You are on page 1of 18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 241, Pengertian Kanker Kolorektal Kanker kolorektal adalah kanker yang menyerang kolon sampai ke dubur. Sebagian besar kanker kolorektal berasal dari adenokarsinoma. Adenokarsinoma adalah neoplasma ganas epitelial dengan sel-sel penyusunnya identik struktural bahkan kadang-kadang fungsional, dengan sel-sel epitel kelenjar normal pasangannya apokrin, ekrin, endokrin, dan kelenjar parenkim '. Oleh WHO kanker rektum dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases ( ICD ) dengan kode C nomor 20 dan kanker kolon dengan kode C nomor 18. 2.2. Anatomi Kolon Dan Rektum 2.24. Kolon Kolon merupakan suatu saluran tertutup, panjang 1,5 m yang terdiri dari 6 bagian yaitu sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum, dengan katup ileosekal pada ujung kranialnya, untuk mencegah refluks dan linea dentata dari anus pada ujung kaudal. Kolon trasversum selalu mempunyai mesentrium, kolon asenden yang mempunyai mesentrium hanya terdapat pada 12 % orang dan kolon desenden pada 22 % orang. Kolon sigmoid juga mempunyai mesentrium dan kadang-kadang panjangnya lebih dari biasa '°, Lapisan otot longitudinal kolon membentuk 3 buah pita yang disebut tenia yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantung kecil) yang disebut haustra (bejana). Batas antara kolon dan rektum tampak jelas karena pada rektum ketiga tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak di bawah promontorium, kira-kira 15 cm dari anus '7 Sekum, kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum didarahi oleh cabang arteri mesentrika superior yaitu arteri ileokolika, arteri Kolika dekstra dan arteri kolika media. Kolon transversum bagian kiri, kolon desenden, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum didarahi oleh arteri mesenterika inferior melalui arteri kolika sinistra, arteri sigmoid dan arteri hemoroidalis superior "” Pembuluh vena kolon berjalan pararel dengan arterinya, Aliran darah vena disalurkan melalui vena mesentrika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena vorta tetapi vena mesenterika inferior melalui vena lienalis. Aliran vena dari kanalis anatis menuju ke vena kafa inferior. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui peredaran hemoroidal antara sistim pembuluh saluran cerna dan sistim arteri dan vena iliaka "’. Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa . Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis. Metastasis dari kolon sigmoid ditemukan di kelenjar regional mesenterium dan retroperitoneal pada arteri kolika sinistra, sedangkan dari anus ditemukan di kelenjar regional di regio inguinalis '” Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus. Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium atau di bawah pusat "7. 2.2.2. Rektum Rektum, seluruhnya terbungkus dalam serat otot longitudinal, kemudian dilanjutkan oleh kanalis analis, dimana sfingter ekstema dari otot volunter memberikan sclubung tambahan. Otot levator ani membentuk sudut 60°-105” pada orang normal dari sambungan rektoanal depan, sarafnya mensuplai sisi atasnya dan oleh karena itu dapat rusak akibat peregangan otot yang luas misalnya pada waktu persalinan "6 Kolorektum dilapisi oleh epitel kolumnar sejauh linea dentate pada pertengahan kanalis analis, kemudian dilanjutkan oleh epitel skuamosa sensitive yang berlanjut dari perineum. Kelenjar submukosa analis dapat meluas secara dalam ke sfingter dan jika terinfeksi maka dapat mengakibatkan abses perianal dan fistula 6, 2.3. Fungsi Kolon Dan Rektum Fungsi dari kolon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi mukus (lendir) serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya ke luar. Absorpsi