Professional Documents
Culture Documents
Pura Jagatnata Di Banguntapan Perpaduan Arsitektur Jawa Dan Bali
Pura Jagatnata Di Banguntapan Perpaduan Arsitektur Jawa Dan Bali
Desember 2014
ABSTRACT
THE BACKGROUND OBJECT. Jagatnata Temple in Banguntapan is one of the place of
worship for Hindus. Jagatnata temple is located in the Pura street Number 370, Plumbon village,
Banguntapan district, Bantul regency, Yogyakarta province. Jagatnata temple is so interesting
scientific papers to be made because of the Architecture blend of Bali and the Architecture of Java in
the temple building Jagatnata. THE PURPOSE. The purpose of this paper is to provide knowledge
and insight into the blend of Architecture of Bali and the Architecture of Java in the temple building
Jagatnata. THE PROBLEM. This paper discusses about the Architecture blend of Bali and the
Architecture of Java in temple building Jagatnata. THE METHOD. The method used is literature,
interviews with general instructions, observation without participate, and photography. THE RESULT.
The result of this paper showed that the Jagatnata temple has a blend of Balinese Architectural style
and the Architecture of Java. The Architecture of Bali and the Architecture of Java are applied to form
the facade of the building, the concept of space, and philosophy.
KEYWORDS: Jagatnata Temple, The Architecture of Bali, The Architecture of Java, The blend of
the Architecture of Bali and the Architecture of Java
ABSTRAK
LATARBELAKANG OBJEK. Pura Jagatnata di Banguntapan adalah tempat beribadah untuk
umat hindu. Pura Jagatnata berlokasi di Jl. Pura. No. 370, Plumbon, Banguntapan, Bantul,
Yogyakarta. Pura Jagatnata menarik untuk dijadikan karya ilmiah karena adanya perpaduan
Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa pada bangunan Pura Jagatnata. TUJUAN. Tujuan dari tulisan ini
adalah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan tentang perpaduan Arsitektur Bali dan
Arsitektur Jawa pada bangunan Pura Jagatnata. PROBLEMA. Tulisan ini membahas tentang
perpaduan Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa pada bangunan Pura Jagatnata. METODE. Metode
yang digunakan adalah dengan studi pustaka, wawancara dengan petunjuk umum wawancara,
pengamatan tanpa berperanserta, dan fotografi. HASIL. Pura Jagatnata memiliki perpaduan gaya
antara Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa. Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa diterapkan pada bentuk
fasad bangunan, konsep ruang, dan filosofinya.
KATA KUNCI : Pura Jagatnata, Arsitektur Bali, Arsitektur Jawa, Perpaduan Arsitektur Bali dan
Jawa.
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
LATAR BELAKANG OBJEK. Pura Jagatnata di Banguntapan adalah tempat beribadah
untuk umat hindu. Pura Jagatnata berlokasi di Jl. Pura. No. 370, Plumbon, Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta. Pura Jagatnata dibangun oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia
Rumusan Masalah
RUMUSAN MASALAH. Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan penulisan ini
adalah :
Bagaimana perpaduan Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa pada bangunan Pura
Jagatnata di Banguntapan ?
Apa saja unsur unsur arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa yang diterapkan pada
bangunan Pura Jagatnata di Banguntapan ?
Tujuan Penulisan
TUJUAN PENULISAN. Penulisan ini bertujuan untuk :
2. KAJIAN PUSTAKA
PURA
PENGERTIAN PURA. Kata Pura berasal dari bahasa kawi (Jawa Kuno) yang berarti
kubu, benteng, istana, kerajaan, kota. Secara konsepsional dan fungsional Pura di Bali
sama dengan candi di pulau Jawa. Candi di Jawa adalah lambang Bhuwana Agung atau
Alam Semesta. Menurut agama Hindu Bhuwana terdiri dari tiga lapisan, yaitu Bhur Loka,
Bhuwah Loka, dan Swah Loka. Candi melambangkan Bhuwana Agung secara vertikal,
sedangkan Pura melambangkan Bhuwana Agung secara horizontal. Bagian luar Pura atau
jaba sisi disebut Nista Mandala adalah lambang Bhur Loka, dan Bagian tengah atau Jaba
tengah disebut Madhya Mandala adalah lambang Bhuwah Loka, dan bagian dalam Pura
atau Jeroan disebut Utama Mandala merupakan Lambang Swah Loka. (Kusumadewi, 1995)
FUNGSI PURA. Pura mempunyai fungsi utama yang sama dengan candi, yaitu sebagai
tempat pemujaan dewa tertentu manifestasi Sang Hyang Widhi atau Dewa Prastistha dan
tempat pemujaan roh suci atau Atma Prastistha. Pura sebagai tempat pemujaan adalah
fungsi vertikal sedangkan fungsi horizontal Pura adalah sebagai media untuk merukunkan
sesama umat Hindu dengan segala lapisannya secara bertahap menuju kerukunan seluruh
umat. (Kusumadewi, 1995)
JENIS JENIS PURA.Pura pura dibagi dan dibedakan menjadi lima kategori, yaitu :
Padmasana
POSTUR DAN FUNGSI PADMASANA. Bentuk bangunan Padmasana serupa dengan
candi yang dikembangkan dengan pepalihan. Padmasana tidak menggunakan atap.
