You are on page 1of 27

LABORATORIUM FARMASEUTIKA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN PRAKTIKUM
EMULSIFIKASI

OLEH :
NAMA

: M. ALFIAN PARTANG

NIM

: N11107010

KELOMPOK : I
ASISTEN

MAKASSAR
2008

BAB I
PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau

lebih cairan yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi
diantaranya dari bahasa latin (Emulgere = memerah) dan berpedoman
pada susu sebagai jenis suatu emulsi alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi.
Dibedakan antara emulsi cairan , yang ditentukan untuk kebutuhan dalam
(emulsi minyak ikn, emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar.
Yang terakhir dinyatakan sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia
adalah emulsi kental (dalam peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan
obat seperti salap dan suppositoria dapat menggambarkan emulsi dalam
pengertian fisika.
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang
tidak stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya
tidak saling bercampur
Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi
dengan menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80
dan Span 80. Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator
merupakan faktor yang penting untuk diperlihatkan karena mutu dan

kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang


digunakan.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu :
a.

Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di


dalam fasa air

b.

Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki

beberapa keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan


bau yang tidak enak dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat
luar misalnya untuk kulit atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan
oral.
I.2

Maksud dan Tujuan

I.2.1

Maksud percobaan
Mengetahui

dan

memahami

hal-hal

yang

berperan

dalam

pembuatan dan kestabilan dari suatu emulsi.


I.2.2
1.

Tujuan Percobaan

Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan


dalam pembuatan emulsi

2.

Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan.

3.

Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.

4.

Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan


emulsi.

I.3 Prinsip Percobaan


Penentuan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi
HLB butuh dan penentuan kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh
yang bervariasi yang didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi
tersebut, misalnya perubahan volume, perubahan warna dan pemisahan
fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi
yang dipaksakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Teori Umum
Emulsi adalah suatu sistem yang secara termodinamika tidak stabil,

terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan emuulgator. (1)
Emulsi yang digunakan dalam bidang farmasi adalah sediaan yang
mengandung dua cairan immiscible yang satu terdispersi secara seragam
sebagai tetesan dalam cairan lainnya. Sediaan emulsi merupakan
golongan

penting

dalam

sediaan

farmasetik

karena

memberikan

pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk beberapa
bahan berminyak yang tidak diinginkan oleh pasien (2).
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fasa terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu : (5)
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak terdispersi di
dalam fasa air.
2. Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam
fasa minyak (5).
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan
faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu
emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu
emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.

Mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan antarmuka permukaan


air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globulglobul fasa terdispersinya (5).
Mekanisme kerja emulgator surfaktan, yaitu :
1. membentuk lapisan monomolekuler ; surfaktan yang dapat
menstabilkan emulsi bekerja dengan membentuk sebuah lapisan tunggal
yang diabsorbsi molekul atau ion pada permukaan antara minyak/air.
Menurut

hukum

Gibbs

kehadiran

kelebihan

pertemuan

penting

mengurangi tegangan permukaan. Ini menghasilkan emulsi yang lebih


stabil karena pengurangan sejumlah energi bebas permukaan secara
nyata adalah fakta bahwa tetesan dikelilingi oleh sebuah lapisan tunggal
koheren yang mencegah penggabungan tetesan yang mendekat.
2. Membentuk lapisan multimolekuler ; koloid liofolik membentuk
lapisan multimolekuler disekitar tetesan dari dispersi minyak. Sementara
koloid hidrofilik diabsorbsi pada pertemuan, mereka tidak menyebabkan
penurunan tegangan permukaan. Keefektivitasnya

tergantung pada

kemampuan membentuk lapisan kuat, lapisan multimolekuler yang


koheren.
3. Pembentukan kristal partikel-partikel padat ; mereka menunjukkan
pembiasan ganda yang kuat dan dapat dilihat secara mikroskopik
polarisasi. Sifat-sifat optis yang sesuai dengan kristal mengarahkan
kepada penandaan Kristal Cair. Jika lebih banyak dikenal melalui struktur
spesialnya