terhadap air dan elektrolit terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di sekum dan kolon asenden dan sebagian kecil dibagikan kolon lainnya "*, Air, elektrolit dan beberapa metabolit dipindahkan oleh membran mukosa melalui isi lumen dengan kontraksi dinding usus lokal maupun total. Makin banyak gerakan makin besar absorpsi cairan, pada banyak kasus tidak adanya feses berhubungan dengan inaktivitas relatif dinding otot dan konstipasi oleh kontraksi yang berlebihan '*, Pleksus saraf intrinsik pada dasamnya bertanggung jawab terhadap kontraksi kolorektal. Pleksus intrinsik di bawah pengaruh hormon usus dan hormon lain misalnya, kolesitokinin, motilin, peptida intestinal vasoaktif dan katekolamin yang Konsentrasi_ sirkulasinya bervariasi secara bermakna mempengaruhi aktivitas kontraksi. Maka sesudah makan motilitas meningkat dengan jelas, mungkin karena aktivitas kolesistokinin sementara itu pleksus saraf ckstrinsik juga memberi efek yang nyata. Tidur menurunkan aktivitas kolon cukup besar yang segera meningkat pada waktu bangun. Stres mental meningkatkan kontraktilitas. Makanan yang mengandung banyak serat membantu mempertahankan air dan meningkatkan massa feses sehingga membantu defekasi ™. Rektum normalnya kosong dan ketika seseorang bangun tidur dan makan pagi_menimbulkan motilitas kolon kiri, feses memasuki rektum dan orang tersebut merasa ingin defekasi. Duduk di WC membantu mengecilkan sudut anorektal dan feses memasuki kanalis analis. Kanalis analis sedikit lebih pendek pada wanita dibandingkan pada pria ( rata-rata 3-7 cm versus 4-6 om ). Feses dikeluarkan bila jalan keluar tidak menghentikannya secara volunter , Feses yang terletak lebih jauh sejaub fleksura splenikus mungkin juga keluar, volume rata-rata setiap hari adalah 150 ml. '* Pengeluaran feses dapat ditunda karena rektum dapat memberikan tekanan secara pasif sampai 400 ml, mempertahankan tekanan rektal yang rendah dan feses bahkan dapat didorong kembali ke dalam kolon sigmoid ™. Untuk menentukan kelainan dari kolon secara rutin harus diperiksa feses. Feses yang normal biasanya berbentuk memanjang, warna coklat muda, tak berlendir dan berdarah. Bila terlihat mengandung darah, lendir atau bernanah sudah pasti ada kelainan di rektum atau di kolon sendiri . Selain perlu memperhatikan warna, bentuk (padat atau cair) perlu juga diperhatikan bau feses yang abnormal (anyir, busuk , Jemak busuk dll) '*. 2.4. Epidemiologi 2.4.1, Distribusi Dan Frekuensi Kanker kolorektal adalah keganasan yang umum ditemukan. Merupakan penyakit yang terutama ditemukan pada orang yang lebih tua meskipun dapat terjadi pada semua umur. Kurang dari 5% pasien di bawah umur 40 tahun dan lebih dari 50% di atas 60 tahun, dengan puncak insiden pada orang yang berumur 70-80 tahun Terdapat sekitar 25.000 kasus baru setiap tahunnya di Inggris dan menduduki urutan kedua setelah kanker bronkus sebagai penyebab kematian, dengan kematian tahunan sekitar 19.000. Tidak terlihat adanya perbedaan jenis kelamin, pada perempuan kejadiannya lebih jarang dibandingkan dengari kanker payudara '° . Frekuensi kanker kolorektal merupakan yang, terbanyak dari seluruh kanker (17,4 %) di Amerika Serikat. Insiden kanker kolon 32,9 untuk laki-laki dan 29,4 untuk perempuan per 100.000 penduduk dan kanker rektum 17,5 dan 10,5 masing- masing pada laki-laki dan perempuan. Insiden pada kulit berwarna sedikit lebih rendah dibanding dengan kulit putih. Di Australia dan Eropa, kanker kolorektal merupakan penyebab kematian terbanyak sesudah kanker paru pada laki-laki dan kanker payudara pada perempuan. Akan tetapi di Jepang, Colombia, India dan Afrika Utara kanker kolon jarang, sedang di Jepang insiden kanker rektum tidak jauh berbeda dengan Amerika