You are on page 1of 29

HUKUMJEBRET.blogspot.co.

id
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A.

Pertimbangan

Hakim

dalam

Memutus

Perkara

Cerai

Nomor

350/Pdt.G/2013/Pn.Bks dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (2) Undangundang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Sebelum membahas hasil pekara Pengadilan Negeri Bekasi No.
350/Pdt.G/2013/Pn.Bks mengenai gugatan cerai,

patut di bahas terlebih

dahulu mengenai apa saja yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam
memutus perkara yang menyatakan:
1.

Maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di


atas, penulis menyimpulkan dikabulkanya gugatan cerai beserta dengan
dalil-dalil Pengugat.

2.

Yang menjadi dalil-dalil pokok gugatan Penggugat adalah sebagai


berikut:
a.

Bahwa perkawinan anatara penggugat dengan Tergugat yang


dilangsungkan di Jambi pada tanggal 14 Oktober 2010 pada saat ini
dalam keadaan tidak harmonis lagi karena telah terjadi percekcokan
secara terus menerus dan tidak dapat didamaikan lagi.

b.

Bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat tersebut, telah


dikaruniai satu orang anak yang bernama : NAISHA PUTRI
AIDANY, lahir di Jakarta tanggal 4 Juni 2012.

48

c.

Tergugat sering mengeluarkan kata-kata kasar dan pernah memukul


Penggugat sampai bibirnya mengeluarkan darah.

d.
e.

Pekerjaan Tergugat tidak jelas.


Kedua orang tua Penggugat dan Tergugat sudah berusaha untuk
mendamaikan kedua belah pihak akan tetapi tidak berhasil.

f. . Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka Penggugat menuntut


Tergugat agar Majelis Hakim menyatakan perkawinan antara
Penggugat dengan Tergugat dinyatakan putus karena .....perceraian
dan menetapkan anak yang bernama NAISHA .....PUTRI AIDANY,
lahir di jakarta tanggal 4 Juni 2012 .....dibawah perwalian Penggugat.
3.

Karena dalil-dalil gugatan Pengugat.dibantah/disangkal oleh Tergugat,


maka menjadi kewajiban.Penguggat untuk membuktikan dalil-dalil
gugatannya.

4.

Pengugat..untuk..membuktikan.dalil..gugatannya..yang..telah..men.gajuk
an bukti surat yang diberi tanda P-1 s/d P-.8 dan dua orang saksi yang
bernama, EVRIYANA SIHOMBING dan HENYSOPIANI, sedangkan
Tergugat tidak mengajukan Duplik, bukti dan saksi karena seelah acara
persidangan dalam acara Duplik, Tergugat.sudah tidak pernah hadir di
persidangan walaupun telah dipanggil secara patut oleh Jurusita
Pengadilan Negeri Bekasi.

49

5.

Karena Tergugat sudah 3 (tiga) kali dipanggil secara patut dan


tidak.hadir dipersidangan maka perkara tetap dilanjutkan tanpa
hadirnyatergugat.

6.

Majelis Hakim setelah mencermati bukti surat dari Penguggat yang


diberi tanda P-1 dan P-2 ternyata telah benar diperoleh fakta bahwa
antara

Penguggat

dengan

Tergugat

telah

.melangsungkan

perkawinan di Gereja Huria Kristen Batak Protestan Jambi Resort


Jambi..tanggal.14..Oktober..2010..dan..telah..di..catat..pada..akta..n
ikah..No.063/A.N/01XXV/2010 yang diterbitkan dan ditangani
Pendeta HKBP Resort Jambi, dan benar pula saat ini pernikahan
tersebut telah dikaruniai satu orang anak bernama NAISHA PUTRI
AIDANY, lahir di Jakarta tanggal 4 Juni 2012, maka dengan
uraian.pertimbangan tersebut menurut Majelis Hakim Penggugat
telah dapat membuktikan dalil gugatannya tentang adanya
perkawinan antara Penggugat dengan Terguggat dan telah
dikaruniai seorang anak .Perempuan.
7.

Dalil gugatan Penggugat selanjutnya adalah perkawinan antara


Penggugat dengan Terguggat tersebut saat ini .sudah tidak
harmonis lagi dan damai lagi karena percekcokan secaraterus
menerus yang disebabkan sifat ego Tergugat, mau menang..sendiri
dan Tergugat sering meninggalkan rumah dan oleh karenanya
.Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar perkawinan
.tersebut dinyatakan putus perceraian.

50

8.

Menimbang,

bahwa

dihubungkan

dengan

dalil-dalil
fakta-fakta

gugatan
yang

Penguggat
ada

apabila

dipersidangan,

khususnya keterangan saksi-saksi EVRIYANA SIHOMBING dan


HENY SOPIANY, maka Majelis Hakim memperoleh fakta bahwa
benar rumah tangga Penggugat dengan Tergugat saat ini keadaanya
sudah tidak harmonis dan damai lagi, dalam hal tersebut dalil-dalil
Penggugat agar perkawinannya dengan Tergugat diputus dengan
perceraian menurut Majelis Hakim telah dapat dibuktikan oleh
Penggugat dan oleh karenanya beralasan untuk dikabulkan.
9.