mesifase

yang

khas,

yang

banyak

dibentuk

dalam

ketergantungannya dari struktur kimia tensid/air, suhu dan seni dan cara
penyiapan emulsi. Daerah strukturisasi kristal cair yang berbeda dapat
karena pengaruh terhadap distribusi fase emulsi.
4. Emulsi yang digunakan dalam farmasi adalah satu sediaan yang
terdiri dari dua cairan tidak bercampur, dimana yang satu terdispersi
seluruhnya sebagai globula-globula terhadap yang lain. Walaupun
umumnya kita berpikir bahwa emulsi merupakan bahan cair, emulsi dapat
dapat diguanakan untuk pemakaian dalam dan luar serta dapat digunakan
untuk sejumlah kepentingan yang berbeda (3).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan emulgator yang
mencegah koslesensi, yaitu penyatuan tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan)
menstabilkan dengan cara menempati daerah antar muka antar tetesan
dan fase eksternal dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan brekoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel
yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar
permukaan dari fase, hingga meninggalkan proses emulsifikasi selama
pencampuran (2).
Menurut teori umum emulsi klasik bahwa zat aktif permukaan
mampu menampilakn kedua tujuan yaitu zat-zat tersebut mengurangi
tegangan

permukaan

(antar

permukaan)

dan

bertindak

sebagai

penghalang bergabungnya tetesan karena zat-zat tersebut diabsorbsi

pada antarmuka atau lebih tepat pada permukaan tetesan-tetesan yang


tersuspensi. Zat pengemulsi memudahkan pembentukan emulsi dengan 3
mekanisme : (1)
1. Mengurangi tegangan antarmuka-stabilitas termodinamis
2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka yang halus-pembatas
mekanik untuk penggabungan.
3. Pembentukan lapisan listrik rangkap-penghalang elektrik untuk
mendekati partikel(1).
HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di
bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam
tipe system:
Nilai HLB

Tipe system

36

A/M emulgator

79

Zat pembasah (wetting agent)

8 18

M/A emulgator

13 15

Zat pembersih (detergent)

15 18

Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin
hidrofil. (6)
Cara menentukan HLB ideal dan tipe kimi surfaktan dilakukan
dengan eksperimen yang prosedurnya sederhana, ini dilakukan jika
kebutuhan HLB bagi zat yang diemulsi tidak diketahui. Ada 3 fase:

a. Fase I
Dibuat 5 macam atau lebih emulsi suatu zat cair dengan sembarang
campuran surfaktam, dengan klas kimi yang sama, misalnya campuran
Span 20 dan Tween 20. Dari hasil emulsi dibedakan salah satu yang
terbaik diperoleh HLB kira-kira. Bila semua emulsi baik atau jelek maka
percobaan diulang dengan mengurangi atau menambah emulgator.
b. Fase II
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB di sekitar HLB yang
diperoleh dari fase I. dari kelima emulsi tersebut dipilih emulsi yang terbaik
maka diperoleh nilai HLB yang ideal.
c. Fase III
Membuat 5 macam emulsi lagi dengan nilai HLB yang ideal dengan
menggunakan bermacam-macam surfaktan atau campuran surfaktan.dari
emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang
paling baik (ideal) (6).

II.2 Uraian Bahan


1. Span 80 (4:567)
Nama resmi

: Sorbitan monooleat

Nama lain

: Sorbitan atau span 80

RM

: C3O6H27Cl17

Pemerian

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau


karakteristik dari asam lemak.

Kelarutan

: Praktis

tidak

larut

dalam air dan dapat

tetapi

terdispersi

bercampur

dengan

alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.


