You are on page 1of 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah


Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan

dalam hal strategi yang tepat agar dapat bersaing di lingkungan industri yang
semakin ketat dan kompetitif. Keputusan tersebut menyangkut keputusan di
dalam semua bidang fungsional. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh
perusahaan dalam mengelola fungsi-fungsi manajemennya adalah, bagaimana
mengelola sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kerja sehingga memungkinkan organisasi perusahaan akan tetap
eksis dan mampu berkompetisi dengan perusahaan lain. Untuk mampu tetap
eksis dan memenangkan kompetisi maka suatu perusahaan atau organisasi
harus mempunyai Sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai
keunggulan.
Tanpa keberadaan Sumber daya yang berkualitas atau unggul tersebut
maka keberadaan Sumber daya lain tidak akan mampu memberikan manfaat
yang optimal bagi pencapaian tujuan perusahaan. Kesuksesan dan kinerja
perusahaan bisa dilihat dari kinerja yang telah dicapai oleh karyawannya, oleh
sebab itu perusahaan menuntut agar para karyawannya mampu menampilkan
kinerja yang optimal karena baik buruknya kinerja yang dicapai oleh karyawan
akan

berpengaruh

pada

kinerja

dan

keberhasilan

perusahaan

secara

keseluruhan (Yuniningsih : 2002). Permasalahan mengenai kinerja merupakan


permasalahan yang akan selalu dihadapi oleh pihak manajemen perusahaan,
karena itu manajemen perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan. Teori manajemen secara umum menyebutkan bahwa salah
1

satu faktor yang keberadaannya perlu diperhatikan oleh sebuah organisasi


dalam upaya mengikuti perkembangan dan perubahan yang terjadi adalah faktor
Sumber daya manusia. (Hasibuan 2001: Robbins 1996). Sumber daya manusia
merupakan faktor pendukung organisasi yang penting, karena dengan kreatifitas,
bakat, kinerja, dan motivasi yang dimilikinya. Maka faktor ini berperan sebagai
aset strategis dalam menciptakan keunggulan bersaing secara berkelanjutan
bagi sebuah organisasi (Grenberg dan Baron 2000; Mathis dan Jacson 2000).
Sumber daya manusia merupakan unsur yang sangat penting dan kunci
keberhasilan untuk mencapai tujuan perusahaan sehingga keberadaanya harus
diperhatikan, dikelola dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk mewujudkan tujuan
organisasi atau perusahaan maka harus didukung oleh tersedianya. Sumber
daya manusia yang mempunyai keunggulan dan kemampuan dalam menyikapi
setiap kondisi yang dihadapi sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi
perusahaan dan mampu mewujudkan eksistensi bagi perusahaan. Sumber daya
manusia yang unggul bukan hanya seseorang yang mempunyai keilmuan (IQ)
saja tetapi Sumberdaya Manusia yang unggul juga seseorang yang memiliki
kemampuan mensikapi setiap kondisi yang dihadapi dengan arif dan bijaksana
(EQ), Sumberdaya manusia yang unggul juga haruslah seseorang yang juga
mempunyai kedekatan pada Allah selaku Tuhan semesta alam pada setiap
pekerjaan dan kegiatan yang dilakukannya dimanapun dan kapanpun. Sudah
tidak dapat dipungkiri bahwa kesuksesan dan keberhasilan seseorang tidak
hanya ditentukan oleh Kecerdasan Intelektual (IQ) saja tetapi keberhasilan dan
kesuksesan atau kinerja seseorang juga dipengaruhi oleh Kecerdasan
Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ). Atas hal tersebut maka
Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) maupun Kecerdasan
Spiritual

(SQ)

yang

dimiliki

para

karyawan

harus

digali

dan

ditumbuhkembangkan, sehingga diharapkan akan berdampak positif terhadap


2

kinerja karyawan sehingga memudahkan dalam pencapaian tujuan perusahaan.


Michael Zwell (dalam Wibowo : 2007) mengungkapkan bahwa terdapat
faktor yang dapat mempengruhi kompetensi seseorang, yaitu: Pengetahuan,
Keterampilan, Kemampuan, Keyakinan, Pengalaman, Karakteristik pribadi,
Motivasi, Kemampuan Intelektual, Dan budaya organisasi.
Yacub (2001) berpendapat dan juga menekankan akan pentingnya
reformasi dan perubahan sistem pendidikan Nasional yang mensinergikan IQ,
EQ, SQ dalam segala bidang, mulai dari tujuan Pendidikan, kurikulum metode
pengajaran, dan substansi pengajaran nasional, regional dan lokal. Sedangkan
mantan perdana mentri Singapura Goh Chok Tong (Patton, 1998) menyebutkan
bahwa :
Karakter menentukan apakah seseorang dapat berhasil dalam hidup
atau tidak, IQ yang tinggi saja tidaklah cukup, kepemimpinan bukanlah yang
utama selain sebagai seni membujuk orang untuk bekerja mencapai suatu tujuan
bersama ini semua membutuhkan keterampilan antar pribadi (interpersonal) dan
kecerdasan sosial yang tinggi
Salah satu contoh mengenai kasus penggelapan dana nasabah sekitar
Rp 17 miliar oleh mantan Relationship Manager Citibank, Inong Malinda atau
Melinda Dee. Dia diduga mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar
terhadap slip transfer penarikan dana pada beberapa rekening nasabahnya.
Dapat dilihat bahwa karyawan Citibank, lebih khusus Inong Malinda tidak dapat
mengelola kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan
spiritualnya dengan benar, hingga akhirnya dia tidak mampu menahan godaan
untuk menggaburkan transaksi beberapa rekening nasabahnya.

Kedua,

meninggalnya Irzen Octa. Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) yang


meninggal dunia Selasa 29 Maret 2011, setelah menanyakan jumlah tagihan
kartu kredit Citibank yang membengkak hingga Rp100 juta dari semula Rp48
juta. Sebelum meninggal, dia sempat diinterogasi penagih utang atau debt
collector Citibank. Serta masih ada kasus-kasus lainnya yang berhubungan
3

dengan kinerja karyawan bank yang kurang memberi perhatian dalam mengelola
kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kanwil Manado merupakan bagian dari
Bank umum yang beroperasi dengan kegiatan operasionalnya yang meliputi
kegiatan mengumpulkan dana dari masyarakat maupun menyalurkan dana
tersebut pada dunia usaha, tentunya tidak dapat terlepas dari peranan para
karyawan dan staf kepegawaian mulai dari tingkat manajer sampai ke cleaning
service. Dalam menjalankan tugas, setiap hari karyawan diperhadapkan dengan
beban tugas silih berganti dan semuanya harus dikerjakan sesuai target, tak
jarang hal ini dapat menyebabkan emosi jadi tidak stabil serta menjadi kurang
bersemangat dalam menyelesaikan pekerjaan. Dalam hal ini, pengendalian
emosi sangat dibutuhkan untuk dapat berkinerja tinggi. Belum lagi karyawan
harus berhadapan dengan tugas-tugas yang menggunakan hitungan serta
kemampuan karyawan dalam mengatasi permasalahan yang ada, hal ini
memberi arti bahwa kecerdasan intelektual menjadi salah satu variabel yang
memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Selain itu, dilihat dari tugas utama
BRI Kanwil Manado yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat maupun
menyalurkan dana tersebut pada dunia usaha, karyawan sangat dituntut untuk
bersikap jujur, karena melihat fenomena dan permasalahan tentang ketidakmampuan karyawan menahan godaan untuk mengaburkan transaksi beberapa
rekening nasabah, hal ini juga menjadi salah satu variabel yang memiliki
pengaruh terhadap kinerja karyawan.
Karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
dengan judul:
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia Kantor Wilayah Manado
4

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :


1. Apakah Kecerdasan Emosional berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado?
2. Apakah Kecerdasan Intelektual berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado?
3. Apakah Kecerdasan Spiritual berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado?

1.3.

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan

dalam penelitian ini adalah :


1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kecerdasan emosional
terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah
Manado.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kecerdasan intelektual
terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kecerdasan spiritual terhadap
kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado.

1.4.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat utama, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan

dapat

bermanfaat

bagi

perkembangan

ilmu

pengetahuan secara khusus tentang kecerdasan emosional, kecerdasan


intelektual, dan kecerdasan spiritual dalam upaya peningkatan kinerja
5

karyawan dalam suatu organisasi.


b. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan PT.
Bank

Rakyat

Indonesia

Kantor

Wilayah

Manado

untuk

lebih

meningkatkan kinerja karyawan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

2.1.1. Penelitian Meirnayati (2005)


Penelitian

oleh

Meirnayati

(2005)

tentang

Pengaruh

kecerdasan

intelektual, komitmen organisasi, dan budaya organisasi terhadap kinerja


karyawan Hotel Horison Semarang yang mengungkapkan bahwa pada dasarnya
Kinerja karyawan sangat membantu perusahaan dalam meraih tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang. Kinerja karyawan sebagai tujuan akhir dan
merupakan cara berbagai manajer untuk memastikan bahwa aktivitas karyawan
dan output yang dihasilkan sesuai dengan tujuan organisasi. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan berusaha melakukan kajian tentang pengaruh kecerdasan
intelektual, komitmen organisasi dan budaya organisasi dengan kinerja
karyawan.
Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : (1)
terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan intelektual terhadap kinerja
karyawan, (2) terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan, (3) terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan, dan (4) terdapat pengaruh yang signifikan
antara kecerdasan intelektual, komitmen organisasi dan budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan secara bersama-sama mempengaruhi.
Penelitian ini dilakukan di Hotel Horison Semarang. Terdapat 95
responden yang telah dipilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel berupa random sampling. Metode pengambilan data adalah

dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah
analisis regresi berganda.
Penelitian menemukan bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini telah
terbukti secara signifikan. Kecerdasan intelektual, komitmen organisasi dan
budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Variabel yang memiliki pengaruh paling besar adalah kecerdasan intelektual.
Implikasi pada penelitian ini adalah kecerdasan intelektual, komitmen organisasi
dan budaya organisasi memiliki peran yang sama penting baik secara individu
atau secara bersama-sama dalam meningkatkan kinerja karyawan.