Menimbang, bahwa meskipun dalil gugatan Penggugat telah dapat


dibuktikan dalam pekawinannya dengan Tergugat beralasan untuk
diputus dengan perceraian, namun terhadap tuntutan Penggugat
selanjutnya agar anak yang lahir dari perkawinan Penggugat
dengan Tergugat yaitu NAISHA PUTRI AIDANY, lahir di Jakarta
tanggal.4 Juni 2012 dibawah perwalian Pengugat, dalam hal ini
menurut Majelis Hakim beralasan karena anak tersebut masih
dibawah umur dan oleh karenanya Majelis hakim akan menetapkan
anak tersebut berada dalam pemeliharaan Penggugat.

10. Menimbang, bahwa oleh karena perkawinan antara Penggugat dan


Tergugat akan dinyatakan putus dengan perceraian, maka
.permohonan Penggugat agar putusan ini beralasan untuk
.dikabulkan.

51

11. Menimbang, bahwa oleh karena gugatan penggugat telah


dikabulkan, .walaupun hanya sebagian dan Tergugat adalah pihak
yang kalah, maka terhadap Tergugat haruslah dihukum untum
membayar biaya .perkara yang timbul selama proses perkara ini
berlangsung.
Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis berpendapat bahwa, Menerima
dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya, dan menyatakan
perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang telah dilangsungkan
menurut agama Kristen Protestan pada tanggal 14 Oktober 2010, di Gereja
Huria Kristen Batak Protestan Jambi, Resort Jambi, sebagaimana dalam isi
Surat Hot Ripe/Akte Nikah No. 063/A.N/01-1/XXV/2010 adalah sah
menurut hukum, dalam hal pertimbangan hakim inilah yang menjadi
permasalahan hukum karena melalui putusan ini dapat menghasilkan suatu
permasalahan hukum yang baru karena tidak sesuai dengan peraturan undangundang perkawinan no 1 tahun 1974 yang berlaku di Indonesia, yang di
dalam undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 Pasal 2 tertulis :
(1) Perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya.


(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hakim mengesampingkan persyaratan administrasi sebagai warga negara
Indonesia yang baik, dan dalam hal ini dengan tidak mencatatkan
perkawinanya di kantor catatan sipil dan para pihak yang berperkara hanya

52

melihat dari segi undang-undang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) saja, yang
berisikan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. Yang dalam penerapan
sebenarnya isi dari Pasal 2 ayat (1) dan (2) itu sudah menjadi aturan mutlak
dan tidak dapat dipisahkan (satu sistem) untuk dapat pengesahan perkawinan
di Indonesia menurut peraturan yang berlaku.
Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim dipengadilan seharusnya
berdasarkan pertimbangan yang jelas dan juga cukup. Bilamana putusan tidak
dapat memenuhi hal demikian, maka dapat dikategorikan ke dalam putusan
yang tidak cukup untuk dijadikan pertimbangan, atau harus berdasarkan pada
pertimbangan pasal-pasal tertentu sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pada umumnya, hukum sebaiknya berdasar pada yurisprudensi
atau doktrin hukum.
Adapun asas-asas keputusan yang dikenal dalam hukum acara perdata
menurut penulis adalah :
a.

Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci.

b.

Wajib menggali seluruh bagian gugatan. Putusan harus secara total dan
menyeluruh, memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang
diajukan.
Karena dalam tata cara pelaksanaan perkawinan tentu mempunyai suatu

aturan yang bertujuan untuk menyamakan presepsi tentang perkawinan


karena dilihat dari suku dan budaya Indonesia yang sangat beraneka

53

ragam,dibanding dengan negara-negara lain, Indonesia paling kaya akan


keragaman suku bangsa dan budayanya.Bermacam-macam suku bangsa
tinggal dari Sabang sampai Merauke. Bermacam-macam pula kebudayaan
yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, mulai pakaian adat, tari, dan lagu
daerah, bahasa daerah, alat musik sampai rumah adat dan upacara adat dan
semuanya mempunyai keunikan tersendiri.
Keragaman suku bangsa dan budaya terjadi karena letak wilayah
Indonesia yang terdiri atas wilayah kepulauan. Bahkan ada beberapa pulau
yang letaknya terpencil dan tidak dapat berhubungan dengan daerah lain.
Wilayah yang terpisah-pisah itu menyebabkan berbagai perbedaan dan hal itu
menimbulkan keragaman suku bangsa dan budaya.1 Untuk itu perlu sangat
perlu untuk diketahui mengenai bagaimana cara pelaksanaan perkawinan,
pasal 10 ayat (2 & 3) PP No. 9 tahun 1975 ternyata menegaskan kembali
dalam pasal 2 ayat (1 & 2) UU perkawinan, yaitu perkawinan dilaksanakan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayan, supaya sah.
Peraturan pemerintah ini juga mensyaratkan bahwa perkawinan
dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang berwenang dan
dihadiri oleh dua orang saksi. Sesaat sesudah dilangsungkan perkawinan
sesuai pasal 10 PP No. 9 tahun 1975, selanjutnya kedua mempelai
menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat
perkawinan.

http://pustakamateri.web.id/keanekaragaman-suku-bangsa-dan-budaya/ di Akses pada tanggal