Kegunaan

: Sebagai emulgator dalam fase minyak

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh

: 4,3

2. Tween 80 (4: 509)


Nama resmi

: Polysorbatum 80

Nama lain

: Polisorbat 80, tween

Pemerian

: Cairan kental, transparan, tidak berwarna,


hampir tidak mempunyai rasa.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P


dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
biji kapas P

Kegunaan

: Sebagai emulgator fase air

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh

: 15

3. Air suling (4:96)


Nama resmi

: Aqua destilata

Nama lain

: Air suling

RM/BM

: H2O / 18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai fase air

Minyak kelapa (4 ; 456)


Nama resmi
Nama lain
Bobot jenis
Pemerian

: Oleum Cocos
: Minyak kelapa
: 0,845 0,905 g/ml
: Cairan jernih; tidak berwarna atau kuning

Kelarutan

pucat; bau khas, tidak tengik


: Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P
pada suhu 600C; sangat mudah larut
dalam kloroform P dan juga mudah larut

Penyimpanan
Kegunaan
II.3
Prosedur Kerja

dalam eter P.
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk.
: sebagai fase minyak

1. Hitung jumlah tween dan span yang dibutuhkan untuk masingmasing HLB butuh.

10

2. Timbang masing-masing minyak, air, tween dan span sejumlah


yang dibutuhkan .
3. Campukan minyak dengan span dan air dengan tween lalu
panaskan di atas penangas air sampai suhu 70 oC.
4. Tambahkan campuran minyak di dalam campuran air dan segera
diaduk dengan pengaduk listrik pada kecepatan dan waktu yang
sama.
5. Masukkan ke dalam tabung sendimentasi dan beri tanda untuk
masing-masing HLB.
6. Amati kestabilan selama 5 hari.
7. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.

BAB III
METODE KERJA
III.1

Alat dan bahan

11

III.1.1

Alat yang digunakan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang

pengaduk, botol semprot, cawan porselen, gelas kimia 250ml, gelas ukur
100ml, mixer, penangas air, pencatat waktu, pipet tetes, termometer,
tissue roll, timbangan analitik.
III.1.2

Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium

foil, aquadest, span 80, tween 80 dan minyak kelapa.


III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Tween 80 dan span 80 ditimbang dalam cawan porselen sesuai
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 12, HLB
butuh 13, HLB butuh 14.
3. Dimasukkan 86 ml air suling ke dalam gelas piala 100 ml
kemudian ditambahkan tween 80 yang telah ditimbang dengan
HLB butuh 12, lalu diaduk dan dipanaskan air hingga suhunya
70oC(dinyatakan sebagai fase air).
4. ke dalam cawan porselen yang berisi span dituangkan minyak
kelapa sebanyak 10 ml kemudian diaduk dan dipanaskan di atas
penangas air sampai suhu 70oC (dinyatakan sebagai fase
minyak).
5. Setelah mencapai suhu 70oC pemanasan dihentikan, dan fase
minyak diemulsikan ke dalam fase air sedikit demi sedikit lalu

12

diaduk dengan pengaduk elektrik (mixer) secara intermitten


shaking.
6. Emulsi dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml
7. Cara yang sama dilakukan untuk HLB 13 dan 14 dengan volume
air suling masing-masing 85 ml dan 84 ml.
8. Dilakukan pengamatan selama 5 hari.
9. Ditentukan kestabilan emulsi berdasarkan perubahan warna,
perubahan volume dan pemisahan fase.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

IV.1

Data Pengamatan

13

Tabel Perubahan Volume


Hari
ke-

Variasi Konsentrasi Tween dan Span

1.

HLB butuh 12
Volume = 83 ml

HLB butuh 13
Volume = 73 ml

HLB butuh 14
Volume = 74 ml

2.

Volume = 83 ml

Volume = 73 ml

Volume = 74 ml

3.

Volume = 83 ml

Volume = 71 ml

Volume = 74 ml

4.

Volume = 80 ml

Volume = 71 ml

Volume = 74 ml

5.

Volume = 80 ml

Volume = 71 ml

Volume = 74 ml

IV.2 Perhitungan
a.