2.1.2. Penelitian Laras (2006)


Penelitian oleh Laras (2006) tentang Pengaruh kecerdasan emosional,
Kompetensi Komunikasi, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan PT.
POS Indonesia (Persero) Se Kota Semarang yang mengungkapkan bahwa pada
dasarnya kinerja karyawan merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal
dari diri pribadi karyawan (internal faktor), keadaan lingkungan/perusahaan
(external faktor), maupun upaya strategis dari perusahaan. Kinerja yang baik
tentu saja merupakan harapan bagi semua perusahaan dan institusi yang
mempekerjakan karyawan, sebab kinerja karyawan ini pada akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Jika kinerja
karyawan baik maka kinerja perusahaan akan baik pula, demikian sebaliknya jika
kinerja karyawan tidak baik maka akan tidak baik pula kinerja perusahaan.
Penelitian ini untuk menguji beberapa faktor yang secara teoritis diduga memiliki
pengaruh terhadap kinerja karyawan, yaitu kecerdasan emosional, kompetensi
komunikasi, dan budaya organisasi.
Penelitian ini dilakukan di PT Pos Indonesia se-kota Semarang meliputi
Kantor Wilayah, Kantor Pos Semarang, dan Kantor Mail Processing Center
8

Semarang. Sebanyak 120 karyawan terpilih sebagai responden dengan


menggunakan Disproportionate stratified sampling. Metode pengumpulan data
adalah dengan menggunakan kuisioner. Teknis analisis data yang digunakan
adalah Structural Equation Modeling (SEM).
Penelitian ini menemukan beberapa kesimpulan penting yaitu pertama
bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini telah terbukti secara signifikan.
Kedua, variabel kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Ketiga,
variabel budaya organisasi mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
kinerja karyawan dibandingkan dengan variabel lainnya. Implikasi dari penelitian
ini adalah kompetensi komunikasi, kecerdasan emosional dan budaya organisasi
mempunyai peran yang sama penting dalam meningkatkan kinerja karyawan.

2.1.3. Penelitian Cipta (2009)


Penelitian oleh Cipta (2009) tentang Pengaruh kecerdasan spiritual
terhadap kinerja karyawan melalui kecerdasan emosional sebagai variabel
intervening pada karyawan PT. Asuransi Takaful Keluarga Kantor Pemasaran
Surabaya yang mengungkapkan bahwa kinerja karyawan yang tinggi dan
berkualitas sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan. Penting sekali bagi
perusahaan untuk mengetahui bagaimana kualitas sumber daya manusia yang
ada diperusahaan tersebut. Salah satunya adalah memperhatikan kecerdasan
(intelligence) dari setiap karyawannya. Kecerdasan disini tidak identik hanya
dengan kecerdasan intelektual saja, namun kecerdasan spiritual dan kecerdasan
emosional tidak kalah pentingnya untuk meraih kinerja yang diharapkan oleh
perusahaan. Karena itu kecerdasan spiritual yang baik nantinya akan
berpengaruh terhadap kinerja dan kecerdasan emosional. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan
9

melalui kecerdasan emosional.


Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dijabarkan dalam tiga
variabel yang terdiri kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan kinerja
yang diajukan pada karyawan PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA KANTOR
PEMASARAN SURABAYA. Berdasarkan landasan teori yang digunakan dan
rumusan masalah yang diajukan, terdapat dua hipotesis yang akan diuji.
Penelitian dilakukan pada 43 karyawan PT. ASURANSI TAKAFUL
KELUARGA

KANTOR

PEMASARAN

SURABAYA.

Teknis

analisis

yang

digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik analisis jalur (path analysis).
Berdasarkan hasil analisis dihasilkan kesimpulan bahwa: (1) kecerdasan
spiritual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan (2)
kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja
karyawan melalui kecerdasan emosional.
Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian oleh
penulis dapat dilihat pada Tabel 2.1.

10

Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian
No.

1.

Nama Peneliti

Meirnayati (2005)

2.

Laras (2006)

3.

Cipta (2009)

Judul
Pengaruh
kecerdasan
intelektual,
komitmen
organisasi, dan
budaya organisasi
terhadap kinerja
karyawan Hotel
Horison Semarang

Pengaruh
kecerdasan
emosional,
kompetensi
komunikasi dan
budaya organisasi
terhadap kinerja
karyawan PT. POS
Indonesia (Persero)
Se Kota Semarang

Pengaruh
kecerdasan spiritual
terhadap kinerja
karyawan melalui
kecerdasan

Populasi

Teknik Sampling

95

Random Sampling

120

Disproportionate Stratifie
Random Sampling

43

Random Sampling

11

4.

2.2.

Alicia Sumenge
(2011)

emosional sebagai
variabel intervening
pada karyawan PT.
Asuransi Takaful
Keluarga Kantor
Pemasaran
Surabaya
Analisis Pengaruh
kecerdasan
emosional,
kecerdasan
intelektual, dan
kecerdasan spiritual
terhadap kinerja
karyawan PT. BRI
Kanwil Manado

69

Sensus
(Sampling Jenuh)

Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Kinerja


Kinerja merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang merupakan
efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya
berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasi
pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka kinerja sesungguhnya merupakan
perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan di dalam suatu
organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar
membuahkan hasil dan tindakan yang diinginkan (Winardi, 1996).
Maksud dan tujuan kinerja adalah menyusun sasaran yang berguna, tidak
hanya bagi evaluasi kinerja pada akhir periode tertentu, melainkan hasil proses
kerja sepanjang periode tersebut (Simamora, 1997).
Seperti juga dengan apa yang dikemukakan oleh Mohammad Asad
(1995): kinerja merupakan kesuksesan sesorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan dan kinerja tersebut pada dasarnya adalah hasil kerja seorang
karyawan selama periode tertentu.
Dessler (1997) memberikan pengertian yang lain tentang kinerja yaitu:
12

kinerja merupakan perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan
standar kerja yang ditetapkan dan kinerja itu sendiri lebih memfokuskan pada
hasil kerjanya. sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2002): kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh karyawan.
Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan
kontribusi kepada organisasi.
Winardi (1996) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.

Faktor

intrinsik

meliputi

motivasi,

pendidikan,

kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan dimana kesemuanya tersebut bisa di dapat dari


pelatihan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan kerja, kepemimpinan, hubungan
kerja dan gaji.
Bernadin (1993) menjelaskan bahwa kinerja sesorang dapat diukur
berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari pekerjaan yang bersangkutan.
Keenam kriteria tersebut adalah :
a. Kualitas
Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati
sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan
b. Kuantitas
Kuantitas adalah jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah
sejumlah unit kerja atau jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan
c. Ketepatan waktu
Tingkat aktivitas di selesaikannya pekerjaan tersebut pada waktu awal
yang diinginkan
d. Kemandirian
Karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan dari
orang lain
13

e. Komitmen
Komitmen berarti bahwa karyawan mempunyai tanggung jawab penuh
terhadap pekerjaannya

Mathis dan Jackson (2002), lebih lanjut memberikan standar kinerja


sesorang yang dilihat kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Standar kinerja tersebut
ditetapkan berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang
sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawannya, oleh karena itu
kinerja individual dalam kriteria pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan
standar yang ada dan hasilnya harus dikomunikasikan kepada seluruh karyawan.
Mathis dan Jackson juga menjelaskan standar kinerja dapat berupa output
produksi atau lebih dikenal dengan standar kinerja numerik dan standar kinerja
non numerik.
Kinerja karyawan setiap periodik perlu dilakukan penilaian. Hal ini karena
penilaian kinerja karyawan tersebut nantinya dapat digunakan sebagai analisis
untuk kebutuhan dilaksanakannya pelatihan (Ivancevich, 2001). Penilaian kinerja
adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka
ketika

dibandingkan

dengan

satu

set

standar

dan

kemudian

mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis dan Jackson, 2002).

Menurut Schuler dan Jackson (1996) penilaian kinerja mengacu pada


suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi
sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil. Fokusnya adalah
mengetahui seberapa produktif karyawan dan apakah ia bisa bekerja sama
dengan orang lain atau tidak.
Penilaian kinerja mempunyai dua kegunaan utama. Penilaian pertama
14

adalah mengukur kinerja untuk tujuan memberikan penghargaan seperti


misalnya untuk promosi. Kegunaan yang lain adalah untuk pengembangan
potensi individu (Mathis dan Jackson, 2002). Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Desler (1997) bahwa tiga tujuan dari penilaian kinerja yaitu memberikan
informasi tentang dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji, meninjau
perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan dan untuk perencanaan dan
pengembangan karir karyawan karena penilaian memberikan suatu peluang
yang baik untuk meninjau rencana karir seseorang yang dilihat dari kekuatan dan
kelemahan yang diperlihatkannya.

2.2.1.1.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan


Michael Zwell (dalam Wibowo : 2007) mengungkapkan bahwa

terdapat faktor yang dapat mempengruhi kompetensi seseorang, yaitu :


Pengetahuan,

Keterampilan,

Kemampuan,

Keyakinan,

Pengalaman,

Karakteristik pribadi, Motivasi, Kecerdasan, Dan budaya organisasi.

2.2.2. Perilaku Organisasi


Menurut Luthans (2006), perilaku organisasi positif merupakan suatu
studi dan aplikasi dari kekuatan sumber daya manusia positif dan kapasitas
psikologis yang dapat diukur, dikembangkan dan dikelola secara efektif untuk
meningkatkan kinerja ditempat kerja saat ini.
Menurut

Harley-Davidson

(2000)

dalam

Luthans

(2006),

selain

didasarkan pada kekuatan dan kapasitas psikologis positif atau modal psikologis,
maka sebuah konstruksi perilaku organisasi positif (POB) harus memenuhi
kriteria operasional sebagai berikut :

15

a. Berdasarkan

teori

dan

penelitian.

Perilaku

organisasi

positif

didasarkan pada pembentukan teori dasar dan penemuan penelitian


dasar dan terapan yang berkelanjutan.
b. Ukuran-ukuran valid. Sebuah konstruksi POB harus dapat dipercaya
(reliabel) dan mempunyai ukuran-ukuran valid.
c. Konsep unik. POB berhubungan dengan konstruksi yang unik dan
menarik.
d. Terbuka untuk perkembangan.
e. Mengelola perkembangan kinerja. POB berhubungan dengan tempat
kerja dan bagaimana kapasitas psikologis positif dapat diterapkan
untuk mengembangkan kinerja manusia khususnya bagi pemimpin
atau manajer dan sumber daya manusia secara umum.
Kapasitas psikologis positif yang paling memenuhi kelima kriteria tersebut
adalah : optimisme, harapan, kebahagian, resiliensi, kecerdasan dan percaya
diri/efikasi diri.

2.2.2.1.