Serikat. Di Afrika sebagian besar kanker kolon dijumpai pada rektum dan kejadiaanya sering pada umur yang relatif muda. Penderita terbanyak berumur di atas 40 tahun namun umur muda babkan pada anak-anak pemah dilaporkan’ Berdasarkan catatan di Inggris 1954 dinyatakan bahwa 4074 laki-laki dan 5881 perempuan meninggal karena kanker kolon dan pada tahun yang sama pula 3334 laki-laki dan 2474 perempuan telah meninggal karena kanker di rektum. Selama 4 tahun yaitu 1953-1956 dari Central Middlesex Hospital ditemukan 297 penderita dengan kanker kolon yang terdiri dari 114 laki-laki dan 183 perempuan. Sedang 177 penderita kanker rektum terdiri dari 104 laki-laki dan 73 perempuan. Jadi kanker di kolon lebih banyak dijumpai pada perempuan, sebaliknya kanker rektum lebih banyak pada laki-laki, Dan sebagian besar penderita kanker tersebut pada umur 40-70 tabun ‘Sementara insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insidens pada laki-laki sebanding dengan perempuan dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara Barat perbandingan insidens laki-laki dan perempuan 3 banding 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit usia lanjut '*. Di Amerika Serikat data tahun 1992 melaporkan bahwa sekitar 56.000 kasus kanker baru adalah kanker kolorektal (15 % dari seluruh kasus kanker baru) dan penyebab kematian sekitar 60.000 orang per tahunnya. Sedangkan di Inggris data tahun 1990 dilaporkan kematian oleh kanker kolorektal sebanyak 17.223 orang, Insiden tinggi 40-50 per 100.000 populasi terdapat di Eropa Barat dan Amerika Utara, insiden 20-40 per 100.000 populasi terdapat di Eropa Timur, sedangkan insiden yang lebih kecil dari 20 per 100.000 populasi terdapat di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Data dari Badan Registrasi Kanker Indonesia tahun 1989 yang didapat dari laboratorium patologi anatomi, bahwa kanker kolorektal menempati uurutan kelima (9,95 % ). Di Amerika Serikat sex ratio laki-laki dan perempuan adalah 8: 7 untuk kanker kolon dan 9: 5 untuk kanker rektum . Sedangkan di Inggris sex ratio 2: 3 untuk kanker kolon dan 8: 7 untuk kanker rektum. Di Denpasar didapatkan sex ratio kanker kolorektal adalah 1,64:1 *. 2.4.2. Determinan Penyebab belum jelas diketahui, Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa juga berisiko tinggi. Faktor genetik pun kadang berperan walau jarang 'S. Sembilan puluh persen dari kanker kolorektal terdiri dari adenokarsinoma Resiko meningkat sesuai dengan bertambah besarnya ukuran adenoma dan adenoma vilosa lebih besar resikonya untuk berubah menjadi ganas daripada adenoma tubular. ‘Tumorigenesis kolorektal diyakini merupakan proses yang terdiri dari beberapa tahap mencakup hiperproliferatif mukosa , adenoma dan karsinoma “* Para penyidik berpendapat juga komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejedian adenokarsinome kolon dan rektum. Makanan daging hewani dengan kadar kolesterol yang tinggi, kurang makanan yang mengandung serat dan interaksi 13 antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan, diduga memproduksi bahan karsinogenik dan ko-karsinogenik ”"”. 2.4.2.1. Faktor-Faktor Resiko a. Poliposis Familial Poliposis Familial ini dilaporkan pertama kali oleh Lockhart Mummeny pada tahun 1925. Penyakit ini penting mengingat gejala-gejala yang diberikan adalah berat dan biasanya mengalami degenerasi maligna . Menurut catatan dari Morgan (1955) kurang lebih 70 % dari poliposis akan mengalami degenerasi maligna. Bila telah berubah menjadi maligna maka tumor tumbuh menjadi besar dan berwarna lebih gelap dan mungkin mengalami ulserasi '* Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip adenomatosum bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa kolon. Dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat mengalami degenerasi menjadi kanker kolon. Adanya kanker kolon pada umur muda kemungkinan berasal dari pertumbuhan poliposis. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang menganggu penderita”. b. —Polip Adenomatosum Biasanya berukuran kecil, kurang dari 1 cm terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Masing-masing bagian dibentuk dari sedikit kelenjar sel goblet dilapisi epitel selinder dan jaringan ikat stroma. Pada kondisi polip demikian jarang ditemukan kanker. Akan tetapi semakin bertambah ukuran polip, risiko perubahan sel epitel mulai dari derajat atipik sampai anaplasia semakin tinggi. Pada 14 polip dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya kanker. Semakin besar diameter polip semakin besar keourigaan keganasan. Perubahan dimulai di bagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan basis tangkai polip” Adenoma Vilosum Terbanyak dijumpai di daerah rektosigmoid dan biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Pada kelainan ini risiko terhadap terjadinya kanker lebih sering dibanding dengan polip adenomatosum. Pada lebih kurang 30 % adenoma vilosum ditemukan area kanker. Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45 %, Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker. Seperti juga pada polip adenomatosum perubahan dimulai di daerah permukaan, meluas pada daerah basis dan invasi pada submukosa kolon ataupun rektum, Biasanya adenoma vilosum memproduksi lendir yang mengandung banyak elektrolit terutama kalium, mengakibatkan kemungkinan terjadi hipokalemi. Neoplasma ini ditemukan biasanya karena banyak mengeluarkan lendir dengan atau tanpa darah” d.—_ Kolitis Ulserosa Kolitis ulserativa sering juga menyebabkan terjadinya kanker kolon dan paling banyak terdapat di segmen proksimal dari kolon. Dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan risiko tinggi terhadap kanker ” . 15 e. Kebiasaan Makan Tinggi Lemak dan Rendah Serat Ada variasi yang bermakna di dunia dalam insiden kanker kolorektal. Tampak terutama timbul di negara yang sudah berkembang, sejauh ini terdapat angka yang tinggi di Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Eropa Barat, tetapi di Aftika dan Asia insidensnya rendah, Variasi geografi telah banyak digambarkan berdasarkan perbedaan makanan. Awalnya diet berserat rendah diduga sebagai faktor penyebab dan kemudian kelebihan lemak hewani atau protein. Tetapi bukti epidemiologi masih kontradiksi. Masalahnya adalah karena banyaknya perbedaan makanan antara kelompok etnik yang berbeda sehingga sulit diketahui komponen-komponen mana yang dianggap bertanggung jawab. Paradoks ini digambarkan orang Eskimo yang makanannya berserat rendah, berlemak tinggi dan mempunyai insiden kanker kolorektal yang sangat rendah. Tetapi bagaimanapun juga faktor makanan tampaknya memegang Peranan, karena jika orang Afrika makan makanan Barat yang berlemak tinggi dan rendah serat maka insiden kanker kolorektal terlihat meningkat secara progresif '*, Makanan rendah serat menyebabkan kurangnya massa feses sehingga menyebabkan ‘ransit time (lamanya makanan di usus sampai dikeluarkan) lama dan terjadi perubahan bakteri usus. Bakteri tertentu diketahui dapat memecahkan garam empedu untuk membentuk karsinogen. Makanan dengan tinggi lemak menyebabkan sistesis kolesterol dan asam bilirubin oleh hati dan kemudian menjadi karsinogen oleh bakteri usus 7 Dalam salah satu laporan study group pada tahun 1990 WHO menjelaskan hubungan antara komponen diet dengan angka kejadian kanker kolorektal sbb: Sementara dari Jakarta data yang ada menunjukkan terbanyak antara umur 30 sampai 70 tahun dan di Yogyakarta frekuensi tertinggi pada umur 41-60 tahun dengan umur terendah 