HLB butuh 12

4/100 x 100g

4g

Tween 80

Span 80

4g a

(HLB x tween) + (HLB x span)

HLB butuh x berat

( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 4 a))

12 x 4g

10,7a + 17,2

48g

10,7a

30,8g

2,87g

Tween 80

2,87g

Span 80

4 g 2,87g

= 1,13g

Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g


Air

= 100 g (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)

14

= 100 g - ( 2,87g + 1,13g + 10g)


= 86 g

b. HLB butuh 13

5/100 x 100g

5g

Tween 80

Span 80

5g a

(HLB x tween) + (HLB x span)

HLB butuh x berat

( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 5 a))

13 x 5g

10,7a + 21,5

48g

10,7a

26,5g

2,47g

Tween 80

2,47g

Span 80

5 g 2,47g

= 2,53g

Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g


Air

= 100 g (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)


= 100 g - ( 2,47g + 2,53g + 10)
= 85 g

c. HLB butuh 14

6/100 x 100g

6g

Tween 80

Span 80

6g a

(HLB x tween) + (HLB x span)

HLB butuh x berat

15

( 15 x a ) + ( 4,3 x ( 6 a))

14 x 6g

10,7a + 25,8

84g

10,7a

58,2g

5,439g

Tween 80

5,439g

Span 80

6 g 5,439g = 0,561g

Minyak kelapa 10 % = 10 / 100 x 100 g = 10 g


Air

= 100 g (Tween 80 + Span 80 + minyak kelapa)


= 100 g - ( 5,439g + 0,561g + 10)
= 84g

BAB V
PEMBAHASAN

16

Emulsi adalah suatu sistem yang secara termadinamik tidak stabil,


terdiri dari paling sedikit dua fasa sebagai globul-globul dalam fasa cair
yang lainnya. Sistem ini biasanya distabilkan dengan adanya emulsi.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air.
Berdasarkan fase terdispersinya dikenal dua jenis emulsi, yaitu
1. Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak terdispersi di dalam
fase air.
2.

Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase air terdispersi


di dalam fase minyak

Apabila menggunkan surfaktan sebagai emulgator dsapat pula terjadi


emulsi dengan sistem yang kompleks (multiple emulsion). Sistem ini
merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan suatu emulgator
merupakan faktor yang penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi
banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator
yang yang banyak digunakan adalah zat aktif permukaan atau lebih
dikenal dengan surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah
menurunkan tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk
lapisan film pada permukaan globul-globul fase terdisperisnya.Tipe emulsi
dapat ditentukan dari jenis surfaktan digunakan. Secara kimia, molekul
surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar. Apabila surfaktan
dimasukkan ke dalam sistem yang dari air dan minyak, maka guugus
polar akan terarah ke fasa air sedangkan gugus non polar terarah ke fasa

17

minyak. Surfaktan yang mempunyai gugus polar lebih kuat akan


cenderung membentuk emulsi minyak dalam air, sedangkan bila gugus
non polar yang lebih kuat maka akan cenderung membentuk emulsi air
dalam minyak.
Berbagai tipe bahan telah digunakan dalam farmasi sebagai zat
pengemulasi jumlahnya ratusan bahkan, ribuan yang telah dites
kemampuan emulsifikasinya. Walaupun dalam hal ini tidak ada maksud
untuk membicarakan masing-masing zat ini dalam emulasi farmasi, tapi
baik untuk dicatat tipe bahan-bahan yang umumnya digunakan sebagai
zat pengemulsi secara umum. Di antara zat pengemulsi dan zat penstabil
untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut :
1. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami :
aksia (gom) tragakan, agar, kondrus, dan paktin. Bahan-bahan ini
membentuk koloida hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan
mumumnya menghasilkan emulsi m/a. Gom mungkin merupakan
zat pengemulsi yang paling sering digunakan dalam preparat
emulasi yang dibuat baru (r.p) oleh ahli farmasi di apotek. Tragakan
dan agar umumnya digunakan sebagai zat pengental dalam
produk-produk yang dihasilkan dengan gom.
2. Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur,dan kasein. Zat-zat ini
manghasilkan emulasi m/a. Kerugian gelatin sebagai suatu zat
pengemulasi adalah bahwa emulasi yang disiapkan dari gelatin
seringkali terlalu cair pada pendiaman.