Kecerdasan Emosional
Orang yang pertama kali mengungkapkan adanya kecerdasan lain

selain akademik yang dapat mempengaruhi keberhasilan sesorang adalah


Gardner. Kecerdasan lain itu disebut dengan emotional intelligence atau
kecerdasan emosi (Goleman, 2000).
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan
emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain secara positif.
Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000) mengatakan bahwa
16

yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan


mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri.
Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif
maupun negatif.
Ahmad Purba (1999) berpendapat bahwa: kecerdasan emosi adalah
kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi,
kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan
menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan Patton (1998) bahwa
penggunaan emosi yang efektif akan dapat mencapai tujuan dalam membangun
hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan kerja.
Kecerdasan Emosi dapat diukur dari beberapa aspek-aspek yang
ada. Goleman (2001) mengemukakan lima kecakapan dasar dalam kecerdasan
Emosi, yaitu:
a. Self awareness
Merupakan kemampuan sesorang untuk mengetahui perasaan dalam
dirinya dan efeknya serta menggunakannya untuk membuat keputusan bagi diri
sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis, atau kemampuan diri dan mempunyai
kepercayaan diri yang kuat lalu mengkaitkannya dengan sumber penyebabnya.
b. Self management
Yaitu

merupakan

kemampuan

menangani

emosinya

sendiri,

mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan terhadap kata


hati, untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari.
c. Motivation
Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat
membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik
serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu bertahan
17

menghadapi kegagalan dan frustasi.


d. Empati (social awareness)
Empati merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, dan menimbulkan hubungan
saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu
e. Relationship management
Merupakan

kemampuan

menangani

emosi

dengan

baik

ketika

berhubungan dengan orang lain dan menciptakan serta mempertahankan


hubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah,
menyelesaikan perselisihan dan bekerja sama dalam tim.

2.2.2.2.

Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang

membedakan kualitas orang yang satu dengan orang yang lain (Joseph, 1978).
Kecerdasan intelektual lazim disebut dengan inteligensi. Istilah ini
dipopulerkan kembali pertama kali oleh Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli
matematika yang terkemuka dari Inggris (Joseph, 1978). Inteligensi adalah
kemampuan kognitif yang dimiliki organisme untuk menyesuaikan diri secara
efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi
oleh faktor genetik (Galton, dalam Joseph, 1978).
Intelligensi lebih difokuskan kepada kemampuannya dalam berpikir.
Wechsler seorang ilmuwan dari Anerika adalah orang yang membuat test
inteligensi WAIS dan WISC yang banyak digunakan diseluruh dunia. Ia
mengemukakan bahwa inteligensi adalah kemampuan global yang dimiliki oleh
individu agar bisa bertindak secara terarah dan berpikir secara bermakna serta
bisa berinteraksi dengan lingkungan secara efisien (dalam Anastasi dan Urbina,
1997).
18

Spearman mengelompokan inteligensi ke dalam dua kategori.


Kategori yang pertama adalah g factor atau biasa disebut dengan kemampuan
kognitif yang dimiliki individu secara umum, misalnya kemampuan mengingat
dan berpikir. Kategori yang kedua disebut dengan s factor yaitu merupakan
kemampuan khusus yang dimiliki individu (Eysenck, 1981). G faktor lebih
merupakan potensi dasar yang dimiliki oleh setiap orang unuk belajar dan
beradaptasi.
Intelligensi ini dipengaruhi oleh faktor bawaan. Faktor s merupakan
intelligensi yang dipengaruhi oleh lingkungan sehingga faktor s yang dimiliki oleh
orang yang satu akan berbeda dengan orang yang lain. Setiap faktor s pasti
mengandung faktor g.
Istilah inteligensi digunakan dengan pengertian yang luas dan
bervariasi, tidak hanya oleh masyarakat umum tetapi juga oleh anggota-anggota
berbagai disiplin ilmu (Sternberg dalam Anastasi, 1997). Anastasi (1997)
mengatakan bahwa inteligensi bukanlah kemampuan tunggal dan seragam tetapi
merupakan komposit dari berbagai fungsi. Istilah ini umumnya digunakan untuk
mencakup gabungan kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk bertahan
dan maju dalam budaya tertentu. Kemampuan intelektual ini dapat diukur dengan
suatu alat tes yang biasa disebut IQ (Intellegence Quotient). IQ adalah ekspresi
dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan dengan
norma usia yang ada (Anastasi, 1997). Eysenck (1981) menyebutkan bahwa ada
berbagai macam pengukuran inteligensi dan setiap tes IQ yang digunakan akan
disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan dari penggunaan tes IQ tersebut.
Wiramiharja

(2003)

mengemukakan

indikator-indikator

dari

kecerdasan intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan yaitu menyangkut


upaya untuk mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauaan
terhadap prestasi kerja. Ia meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes
19

kecerdasan yang diambil dari tes inteligensi yang dikembangkan oleh Peter
Lauster, sedangkan pengukuran besarnya kemauan dengan menggunakan alat
tes Pauli dari Richard Pauli, khusus menyangkut besarnya penjumlahan. Ia
menyebutkan tiga indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain
kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah :
a. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang
bentuk
b. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang
bahasa
c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan
angka biasa disebut dengan kemampuan numerik

Suharsono (2005) menyebutkan bahwa secara umum Kecerdasan


Intelektual (IQ) tersebut terdiri dari kamampuan matematika dan kemampuan
bahasa, sedangkan menurut Tasmara (2002) Kecerdasan Intelektual (IQ)
merupakan daya ingat, daya nalar, perbendaharaan kata dan kemampuan
pemecahan masalah. Menurut Thurstone (Sholeh dan Wahab, 2004: 181)
menyatakan bahwa Kecerdasan Intelektual (IQ) terdiri dari tujuh kemampuan
yaitu : kemampuan menulis, berbicara dengan mudah, kemampuan menjumlah,
mengurangi, mengalikan, dan membagi, memahami dan mengerti makna kata
yang diucapkan, memperoleh kesan akan sesuatu, mampu memecahkan
persoalan dan mengambil pelajaran dari pengalaman lampau, dengan tepat
melihat dan mengerti hubungan benda dalam ruang, mengenali objek dengan
tepat dan cepat.
Sedangkan menurut Mujib dan Mudzakir (2000) indikator kecerdasan
intelektual (IQ) adalah :
1. Mudah dalam menggunakan hitungan
20

2.
3.
4.
5.
6.

Baik ingatan
Mudah menangkap hubungan percakapan-percakapan
Mudah menarik kesimpulan
Cepat dalam mengamati
Cakap dalam memecahkan berbagai problem

Penelitian yang dilakukan oleh Wiramihardja ini menunjukkan hasil


korelasi positif yang signifikan untuk semua hasil tes dari indikator kecerdasan
terhadap prestasi kerja dan variabel kemauaan, baik itu kecerdasan figural,
kecerdasan verbal, maupun kecerdasan numerik. Istilah kecerdasan intelektual
lebih dikhususkan pada kemampuan kognitif. Behling (1998) mendefinisikan
kemampuan kognisi yang diartikan sama dengan kecerdasan intelektual, yaitu
kemampuan yang didalamnya mencakup belajar dan pemecahan masalah,
menggunakan kata-kata dan simbol.
Pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan
satu pengukuran tunggal. Para peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur
kemampuan kognitif tersebut, yang utama adalah dengan menggunakan tiga
pengukuran yaitu kemampuan verbal, kemampuan matematika, dan kemampuan
ruang (Moustafa dan Miller, 2003). Pengukuran lain yang termasuk penting
seperti kemampuan mekanik, motorik dan kemampuan artistik tidak diukur
dengan tes yang sama, melainkan dengan menggunakan alat ukur yang lain. Hal
ini berlaku pula dalam pengukuran motivasi, emosi dan sikap (Moustafa dan
Miller, 2003).

2.2.2.3.

Kecerdasan Spiritual
Pada masa kini orang mulai mengenal istilah kecerdasan lain

disamping kedua kecerdasan diatas, yaitu kecerdasan spiritual. Zohar dan


Marshal (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai rasa moral,
kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan
21

cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman
sampai pada batasannya, juga memungkinkan kita bergulat dengan ihwal baik
dan jahat, membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat kita dari
kerendahan. Kecerdasan tersebut menempatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup sesorang lebih bernilai dan bermakna (Zohar dan
Marshal, 2000).
Eckersley (2000) memberikan pengertian yang lain mengenai
kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual didefinisikan sebagai perasaan intuisi
yang dalam terhadap keterhubungan dengan dunia luas didalam hidup kita.
Konsep mengenai kecerdasan spiritual dalam hubungannya dengan dunia kerja,
menurut Ashmos dan Duchon (2000) memiliki tiga komponen yaitu kecerdasaan
spiritual sebagai nilai kehidupan dari dalam diri, sebagai kerja yang memiliki arti
dan komunitas.
Mccormick

(1994)

dan

Mitroff

and

Denton

(1999),

dalam

penelitiannya membedakan kecerdasan spriritual dengan religiusitas di dalam


lingkungan kerja. Religiusitas lebih ditujukan pada hubungannya dengan Tuhan
sedangkan kecerdasan spiritual lebih terfokus pada suatu hubungan yang dalam
dan terikat antara manusia dengan sekitarnya secara luas.
Berman (2001) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual (SQ)
dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Dia
juga mengatakan bahwa kecerdasan spiritual juga dapat membantu sesorang
untuk dapat melakukan transedensi diri.
Kecerdasan spiritual muncul karena adanya perdebatan tentang IQ
dan EQ, oleh karena itu istilah tersebut muncul sebab IQ dan EQ dipandang
hanya menyumbangkan sebagian dari penentu kesuksesan sesorang dalam
hidup. Ada faktor lain yang ikut berperan yaitu kecerdasan spiritual yang lebih
22

menekankan pada makna hidup dan bukan hanya terbatas pada penekanan
agama saja (Hoffman, 2002).
Agus Nggermanto (2002): sesorang yang memiliki SQ tinggi adalah
orang yang memiliki prinsip dan visi yang kuat, mampu memaknai setiap sisi
kehidupan serta mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan
kesakitan.
Sukidi (2002; dalam Setyawan, 2004) mengemukakan tentang nilainlai dari kecerdasan spritual berdasarkan komponen-komponen dalam SQ yang
banyak dibutuhkan dalam dunia bisnis, diantaranya adalah:
a. Mutlak Jujur
Kata kunci pertama untuk sukses di dunia bisnis selain berkata benar dan
konsisten akan kebenaran adalah mutlak bersikap jujur. Ini merupakan
hukum spiritual dalam dunia usaha
b. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan sebuah hukum alam di dalam dunia usaha,
maka logikanya apabila sesorang bersikap fair atau terbuka maka ia telah
berpartisipasi di jalan menuju dunia yang baik
c. Pengetahuan diri
Pengetahuan diri menjadi elemen utama dan sangat dibutuhkan dalam
kesuksesan sebuah usaha karena dunia usaha sangat memperhatikan
dalam lingkungan belajar yang baik.
d. Fokus pada kontribusi
Dalam dunia usaha terdapat hukum yang lebih mengutamakan memberi
daripada menerima. Hal ini penting berhadapan dengan kecenderungan
manusia untuk menuntut hak ketimbang memenuhi kewajiban. Untuk
itulah orang harus pandai membangun kesadaran diri untuk lebih terfokus
pada kontribusi
23

e. Spiritual non dogmatis


Komponen ini merupakan nilai dari kecerdasan spiritual dimana
didalamnya terdapat kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki
tingkat kesadaran yang tinggi, serta kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, kualitas hidup oleh visi dan nilai.