18 tahun dan umur tertinggi 91 tahun ("!3'462) 2.5. Gambaran Klinis Tidak ada gambaran yang khas dari kanker kolorektal. Gejala-gejalanya bermacam-macam berlainan pada penderita yang satu dengan yang lainnya bergantung kepada lokalisasinya. a. Kanker di sekum. Biasanya tanpa keluhan untuk waktu yang lama. Mungkin ada keluhan rasa tak enak di perut kanan bawah untuk waktu yang lama. Tiba-tiba penderita jatuh dalam keadaan anemia, berat badan menurun dan ada massa di perut kanan bawah. ._ Kanker di kolon asendens. Biasanya mempunyai keluhan, misalnya mengeluh karena rasa nyeri. Mula- mula timbul sindroma dispepsi (gangguan pencemaan), rasa tak enak pada perut Kanan atas timbul, yang kemudian disertai rasa penuh di perut, anoreksia, nausea. Kadang-kadang badan menjadi lemas. Tumor makin nyata, Berat badan mulai menurun dan makin anemis yang mungkin karena adanya perdarahan. Darah biasanya bercampur dengan isi kolon. . Kanker di kolon transversum. Jarang memberi keluhan, demikian pula fungsi kolon tak terganggu, walaupun adanya melena yang periodik. Kalau ada keluhan biasanya telah mengalami metastase, misalnya metastase ke paru-paru dan hepar. 2.6. 2.6.1. |. Kanker kolon desendens. Keluhan nyeri di perut sering mendahului dan sering diajukan. Selain dari itu ada perubahan kebiasaan defekasi, dengan konstipasi atau diare atau keduanya, Biasanya feses disertai darah. Obstruksi komplet agak sering terjadi atau adanya penyempitan, .. Kanker di kolon sigmoid. Gejala-gejala yang sering yaitu timbulnya perubahan kebiasaan defekasi, dengan konstipasi atau diare atau keduanya, dimana bentuk feses berlendir dan berdarah. Rasa nyeri timbul, sering dengan kolik (mulas mendadak) terutama di abdomen kiri bawah, Sering terjadi obstruksi( penyumbatan ) Kanker rektum . Sering terjadi ganguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi perdarahan yang segar dan sering bercampur dengan lendir. Berat badan menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa pada kanker rektum. Kadang-kadang timbul tenesmi (keinginan defekasi disertai rasa sakit) dan bahkan sering merupakan gejala utama '*. Diagnosis Anamnesis Sebagian besar penderita datang dengan keluhan habit bowel (perubahan kebiasaan defekasi) yaitu diare atau obstipasi, sakit perut tak menentu, sering mau defekasi namun feses sedikit, Perdarahan campur lendir . Kadang-kadang simptom mirip dengan sindroma disentri, Penyakit yang diduga disentri, setelah mendapat pengobatan tidak ada perubahan perlu dipertimbangkan kemungkinan kanker kolorektal terutama penderita umur dewasa dan umur lanjut. Anoreksia, berat badan semakin menurun merupakan salah satu simptom kanker kolorektal tingkat lanjut. 2.6.2. Pemeriksaan Jasmani/ Fisik Perlu diperhatikan hal-hal seperti gizi, anemia, tonjolan di abdomen, nyeri tekan, kelenjar limfe yang membesar, pembesaran hati. Palpasi (pemeriksaan dengan cara meraba) rektum atau vagina dilakukan pada pasien dengan pendarahan atau pun simptom lainnya, Pada tingkat pertumbuhan lanjut, palpasi dinding abdomen kadang-kadang teraba massa di daerah kolon kanan dan kiri. Palpasi rektum merupakan sarana diagnostik sederhana namun mempunyai nilai tinggi dalam diagnosis kanker di rektum dimana kira-kira 50 % kanker kolorektal ditemukan dengan ujung jari 2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Hb, darah, elektrolit dan feses merupakan pemeriksan rutin. Anemia dan hipokalemi kemungkinan ditemukan karena perdarahan_ kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan feses. CEA (Carcinoma Embrionic Antigen) merupakan pertanda (marker) serum terhadap adanya kanker kolorektal. Pemeriksaan CEA sangat bermanfaat, selain untuk diagnosis juga untuk memantau hasil pengobatan dan mendeteksi kemungkinan recurrent (panyakit kambuh). 