18

3. Alkohol dengan bobot molekul tingi seperti: stearil alkohol, setil


alkohol, dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini digunakan
terutama sebagai zat pengantal dan penstabil untuk emulasi m/a
dari latio dan salep tertentu dan digunakan sebagai obat luar .
kolesterol dan turunan kolesterol bisa juga digunakan sebagai
emulasi untuk obat luar dan menghasilkan emulasi a/m.
4. Zat-zat pembasah,yang bisa bersifat

kationik, anionik, dan

nonionik. Zat-zat ini mengandung gugus-gugus hidrofilik dan


lipofilik, dengan bagian lipopilik dari molekul menyebabkan aktivitas
permukaan

dari

molekul tersebut. Dalam zat anionik, bagian

lipofilik ini bermuatan negatif, tapi dalam zat kationik bagian lipofilk
ini bermuatan positif. Lantaran muatan ini ionnya yang berlawanan,
zat anionik dan zat kationik cenderung untuk saling menetralkan
jika ada dalam sistem yang sama, jadi kedua bahan ini tidak
tercampurkan satu dengan yang lainnya. Zat pengemulsi nonionik
menunjukkan

tidak

adanya

kecenderungan

untuk

mengion.

Tergantung pada sifatnya masing-masing, beberapa dari grup ini


membentuk emulsi a/m.
5.

Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk
bentonit, magnesium hidroksida dan alminium hidroksida. Ini
umumnya membentuk emulsi m/a bila bahan yang tidak larut
ditambahkan ke fase air jika ada sejumlah volume pase air lebih
besar dari pada fase minyaknya. Tetapi, jika serbuk padat yang

19

halus ditambahkan kedalam minyak lebih besar, suatu zat seperti


bentonit sanggup membentuk suatu emlsi a/m.

Kestabilan suatu emulsi adalah kemampuan suatu emulsi untuk


mempertahankan distribusi yang teratur

dari fase terdispersi dalam

jangka waktu yang lama. Penurunan stabilitas dapat dilihat jika terjadi
campuran (Bj fase terdispersi lebih kecil dari Bj fase pendispersi ). Hal ini
menyebabkan pemisahan dari kedua fase emulsi.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan yaitu :
1. Teknik pembuatan
2. Penambahan garam atau elektrolit lemah dalam konsentrasi besar
mempengaruhi kestabilan emulsi.
3. Pengocokan yang keras, apabila emulsi dikocok keras-keras maka
partikel-partikel kecil akan mengadakan kontak menjadi partikel yang
lebih besar sehingga emulsi akan pecah.
4. Penyimpanan

Pada percobaan ini mula-mula dilakukan adalah menentukan


jumlah span dan tween yang akan digunakan dan bahan yang lainnya.
Pencampuran bahan berdasarkan dari sifat bahan itu tujuannya bahan
yang berfase air dicampur dengan fase air itu sendiri dan untuk fase
minyak juga pada fase minyak itu sendiri.

20

Jadi pada percobaan ini untuk fase air yaitu tween 80 dan air,
sedangkan untuk fase minyak yaitu span 80 dan minyak kelapa pada
cawan porselen. Kemudian pencampuran

dilakukan pada suhu 70 oC.

Alasannya, kedua fase tersebut memiliki suhu lebur yang sama yaitu pada
suhu 70oC sehingga dapat diperoleh emulsi yang baik dan tidak pecah.
Pada fase air dilakukan pengaturan suhu, yaitu suhu dilebihkan
sedikit dari suhu rata-rata kedua fase minyak dan air sebab pada fase ini
dapat