2.3.

Hubungan Antar Variabel

2.3.1. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kinerja Karyawan


Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan tantangan yang harus
dihadapi oleh karyawan, misalnya persaingan yang ketat, tuntutan tugas,
suasana kerja yang tidak nyaman dan masalah hubungan dengan orang lain.
Masalah-masalah tersebut dalam dunia kerja bukanlah suatu hal yang hanya
membutuhkan kemampuan intelektualnya, tetapi dalam menyelesaikan masalah
tersebut kemampuan emosi atau kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan. Bila
sesorang dapat menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja yang berkaitan
dengan emosinya maka dia akan menghasilkan kerja yang lebih baik. Agustian
(2001)

berdasarkan

penelitian

dan

pengalamannya

dalam

memajukan

perusahaan berpendapat bahwa keberadaan kecerdasan emosional yang baik


akan membuat seorang karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang
lebih baik. Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah
mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya
cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotional intelligence
(Goleman 2000). Secara khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ
yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak
orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja berperan penting dalam
membentuk moral dan disiplin para pekerja.
Kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh faktor
24

intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang yang
dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan kinerja
yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (2004):
kecerdasan emosi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi
kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Salah
satu aspek dalam kecerdasan emosi adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman,
2000), seperti yang dijelaskan sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan
landasan keberhasilan dan terwujudnya kinerja yang tinggi di segala bidang.
Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis (2001) dan
Chermiss (1998) terhadap beberapa subjek penelitian dalam beberapa
perusahaan maka hasil yang didapat menunjukan bahwa karyawan yang
memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang
lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang
diberikan

karyawan

tersebut

terhadap

perusahaan.

Chermiss

juga

mengungkapkan bahwa walaupun sesorang tersebut memiliki kinerja yang cukup


baik tapi apabila dia memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan
orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang.

2.3.2. Hubungan Kecerdasan Intelektual dengan Kinerja


Dunia kerja erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki
oleh seseorang. Seorang pekerja yang memiliki IQ tinggi diharapkan dapat
menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki IQ
lebih rendah. Hal tersebut karena mereka yang memiliki IQ tinggi lebih mudah
menyerap ilmu yang diberikan sehingga kemampuannya dalam memecahkan
masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya akan lebih baik (Eysenck, 1981).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiramiharja (2003) menemukan
bahwa kecerdasan yang lebih bersifat kognitif memiliki korelasi positif yang
25

bersifat signifikan dengan prestasi kerja. Ia menyebutkan bahwa prestasi kerja


yang dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya pada hasil yang lebih
memuaskan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitiannya ia
memberikan bukti bahwa IQ memberikan kontribusi sebesar 30% didalam
pencapaian prestasi kerja dan kinerja sesorang.
Kecerdasan intelektual atau inteligensi diklasifikasikan ke dalam dua
kategori yaitu general cognitive ability dan spesifik ability. Kinerja seseorang
dapat diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki g factor.
Seseorang yang memiliki kemampuan general cognitive maka kinerjanya dalam
melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian spesifik
ability juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja sesorang
yang dihasilkan (Ree, Earles dan Teachout, 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh ketiganya tersebut merupakan penelitian
tentang kecerdasan intelektual yang didasarkan tidak hanya dengan satu
kemampuan yang general saja. Ada kemampuan spesifik, yaitu biasa disebut
dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang, yang dapat memprediksi kinerja
seseorang. Rae, Earles dan Teachout (1994) menggunakan alat tes ASVAB ( the
Armed Sevuce Vocational Aptitude Battery) untuk mengukur kemampuan general
kognitif dan kemampuan spesifik. Mereka juga menggunakan tujuh kriteria kerja
dalam kinerja yang akan diukur, alat analisis yang dipakai adalah multiple
regresion analysis. Hasilnya adalah ternyata general cognitive abilty dan spesifik
ability merupakan faktor kecerdasan intelektual yang berpengaruh positif
signifikan dalam memprediksi kinerja seseorang.
Tes inteligensi dapat dipandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau
inteligensi akademik. Fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem pendidikan
merupakan hal penting yang mendasar dalam budaya yang modern dan maju
secara teknologis, karena itu skor pada sebuah tes inteligensi akademik juga
26

merupakan alat untuk memprediksi kinerja yang efektif dalam banyak industri
kerja. Hal tesebut menunjukkan bahwa orang yang memiliki skor inteligensi yang
cukup baik akan dapat berhasil dalam lingkungan kerjanya (Anastasi, 1997).
Keseimbangan yang baik antara IQ dengan EQ harus dapat dicapai.
Orang yang memiliki EQ yang baik tanpa ditunjang dengan IQ yang baik pula
belum tentu dapat berhasil dalam pekerjaannya. Hal ini karena IQ masih
memegang peranan yang penting dalam kinerja sesorang, sehingga keberadaan
IQ tidak boleh dihilangkan begitu saja (Caruso, 1999). Hal yang sama yang juga
diungkapkan oleh Gordon (fokus-online, 2004) bahwa perbaikan kemampuan
kognitif adalah cara terbaik untuk meningkatkan kinerja para pekerja.
Kemampuan kognitif dalam hal ini kecerdasan intelektual merupakan alat
peramal yang paling baik untuk melihat kinerja sesorang di masa yang akan
datang (Hunter, 1996). Penelitian Moustafa dan Miller pada tahun 2003, juga
menunjukan hasil yang sama pula. Mereka meneliti tentang validitas tes skor
kemampuan kognitif pada proses seleksi karyawan. Tes inteligensi merupakan
alat yang tepat dalam melakukan seleksi terhadap karyawan, sehingga tes
tersebut dapat memberikan keputusan bagi manajer untuk mendapatkan orang
yang tepat dalam pemilihan karyawan yang dibutuhkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa seorang karyawan yang mendapatkan skor tes IQ yang
tinggi pada saat seleksi ternyata menghasilkan kinerja yang lebih baik, terutama
apabila

dalam

masa-masa

tugasnya

tersebut

ia

sering

mendapatkan

pengetahuan dan keterampilan beru dari pelatihan yang dilakukan (Moustafa dan
Miller, 2003).

2.3.3. Hubungan Kecerdasan Spiritual dengan Kinerja


Kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubungkan dengan diri
sendiri, orang lain dan alam semesta secara utuh. Pada saat orang bekerja,
27

maka ia dituntut untuk mengarahkan intelektualnya, tetapi banyak hal yang


membuat seseorang senang dengan pekerjaannya. Seorang pekerja dapat
menunjukkan kinerja yang prima apabila ia sendiri mendapatkan kesempatan
untuk mengekspresikan seluruh potensi diri sebagai manusia. Hal tersebut akan
dapat muncul bila seseorang dapat memaknai setiap pekerjaannya dan dapat
menyelaraskan antara emosi, perasaan dan otak.
Kecerdasan spiritual mengajarkan orang untuk mengekspresikan dan
memberi makna pada setiap tindakannya, sehingga bila ingin menampilkan
kinerja yang baik maka dibutuhkan kecerdasan spiritual (Ningky Munir, 2000).
Penelitian yang dilakukan Wiersma (2002) memberikan bukti tentang
pengaruh kecerdasan spiritual dalam dunia kerja. Ia meneliti tentang bagaimana
pengaruh spiritualitas dalam perilaku pengembangan karir. Penelitian ini
dilakukan selama tiga tahun dengan melakukan studi kualitatif terhadap 16
responden. Hasil penelitian yang dilakukannya ternyata menunjukan bahwa
kecerdasan spiritual mempengaruhi tujuan sesorang dalam mencapai karirnya di
dunia kerja. Seseorang yang membawa makna spiritualitas dalam kerjanya akan
merasakan hidup dan pekerjaannya lebih berarti. Hal ini mendorong dan
memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan kinerja yang dimilikinya, sehingga
dalam karir ia dapat berkembang lebih maju. Hasil penelitian ini sama dengan
apa

yang

pernah

dilakukan

Biberman

dan

Whittey

(1997).

Mereka

mengemukakan hubungan antara kecerdasan spiritual dengan pekerjaan.


Kecerdasan spiritual ternyata memberikan pengaruh pada tingkah laku
seseorang dalam bekerja.
Penelitian lain mengenai kecerdasan spiritual pernah pula dilakukan oleh
Chakraborty dan Chakraborty (2004). Mereka melakukan penelitian tentang
kecerdasan

spiritual

dan

leadership.

Spiritualitas

berpengaruh

terhadap

bagaimana seseorang bersikap sebagai pemimin. Pemimpin yang baik adalah


28

mereka yang memiliki kecerdasan spiritual yang bagus, serta dapat membawa
nilai-nilai spiritualitas dalam kepemimpinannya. Mereka yang berperilaku
demikian akan lebih dihargai oleh para bawahannya, sehingga hasil kerja yang
dihasilkan akan lebih baik karena setiap orang dapat belajar saling memahami
dan menghargai. Kecerdasan spiritual dapat dikemabangkan oleh setiap orang.
Mengingat pentingnya kecerdasan spiritual dalam dunia kerja, maka beberapa
organisasi menciptakan metode untuk mengisi dan melatih kebutuhan spiritual
agar dapat mendorong perilaku kerja karyawan mereka supaya lebih baik,
sehingga setiap karyawan dapat memunculkan kinerja yang lebih optimal. Alat
yang biasa digunakan adalah dengan enneagram.
Penelitian Kale dan Shrivasta (2003) memberikan suatu studi tentang
metode enneagram tersebut untuk meningkatkan dan mendorong spiritualitas di
dalam dunia kerja.
Pada

pertengahan

tahun

1990,

untuk

menjadi

pintar

tidaklah

sesederhana dinyatakan hanya dengan memiliki IQ yang tinggi. Penelitian Mudali


(2002, p.3) membuktikan tentang pentingnya kecerdasan spiritual. Sesorang
haruslah memiliki SQ yang tinggi agar dia dapat bebar-benar menjadi pintar.
Kecerdasan tersebut juga dibutuhkan dalam dunia kerjanya, apabila ketiga
kecerdasan tersebut dapat berfungsi secara efektif maka dia akan menampilkan
hasil kerja yang menonjol (Mudali, 2002).
Saat ini dunia kerja membawa lebih banyak konsentrasi pada masalah
spiritual. Para pekerja mendapatkan nilai-nilai hidup bukan hanya dirumah saja,
tetapi mereka juga mencari setiap makna hidup yang berasal dari lingkungan
kerja mereka. Mereka yang dapat memberi makna pada hidup mereka dan
membawa spritualitas kedalam lingkungan kerja mereka akan membuat mereka
menjadi orang yang lebih baik, sehingga kinerja yang dihasilkan juga lebih baik
dibanding mereka yang bekerja tanpa memiliki kederdasan spiritual (Hoffman,
29

2002).
Kecerdasan spritual yang dimiliki setiap orang tidaklah sama. Hal tersebut
tergantung dari masing-masing pribadi orang tersebut dalam memberikan makna
pada hidupnya. Kecerdasan spritual lebih bersifat luas dan tidak terbatas pada
agama saja. Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu akan membuat
hasil kerja juga berbeda (Muhammad Idrus, 2002).

BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESA

3.1.

Kerangka Pikir
Dasar penyusunan kerangka pikir penelitian ini diawali dari pemikiran

bagaimana kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan


spiritual berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan hasil penelitian empiris
yang dilakukan oleh Meirnayati, Laras dan Cipta. Selengkapnya kerangka pikir
dapat digambarkan sebagai berikut :

30

Gambar 3.1
Kerangka Proses Berpikir

Kajian Teori
1. Kinerja Karyawan
(Mohammad Asad,
1995 dan Bernadin,
1993)
2. Kecerdasan
Emosional
(Goleman, 2000)
3. Kecerdasan
Intelektual
(Galton
(dalam
Joseph), 1978 dan
Mujib/Mudzakir,
2000)
4. Kecerdasan Spiritual
(Zohar dan Marshal,
2000
dan
Sukidi
(dalam
Setyawan),
2004)

Kajian Empirik
1. Meirnayati (2005), Pengaruh
kecerdasan
intelektual,
komitmen organisasi dan
budaya organisasi terhadap
kinerja
karyawan
Hotel
Horison Semarang.
2. Laras
(2006), Pengaruh
kecerdasan
emosional,
kompetensi komunikasi dan
budaya organisasi terhadap
kinerja karyawan PT. POS
Indonesia (Persero) Se Kota
Semarang
3. Cipta
(2009),
Pengaruh
kecerdasan spiritual terhadap
kinerja karyawan melalui
kecerdasan
emosional
31
sebagai variabel intervening
pada karyawan PT. Asuransi
Takaful
Keluarga
Kantor
Pemasaran Surabaya

Hipotesis

Uji Statistik

Tesis

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meirnayati disimpulkan


bahwa kecerdasan intelektual berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
karyawan. Hasil penelitian Laras menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Selanjutnya berdasarkan
peneltian yang dilakukan oleh Cipta mengindikasikan bahwa kecerdasan spiritual
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Adapun model penelitian adalah sebagai berikut :

Kecerdasan
Emosional

Kecerdasan
Intelektual

KINERJA

Kecerdasan Spiritual

32

Gambar 3.2
Model Penelitian

3.2.

Hipotesa
Kemudian untuk menguji pengaruh antar variabel, maka hipotesa

penelitian dinyatakan sebagai berikut :


H1 :

Kecerdasan emosional memiliki pengaruh secara parsial terhadap kinerja


karyawan.

H2 :

Kecerdasan intelektual memiliki pengaruh secara parsial terhadap kinerja


karyawan.

H3 :

Kecerdasan spiritual memiliki pengaruh secara parsial terhadap kinerja


karyawan.

H4 :

Kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual


memiliki pengaruh secara serempak terhadap kinerja karyawan.

BAB

IV

METODE PENELITIAN

4.1.

Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian asosiatif.

Penelitian asosiatif merupakan suatu jenis penelitian yang memiliki variabel


ganda, objek tunggal, dan pola hubungan atau pengaruh. Dalam penelitian ini
terdiri atas empat variabel yaitu: Kecerdasan Emosional (X1), Kecerdasan
Intelektual (X2), Kecerdasan Spiritual (X3), dan Kinerja (Y); sedangkan untuk
objek penelitian terdiri atas satu objek yaitu karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia
Kantor Wilayah Manado; dan untuk pola yang digunakan dalam penelitian ini
33

yaitu pola pengaruh antar variabel.

4.2.

Lokasi Penelitian
Adapun lokasi PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado,

terletak dipusat kota Manado, dimana segala aktivitas masyarakat Manado


sering berlangsung dipusat kota ini. Alasan peneliti memilih PT. Bank Rakyat
Indonesia Kanwil Manado, karena peneliti ingin mengetahui apakah PT. Bank
Rakyat Indonesia Kanwil Manado dalam menjalankan usahanya telah memiliki
sumber daya manusia yang unggul dan bukan hanya dalam keilmuan (IQ) saja
tetapi sumber daya manusia yang unggul sebagai seseorang yang memilki
kemampuan menyikapi setiap kondisi yang dihadapi dengan arif dan bijaksana
(EQ) serta sumber daya manusia yang unggul yang memiliki ketenangan diri
dalam menjalankan tugas (SQ). Jadi kinerja karyawan Bank Rakyat Indonesia
Kantor Wilayah Manado ini akan dilihat melalui beberapa karakteristik tersebut.
Kemudian akan dikembangkan sesuai dengan keadaan yang ada di Bank Rakyat
Indonesia (BRI) Kanwil Manado sesuai dengan keadaan yang ada di perusahaan
tersebut saat ini. Penelitian ini akan melihat bagaimana ketiga kecerdasan yang
ada di Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado sesuai dengan kinerja dari para
karyawan Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado. Hasil yang ada nantinya dapat
dilihat apakah dari berbagai macam kecerdasan yang ada telah berjalan baik
atau belum terhadap kinerja karyawan Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado
saat ini.

4.3.

Populasi dan Sampel


Menurut Sugiyono (2009:72 dalam tesis penelitian Clara Lamba, 2011)

populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang


mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
34

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan sampel adalah bagian


dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi
penelitian ini adalah keseluruhan Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Kantor Wilayah Manado, dengan jumlah karyawan 70 orang.
Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 60
karyawan sebagai sampel ditambah 8 orang kabag dan 1 orang wakil pimpinan
wilayah sebagai responden. Kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan
kinerja 60 karyawan akan dinilai oleh 8 orang kabag dari masing-masing bagian.
Begitu pula kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kinerja dari 8
kabag akan dinilai oleh 1 orang wakil pimpinan wilayah. Selanjutnya kecerdasan
emosional, kecerdasan intelektual, dan kinerja dari wakil pimpinan wilayah akan
dinilai oleh pimpinan wilayah BRI Kanwil Manado. Dari jumlah populasi secara
keseluruhan, selanjutnya besarnya pada masing-masing bagian ditentukan
secara sensus.

Untuk jelasnya, matriks sebaran jumlah populasi pada masing-masing


bagian dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
MATRIK SEBARAN SAMPEL
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Bagian
Pimpinan Wilayah
Wakil Pimpinan Wilayah
Kepala Bagian
Sekertaris
Bag. BISTEL
Bag. ADK
Bag. ARK
Bag. Mikro
Bag. SDM
Bag. Jaringan
Bag. Logistik
Bag. Umum
Total

Jumlah Karyawan
1
1
8
1
12
12
4
7
6
6
6
6
70

Sampel Karyawan
(bukan sampel)
1
8
1
12
12
4
7
6
6
6
6
69
35

Sumber: Bagian SDM BRI Kanwil Manado


Untuk teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini bersifat sensus
(sampling jenuh). Menurut Riduwan (2007:248) Sampling jenuh atau sensus
adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai
sampel.

4.4.

Jenis dan Sumber Data


Adapun jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai

berikut :
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang berkenaan
dengan identitas responden seperti : usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
dan masa kerja.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang peneliti
dapatkan secara tidak langsung dari objek penelitian, karena peneliti
mendapatkan informasi dari media perantara.

4.5.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :
a. Metode Kuesioner
Metode ini digunakan untuk memperoleh data variabel kecerdasan
emosional,

kecerdasan

intelektual,

kecerdasan

spiritual,

dan

kinerja

karyawan. Data dikumpulkan dengan memberikan daftar pertanyaan atau


36

kuesioner kepada responden. Khusus untuk kuesioner kinerja karyawan


dijawab oleh masing-masing Kepala Bagian
Alasan menggunakan metode ini adalah bahwa subyek penelitian
merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pernyataan subyek
yang diberikan adalah benar dan dapat dipercaya. Metode kuesioner yang
dipakai dalam penelitian ini adalah jenis kuesioner tertutup karena jawaban
telah disediakan. Kuesioner yang digunakan adalah pilihan ganda.

b. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang berhubungan
dengan data mengenai PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado.

4.6.

Skala Instrumen Penelitian


Skala instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2005), skala Likert digunakan


untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial. Instrumen dibuat dalam bentuk pilihan ganda
dimana setiap item soal disediakan jawaban. untuk masing-masing jawaban
tersebut akan diberi skor. sebagai contoh jawaban sebagai berikut :
-

Jawaban "a" (setuju/selalu/sangat positif) diberi skor 5

Jawaban "b" (setuju/sering/positif) diberi skor 4

Jawaban "c" (ragu-ragu/kadang-kadang/netral) diberi skor 3

Jawaban "d" (tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif) diberi skor 2

Jawaban "e" (sangat tidak setuju/tidak pernah) diberi skor 1

4.7.

Definisi Operasional Variabel dan Indikator


Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
37

sebagai berikut :
4.7.1. Kecerdasan Emosional (X1)
Goleman (2000) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun, serta dapat
memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk
emosi baik yang positif maupun negatif. Sedangkan indikator-indikator dari
Kecerdasan Emosional adalah :

a. Kesadaran diri (Self awareness) merupakan kemampuan karyawan BRI


Kanwil Manado untuk mengetahui perubahan-perubahan emosi yang
terjadi dalam dirinya.
b. Pengaturan diri (Self Management) merupakan kemampuan karyawan
BRI Kanwil Manado untuk menangani emosi dalam hubungan dan
tindakan sehari-hari.
c. Motivasi (Motivation) merupakan kemampuan karyawan BRI Kanwil
Manado menggunakan hasrat untuk membangkitkan semangat dan
tenaga serta mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Empati (Social Awareness) merupakan kemampuan karyawan BRI Kanwil
Manado merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
e. Pengaturan

hubungan

(Relationship

Management)

merupakan

kemampuan BRI Kanwil Manado menangani emosi dengan baik ketika


berhubungan dengan orang lain.