..13 July 2016 pukul 23.59

54

Selain yang menandatangani kedua mempelai, akta perkawinan


ditandatangani pula oleh para saksi dan pegawai pencatat perkawinan yang
menghadirinya. Dalam pasal 11 ayat (2) PP. No. 9 tahun 1975 juga
ditentukan, begitu pula bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama
Islam, akta perkawinan ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang
mewakili. Dengan selesainya penandatanganan akta perkawinan itu, maka
perkawinan telah tercatat secara resmi.2
Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatatkan sama saja dengan
membiarkan adanya hidup bersama diluar perkawinan, dan hal ini sangatlah
merugikan pihak yang terlibat (terutama perempuan). Istri akan sulit
bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan tanpa dicatat
atau bawah tangan sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki
tanpa ikatan perkawinan dianggap sebagai istri simpanan.
Menurut penulis suatu problema yang sedang terjadi dalam dunia
penegakan hukum di Indonesia saat ini adalah hakim. Dalam hal ini hakim
yang sangat diperhatikan dalam memberikan suatu penyelesaian perkara,
melalui suatu keputusan perkara yang dimintai tanggungjawab hukum apabila
terjadi suatu kesalahan dalam menjalankan profesinya sebagai hakim yang
profesional. Pandangan tradisional tentang hakim masih melekat, yang
menyatakan hakim punya imunitas dan tidak bisa dimintai tanggung jawab
hukum atas apa yang mereka lakukan sebagai hakim. Merupakan sebuah
kebiasaan dan sikap saling menerima (pihak berperkara), apakah jelek atau
2

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
..1974.

55

bagus suatu kualitas putusan yang dijatuhkan oleh hakim, jika ada pihak yang
tidak menerima atau merasa tidak adil dapat menggunakan upaya hukum
yang tersedia. Kalau dilihat dari asas hukum yang disimpulkan oleh Sudikno
Mertokusumo dalam buku Penemuan Hukum, bahwa asas hukum bukan
merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum
dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat
dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan. 3
Sesuai dengan peraturan yang ada yaitu Undang-Undang No. 20 Tahun
1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan. 4Sementara pandangan lain
apabila hakim yang terbukti melakukan tindak pidana misalkan menerima
suap, korupsi dan penyalahgunaan lain dalam menjalankan tugasnya sebagai
profesional penyelesai, suatu masalah menjadi persoalan yang tersendiri,
bahwa hakim yang bersangkutan bertanggung jawab secara pribadi atas
perbuatannya, tetapi hasil putusan perkara yang di tangani oleh hakim
tersebut sebelumnya tidak dapat di rubah lagi kecuali melakukan upaya
hukum, hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang kalah, terlebih
lagi dapat mencemarkan bagi penegakan hukum.
Hakim dianggap mempunyai wewenang dalam memutus suatu perkara karena
dalam undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 1 yang menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
3
4

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Yogyakarta : Liberty, 2004, hlm, 5


Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan Peradilan Ulangan.

56

dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik

Indonesia,

untuk

itu

terhadap

putusan

nomor

350/Pdt.G/2013/Pn.Bks hakim sebaiknya bersikap lebih rasional dapat


dengan memberikan keputusannya sesuai dengan peraturan yang telah diatur
oleh undang-undang.
Apabila hakim ingin melakukan istilah penciptaan hukum kurang tepat,
karena memberi kesan bahwa hukumnya itu sama sekali tidak ada, kemudian
diciptakan: dari yang tidak ada menjadi ada. Hukum bukanlah selalu berupa
kaedah baik tertulis maupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku atau
peristiwa. Di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya, sebaiknya hakim
perlu mempertimbangkan akibat-akibat lain yang dapat timbul akibat
penciptaan hukum, pendapat penulis padahal sumber dari penciptaan hukum
itu adalah peraturan yang telah di atur oleh perundang undagan, kemudian
hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasional barulah doktrin, jadi
mempunyai tingkat dalam penemuan hukum itu.
Hakim yang dimaksud penulis tidak hanya membaca dari pasalpasalnya
saja, tetapi harus pula membaca penjelasanpenjelasannya dan juga
konsideransnya. Bahkan menurut penulis, mengingat bahwa hukum itu adalah
satu sistem yang sama, maka untuk dapat memahami suatu pasal dalam
undangundang atau memahami suatu undang undang sangatlah perlu
membaca juga dalam pasalpasal yang lain dalam satu undang- undang itu
atau peraturan perundang undangan yang lain.

57

Hakim perlu mempertimbangkan interprestasi atau logis, suatu peraturan


hukum atau undang-undang merupakan bagian dari keseluruhan sistem
hukum. Arti pentingnya suatu peraturan hukum terletak dalam sistem hukum.
Diluar sistem hukum,lepas dari hubungannya dengan peraturan-peraturan
hukum yang lain, suatu peraturan hukum tidaklah mempunyai arti.
Menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkanya
dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan
sistem hukum disebut penafsiran sistematis.
Menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari
sistem perundang-undangan atau sistem hukum. Hakim dilihat sebagai satu
kesatuan, sebagai sistem peraturan. Satu peraturan tidak dilihat sebagai
peraturan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari satu sistem.
Hubugan antara keseluruhan peraturan tidak semata-mata ditentukan oleh
tempat peraturan itu terhadap satu sama lain, tetapi oleh tujuan bersama atau
asas-asas yang bersamaan yang mendasarkan pada peraturan-peraturan itu.
Menurut penulis hakim menafsirkan undang-undang sesuai dengan tujuan
pembentuk undang-undang. Lebih diperhatikan tujuan dari undang-undang
daripada bunyi kata-kata saja yang terpenting ialah mencari kejelasan
mengenai suatu ketentuan undang-undang.
Tentu saja tugas hakim adalah untuk menyelidiki suatu hubungan hukum
yang menjadi dasar gugatan. Adanya hubungan hukum seperti inilah yang
harus terbukti apabila penguggat mengingikan kemenangan dalam suatu
perkara. Dengan demikian, pembuktian menjadi sangat penting sebagai dasar