Bangunannya terdiri atas bagian bagian kaki yang disebut tepas, badan atau batur dan
kepala yang disebut sari. Fungsi utama Padmasana adalah sebagai tempat pemujaan
Tuhan Yang Maha Esa. Bangunan suci untuk memuja Tuhan dalam fungsinya sebagai jiwa
alam semesta (makrokosmos) dengan segala aspek kemahakuasaannya (dewa Pratisthta).
(Dwijendra, Arsitektur Bangunan Suci Hindu, 2008)
Candi Bentar
POSTUR DAN FUNGSI CANDI BENTAR. Bangunan terbuka setinggi sepuluh meter
atau lebih, Bangunan ini terbentuk seperti terbelah, terdiri dari dua bagian, sisi kiri dan sisi
kanan, berhiaskan ornamen ornamen. Sebagai pintu masuk pekarangan pura, dari sisi
luar ke sisi tengah. (Kusumadewi, 1995)
Kori Agung
POSTUR DAN FUNGSI KORI AGUNG. Bangunan setinggi sepuluh meter atau lebih
yang bagian kepalanya memakai mahkota segi empat atau segi banyak, bertingkat tingkat
mengecil ke atas, di hiasi dengan ornamen ornamen yang mempunyai makna khusus.
Berfungsi sebagai pintu masuk untuk sajen atau tarian suci, merupakan peralihan dari sisi
tengah ke sisi dalam. Bentuknya mirip dengan Candi Bentar, hanya tidak terbelah.
(Kusumadewi, 1995)
Dwarakala
POSTUR DAN FUNGSI DWARAKALA. Patung penjaga yang berwujud menyeramkan
seperti raksasa, yang sebenarnya adalah anak anak Dewa Siwa. letaknya di sisi kiri kanan
Kori Agung. Sebagai simbol melambangkan bahwa untuk masuk pura (menuju Tuhan) itu
susah, banyak roh jahat, sehingga perlu dijaga oleh para penjaga, Memasuki pura berarti
jiwa kita harus sudah bersih selain itu juga untuk menghalangi masuknya roh jahat ke dalam
pura. (Kusumadewi, 1995)
ARSITEKTUR BALI
KONSEP TATA RUANG ARSITEKTUR BALI. Arsitektur tradisional Bali memiliki
beberapa konsep konsep dasar yang mempengaruhi nilai tata ruangnya, antara lain :
Konsep Rwa Bhineda, konsep perpaduan antara dua kekuatan di sekitar manusia.
Hal ini yang mendasari terjadinya pembagian menjadi dua, seperti : baik dan buruk,
laki laki dan perempuan, dan sebagainya. Menciptakan keselarasan dengan cara
menyatukan antara unsur purusha (akasa) dan pradhana (pertiwi) dapat
mewujudkan bibit kehidupan (Budiharjo, 2013)
Konsep Tri Hita Karana, untuk menyelaraskan antara bhuana agung / alam
semesta dengan bhuana alit / manusia, maka setiap lingkungan kehidupan dibuat
Prana / tenaga
Tenaga
(yang
menggerakan alam)
Pawongan
(warga
desa)
Pawongan
(warga
banjar)
Penghuni rumah
Prana
sabda,
idep)
Angga / Fisik
Unsur unsur
Panca Maha Bhuta
Palemahan
(wilayah desa)
Palemahan
(wilayah banjar)
Pekarangan rumah
(tenaga Angga
bayu, dan manusia)
(badan
Konsep Tri angga, konsep ini lebih menekankan pada tiga nilai fisik yaitu, Utama
Angga (kepala) , Madya Angga (badan), dan Nista Angga (kaki). (Dwijendra,
Arsitektur Tradisional Bali, 2008)
Tabel 2. Konsep Tri Angga dalam susunan Kosmos
Unsur
Alam semesta
Wilayah
Perumahan
Rumah tinggal
Bangunan
Manusia
Masa / waktu
Utama Angga
Swah Loka
Gunung
Kahyangan Tiga
Sanggah /
pemerajan
Atap
Kepala
Masa depan
(watamana)
Madya Angga
Bhuah Loka
Dataran
Pemukiman
Tegak umah
Nista Angga
Bhur Loka
Laut
Setra / kuburan
Tebe
Kolom / dinding
Badan
Masa kini (nagat)
Lantai / bebaturan
kaki
Masa lalu (atita)
ARSITEKTUR JAWA
KONSEP RUANG ARSITEKTUR JAWA. Susuna Ruang pada Arsitektur Jawa terbagi
dalam dua komponen, yang bersifat private intim atau keramat disebut Dalem (dalam), dan
yang luar, sebagai tempat bergaul dengan masyarakat diberi nama Pelataran atau Njaba
(halaman luar). Pada bagian pelataran dibangun Pendopo (bangunan tambahan), yang
berfungsi sebagai pertemuan dialog antara penghuni rumah dan masyarakat..