4.7.2. Kecerdasan Intelektual (X2)


Menurut Galton (dalam Joseph, 1978) Inteligensi (intelektual) adalah
kemampuan kognitif yang dimiliki organisme untuk menyesuaikan diri secara
efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi
38

oleh faktor genetik Sedangkan menurut Mujib dan Mudzakir (2000) indikator
kecerdasan intelektual (IQ) adalah :
a. Mudah dalam menggunakan hitungan, merupakan kemampuan karyawan
Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado menggunakan hitungan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan
b. Baik ingatan, merupakan kemampuan karyawan Bank Rakyat Indonesia
Kanwil Manado mengingat setiap tugas-tugas yang diberikan.
c. Mudah menangkap hubungan percakapan-percakapan, merupakan
kemampuan karyawan Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado dalam
memahami dan mengerti makna yang diucapkan
d. Mudah menarik kesimpulan, merupakan kemampuan karyawan Bank
Rakyat Indonesia Kanwil Manado dalam menarik kesimpulan atas suatu
hal
e. Cepat dalam mengamati, merupakan kemampuan karyawan Bank Rakyat
Indonesia Kanwil Manado dalam mengamati permasalahan yang ada
dengan cepat
f.

Cakap dalam memecahkan berbagai problem, merupakan kemampuan


karyawan Bank Rakyat Indonesia Kanwil Manado dalam mencari solusi
terhadap problem yang dihadapi dalam menyelesaikan pekerjaan

4.7.3. Kecerdasan Spiritual (X3)


Zohar dan Marshal (2000) mengatakan bahwa Kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan serta menempatkan perilaku
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang lebih bernilai dan bermakna.
Sedangkan Sukidi (dalam Setyawan, 2004) mengemukakan Indikator-indikator
kecerdasan spiritual yaitu :
a. Mutlak jujur merupakan sikap konsisten karyawan BRI Kanwil Manado
dalam melaksanakan pekerjaan
39

b. Keterbukaan merupakan sikap karyawan BRI Kanwil Manado dalam


menerima setiap kritikan dan masukan bagi dirinya.
c. Pengetahuan diri merupakan cara karayawan bersikap dan mengetahui
siapa dirinya sebenarnya dan peran tugasnya bagi organisasi

d. Fokus pada kontribusi merupakan sikap dan kemampuan karyawan untuk


lebih mengutamakan memberi daripada menerima.
e. Spiritual

non

dogmatis

merupakan

kemampuan

karyawan

untuk

menghadapi dan memanfaatkan penderitaan agar tidak menghalangi


dirinya untuk menyelesaikan pekerjaan.

4.7.4. Kinerja Karyawan (Y)


Mohammad Asad

(1995)

menyatakan

bahwa

kinerja

merupakan

kesuksesan sesorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan kinerja


tersebut pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode
tertentu. Menurut Bernadin (1993) indikator dari kinerja karyawan yaitu :
a. Kualitas kerja merupakan kemampuan karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik
b. Kuantitas kerja merupakan kemampuan karyawan untuk menyelesaikan
beban tugas yang diberikan pimpinan
c. Ketepatan

waktu

merupakan

kemampuan

karyawan

dalam

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan


d. Kemandirian merupakan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaannya tanpa meminta bantuan dari orang lain
e. Komitmen merupakan tanggung jawab karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan

40

Untuk lebih jelasnya, definisi operasional variabel dan indikator dapat


dilihat dalam tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Definisi Operasional Variabel dan Indikator
Variabel

Kecerdasan Emosional
(X1)

a.
b.
c.
d.
e.

Indikator
Self Awareness
Self Management
Motivation
Social Awareness
Relationship

Item
1
2
3
4
5

Management
a. Mudah Dalam
6
Menggunakan Hitungan
b. Baik Ingatan
c. Mudah Menangkap

7
8

Kecerdasan Intelektual
(X2)

Hubungan Percakapan
d. Mudah Menarik
9
Kesimpulan
e. Cepat Dalam
10
f.

Kecerdasan Spiritual
(X3)
Kinerja Karyawan (Y)

Mengamati
Cakap Dalam
Memecahkan Berbagai

11

Masalah
Mutlak jujur
Keterbukaan
Pengetahuan diri
Fokus pada kontribusi

1
2
3
4

e. Spiritual non dogmatis

a. Kualitas Kerja

a.
b.
c.
d.

41

b. Kuantitas Kerja
c. Ketepatan waktu

2
3

d. Kemandirian

e. Komitmen
Sumber : Lampiran I Kuesioner Penelitian

4.8.

Teknik Analisa Data

4.8.1. Uji Validitas


Uji ini dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketepatan instrumen
penelitian sehingga memberikan informasi yang akurat. Validitas dalam
penelitian ini dicari dengan criteria internal yaitu mengkorelasikan skor masingmasing dengan skor totalnya. Cara yang digunakan untuk menghitung korelasi
yaitu dengan program SPSS memakai teknik korelasi product moment.

4.8.2. Uji Reliabilitas


Uji ini dimaksudkan untuk mengukur instrumen penelitian guna
mengetahui konsistensi alat ukur. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan internal consistency yaitu mencobakan instrumen pengukuran sekali saja
kemudian data yang didapat dianalisis dengan menggunakan uji statistik dalam
hal ini yaitu menggunakan alpha cronbach dengan rumus sebagai berikut :

Jika koefisien alpha cronbach > 0,60 maka konstruk variabel dikatakan
reliable (Imam Ghozali : 2001). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan program SPSS.

4.8.3. Teknik Analisis


42

Teknik analisis yang dipakai dalam menguji hipotesis penelitian ini adalah
dengan menggunakan multiple regression analysis (analisis regresi berganda).
Teknik ini dipakai untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen
terhadap variabel dependen. Rumus persamaan regresi tersebut adalah sebagai
berikut :

Keterangan
Y = Kinerja karyawan

= Konstanta

X1 = Kecerdasan intelektual

= Koefisien regresi variabel X

X2 = Kecerdasan Emosi

e = Error disturbance

X3 = Kecerdasan Spiritual
4.8.4. Uji Asumsi Klasik
Dalam analisis regresi perlu dilakukan pengujian asumsi klasik agar hasil
analisis regresi dapat memenuhi kriteria best, linear dan supaya variabel
independent sebagai estimator atas variabel dependent tidak bias. Uji asumsi
klasik ini terdiri atas uji autokorelasi, uji heterokesdastistas, uji multikolinearitas
dan uji normalitas.

4.8.4.1.

Uji Multikolinearitas
Dalam uji multikolinearitas dilakukan dengan uji korelasi antara

variabel-variabel independen dengan korelasi sederhana (Gujarati, 1995).


Menurut Ghozali (2001) uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent dimana model
43

regresi yang baik tidak terjadi multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolinearitas dalam regresi adalah dengan menganalisis korelasi
variabel-variabel independent. Jika antara variebel ada korelasi yang cukup
tinggi ( > 0,90 ) maka hal ini menunjukkan indikasi multikolinearitas dengan
menunjukan nilai tolerance dan Variance Inflation Factors (VIF). Indikator adanya
multikolinearitas yang relevan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antar
independent variabel akan tetapi tidak ada atau sangat sedikit penguji yang
signifikan. Model regresi yang bebas multikolinaritas adalah :

Mempunyai nilai VIF lebih kecil dari 10

Mempunyai angka toleransi mendekati 1

Koefisien antar variabel independen harus rendah


Bila ada variabel independent yang terkena multikolinearitas maka

penanggulanganya adalah dengan mengeluarkan satu variabel tersebut dari


model.

4.8.4.2.

Uji Heteroskedastistas
Uji Heteroskedastistas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke


pengamatan lain. Apabila varians dari suatu pengamatan ke pengamatan lain
tetap

maka

disebut

homokedastik,

sedangkan

jika

berbeda

disebut

heteroskedastik (Ghozali, 2001). Model regresi yang baik adalah yang


homokedastik atau tidak terjadi heteroskedastik. Heteroskedastik terjadi apabila
ada kesamaan deviasi standar nilai variabel dependent pada variabel
independent.
Hal ini akan mengakibatkan varians koefisien regresi menjadi
minimum dan convidence interval melebihi sehingga hasil uji statistik tidak valid.

44

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan koreksi karena
kehadiran heteroskedastik yaitu :
-

Melakukan transformasi dengan membagi model regresi asal dengan


salah satu variabel independen yang digunakan dalam model tersebut.

Melakukan transformasi log.

4.8.4.3.

Uji Normalitas
Ghozali (2001) menyebutkan bahwa uji normalitas adalah untuk

untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independent dan dependent
memiliki distrik normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
distribusi normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui normal atau tidak
maka dilakukan uji normalitas menurut Kolmogarof Smirnov satu arah dan
analisis grafik Smirnov menggunakan tingkat kepecayaan 5 %. Sebagai dasar
pengujian keputusan normal atau tidak yaitu :

Z hitung > Z tabel maka distribusi populasi tidak normal

Z hitung < Z tabel maka distribusi populasi normal.


Sedangkan analisis grafik menggunakan grafik histogram dan normal

probability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya


dengan distrik kumulatif dari distribusi normal dalam hal ini distribusi normal akan
membantu garis lurus diagonal.

4.8.5. Penilaian Goodness of Fit Suatu Model


Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
melalui goodness of fit-nya. Secara statistika, setidaknya ini dapat diukur dari
nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien determinasi (Kuntjoro, 2001:97
dalam tesis Clara Lamba, 2011)

45

4.8.5.1.

Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)


Uji t (t-Test) untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

dilakukan unit pada tingkat 95%. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai thitung yang dibandingkan dengan t-tabel pada alpha 0,05 (5%). Apabila nilai t
hitung lebih besar dari t tabel maka Ho ditolak, hal ini berarti ada hubungan
signifikan antara masing-masing variabel independen dengan variable dependen.
Koefisien regresi bertanda negatif berarti hubungan antara variable dependen
dengan variabel independen adalah hubungan terbalik.

4.8.5.2.

Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)


Uji F untuk mengetahui apabila Variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen, digunakan uji F


dengan melihat nilai F-hitung yang dibandingkan dengan F-tabel pada alpha 0,05
(5%). Jika F hitung lebih besar daripada F tabel maka seluruh variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen,
begitu pula sebaliknya.

4.8.5.3.