terjadi penurunan suhu yang cepat. Lalu campuran dikocok,

dengan cara pengocokan intermitten menggunakan mikser selama 5


menit.dan diistirahatkan setiap 20 detik. Pengocokan intermitten dilakukan
untuk memberikan kesempatan pada minyak untuk terdispersi ke dalam
air dengan baik serta emulgator dapat membentuk lapisan film pada
permukaan fase terdispersi.
Pengamatan emulsi dilakukan selama 5 hari tujuannya untuk
melihat pemisahan antara fase air dan fase minyak, perubahan warna dari
kedua fase tersebut, dan volume dari emulsi setelah 5 hari kemudian.
Penyimpanan emulsi dilakukan pada suhu yang dipaksakan (stress
coindition) perlakuan ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan emulsi
dimana terjadi penurunan suhu secara drastis, kondisi ini akan lebih
mempercepat pengamatan kita terhadap stabil atau tidaknya suatu emulsi.
Penambahan 10% pada saat penimbangan dari bahan-bahan yang
ditimbang dalam membuat suatu emulsi dengan

beberapa komposisi

21

dengan HLB butuh yang berbeda bertujuan untuk mencegah pengurangan


komposisi bahan karena adanya bahan tertinggal pada wadah.
Dari hasil pengamatan sampai hari kelima :
Perubahan Warna
Untuk HLB 11, terjadi perubahan warna dari putih susu menjadi
warna putih keruh pada hari keempat. Untuk HLB 12, perubahan warna
terjadi pada hari ketiga yaitu dari warna putih susu menjadi putih keruh
sampai pada hari kelima. Untuk HLB 13, terjadi perubahan warna menjadi
putih keruh pada hari kelima.
Pemisahan Fase
Pada HLB 11 dan HLB 13 tidak terjadi pemisahan fasa pada hari
pertama. Pada HLB 11 pemisahan fasa terjadi pada hari ketiga menjadi 2
fasa. Untuk HLB 12, terjadi perubahan volume pada hari pertama. Untuk
HLB 13, terjadi perubahan volume pada hari ketiga.
Berdasarkan pengamatan selama lima hari berturut-turut dapat
dilihat bahwa hasil yang diperoleh kurang stabil. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakstabilan dari emulsi di antaranya :
- Suhu pemanasan tidak konstan
- Perbedaan intensitas pengadukan
- Pencampuran kurang merata
- Kekompakan dan elastisitas fillm yang melindungi zat terdispersi
- Ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan emulsi.

22

- Suhu yang tidak sama dari kedua fase ketika dicampur, dimana kenaikan
temperatur dapat

mengurangi

ketegangan

antar

muka

dan

viskositasnya.
Adapun parameter ketidakstabilan suatu emulsi dalam percobaan
ini adalah terjadinya :
a. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan
oleh adanya energi permukaan bebas saja. Flokulasi adalah terjadinya
kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam
suatu emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan
kosentrasi yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan
konsentrasi yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau di
sebelah bawah tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
b. Koalesen dan demulsifikasi
Fenomena ini tejadi bukan semata-mata karena energi bebas
permukaan tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film
antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globulglobul menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah proses
lebih lanjut pada keadaan koalesen dimana kedua fasa ini terpisah
kembali menjadi dau cairan yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini
tidak dapat diperbaiki kembali dengan pengocokan.

23

BAB VI
PENUTUP

24

VI.1

Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :
a. Jugah emulgator yang dibutuhkan untuk tiap harga HLB butuh
adalah :
Jenis HLB

Tween 80

Span 80

12

2,87g

1,13 g

13

2,47 g

2,53 g

14

5,439 g

0,561 g

b. Dari ketiga emulsi dengan nilai HLB 12, 13, 14 yang


menunjukkan sifat yang stabil adalah HLB butuh 12.
VI.2 . Saran
Diharapkan agar asisten memberikan penjelasan yang lebih
rinci mengenai praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jenkins, G.L., (1957), Scovilles ; The Art Of Compounding, Ninth


Edition, McGraw-Hill Book Company,Inc., New York, Toronto, 314, 315.

25

2. Parrot, L.E., (1970), Pharmaceutical technology, Burgess Publishing


Company. Mineneapolis, 335.
3. Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI,
Jakarta, 474, 509.
4. Ansel, H.C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV,
Terjemahan Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.
5. Anief, Moh., (2005)., Ilmu Meracik Obat, cetakan XII, Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.143, 147.

26

You might also like