(Mangunwijaya, 2013) Ruang induk terdiri dari Pendapa, Pringgitan, kuncungan, dan pada
bangunan Dalem ageng terdapat senthong yang terdiri dari sentong kiwa, sentong tengen,
dan sentong tengah. Rumah tambahan terletak di samping dan di belakang rumah induk,
terdiri dari Gandhok, Gadri, Pawon dan Pekiwan. (Budiwiyanto, 2009)
POSTUR JOGLO. Bangunan joglo berbentuk bujur sangkar dengan mempunyai 4 buah
tiang utama yang terletak di tengah yang disebut Saka Guru. Di antara keempat saka
terdapat Blandar yang bersusun yang disebut Blandar Tumpangsari. Pada bangunan ini
terdapat bagian kerangka yang disebut sunduk kili, yang berfungsi sebagai penyiku atau
penguat bangunan agar tidak berubah posisinya. Sunduk Kili terletak pada ujungan atas
Saka Guru di bawah Blandar. (Budiwiyanto, 2009)
LETAK DAN FUNGSI PENDOPO. Pendopo tedapat dibagian Pelataran yang
diperuntukan untuk umum. Bagian ini berfungsi sebagai pertemuan dialog antara penghuni
rumah dan masyarakat.Ruang Pendopo bersifat terbuka. Ruang Pendopo terletak pada
bagian depan sehingga Pendopo cenderung dibuat berkesan megah dan berwibawa oleh
pemiliknya. Bentuk serta ukuran bangunan Pendopo dapat mencerminkan kedudukan,
pangkat, dan derajat pemiliknya. (Budiwiyanto, 2009)
KOMPONEN KOMPONEN PENDOPO. Komponen komponen Pendopo terdiri dari :
Saka guru, merupakan ciri khas bangunan berbentuk Joglo. Saka guru dibentuk
oleh empat buah tiang pokok sebagai penyangga Pamidhangan yang terletak di
tengah tengah. Saka guru dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu, umpak yang
terletak pada bagian bawah tiang, Saka (tiang) yang merupakan badan dari saka
tersebut, dan bagian atas disebut kepala (mayangkara) yang berfungsi sebagai
penguat. (Budiwiyanto, 2009)
Tumpangsari, merupakan balok balok yang susunannya secara piramida makin
keatas makin menyempit. Lubangbagian paling atas pada tumpangsari yang ditutup
dengan papan kayu disebut ceplok (singub) atau sering disebut dengan istilah langit
langit. Tumpangsari dibuat dalam lima, tujuh, dan sembilan tingkatan yang semakin
keatas semakin mengecil. (Budiwiyanto, 2009)
Dhadhapeksi, diantara dua buah singub, tepat di tengahnya terdapat sebuah balok
melintang yang disebut dhadhapeksi. Dhadhapeksi dibuat penuh dengan hiasan dan
terlihat sangat dominan. Dhadhapeksi dihias dengan berbagai macam motif dan
diberi berbagai macam warna. (Budiwiyanto, 2009)
Mayangkara, pada saka guru Mayangkara berfungsi sebagai penguat saka pada
bangunan rumah joglo. Ragam hias yang terdapat pada Mayangkara terdiri dari motif
hias tumbuh tumbuhan dan motif geometris. (Budiwiyanto, 2009)
Ompak, atau sering disebut juga umpak adalah merupakan alas tiang yang dibuat
dari batu alam (keras). Biasanya batu alam ini berwarna hitam. Pada bagian atas
dibuat agak ciut agar terlihat lebih artistik dan diatasnya dibuat lubang persegi
sebagai lubang purus tiang. Umpak yang berwarna hitam dimaksudkan untuk
melambangkan Tuhan sebagai pencipta bumi dan lautan sebagai tempat hidup
manusia. (Budiwiyanto, 2009)
METODE PENULISAN
PENGANTAR. Pada penulisan ini menggunakan beberapa metode penulisan, yaitu
studi pustaka, wawancara dengan petunjuk umum wawancara, pengamatan tanpa
berperanserta, dan fotografi. Metode tersebut dipilih karena paling tepat digunakan pada
penulisan ini. Berikut ini, penjelasan tentang metode yang digunakan dan pelaksanannya.