Koefisien Determinasi (R2)


Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa besar

kemampuan model dalam menerangkan variasi model terikat (Kuntjoro, 2001:98


dalam tesis penelitian Clara Lamba, 2011). Melalui koefisien determinasi (R2)
dapat diketahui derajat ketetapan dari analisis regresi linier berganda. Koefisien
determinasi (R2) juga menunjukan besarnya variasi sumbangan seluruh variabel
independen terhadap variasi variabel tidak bebasnya. Interpretasi terhadap hasil
koefisien determinasi (R2) berarti, apabila:
1. Nilai koefisien determinasi (R2) semakin dekat dengan 1, berarti variabel
46

dependen dapat dijelaskan secara linier oleh variabel independen. Jadi


semakin besar nilai koefisien determinasi (R2), maka semakin tepat model
regresi yang dipakai sebagai alat untuk peramalan, karena total variasi
dapat menjelaskan variabel dependen.
2. Sebaliknya nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nol berarti model
regresi yang digunakan masih dianggap lemah untuk peramalan.

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Karakteristik Responden


47

Dalam penelitian ini responden diidentifikasi berdasarkan umur, jenis


kelamin, tingkat pendidikan, dan masa kerja.
5.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Penelitian ini dilakukan pada Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah
Manado. Responden yang dijadikan sampel, yaitu para karyawan tetap Bank
Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado sebanyak 69 orang/responden.
Berikut ini disajikan gambaran umum responden yang menjadi sampel dalam
penelitian ini seperti pada tabel 5.1, sebagai berikut:

Tabel 5.1
KOMPISISI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR
No. Umur
1
21 30 tahun
2
31 40 tahun
3
41 50 tahun
4
> 50 tahun
Jumlah
Sumber: Lampiran II Data Responden

Jumlah
43 Orang
8 Orang
10 Orang
8 Orang
69 Orang

Persentase
62,32%
11,59%
14,49%
11,59%
100

Tabel 5.1 menunjukkan responden yang berusia 21 30 tahun sebanyak


43 orang (62,32%), sedangkan responden yang berusia 31 40 tahun sebanyak
8 orang (11,59%), responden berusia 41 50 tahun sebanyak 10 orang
(14,49%),

dan responden yang berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun

sebanyak 8 orang (11,59%). Dengan demikian usia responden yang dominan


berada pada usia 21 30 tahun.
5.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2
KOMPOSISI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN
No. Jenis Kelamin
1
Laki laki
2
Perempuan
Jumlah

Jumlah
47 Orang
22 Orang
69 Orang

Persentase
68,12%
31,88%
100
48

Sumber: Lampiran II Data Responden


Tabel 5.2 menunjukkan responden yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 47 orang (68,12%), sedangkan jumlah responden yang berjenis
kelamin perempuan yaitu berjumlah 22 orang (31,88%).

5.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tabel 5.3
KOMPOSISI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
No
1
2
3
4
5

Pendidikan
SLTA
SMK
Akademi/Diploma
Strata Satu
Strata Dua
Jumlah
Sumber: Lampiran II Data Responden

Jumlah
3 Orang
3 Orang
14 Orang
43 Orang
6 Orang
69 Orang

Persentase
4,35
4,35
20,3
62,32
8,5
100

Tabel 5.3 menunjukkan responden yang berpendidikan SLTA sebanyak 3


orang (4,35%), SMK juga berjumlah 3 orang (4,35%), Akademi/Diploma
sebanyak 14 orang (20,3%), responden terbanyak adalah tingkat pendidikan
Strata Satu yaitu berjumlah 43 orang (62,32%), dan tingkat pendidikan Strata
Dua sebanyak 6 orang (8,5%).

5.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja


Tabel 5.4
KOMPOSISI RESPONDEN BERDASARKAN MASA KERJA
No
1
2
3
4

Masa Kerja
< 2 tahun
2,1 tahun s/d 10 tahun
11 tahun s/d 20 tahun
21 tahun s/d 30 tahun

Jumlah
18 Orang
26 Orang
9 Orang
12 Orang

Persentase
26,09
37,68
13,04
17,4
49

> 30 tahun
4 Orang
Jumlah
69 Orang
Sumber: Lampiran II Data Responden

5,8
100

Tabel 5.4 menunjukan responden dengan masa kerja < 2 tahun sebanyak
18 0rang (26,09%), masa kerja 2,1 tahun s/d 10 tahun sebanyak 26 orang
(37,68%), 11 tahun s/d 20 tahun sebanyak 9 orang (13,04%), masa kerja 21
tahun s/d 30 tahun sebanyak 12 orang (17,4%), dan masa kerja > 30 tahun
sebanyak 4 orang (5,8%).

5.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas


5.2.1. Hasil Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2007) (dalam tesis penelitian Clara Lamba, 2011),
instrument penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Valid
tidaknya suatu item instrument dapat diketahui dengan membandingkan indeks
korelasi Spearman Rho dengan level signifikansi 5% dengan nilai kritisnya. Bila
probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%) maka item instrument
dinyatalan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid. Berikut ini adalah hasil uji
validitas instrument penelitian dengan menggunakan program SPSS versi 18.0.

Tabel 5.5
Hasil Uji Validitas Instrumen
Variabel
(X1)

(X2)

Item
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
X2.1
X2.2

R
0,812
0,838
0,883
0,810
0,743
0,780
0,632

Sig
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
50

X2.3
0,741
X2.4
0,539
X2.5
0,870
X2.6
0,606
(X3)
X3.1
0,735
X3.2
0,636
X3.3
0,777
X3.4
0,702
X3.5
0,835
(Y)
Y.1
0,775
Y.2
0,638
Y.3
0,774
Y.4
0,644
Y.5
0,859
Sumber : Lampiran III Hasil Uji Validitas

0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

5.2.2. Hasil Uji Reliabilitas


Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk menguji digunakan
Alpha Cronbach. Instrumen dapat dikatakan andal (reliabel bila memiliki koefisien
keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih.
Hasil pengujian reliabilitas terhadap semua variabel ditunjukkan pada
tabel 5.6 di bawah ini:

Tabel 5.6
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Item
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
X2.6

Alpha
0,777
0,772
0,766
0,787
0,792
0,732
0,740
0,734
0,761
0,719
0,748

Keterangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
51

X3.1
0,754
Reliabel
X3.2
0,763
Reliabel
X3.3
0,739
Reliabel
X3.4
0,757
Reliabel
X3.5
0,724
Reliabel
Y.1
0,750
Reliabel
Y.2
0,763
Reliabel
Y.3
0,740
Reliabel
Y.4
0,768
Reliabel
Y.5
0,718
Reliabel
Sumber : Lampiran IV Hasil Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada tabel di atas. Semua
item adalah reliabel karena memiliki nilai alpha cronbach di atas 0,6.

5.3. Deskripsi Variabel


5.3.1. Kecerdasan Emosional (X1)
Penilaian responden secara individu terhadap masing-masing indikator
pada variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan sebagai berikut:

5.3.1.1.

Kesadaran Diri (X1.1)


Penilaian responden secara individu terhadap indikator Kesadaran

Diri pada variabel kecerdasan emosional digambarkan sebagai berikut:


Tabel 5.7
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KESADARAN DIRI (X1.1)
Tanggapan
Responden
Sangat Menyadari
28
Menyadari
39
Cukup Menyadari
2
Kurang Menyadari
0
S. Kurang Menyadari
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
40,6
56,5
2,9
0
0
100

Sebanyak 2 responden (2,9%) menjawab cukup menyadari, 28


52

responden (40,6) menjawab sangat menyadari dan 39 responden (56,5%)


menjawab menyadari. Dari data ini menunjukkan 97,1% karyawan sangat
menyadari dan menyadari kekuatan dan kelemahannya dalam menyelesaikan
pekerjaan.

5.3.1.2.

Pengaturan Diri (X1.2)


Penilaian

responden

secara

individu

terhadap

indikator

pengaturan diri pada variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan sebagai


berikut

Tabel 5.8
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS PENGATURAN DIRI (X1.2)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
27
Setuju
38
Netral
3
Tidak Setuju
1
Sangat Tidak Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi
Sebanyak 1 responden (1,4%)

Persentase (%)
39,1
55,1
4,3
1,4
0
100
yang menjawab tidak setuju, 3

responden (4,3%) menjawab netral, 27 responden (39,1%) menjawab sangat


setuju, dan 38 responden (55,1%) menjawab setuju. Dari data ini menunjukkan
sebagian

besar

karyawan

(94,2%)

dapat

mengendalikan

emosi

dalam

menghadapi permasalahan.

5.3.1.3.

Motivasi Diri (X1.3)


Penilaian responden secara individu terhadap indikator Motivasi
53

Diri pada variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan sebagai berikut

Tabel 5.9
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS MOTIVASI DIRI (X1.3)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
31
Setuju
33
Netral
5
Tidak Setuju
0
Sangat Tidak Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
44,9
47,8
7,2
0
0
100

Sebanyak 5 (7,2%) responden yang menjawab netral, 31


responden (44,9%) menjawab sangat setuju dan 33 responden (44,9%)
menjawab setuju. Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (92,7%)
senantiasa bersemangat dalam penyelesaian pekerjaan.

5.3.1.4.

Empati (X1.4)
Penilaian responden secara individu terhadap indikator empati

pada variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan sebagai berikut

54

Tabel 5.10
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS EMPATI (X1.4)
Tanggapan
Responden
Sangat Memahami
36
Memahami
26
Cukup Memahami
7
Kurang Memahami
0
S. Kurang Memahami
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi
Sebanyak

responden

Persentase (%)
52,2
37,7
10,1
0
0
100

(10,1%)

yang

menjawab

cukup

memahami, 26 responden (37,7%) menjawab memahami dan 36 responden


(52,2%) menjawab sangat memahami. Dari data ini menunjukkan sebagian
besar karyawan (89,9%) sangat memahami dan memahami kondisi orang lain.

5.3.1.5.

Pengaturan Hubungan (X1.5)


Penilaian

responden

secara

individu

terhadap

indikator

pengaturan hubungan pada variabel kecerdasan emosional dapat digambarkan


sebagai berikut:

55

Tabel 5.11
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS PENGATURAN HUBUNGAN (X1.5)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
33
Setuju
31
Netral
5
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
47,8
44,9
7,2
0
0
100

Sebanyak 5 responden (7,2%) yang menjawab netral, 31


responden (44,9%) menjawab setuju, dan 33 responden (47,8%) menjawab
sangat setuju.

Dari data ini menunjukkan sebagian besar karyawan (92,7%)

dapat berinteraksi ataupun bekerjasama dengan orang lain.

