, temuan untuk hasil akhir sekunder (penurunan hematokrit 6 unit atau
lebih dan perlu untuk oksitosin setelah satu jam pertama) menunjukkan potensi
manfaat dari regimen dosis yang lebih tinggi pada wanita setelah persalinan
pervaginam. Dukungan untuk keamanan oksitosin dosis tinggi ini terbukti dari
penelitian sebelumnya, termasuk protokol konsentrasi oksitosin untuk terminasi
kehamilan mid-trimester atau induksi persalinan; regimen ini umumnya telah
dilaporkan aman.
Perbedaan hasil utama dengan perbedaan profil risiko dari populasi penelitian
dan regimen dosis profilaksis infus yang lebih tinggi pada penelitian sebelumnya
mungkin merupakan konsekuensi dari keterbatasan penelitian kami untuk melihat
perbedaan pada hasil primer. Penelitian kami memiliki keterbatasan lainnya.
Mengingat adanya kesulitan dalam validitas, perkiraan kehilangan darah postpartum,
kami menggunakan hasil klinis untuk mewakili kehilangan darah. Dalam protokol
kami, oksitosin diberikan hanya setelah pelahiran plasenta. Meskipun waktu
pemberian tidak memunculkan perbedaan, kami tidak dapat menjamin bahwa hasil
kami dengan dosis yang lebih tinggi akan sama jika kita memulai oksitosin profilaksis
sebelum melahirkan plasenta.

Secara keseluruhan, dosis oksitosin profilaksis yang lebih tinggi tampaknya


bermanfaat dalam mencegah perdarahan postpartum pada wanita yang melahirkan
secara sesar. Berdasarkan temuan negatif mengenai hasil utama kami, praktisi dapat
memilih untuk tidak menggunakan dosis tinggi oksitosin setelah persalinan
pervaginam. Atau, dapat memilih untuk menggunakan dosis 80 unit dengan
mempertimbangkan potensi manfaat berdasarkan temuan positif untuk hasil sekunder.
Monitoring, evaluasi, dan pelaporan penggunaan obat dosis tersebut pada populasi
yang lebih besar akan diperlukan untuk lebih menunjukkan keamanan dan efektivitas
dari regimen dosis yang lebih tinggi untuk persalinan pervaginam.
Penelitian stabilitas regimen oksitosin dosis tinggi diperlukan untuk
memfasilitasi penggunaan klinis yang efisien dan evaluasi. Karena kedua dosis dan
lamanya pemberian mungkin berperan, evaluasi selanjutnya juga harus menilai efek
dari berbagai durasi pemberian obat, terutama bila diberikan dalam waktu 30 menit.
f. Kesimpulan
Dibandingkan dengan dosis 10 unit, dosis 80 atau 40 unit oksitosin profilaktik
tidak mengurangi keseluruhan terapi perdarahan post partum, saat obat dimasukkan
ke 500 mL selama 1 jam persalinan pervaginam. Dosis 80 unit mengurangi kebutuhan
tambahan oksitosin dan risiko penurunan hematokrit 6%.

6. Telaah Kritis
Berdasarkan jurnal Critical Appraisal on Journal of Clinical Trials: 2012, Critical
appraisal merupakan bagian dari kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine)
diartikan sebagai suatu proses evaluasi secara cermat dan sistematis suatu artikel
penelitian untuk menentukan reabilitas, validitas, dan kegunaannya dalam praktik klinis.
Komponen utama yang dinilai dalam critical appraisal adalah validity, importancy, dan
applicability. Tingkat kepercayaan hasil suatu penelitian sangat bergantung dari disain
penelitian dimana uji klinis menempati urutan tertinggi. Telaah kritis meliputi semua
komponen dari suatu penelitian dimulai dari komponen pendahuluan, metodologi, hasil
dan diskusi. Masing-masing komponen memiliki kepentingan yang sama besarnya dalam
menentukan apakah hasil penelitian tersebut layak atau tidak digunakan sebagai referensi.
A. Analisis PICO