58

diterima atau ditolaknya suatu gugatan. Tidak semua dalil yang menjadi dasar
gugatan harus dibuktikan dahulu kebenarannya sebab dalil-dalil tersebut
disangkal, apalagi diakui sepenuhnya oleh pihak lawan.
Dalam menjatuhkan putusan beban pembuktian, hakim harus bertindak
arif dan bijaksana serta tidak berat sebelah. Semua peristiwa itu adalah suatu
keadaan konkret. Oleh sebab itu, pembuktian tersebut harus diperhatikan
hakim secara seksama. melihat melalui gugatan cerai yang di kabulkan
melalui perkara nomor 350/Pdt.G/2013/Pn.Bks maka dasar pertimbangan
hakim

bertentangan

dengan

beberapa

undang-undang

dan

lembaga

adimistrasi yang ada di Indonesia.


Beberapa peraturan yang bertentangan dengan putusan hakim melalui
penelitian yang penulis lakukan ialah :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975, Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
a

Pasal 2 ayat (2), pencatatan perkawinan dari mereka yang


melangsungkan

perkawinannya

menurut

agamanya

dan

kepercayaannya itu selain agama islam, dilakukan oleh pegawai


pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud
dalam

berbagai

perundagann-undangan

mengenai

pencatatan

perkawinan.
b

Pasal 3 ayat (1), setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan


meberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat ditempat
perkawinan akan dilangsungkan.

59

Pasal 6 ayat (1), pegawai pencatat yang menerima pemberitahuan


kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat
perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut undang-undang.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang


Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.
a

Pasal 1 ayat (1), Adminitrasi kependudukan adalah rangkaian kegiatan


penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data
Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil,
pengelolaan

informasi

Administrasi

Kependudukan

serta

pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan


sektor lain.
b

Pasal 1 ayat (6), Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah


kabupaten/kota

yang

bertanggung

jawab

dan

berwenang

melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan.


c

Pasal 1 ayat (7), Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi


yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan
hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Karena untuk mendapatkan suatu kepastian hukum diperlukan suatu bukti


yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin warganya dalam lingkup
bernegara, karena dalam di dalam pasal 2 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara

60

Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, maka Pendaftaran Penduduk


dan pencatatan sipil bertujuan untuk memberikan keabsahan identitas dan
kepastian hukum atas dokumen penduduk, perlindungan status hak sipil
penduduk, dan mendapatkan data yang mutakir, benar dan lengkap, dan tidak
hanya terfokus pada Pasal 10 ayat (1) Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan
dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya. Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara
perdamaian.
B.

Akibat

Hukum

Terhadap

Putusan

Perceraian

Nomor

350/Pdt.G/2013/Pn.Bks di kantor catatan sipil.


Pemahaman Asas Ius Curia Novit
Sebelum mebahas mengenai dampak putsan hakim perlu dijabarkan
mengenai Asas Ius curia novit atau iura novit curia adalah pepatah latin
mengenai hukum yang menyatakan hakim dianggap tahu hukum atau the
court knows the law. Ini berarti para pihak dalam suatu sengketa hukum
tidak perlu mendalilkan atau membuktikan hukum yang berlaku untuk kasus
mereka, karena hakim dianggap tahu hukum. Dalam beberapa penyebutan,
seringkali iura novit curia diukuti pula dengan facta sunt proband, yaitu
bahwa hakim tau hukum, fakta-fakta harus dibuktikan. Ius curia novit
bahkan menjadi dasar sebuah pengadilan atau hakim dilarang menolak
perkara dengan dalih hukumnya tidak diatur atau hukumnya tidak lengkap.

61

Pasal 22 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB) atau


Peraturan

Umum

Mengenai

Perundang-Undangan

untuk

Indonesia,

menyatakan hakim yang menolak mengadili perkara dapat dipidana. Hakim


yang menolak untuk mengadakan keputusan terhadap perkara, dengan dalih
undang-undarg tidak mengaturnya, terdapat kegelapan atau ketidaklengkapan
dalam undang-undang, dapat dituntut karena menolak mengadili perkara. (Rv.
859 dst.)5.
Dengan asas ini pula, sehingga adanya penolakan akan kesaksian karena
keahlian berkenaan dengan penerapan hukum, karena mengenai penerapan
hukum adalah menjadi ranah hakim. Sedangkan substansi perkara dapat saja
para pihak atau pengadilan meminta keterangan seorang saksi karena keahlian
mengenai substansi perkara yang diperiksa dan menjadi dasar hakim dalam
menjatuhkan putusannya. Misalkan saja kasus terkait teknologi informasi,
maka dalam pemeriksaan dibutuhkan keahlian mengenai persoalan yang
diperiksa, meskipun dalam memutuskan bagaimana hukumnya menjadi
kompetensi hakim. Pemaham mengenai perkara cerai ini sangatlah berbeda
apabila melihat dari pendapat hakim di pengadilan tinggi bandung nomor
141/Pdt/2014/PT.BDG, hal ini terlihat dalam pertimbangan putusannya :
1. Bahwa karena pada dasarnya gugatan penggugat mencakup 2 (dua) hal
pokok, yaitu yang pertama adalah tuntutan agar perkawinan penggugat
dengan tergugat yang dilangsungkan menurut agama Kristen Protestan di
Gereja Huria Kristen Batak Protestan Jambi pada tanggal 14 Oktober 2010
5

http://www.miftakhulhuda.com/2011/02/ius-curia-novit.html, Di akses pada 15 Juli 2016 Pukul


