You are on page 1of 12

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Eka Utami Makmur


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Sinjai
Topik
: Otitis Media Akut Stadium Perforasi Aurikula Dextra
Tanggal (kasus) : 07 Maret 2016
Nama Pasien : Ny. W
No RM : 051857
Tanggal presentasi : Maret 2016
Pendamping:
dr. Asria Rusdi, dr. Syarifah Husnah
dr. Indo Sakka, Sp.THT-KL
Tempat presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Sinjai
Obyek presentasi : Pegawai RS & Dokter Internsip RSUD Sinjai
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Deskripsi :

Tinjauan pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil

Perempuan, 46 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan dirasakan
sejak 1 hari yang lalu, cairan bening kekuningan dan tidak berbau, sebelumnya diawali
dengan nyeri pada telinga 2 hari yang lalu serta telinga terasa penuh dan berdengung.
Pilek (+) 3 minggu yang lalu, batuk (+), demam (-), nyeri kepala (-), penurunan
pendengaran (-).
Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, life saving, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien, menentukan
prognosis pasien, edukasi pasien dan keluarganya
Bahan
Tinjauan
Riset
bahasan:
Cara

pustaka
Diskusi

Kasus

Presentasi dan E-mail

membahas:
diskusi
Data pasien : Nama : Ny. W
Nama klinik
UGD RSUD Sinjai
Data utamauntukbahandiskusi:
1. Diagnosis / Gambaranklinis :

Audit
Pos

Nomor registrasi : 051857

Keluhan Utama :keluar cairan dari telinga kanan


Riwayat Penyakit Sekarang : dirasakan sejak 1 hari yang lalu, cairan bening kekuningan
dan tidak berbau, sebelumnya diawali dengan nyeri pada telinga 2 hari yang lalu serta
telinga terasa penuh dan berdengung. Pilek (+) 3 minggu yang lalu, batuk (+), demam (-),
nyeri kepala (-), penurunan pendengaran (-).
Paasien sering membersihkan telinganya menggunakan cotton bud, pasien tidak pernah
1

kemasukan air ataupun benda asing kedalam liang telinganya. Tidak ada riwayat
2.
3.
4.
5.
6.

berenang sebelumnya. Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhannya.


Riwayat pengobatan: Riwayat kesehatan/penyakit: Riwayat keluarga: Riwayat pekerjaan & pendidikan: pasien adalah seorang PNS. Kesan ekonomi cukup
Pemeriksaan fisik yang bermakna :

STATUS GENERALISTA
Kesadaran

: composmentis

Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), secret (-)

Tekanan darah: 120/80 mmHg


Nafas

: 20x/menit

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 37oC

Jantung

: dbn

Paru

: dbn

Abdomen

: dbn

Extremitas

: dbn

STATUS LOKALIS
Telinga
Telinga

Kanan

Kiri

Mastoid

Nyeri ketuk (-)

Nyeri ketuk (-)

Preaurikula

dbn, nyeri ketuk (-)

dbn, nyeri ketuk (-)

Retroaurikula

dbn

dbn

Aurikula

dbn

dbn

Telinga

Kanan

Kiri

Discharge

(+) serous, warna kekuningan

(-)

Canalis akustikus eksterna

Mukosa

Tidak hiperemis

Tidak hiperemis

Serumen

(-)

(-)

Granulasi

(-)

(-)

Benda asing

(-)

(-)

Spora/hifa

(-)

(-)

Telinga

Kanan

Kiri

Warna

Hiperemis

Mengkilap seperti mutiara

Reflek cahaya

(-)

(+) arah jam 7

Perforasi

(+) di sentral

(-)

Bulging

(-)

(-)

Membran timpani

Pemeriksaan hidung luar


Hidung
Bentuk

Dalam batas normal

Massa

(-)

Deformitas

(-)

Radang

(-)

Pemeriksaan sinus
Sinus etmoid

Sinus frontal

Sinus maxilla

Hiperemis

(-)

(-)

(-)

Nyeri tekan

(-)

(-)

(-)

Nyeri ketuk

(-)

(-)

(-)

Oedem

(-)

(-)

(-)

Rinoskopi anterior
Hidung

Sisi kanan

Sisi kiri

Konka

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Oedem (-)

Oedem (-)

Massa

(-)

(-)

Mukosa

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Sekret

(-)

(-)

Septum deviasi

(-)

(-)

(-)

(-)

Epistaksis
Tenggorok
Orofaring
Palatum

: simetris, warna merah muda

Arkus faring : simetris, hiperemis (-)


Ovula

: ditengah

Mukosa

: oedem (-), hiperemis (-)

Tonsil

: dextra (dbn), sinistra (dbn)

Nasofaring (tidak dilakukan rinoskopi posterior)


Laringofaring (tidak dilakukan pemeriksaan)

7. PemeriksaanPenunjang : Daftar Pustaka:


1. Adam, GL. Boies LR. Higler, Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997.
2. Hafil, F., Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
4

