Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Selanjutnya, ayat (2) menyatakan: Setiap orang yang beragama bukan Islam
melakukan perbuatan jinayah yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana
di luar KUHP berlaku hukum jinayah.
Mengenai ayat (2) UU Pemerintahan Aceh juncto Pasal 5 huruf c Qanun Hukum
Jinayah, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Khamami Zada, memberi contoh khamar.
KUHP hanya mensyaratkan anasir di muka umum agar seseorang yang minum
khamar bisa dipidana. Qanun Jinayah tak mensyaratkan itu, sehingga orang yang
melakukan jarimah itu tidak di depan umum pun bisa dipidana.
Pasal 126 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan: (1)
Setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib menaati dan mengamalkan syariat
Islam; (2) Setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib
menghormati pelaksanaan syariat Islam. Di sini terlihat penggunaan asas subjek
dan asas teritorial. Asas subjek mengandung arti siapapun yang beragama Islam;
sedangkan asas territorial berarti berlaku untuk semua orang yang tinggal di Aceh.
Cuma, masih ada mekanisme yang belum jelas diatur. Qanun Hukum Acara Jinayat
tak secara gamblang mengatur bagaimana mekanisme non-Muslim menyatakan
tunduk sukarela, dan pada tahap apa pernyataan itu disampaikan. Apakah
seseorang bisa menarik kembali pernyataan tunduk sukarela itu?
Prinsipnya, seseorang bebas menyatakan kapan tunduk sukarela. Menurut Prof. Al
Yasa Abubakar, mantan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, masalah pernyataan
tunduk sukarela itu tak diatur karena sifatnya sukarela. Dia boleh menundukkan
diri kalau dia mau, tegas Guru Besar IAIN Ar-Raniry Banda Aceh
Salah satu contoh kasus yang terjadi oleh L Liu alias YM. Warga kota Sigli beragama
Budha ini dituduh menyimpan dan memperdagangkan khamar. Liu akhirnya diadili
di Mahkamah Syariyah Sigli. Dalam putusan perkara ini terungkap demikian.
Bahwa terdakwa selaku penganut Budha...terdakwa telah menyatakan
menundukkan diri secara sukarela pada hukum jinayah yang berlaku di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, oleh karena itu terdakwa tidak berkeberatan dan
bersedia disidangkan di Mahkamah Syariah Sigli. Pertimbangan ini bisa dilihat
dalam putusan Mahkamah Syariyah Sigli No. 02/JN/2008/MSy-SGI.
luas dari kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki Pengadilan Agama. Dalam UU
No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 ditegaskan bahwa
Tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang :
a. Perkawinan; e. Wakaf;
b. Waris; f. Infaq;
c. Wasiat; g. Shadaqah; dan
d. Hibah; h. Ekonomi Syariah
Kewenangan Mahkamah Syariyah diatur dalam 128 UU No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, yang selengkapnya berbunyi :
(1) Peradilan Syariat Islam di Aceh adalah bagian dari sistem Peradilan Nasional
dalam lingkup Peradilan Agama yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syariyah yang
bebas dari pengaruh pihak manapun.
(2) Mahkamah Syariyah merupakan pengadilan bagi setiap setiap orang yang
beragama Islam dan berada di Aceh.
(3) Mahkamah Syariyah berwenang memeriksa, mengedili, memutus, dan
menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum
keluarga), muamalat (hukum perdata), dan jinayat (hukum pidana) yang
berdasarkan atas syariat islam.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga),
muamalat (hukum perdata), dan jinayat (hukum pidana) sebagaimana dimaksud
ayat (3) diatur dengan Qanun.
Kewenangan Mahkamah Syariyah sebagaimana tersebut di atas juga telah diatur
dalam Qanun Prov. NAD No. 10 Tahun 2002, yaitu dibidang :
a) Al-Ahwal al-Sakhshiyah
b) Muamalat;
c) Jinayat
Kewenangan Mahkamah Syariyah di bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga),
diantaranya meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 49 UU No. 3 tahun 2006
tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989, kecuali waqaf, hibah, shadaqah,
zakat, infaq, dan ekonomi syariah.
Kewenangan Mahkamah Syariyah di bidang muamalat (hukum perdata),
diantaranya meliputi hukum kebendaan dan perikatan, seperti : jual beli, hutang
piutang, qirad (permodalan), musaaqah, muzaraah, mukhabarah (bagi hasil
pertanian), wakilah (kuasa), syirkah (perkongsian), ariah (pinjam meminjam), hijru
(penyitaan harta), rahnun (gadai), ihyaul mawat (pembukaan lahan), madin
(tambang), luqathah (barang temuan), ijarah (sewa menyewa), takaful
(penjaminan) perbankan, perburuhan, harta rampasan, waqaf, shadaqah, hadiah,
zakat, infaq, dan ekonomi syariah. Kewenangan Mahkamah Syariyah di bidang
jinayat (hukum pidana) diantaranya adalah :
5
juga tidak memiliki kuasa penuh. Kekuasaan di Indonesia sudah dibagi pada
legislatif dan yudikatif di luar eksekutif. Sehingga kinerja pemimpin tetap terpantau
dan tetap berada di jalur konstitusi yang sudah disepakati wakil rakyat. Mereka
seolah hanya sebagai jembatan antara rakyat dan konstitusi.
Kecuali itu, sebelum menjadi pemimpin, mereka telah melewati mekanisme
pemilihan calon, penyaringan ketat dan verifikasi KPU. Mereka juga sebelum dilantik
diambil sumpah jabatan. Jadi dalam hal ini kami lebih cenderung sepakat dengan
pendapat Al-Mawardi yang membolehkan non muslim menduduki posisi eksekutif.
Di sinilah letak kearifan hukum Islam.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Propinsi Aceh sebagai bagian dari kesatuan Negara Republik Indonesia
merupakan daerah yang pertama kali di klaim sebagai masuknya ajaran
Islam ke Indonesia. Setelah sekian lama ajaran Islam berkembang di Aceh,
maka tidak dapat dipungkiri jika kebudayaan, adat istiadat, dan nilai-nilai
dasar yang hidup di dalam sanubari masyarakat Aceh bersumber dari ajaran
Islam. Aceh sebagai daerah yang memiliki pengalaman sejarah yang dalam
7
penyesuaiannya sudah relatif sangat lentur dengan budaya lokal dan dapat
menjadi tempat untuk pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah. UU No. 44
Tahun 1999 dan UU 18 tahun 2001 membawa semangat formalisasi syarit Islam
dalam aturan formal berupa Qanun. Lewat Qanun inilah berbagai aturan syarit
Islam dapat ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
b. Saran
Dalam makalah ini penulis sarankan kepada para pembaca untuk
mempelajari landasan dalam penerapan syariat Islam dengan begitu, dapat
menambah wawasan kita dalam mengetahui agama Islam di Aceh sehingga
kita tidak salah memahami dan salah paham akan hakekat hukum islam itu
sendiri.