..14.41

62

dinyatakan sah menurut hukum dan yang kedua adalah tuntutan agar
perkawinan tersebut dinyatakan sah menurut hukum dan yang kedua
adalah tuntutan agar perkawinan tersebut putus karena perceraian dengan
segala akibat hukumnya termasuk mengenai hak asus anak, maka Majelis
Hakim Tingkat Banding terlebih dahulu akan mempertimbangkan tentang
sah atau tidaknya perkawinan Penggugat dengan Terguggat ditinjau dari
perspektif hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia.
2. Bahwa didalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan pada pokoknya dikatakan bahwa suatu
perkawinan dinyatakan sah apabila memenuhi dua syarat yang bersifat
kumulatif yaitu :
a) Dilakukan

menurut

hukum

masing-masing

agama

dan

kepercayaannya;
b) Dicatatkan menurut peraturan perundang-undagan yang berlaku;
3. Bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat tersebut telah
tercatat dalam Surat Hot Ripe-Akte Nikah no.063/A.N/01-I/XXV/2010
yang dikeluarkan oleh Huria Kristen Batak Protestan Jambi Ressort Jambi
dan ditandatangani oleh Pdt. S.M.T. hutagalung selaku Pendeta Huria
Kristen Batak Protestan Ressort Jambi;
4. Bahwa Pdt. S.M.T. hutagalung selaku Pendeta Huria Kristen Batak
Protestan Ressort Jambi yang menanda tangani Surat Hot Ripe Akte
Nikah antara Penggugat dengan Tergugat

bukanlah Pegawai Pencatat

Nikah pada Lembaga yang berwenang untuk melakukan pencatatan

63

perkawinan bagi orang-orang yang beragama selain agama Islam


sebagaimana ditentukan oleh undang-undang yaitu Kantor Catatan Sipil.
Karena perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilakukan
menurut aturan agama Kristen Protestan tersebut tidak dicatat oleh Pegawai
Pencatat Nikah pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana yang ditentukan pasal
2 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka perkawinan
tersebut haruslah dinyatakan tidak sah menurut hukum, sehingga oleh karena
itu permintaan Penggugat agar perkawinannya dengan Tergugat dinyatakan
sah menurut hukum adalah tidak berasalan dan harus ditolak.
Demikian pula halnya dengan tuntuan penggugat agar perkawinannya
dengan tergugat dinyakan putus karena perceraian, Majelis Hakim Tingkat
Banding berpendapat bahwa karena perkawinan antara Penggugat dengan
Tergugat sudah dinyatakan tidak sah menurut hukum, maka tuntutan
Penggugat agar perkawinan tersebut dinyakan putus karena perceraian serta
tuntutan-tuntutan lainnya dipandang tidak beralasan dan harus ditolak
seluruhnya.
Putusan pengadilan tinggi bandung nomor 141/Pdt/2014/PT.BDG.
1. Menerima permohonan banding dari pembanding
2. Membatalkan

putusan

Pengadilan

Negeri

350/Pdt.G/2013/Pn.Bks tanggal 5 Desember 2013.

Bekasi

Nomor

64

Dalam hal putusan Pengadilan Tinggi Bandung diperkuat dengan adanya


putusan Kasasi nomor 3057 K/Pdt/2014 amar putusan menolak permohonan
kasasi dari pemohon Kasasi ENNYKE IDALAMTIUR SIHOMBING.
Pemahaman mengenai putusan pengadilan atau Yurisprudensi (case law)
dihasilkan terutama oleh pengadilan, putusan bersifat contentius yang
dihasilkan oleh lembaga atau badan-badan. Putusan (case) menurut Twinning
& Meirs yang dikutip dari Christie pada hakikatnya adalah :
A written report of a disupute between legal persons, which came before a
court (or other tribunal). Such report should tell us (a) who the parties were,
(b) the fact (what allegedly happened), (c) the procedural steps (what each of
the parties did about it), leading up to (d) the decision and the order of the
judge or triunal and (e) the reasoned justifications.6
Hakikat putusan pengadilan, mengacu pada pendapat Twinning & Meirs
adalah suatu dokumen hukum tertulis dan mengikat mengenai suatu sengketa
antara para pihak yang diajukan oleh para pihak untuk diperiksa, diadili dan
diputuskan oleh pengadilan. Putusan pengadilan sebagai dokumen hukum
tertulis dan mengandung unsur-unsur, yaitu: pertama, adanya para pihak yang
bersengketa, kedua adanya tahap-tahap yang bersifat prosedural yang harus
ditempuh oleh para pihak yang bersengketa; ketiga, adanya putusan dan

Twinning & Meirs, dalam Innis Christie, Intoduction to the Common law, Amsterdam: vrije
...universiteit, 2002, hal 4.