2. Pemeriksaan Radiologi Pada pemeriksaan fluoroskopi kontras barium enema usus besar dapat dilihat peristaltik yang kaku dan dinding tak teratur. Kelainan tampak seperti massa polipoid, akan tetapi sulit menentukan lesi jinak atau maligna. Kanker infiltratif 22 2.7.2. Metastasis Pada umumnya invasi kanker dapat dikenal di bawah mikroskop pada kanker berdiameter 2,5 atau lebih. Kanker menyebar melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah . Pembengkakan kelenjar getah bening di daerah mesentrium sering terjadi pada waktu pertama kali kanker ditemukan, kemudian meluas ke aorta dan teraba pada supraklavikuler. Penyebaran ke hati biasanya terjadi melalui sistim vena porta pada waktu kanker ditemukan pertama kali kira-kira 40 % ditemukan invasi ke dalam vena dan kira-kira 10-20 % deposit ke hati. Metastasis ke organ jauh seperti ke paru, ginjal dan tulang dapat terjadi pada stadium lanjut ’ 2.73 Lokalisasi Kanker dapat tumbuh pada tiap bagian dari kolon, mungkin akan tumbuh lebih dari satu tempat. Sekitar 70-75 % kanker kolorektal terletak pada rektum dan sigmoid . Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserosa '” Tetak Persentase Sekum dan kolon asendens Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien Kolon desendens 5 [Rektosigmoid Menurut laporan Muir (1947) yang mengumpulkan 714 kasus kanker kolorektal temyata bahwa 15 % terdapat di kolon asendens, 10 % di kolon desendens, 16 % di sigmoid dan 58 % terdapat di rektum. Dan Bockus memberikan catatan bahwa 40,7 % di rektum, 20,4 % di sigmoid, 11,45 % di kolon desendens, 5,5 % di fleksura lienalis, 5,6 % di kolon transversum, 2,4 % di fleksura hepatis, 5,7 % di 23 kolon asendens dan 8,3 di sockum. Jadi frekuensi terbanyak di rektum kemudian menyusul di daerah kolon sigmoid kemudian pada daerah kolon lain dengan urutan sekum dan kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens, fleksura hepatika, flleksura lienalis '*. 2.7.4, Klasifikasi Berdasarkan besarnya diferensiasi sel maka Broder (1920) membuat Klasifikasi dalam 4 tingkat yaitu : a.Grade I: Sel-sel anaplastik tak akan melebihi 25% b. Grade II: Sel-sel anaplastik terdapat antara 25-50 % c. Grade III : Sel-sel anaplastik terdapat antara 50-75 % d. Grade IV : Sel-sel anaplastik terdapat lebih dari 75 % "* . Di samping klasifikasi yang berdasar atas diferensiasi sel maka dikenal juga Klasifikasi yang diajukan oleh Cuthbert Dukes yang dibagi atas penyebaran sel kanker yaitu : 1. Dukes A : invasi ke dalam dinding usus, belum menembus Prognosis hidup setelah 5 tahun 97 % 2. Dukes B: invasi menembus dingding usus tanpa metastasis di kelenjar limfe Prognosis hidup setelah 5 tahun 80% 3. Dukes C : metastasis ke kelenjar limfe CI: beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer Prognosis hidup setelah 5 tahun 65% C2 : dalam kelenjar limfe jauh Prognosis hidup setelah 5 tahun 35 % 24 4..Dukes D : ditemukan metastasis hati Prognosis hidup setelah 5 tahun <5% ‘71921, 2.8. Tindakan Pencegahan dan Pengobatan 2.8.1. Pencegahan Penelitian di Amerika Serikat, Jerman, Inggris telah menekankan bahwa penyaringan dari kelompok besar dapat membantu pencegahan atau diagnosis dini kanker kolorektal. Metode yang digunakan adalah mencari darah dalam feses dan meneliti subjek hasil tes yang positip. Ada beberapa tes sedethana, biasanya berdasarkan pada strip impregnasi guayak dimana terjadi perubahan wama bila ada darah (haemoccult faecotest). Tetapi masalahnya adalah jika tes sangat sensitif maka memberikan hasil positip palsu dalam jumlah besar, sedangkan jika tes mempunyai sensitivitas yang rendah maka akan didapatkan hasil negatif palsu '° Di samping itu pencegahan dari segi makanan juga perlu. Makan