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007.
3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003.
4. Revai, Krystal et al. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper
Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp.
e1408-e1412.2007. (Reyai, 2007)
Hasil pembelajaran:
1. Definisi otitis media akut
2. Stadium otitis media akut
3. Etiologi otitis media akut
4. Patogenesis otitis media akut
5. Penatalaksanaan otitis media akut
6. Komplikasi otitis media akut
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :
1. Subyektif :
Keluar cairan dari telinga kanan dirasakan sejak 1 hari yang lalu, cairan bening
kekuningan dan tidak berbau, sebelumnya diawali dengan nyeri pada telinga 2 hari yang
lalu serta telinga terasa penuh dan berdengung. Pilek 3 minggu yang lalu dan batuk.
2. Obyektif :
Kondisi umum baik, sadar (GCS 15), tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan
ditemukan aurikula dextra tampak discharge serous warna kekuningan, membran timpani
tampak hiperemis dan perforasi sentral
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik

3. Assessment :
DEFINISI
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
5

tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Telinga tengah adalah daerah yang
dibatasi dengan dunia luar oleh gendang telinga. Daerah ini menghubungkan suara dengan
alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian
atas. Guna saluran ini adalah:

Menjaga keseimbangan tekanan udara di dalam telinga dan menyesuaikannya dengan

tekanan udara di dunia luar.

Mengalirkan sedikit lendir yang dihasilkan sel-sel yang melapisi telinga tengah ke bagian

belakang hidung.
ETIOLOGI
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri. Pada 25%
pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus
dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri. Bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan
Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus
disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini
dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali
sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal.

Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam

kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat terinfeksi di
mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
PATOFISIOLOGI
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
6

telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan
transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih
akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran
Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di
belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
Stadium otitis media akut (OMA) berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah :
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah.
Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan
dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani
tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa
telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di
7

kavum timpani. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah hebat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan
nekrosis mukosa serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dan

kekuningan

pada

membran

timpani.

Di

tempat

ini

akan

terjadi

ruptur.

4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien
yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi
perforasi maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut
(OMA) berubah menjadi otitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret
yang keluar terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media
supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2 bulan. Dapat meninggalkan gejala
sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa perforasi.Pada
anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada orang dewasa, didapatkan juga gangguan
pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur,
tiba-tiba menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Setelah terjadi ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
DIAGNOSA
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1)

Penyakitnya muncul mendadak (akut).

2)

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga

tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a)

menggembungnya gendang telinga

b)

terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

c)

adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga


8

d)

cairan yang keluar dari telinga

3)

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah

satu di antara tanda berikut:


a)

kemerahan pada gendang telinga

b)

nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang
telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan
suram, serta cairan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik (pemeriksaan
telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara
kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara).6 Gerakan
gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan
ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis
OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa. Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan
dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun timpanosentesis tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA
pada bayi di bawah usia enam minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit,
anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak memberi respon pada beberapa
pemberian antibiotik, atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
PENATALAKSANAAN
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk
mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
Stadium Oklusi : Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 %
dalam larutan fisiologis untuk anak < 12 tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis
9

untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik
diberikan bila penyebabnya kuman.
Stadium Presupurasi : Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat
diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi
mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi penisilin, maka diberikan
eritromisin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50 100 mg/kg BB per hari dibagi dalam 4
dosis, atau amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kg
BB/hari.
Stadium Supurasi : Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Stadium Perforasi : Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat
cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
Stadium Resolusi : Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan
perforasi menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap,
mungkin telah terjadi mastoiditis.
PENANGANAN
Antibiotik
OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80% OMA
sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi
yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Observasi dapat dilakukan pada
10

sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan
gejala, antibiotik diberikan.
Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam
pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien
tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang
diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini
kedua.
Penatalaksanaan Otitis Media Akut sangat bergantung pada stadiumnya, pada stadium oklusi
pengobatan bertujuan untuk melebarkan kembali saluran eustachius, dengan pemberian obat
tetes hidung berupa dekongestan, selain itu sumber infeksi harus segera diobati. Pada
stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, anti peradangan, dan anti nyeri. Pemilihan
antibiotik lebih ditargetkan pada kuman-kuman yang sering menjadi penyebab. Pada stadium
supurasi disamping pemberian antibiotik dapat dilakukan miringotomi yakni tindakan
perobekan pada sebagian kecil membran timpani sehingga cairan yang kental dapat keluar
sedikit-sedikit dan tidak menimbulkan lubang yang besar, sehingga membrane timpani tidak
dapat menyembuh. Pada stadium perforasi dapat diberikan obat cuci telinga, dan antibiotik
yang

adekuat.

PENCEGAHAN
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:

pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,

pemberian ASI minimal selama 6 bulan,

penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,

penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.

KOMPLIKASI

Mastoiditis/Petrositis

Labyrintis
11

Paralysis nervus facialis

Kehilangan pendengaran

Meningitis

Abses otak
4. Plan :
Diagnosis
Otitis Media Akut Stadium Perforasi Aurikula Dextra
Pengobatan
a. Toilet dengan H2O2 3%
b. Ciprofloxacin 500 mg, 3x1 tablet
c. N-acetylsistein 200 mg, 2x1
Edukasi
1. Untuk bayi / anak, orang tua dianjurkan untuk memberikan ASI minimal 6 bulan
sampai 2 tahun.
2. Menghindarkan bayi / anak dari paparan asap rokok.
Rujukan
Pasien mendapat penanganan di RSUD Sinjai.

Sinjai, Maret 2016


Peserta

Pendamping

dr. Eka Utami Makmur

dr. Asria Rusdi

12

You might also like