65

perintah hakim dan keempat adanya justifikasi yang memperkuat alasanalasan yang mendasar putusan hakim. 7
Penulis berpendapat alasan perkawinan yang hanya mengacu pada Pasal 2
ayat (1) saja yang dimaksudkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, tidaklah
dapat dijadikan alasan pemutusan perkara cerai seperti perceraian pada
umumnya yang sudah menjalani sesuai dengan prosedural hukum mengenai
tata cara perkawinan agar perkawinannya secara sah diakui oleh negara
melalui administrasi.
Adapun tata cara perkawinan yang dimaksud menurut Peraturan
Pemerintah nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan :
1. Pasal 3 ayat (1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat ditempat
perkawinan akan dilangsungkan.
Pasal 3 ayat (2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan
dilangsungkan.
Pasal 3 ayat (3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat
(2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas
nama Bupati Kepala Daerah.

Muhammad Syaifuddin, et al, Sumber-Sumber Hukum Perceraian, Jakarta:Sinar Grafika, hal 100

66

2. Pasal 4, pemberitahuan dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon


mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.
3. Pasal 5, Pemberitahuan memuat nama, umur, agama/kepercayaan,
pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang
atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya
terdahulu.
4. Pasal 6 ayat

(1), Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan

kehendakmelangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat


perkawinantelah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan
menurutUndang-undang.
5. Pasal 11 ayat (1), sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai
dengan ketentuan ketentuan Pasal 10 peraturan Pemerintah ini, kedua
mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh
Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Pasal 11 ayat(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh
mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan
Pegawai

Pencatat

yang

menghadiri

perkawinan

dan

bagi

yang

melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula


oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
Pasal 11 ayat (3)Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka
perkawinan telah tercatat secara resmi.
Dari beberapa poin yang mengatur mengenai tata cara dalam
melangsungkan perkawinan dapat dilihat sangat diperlukan adanya suatu

67

kepastian hukum, karena kepastian hukum itu adalah suatu pegangan


berperilaku dalam hidup bermasyarakat yang beranekaragam. Hakekatnya
adalah suatu kepastian tentang bagaimana warga masyarakat menyelesaikan
masalah hukum, bagimana peranan dan kegunaan lembaga hukum bagi
masyarakat, apakah hak dan kewajiban para warga, dan seterusnya sesuai
dengan apa yang telah dijabaran diatas. Penegakan hukum atau penerapan
hukum dan proses peradilan atau proses di pengadilan merupakan unsur
penting kepastian hukum.8
Akan tetapi putusan ini menyimpang, sementara hakim dalam memutus
perlu memperhatikan bukti-bukti yang konkrit karena pembuktian dalam
suatu perkara adalah dasar pertimbangan hakim dan bukti konkrit ini salah
satunya ialah akta nikah yang secara prosedural di catatkan di Kantor Catatan
Sipil, sesuai dengan peraturan undang-undang perkawinan, dan juga sebagai
lembaga adminitrasi yang bertanggung jawab dibidangnya.
Perkara ini mempengaruhi status anak, karena untuk mengetahui adanya
hubungan antara anak dengan kedua orangtuanya selain surat keterangan dari
ahli, dan adanya suatu ikatan oleh kedua orangtua dari sang anak melalui
status perkawinanya yang di Catatkan di Kantor Catatan Sipil, karena
memang sesuai dengan tugas dari Kantor Catatan Sipil, karena Pencatatan
Sipil sudah ada sejak dahulu dan Pemakaian istilah "Catatan Sipil" ada sejak
ordonansi-ordonansi seperti Staatsblad 1949 No. 25, atau Staatsblad 1917
No. 130 yo 1919 No. 18, atau Staatsblad 1920 No. 751 yo 1927 No. 564, atau
8

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), Yogyakarta:FH-UII Press,2005,


...hlm, 72.

68

Staatsblad 1933 No. 75 yo 1936 No. 607. Suatu peraturan perundang


undangan yang berbentuk Koninklijk Besluit dan ordonasi yang masih
berlaku, kedudukannya dalam tata hukum sekarang sama dengan kedudukan
undang undang.
Terminologi "Catatan Sipil" adalah terminologi baku secara hukum
karena atas dasar pencatatan tersebut seseorang menjadi jelas status hak
sipilnya. Dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966, juga tetap
menggunakan istilah "Catatan Sipil". Hal tersebut menandakan bahwa status
keperdataan seseorang yang dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, sebagai
akibat dari adanya status seseorang.9
Pasal 55 undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengatakan bahwa asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan
akte kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Instansi yang berwenang menerbitkan akta kelahiran itu adalah catatan sipil.
Berdasar pasal ini, bagi siapapun (orang tua) yang ingin mendapatkan akta
kelahiran anaknya harus mencatatkan kelahiran anaknya ke Catatan sipil,
tentunya dengan surat keterangan perkawinan orang tuanya yang telah di
catatkan di Catatan sipil.
Sebagai acuan perlunya status perkawinan ialah melalui contoh Putusan
Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010.

http://disdukcapil.bogorkab.go.id/index.php/multisite/page/12Di akses pada 14 Juli 2016 Pukul


. 09.00.