makanan yang berserat tinggi seperti agar-agar berperan dalam upaya pencegahan terjadinya kanker kolon. Kandungan seratnya mencapai 81,29 % mempunyai daya serap yang tinggi terhadap zat cair dan asam empedu hingga kadar asam empedu menjadi rendah. Dengan demikian timbulnya kanker kolon dapat dicegah. Menurut penyelidikan Hill asam empedu memang dapat bekerja sebagai co-karsinogen dan asupan yang cukup mengandung serat dapat menurunkan konsentrasi asam empedu dalam fes Sedang dalam penyelidikan yang berbeda, Stalder menemukan suatu hubungan yang jelas antara konsentrasi asam empedu di dalam feses dengan terjadinya kanker kolon. Pakar lain bemama Doll dan Peto menuturkan kematian 25 kanker di Amerika dapat dikurangi sebanyak 35 % dengan mengubah dietnya Burkitt dkk (1972 dan 1974) juga mengungkapkan peranan fiber (serat) sebagai modulator terjadinya kanker selain komsumsi lemak dan menurut Reddy ( 1981 ) asam empedu dan derivatnya merupakan promoter terjadinya proses karsinogen ”. Dari hasil percobaan Burkit tersebut didapatkan bahwa bulk fiber dapat menghambat proses karsinogenesis bahkan sangat efektif dalam menetralisir asam empedu dan derivatnya dalam kolon. Hal ini dapat dijelaskan dengan keadaan dimana penduduk Finlandia dan New York mengkomsumsi lemak yang hampir sama tetapi berbeda dalam komsumsi fibernya, insidens terjadinya kanker kolon akan berbeda. Orang Finlandia menderita kanker kolon lebih kecil daripada orang New York® Mengkomsumsi susu juga temyata mampu mencegah kanker kolon. Hal ini ditegaskan Garland dari universitas California yang meneliti 2000 laki-laki yang ‘minum susu teratur dalam dietnya selama 20 tahun. Hasilnya kondisi kolon laki-laki yang minum susu lebih baik dibanding dengan kelompok yang tidak mengkomsumsi susu. Juga telah dilakukan penelitian pembanding dengan kelompok yang tidak mengkomsumsi susu tetapi makan hasil olahannya seperti keju, mentega maka hasinya kelompok yang tidak minum susu tapi mengkomsumsi hasil olahannya memiliki sepertiga kemungkinan terkena kanker kolon. Menurut laporan Carper pada the foood pharmacy tahun 1967 pemah dilakukan penelitian pada orang Australia, Dari penelitian itu diperoleh kenyataan baik laki-laki maupun perempuan yang ‘mengkomsumsi susu sangat sedikit cenderung terkena kanker kolorektal. Sementara 26 itu pusat penelitian kanker di New York menemukan faktor bahwa kalsium bisa menghambat sel kanker pada kolon **. 2.8.2. Pengobatan Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuannya adalah untuk memperlancar saluran cera, Bila sudah ada metastasis jauh, kanker primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, pendarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik lokal maupun jauh. Tehnik pembedahan yang dipilih tergantung letaknya. Pada_kanker sckum atau kolon asendens dilakukan hemikolcktomi kanan kemudian anastomosis ujung ke ujung, Pada kanker di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada kanker kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan pada kanker kolon desendens dilakukan hemkolektomi kiri, Pada kanker sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada kanker rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior, Pada kanker rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada kanker sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan "7, Pada kebanyakan pusat medis mortalitas operasi untuk pembedahan adalah kurang dari 5 % dan pada beberapa pusat medis lain kurang dari 2 %, Mortalitas operasi lebih tinggi jika operasi dilakukan untuk obstruksi atau perforasi. Penyebab Kematian adalah terjadinya secara bersamaan masalah kardiorespirasi pada pasien Janjut usia dan kebocoran anastomosis intestinal '°.

You might also like