TEORI STUDI PUSTAKA. Studi pustaka merupakan langkah awal dalam metode
pengumpulan data. Studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penulisan. Sumber sumber pustaka dapat berupa buku buku referensi, bibliografi buku
buku teks, indeks jurnal ilmiah, indeks Buletin dan majalah, indeks surat kabar / koran dan
tabloid, indeks dokumen, indeks manuskrip, dan sumber sumber lainnya. (Zed, 2008)
PELAKSANAAN. Pada penulisan ini, studi pustaka pertama dilakukan dengan
pengumpulan pustaka berupa buku buku dan jurnal - jurnal terkait dengan pokok bahasan
ke perpustakaan Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan Internet. Kedua, penulis mulai
membaca pustaka yang sudah terkumpul dan mulai mengutip beberapa data data pada
pustaka yang diperlukan pada penulisan ini. Ketiga, data data yang sudah diperoleh dari
pustaka disusun / dirangkai dengan rapi pada tulisan ini.
TEORI WAWANCARA DENGAN PETUNJUK UMUM WAWANCARA. Wawancara
dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, jenis wawancara ini
mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok pokok yang
dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan
pemilihan kata kata untuk wawancara dalam hal tertentu tidak perlu dilakukan
Elemen Arsitektur
Foto
Foto
Foto
PENGANTAR. Dari temuan yang ditemukan di lapangan, perpaduan Arsitektur Bali dan
Jawa terdapat pada bangunan Pura Jagatnata. Penerapannya mulai dari konsep ruang,
bentuk fasad, fungsi, hingga filosofinya. Berikut ini beberapa rumusan pembahasan yang
akan dibahas pertama tentang kesamaan konsep ruang antara Arsitektur Bali dan Arsitektur
Jawa. Kedua, tentang perpaduan elemen Arsitektur. Dan ketiga, Perubahan Fungsi
Bangunan.
4. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Bali dan
Arsitektur Jawa sangat berpengaruh pada bangunan Pura Jagatnata. Perpaduan Arsitektur
Bali dan Arsitektur Jawa pada bangunan Pura Jagatnata penerapannya mulai dari konsep
ruang, bentuk fasad, fungsi, hingga filosofinya. Konsep ruang arsitektur bali dan arsitektur
jawa memiliki persamaan. Terdapat perpaduan elemen Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa
seperti bentuk fasad bangunan dan Tumpangsari berornamen Bali. Dan terdapat berubahan
fungsi pendopo dari yang bersifat profan menjadi bersifat sakral. Perpaduan Arsitektur Bali
dan Arsitektur Jawa pada bangunan Pura Jagatnata terjadi karena adanya pengaruh dari
lokasi Pura Jagatnata yang berada di pulau jawa tepatnya daerah Banguntapan, Yogyakarta
dan masyarakat hindu yang bermigrasi dari pulau Bali ke pulau Jawa yang berkembang
didaerah Banguntapan, Yogyakarta.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama tama ucapan terimakasi saya sampaikan terlebih dahulu kepada orang tua
saya yang telah membiayai perkuliah yang saya jalani saat ini. Kedua, ucapan terimakasi
saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Y. Djarot Purbadi, M.T. yang telah memberikan
6. DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, R. (2013). Konsep Arsitektur Bali Aplikasinya Pada Bangunan Puri. NALARs volume 12
No 1 , 17 - 42.
Budiwiyanto, J. (2009). Penerapan Unsur - Unsur Arsitektur Tradisional Jawa Pada Interior Public
Space Di Surakarta. Jurnal Seni Budaya Vol 7, No 1 , 1-21.
Dwijendra, N. K. (2008). Arsitektur Bangunan Suci Hindu. Denpasar: Udayana University Press.
Dwijendra, N. K. (2008). Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Udayana Universuty Press.
Kusumadewi, N. D. (1995). Analisis Penerjemahan Istilah - Istilah Bangunan Yang Terdapat Dalam
Pura Ke Dalam Bahasa Jerman. 1 - 77.
Mangunwijaya, Y. B. (2013). Wastu Citra Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M. (2005). Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya .
Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.