69

Beberapa poin dari putusan MK :10


1. Anak luar kawin berdasarkan putusan MK ini dapat membuktikan dengan
ilmu pengetahuan jika anak memiliki hubungan darah dengan ayahnya.
2. Jika ia terbukti berdasarkan ilmu pengetahuan merupakan anak pewaris
maka anak tersebut mempunyai hak waris yang sama besarnya dengan ahli
waris lainnya.
3. Peraturan pelaksana putusan MK ini belum ada sehingga masih terdapat
kekosongan hukum bagaimana anak luar kawin mendapat jaminan ia akan
mendapatkan warisannya.
4. Kemajuan yang dibuat putusan MK ini setelah dilakukannya pembuktian
melalui ilmu pengetahuan ahli waris lain tidak dapat menyangkal
keberadaan anak luar kawin ini. Karena secara ilmu pengetahuan anak luar
kawin ini adalah anak dari pewaris.
5. Surat keterangan waris dapat dibuat namun dapat terjadi permasalahan
dalam administrasi pengurusan surat keterangan waris.
Sekalipun penafsiran merupakan kewajiban hukum dari hakim.
Ada beberapa pembatasan mengenai kemerdekaaan hakim untuk
menafsirkan undang-undang itu. Dalam hal kehendak itu tidak dapat dibaca
begitu saja dari kata-kata peraturan perundangan, hakim harus mencarinya
dalam sejarah kata-kata tersebut. Dalam sistem undang-undang atau dalam
arti kata-kata seperti itu yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari. Hakim

10

http://www.jimlyschool.com/read/analisis/256/putusan-mahkamah-konstitusi-tentang-statusanak-luar-kawin/#Di akses pada 29 Juli 2016 Pukul 10.00.

70

wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia tidak boleh


membuat tafsiran yang tidak sesuai dengan kehendak itu.
Setiap tafsiran adalah tafsiran yang dibatasi oleh kehendak pembuat
undang-undang. Karena itu hakim tidak diperkenankan menafsirkan UndangUndang secara sewenang-wenang. Hakim tidak boleh menafsirkan secara
sewenang-wenang kaidah yang

mengikat, hanya penafsiran yang sesuai

dengan maksud pembuat undang-undang saja yang menjadi tafsiran yang


tepat. Agar dapat mencapai kehendak dari pembuat undang-undang serta
dapat menjalankan Undang-Undang sesuai dengan kenyataan sosial.
Hakim sebagai penegak hukum, sebelum membahas mengenai hakim
sebagai penegak hukum terlebih dahulu kita perlu mengetahui apakah
penegak hukum itu. Menurut penulis Penegak hukum merupakan golongan
panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuankemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat
berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping
mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh
mereka. Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas
kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan
hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada
hakekatnya merupakan interaksi antara berbagai pelaku manusia yang
mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang
telah disepakati bersama.

71

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis berpendapat bahwa, dalam


suatu konflik yang terjadi di masyarakat khususnya permasalahan dalam
perkawinan tidaklah sedikit, untuk itu sangat diperlukan suatu pondasi yang
kuat dan tentunya sangat mengapresiasi sekali dengan adanya undang-undang
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan khususnya Pasal 2 ayat (2) sebagai
salah satu dasar pengesahan suatu perkawinan dan juga bahan pertimbangan
hakim sebelum melangkah lebih jauh untuk memutus suatu masalah dalam
perkawinan masyarakat di Indonesia. Hasil penelitian penulisseharusnya
tugas dari hakim dalam hukum acara perdata adalah menyelidiki apakah suatu
hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan telah benar-benar ada atau
tidak, dengan adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti dan harus
dibuktikan apabila para pihak ingin menyelesaikan suatu permasalahannya,
karena menurut Sarwono, dalam hubungan keperdataan antara pihak satu
dengan pihak lainnya apabila terjadi sengketa yang tidak dapat diselesaikan
oleh para pihak yang sedang bersengketa umumnya diselesaikan melalui
pengadilan untuk mendapatkan keadilan seadil-adilnya.11 Adil bagi para
pihak tetapi berlawanan pada keadilan di masyarakat.
Terlebih lagi dampak buruk bagi masyarakat yang telah melakukan
Perkawinan sesuai dengan prosedur dan tata cara untuk melaksanakan
perkawinan yang sah di mata hukum, dan yang sangat di khawatirkan apabila
putusan

nomor

350/Pdt.G/2013/Pn.Bks,

dapat

menimbulkan

suatu

kecemburuan sosial. Dalam hal ini pengesahan perkawinan menurut putusan

11

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm, 5

72

perkara cerai ini hanya terkait dengan pasal 2 ayat (1) dalam undang-undang
Perkawinan saja, adalah suatu perkawinan yang tidak tercatat (faktor agama)
di anggap sebagai perkawinan yang telah sesuai dengan peraturan
administrasi pemerintah yang di atur oleh Kantor Catatan Sipil.
Keberadaan Catatan

Sipil di

Indonesia pada saat ini berdasarkan

Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966 adalah terbuka untuk


seluruh warga negara Indonesia. Hal ini
akanmelayani

sesama

warga

berarti

negara

bahwa Catatan Sipil

Indonesiadalamhal pencatatan

kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, kematian tanpa


diskriminasi. Dibawah ini penulis akan menambahkan mengenai prosedur
dalam pelaksanaan perkawinan yang benar menurut aturan yang berlaku di
Indonesia.
Prosedur pertama dalam prosesi pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA)
adalah Anda harus memenuhi beberapa persyaratannya berikut ini yaitu:12
a.