a. Population
Wanita hamil dengan persalinan pervaginam dengan usia kehamilan 24 minggu
atau lebih di Rumah Sakit Universitas, Birmingham, Alabama.
b. Intervention
Penggunaan 3 regimen dosis oksitosin profilaksis pada wanita dengan persalinan
pervaginam.
c. Comparation
Wanita yang melahirkan pervaginam diberikan oksitosin profilaksis dosis tinggi
(80 dan 40 unit) dibandingkan dengan wanita dengan persalinan normal yang
diberi oksitosin profilaksis dosis standar (10 unit).
d. Outcome
Dosis 80 atau 40 unit oksitosin profilaktik tidak mengurangi atonia uteri atau
perdarahan post partum pada persalinan pervaginam dibandingkan dengan dosis
10 unit. Dosis 80 unit mengurangi kebutuhan tambahan oksitosin dan risiko
penurunan hematokrit 6%.
Frekuensi Hasil/outcome (%)
80 unit

40 unit

(n=658)
Hasil primer
Uterotonika
Oksitosin
Uterotonka lain
Metergin
Hemabate
Ligasi arteri
Histerektomi
Tamponade foley
Emboli arteri
Transfusi darah

Hasil

P dibandingkan dengan 10 unit


80 unit

40 unit

(n=481)

10 unit
(n=659)

(n=658)

(n=481)

42 (6)

31 (6)

45 (7)

0.745

0.798

0.744

40 (6)
9 (1)
37 (6)
24 (4)
19 (3)
1 (< 1)
1 (< 1)
0 (0)
1 (< 1)
5 (< 1)

30 (6)
12 (2)
27 (6)
19 (4)
13 (3)
0 (0)
0 (0)
1 (< 1)
0 (0)
4 (< 1)

45 (7)
22 (3)
42 (6)
27 (4)
23 (3)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
1 (< 1)
7 (1)

0.580
0.018
0.567
0.672
0.533
0.500
0.500
NA
1.000
0.564

0.691
0.408
0.595
0.901
0.453
NA
NA
0.422
1.000
0.768

0.578
0.019
0.563
0.673
0.525
0.366
0.366
1.000
1.000
0.559

kecenderungan

B. Telaah Kritis VIA


a. Validitas
1. Apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan menggunakan desain
penelitian ini ?
Ya, penelitian ini menggunakan desain penelitian yang dapat menjawab
tujuan dari dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini digunakan desain
penelitian RCT
2. Apakah pasien diacak untuk intervensi dan

kelompok kontrol dengan

metode pengacakan yang didefinisikan dengan baik?


Ya, pada jurnal telah dijelaskan mengenai pengambilan sampel yaitu dengan
membagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol secara acak

3. Apakah daftar pengacakan tersembunyi dari pasien , dokter dan peneliti ?


ya. pada jurnal ini dijelaskan bahwa pasien, dokter dan peneliti dalam
penelitian ini tidak menyadari studi kelompok selama penelitian.
4. Apakah pasien dalam setiap kelompok memiliki karakteristik yang mirip
pada awal penelitian ?
ya. pada jurnal ini karakteristik saat awal penelitian pada setiap kelompok
adalah serupa.
5. Semua pasien dihitung pada akhir penelitian ?
ya. jumlah sampel awal penelitian sampai akhir penelitian yaitu 1.798
wanita.
6. Apakah intervensi yang dilakukan dijelaskan secara rinci cukup untuk
diikuti oleh orang lain?
ya. pada jurnal ini intervensi yang dilakukan dijelaskan secara rinci yaitu
dengan menggunakan dosis tinggi oksitosin pada kelompok intervensi.
b. Importance
1. Apakah penelitian ini penting?
Ya, penelitian ini penting mengingat masih banyaknya kejadian atonia uteri
dan perdarahan post partum maka penelitian ini penting untuk melihat
efektivitas oksitosin profilaksis dosis tinggi dan standar dalam mencegah
perdarahan post pasrtum..
c. Applicability
1. Apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan?
Hasil penelitian ini dapat diterapkan namun dosis tinggi oksitosin dibanding
dosis standar oksitosin tidak mengurangi kejadian atonia uteri atau
perdarahan secara signifikan pada persalinan pervaginam.
7. Kesimpulan
Jurnal ini valid, penting namun tidak dapat diterapkan.

You might also like