Surat keterangan untuk nikah (model N1),

b.

Surat keterangan asal-usul (model N2),

c.

Surat persetujuan mempelai (model N3),

d.

Surat keterangan tentang orang tua (model N4),

e.

Surat pemberitahuan kehendak nikah (model N7) apabila calon pengantin


berhalangan, pemberitahuan nikah dapat dilakukan oleh wali atau
wakilnya.

12

https://www.cermati.com/artikel/tata-cara-dan-biaya-nikah-di-kua, Di Akses pada 16 Juli 2016


....pukul 08.05

73

f.

Bukti imunisasi TT(Tetanus Toxoid) I calon pengantin wanita, Kartu


imunisasi, dan Imunisasi TT II dari Puskesmas setempat.

g.

Membayar biaya pencatatan nikah sebesar Rp30.000,-.

h.

Surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orang tua/wali;

i.

Pas foto ukuran 3 x 2 sebanyak 3 lembar;

j.

Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur 19


tahun dan bagi calon istri yang belum berumur 16 tahun;

k.

Bagi anggota TNI/POLRI membawa surat izin dari atasan masingmasing;

l.

Surat izin Pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang;

m. Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/buku pendaftaran cerai


bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya UndangUndang Nomor 7 tahun 1989;
n.

Surat keterangan tentang kematian suami/istri yang ditandatangani oleh


Kepala Desa/Lurah atau pejabat berwenang yang menjadi dasar
pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan menikah.
Setelah menikah secara agama, Anda harus segera melaporkan diri ke

Catatan Sipil agar pernikahan juga diakui oleh negara. Untuk pernikahan
secara Kristen, umumnya petugas Catatan Sipil juga hadir saat pemberkatan
berlangsung sehingga pernikahan Anda langsung tercatat di Catatan Sipil.
Karena itu perlu juga mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk
Catatan Sipil, bersamaan dengan persiapan pernikahan yang kan dilakukan di
gereja.Bagi pasangan sesama WNI :

74

a. Foto gandeng berdua ukuran 4x6cm, 10 lbr.


b. Fotokopi KTP masing-masing dilegalisasi lurah, 2 lbr.
c. Fotokopi KK masing-masing dilegalisasi lurah, 2 lbr.
d. Surat keterangan dari lurah masing-masing model N1 s/d N4 1 set (asli)
dan foto kopi, 2 set.
e. Fotokopi Surat Baptis masing-masing, 2 lbr.
f. Akte Kelahiran masing-masing, asli dan fotokopi, 2 lbr.
g. Surat Nikah perkawinan agama, asli dan fotokopi, 2 lbr.
h. Fotokopi KTP saksi masing-masing, 2 lbr.
i. Akte Kematian atau Akte Perceraian dari Cat. Sipil (bagi yang sudah
pernah menikah, asli dan fotokopi, 2 lbr.
j. Akta Kelahiran Anak yang akan diakui/disahkan, 2 lbr.
k. Materai Rp 6.000,-, 6 lbr.
l. Fotokopi SKBRI untuk WNI keturunan (bila belum memiliki SKBRI
sendiri, dapat memberikan SKBRI ayah dan ibu), 2 lbr
m. SK Ganti Nama, 2 lbr.
n. Fotokopi K-1 masing-masing (untuk WNI keturunan), 2 lbr.
o. Ijin dari Komandan bagi Anggota TNI/Kepolisian, asli dan fotokopi, 2 lbr.
Dari yang penulis jabarkan tentang prosedural dalam melangsungkan
perkawinan mempunyai syarat maupun ketentuan yang berlaku sehingga
sangatlah tidak bijaksana apabila menyamakan suatu perkawinan yang sesuai
dengan undang-undang perkawinan apabila dibandingkan dengan yang tidak
melaksanakannya (berdasarkan keputusan hakim), hanya karena ada pihak

75

mempunyai kepentingan, atau dengan kata lain sama dengan tercatat sesuai
dengan aturan perundang-undangan,yang bisa di anggap melalui putusan
hakim ini dapat mengajukan segala keinginan dari salah satu pihak seperti
dalam dalil-dalil yang telah disampaikan para pihak melalui Putusan
Pengadilan Nomor 350/Pdt.G/2013/Pn.Bks.
Pencatatan perkawinan yang sesuai dengan undang undang bertujuan
mejadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas, baik bagi mereka yang
bersangkutan maupun bagi orang lain atau masyarakat, karena dapat dibaca
dalam suatu surat yang bersifat resmi dan termuat dalam suatu daftar yang
khusus disediakan untuk itu. Sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan bila
diperlukan, terutama sebagai alat bukti tertulis yang otentik. Dengan adanya
surat bukti, dapat dibenarkan atau dicegah perbuatan yang ada hubungannya
dengan perkawinan itu.
Bukankah hukum itu sendiri bersifat adil, seperti semboyan hukum, Fiat
Justitia Ruat Caelum, Keadilan harus ditegakkan, walau langit runtuh. Lalu
bagaimana bisa dikatakan suatu keadilan jika ada pihak di rugikan dalam
analisis perkara ini masyarakatlah yang menjadi korban, apalagi bagi
masyarakat yang telah menjadi bagian warga negara Indonesia yang baik
dengan mematuhi aturan-aturan bernegara.

You might also like