5.3.2. Kecerdasan Intelektual (X2)


Penilaian responden secara individu terhadap masing-masing indikator
pada variabel kecerdasan intelektual dapat digambarkan sebagai berikut:

5.3.2.1.

Mudah Dalam Menggunakan Hitungan (X2.1)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan mudah dalam

menggunakan hitungan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.12
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS MUDAH DALAM MENGGUNAKAN
HITUNGAN (X2.1)
Tanggapan

Responden

Persentase (%)
56

Sangat Mudah
32
Mudah
31
Netral
6
Sulit
0
Sangat Sulit
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

46,4
44,9
8,7
0
0
100

Sebanyak 6 responden (8,7%) menjawab netral, 31 responden


(44,9%) menjawab mudah dan 32 responden (46,4%) menjawab sangat mudah.
Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (91,3%) sangat mudah dan
mudah menggunakan hitungan dalam pekerjaan.

5.3.2.2.

Baik Ingatan (X2.2)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan baik ingatan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.13
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS BAIK INGATAN (X2.2)
Tanggapan
Responden
Sangat Baik
35
Baik
24
Cukup Baik
10
Kurang Baik
0
Sangat Kurang Baik
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
50,7
34,8
14,5
0
0
100

Sebanyak 10 responden (14,5%) menjawab cukup baik, 24


57

responden (34,8%) menjawab baik, dan 35 responden (50,7%) menjawab sangat


baik. Dari data menunjukkan sebagian besar (85,5%) sangat baik dan baik dalam
mengingat tugas-tugas yang diberikan.

5.3.2.3.

Mudah Menangkap Hubungan Percakapan (X2.3)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan mudah menangkap

hubungan percakapan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.14
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS MUDAH MENANGKAP PERCAKAPAN
(X2.3)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
29
Setuju
32
Netral
8
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
42,0
46,4
11,6
0
0
100

Sebanyak 8 responden (11,6%) menjawab netral, 29 responden


(42,0%) menjawab sangat setuju dan 32 responden (46,4%) menjawab setuju.
Dari data menunjukkan (88,4%) dapat dengan mudah mengerti hubungan katakata dalam percakapan (komunikasi).
58

5.3.2.4.

Mudah Menarik Kesimpulan (X2.4)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan mudah menarik

kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.15
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS MUDAH MENARIK KESIMPULAN (X2.4)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
23
Setuju
36
Netral
8
Kurang Setuju
2
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
33,3
52,2
11,6
2,9
0
100

Sebanyak 2 responden (2,9%) menjawab kurang setuju, 8


responden (11,6%) menjawab netral, 23 responden (33,3%) menjawab sangat
setuju, dan 36 responden (52,2%) menjawab setuju. Dari data menunjukkan
sebagian besar karyawan (85,5%) dapat dengan mudah bahkan sangat mudah
menarik kesimpulan atas suatu hal.

5.3.2.5.

Cepat Dalam Mengamati (X2.5)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan cepat dalam

mengamati dapat dijelaskan sebagai berikut:


59

Tabel 5.16
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS CEPAT DALAM MENGAMATI (X2.5)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
29
Setuju
30
Netral
10
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
42,0
43,5
14,5
0
0
100

Sebanyak 10 responden (14,5%) menjawab netral, 29 responden


(42,0%) menjawab sangat setuju, dan 30 responden (43,5%) menjawab setuju.
Dari data ini menunjukkan sebagian besar karyawan (85,5%) cepat bahkan
sangat cepat dalam mengamati setiap kejadian yang dihadapi.

5.3.2.6.

Cakap Dalam Memecahkan Masalah (X2.6)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan mutlak jujur dapat

dijelaskan sebagai berikut:

60

Tabel 5.17
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS CAKAP DALAM MEMECAHKAN
MASALAH (X2.6)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
25
Setuju
30
Netral
14
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
36,2
43,5
20,3
0
0
100

Sebanyak 14 responden (20,3) menjawab netral, 25 responden


(36,2%) menjawab sangat setuju dan 30 responden (43,5%) menjawab setuju.
Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (79,7%) dapat memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan tugas dengan mudah
bahkan sangat mudah.

5.3.3. Kecerdasan Spiritual (X3)


Ada lima indikator yang digunakan kecerdasan spiritual dalam
penelitian ini. Masing-masing indikator dijelaskan sebagai berikut:

5.3.3.1.

Mutlak Jujur (X3.1)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan mutlak jujur dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.18
61

PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS MUTLAK JUJUR (X3.1)


Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
41
Setuju
27
Netral
1
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
59,4
39,1
1,4
0
0
100

Sebanyak 1 responden (1,4%) menjawab netral, 27 responden


(39,1%) menjawab setuju dan 41 responden (59,4%) menjawab sangat setuju.
Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (98,5%) setuju bahkan sangat
setuju bahwa kejujuran penting dalam pekerjaan.

5.3.3.2.

Keterbukaan (X3.2)
Pernyataan responden yang berkaitan dengan keterbukaan/sifat

terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut

Tabel 5.19
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KETERBUKAAN (X3.2)
Tanggapan
Sangat Setuju
Setuju
Netral
Kurang Setuju

Responden
46
22
0
1

Persentase (%)
66,7
31,9
0
1,4
62

Sangat Kurang Setuju


0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

0
100

Sebanyak 1 responden (1,4%) menjawab kurang setuju, 22


responden (31,9%) menjawab setuju dan 46 responden (66,7%) menjawab
sangat setuju. Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (98,6%) setuju
bahkan sangat setuju bahwa sikap terbuka penting dalam pekerjaan.

5.3.3.3.

Pengetahuan Diri (X3.3)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan pengetahuan diri

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.20
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS PENGETAHUAN DIRI (X3.3)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
54
Setuju
15
Netral
0
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
78,3
21,7
0
0
0
100

Sebanyak 15 responden (21,7%) menjawab setuju dan 54


responden (78,3%) menjawab sangat setuju. Dari data menunjukkan seluruh
63

karyawan (100%) setuju bahkan sangat setuju bahwa pengetahuan diri (cara
bersikap) penting dalam pekerjaan.

5.3.3.4.

Fokus Pada Kontribusi (X3.4)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan fokus pada

kontribusi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.21
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS FOKUS PADA KONTRIBUSI (X3.4)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
50
Setuju
18
Netral
1
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
72,5
26,1
1,4
0
0
100

Sebanyak 1 responden (1,4%) menjawab netral, 18 responden


(26,1%) menjawab setuju, dan 50 responden (72,5%) menjawab sangat setuju.
Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (98,6%) setuju bahkan sangat
setuju bahwa mengutamakan kewajiban penting untuk menyelesaikan pekerjaan.

5.3.3.5.

Spiritual Non-Dogmatis (X3.5)


64

Pernyataan responden yang berkaitan dengan spiritual nondogmatis dapat dijelaskan sebagai berikut

Tabel 5.22
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS SPIRITUAL NON-DOGMATIS (X3.5)
Tanggapan
Responden
Sangat Setuju
51
Setuju
17
Netral
1
Kurang Setuju
0
Sangat Kurang Setuju
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
73,9
24,6
1,4
0
0
100

Sebanyak 1 responden (1,4%) menjawab netral, 17 responden


(24,6%) menjawab setuju, dan 51 responden (73,9%) menjawab sangat setuju.
Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (95,8%) setuju bahkan sangat
setuju untuk tidak membiarkan penderitaan menghambat karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaan namun justru menfaatkannya menjadi peluang untuk
berusaha memenuhi target pekerjaan.

5.3.4. Kinerja Karyawan (Y)


Ada lima indikator yang digunakan untuk kinerja karyawan dalam
penelitian ini. Masing masing indikator dijelaskan sebagai berikut:
65

5.3.4.1.

Kuantitas Kerja (Y.1)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan kuantitas kerja

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.23
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KUANTITAS KERJA (Y.1)
Tanggapan
Responden
Sangat Sesuai
50
Sesuai
16
Cukup Sesuai
3
Kurang Sesuai
0
Sangat Kurang Sesuai
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
72,5
23,2
4,3
0
0
100

Sebanyak 3 responden (4,3%) menjawab cukup sesuai, 16


responden (23,2%) menjawab sesuai dan 50 responden (72,5%) menjawab
sangat sesuai. Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (95,7%) sudah
sesuai bahkan sangat sesuai dengan beban tugas (sesuai dengan unit kerja)
yang diberikan dalam menyelesaikan pekerjaan.

5.3.4.2.

Kualitas Kerja (Y.2)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan kualitas kerja dapat

dijelaskan sebagai berikut:

66

Tabel 5.24
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KUALITAS KERJA (Y.2)
Tanggapan
Responden
Sangat Baik
50
Baik
14
Cukup Baik
3
Kurang Baik
2
Sangat Kurang Baik
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
72,5
20,3
4,3
2,9
0
100

Sebanyak 2 responden (2,9%) menjawab kurang baik, 3


responden (4,3%) menjawab cukup baik, 14 responden (20,3%) menjawab baik
dan 50 responden (72,5%) menjawab sangat baik. Dari data menunjukkan
sebagian besar karyawan (92,8%) dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik
bahkan sangat baik.

5.3.4.3.

Ketepatan Waktu (Y.3)


Pernyataan responden yang berkaitan dengan ketepatan waktu

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.25
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KETEPATAN WAKTU (Y.3)
67

Tanggapan
Responden
Sangat Tepat Waktu
27
Tepat Waktu
32
Cukup Tepat Waktu
10
Kurang Tepat Waktu
0
Sangat Kurang Tepat Waktu
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
39,1
46,4
14,5
0
0
100

Sebanyak 10 responden (14,5%) menjawab cukup tepat waktu, 27


responden (39,1%) menjawab sangat tepat waktu, dan 32 responden (46,4%)
menjawab tepat waktu. Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan tepat
waktu bahkan sangat tepat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

5.3.4.4.

Kemandirian (Y.4)
Pernyataan responden yang berkaitan dengan kemandirian dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.26
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KEMANDIRIAN (Y.4)
Tanggapan
Sangat Sanggup
Sanggup
Cukup Sanggup
Kurang Sanggup
Sangat Kurang Sanggup
Jumlah

Responden
30
33
6
0
0
69

Persentase (%)
43,5
47,8
8,7
0
0
100
68

Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi


Sebanyak 6 responden (8,7%) menjawab cukup sanggup, 30
responden (43,5%) menjawab sangat sanggup, dan 33 responden (47,8%)
menjawab sanggup. Dari data menunjukkan sebagian besar karyawan (91,3%)
sanggup bahkan sangat sanggup menyelesaikan pekerjaannya tanpa meminta
bantuan orang lain.

5.3.4.5.

Komitmen (Y.5)
Pernyataan responden yang berkaitan dengan komitmen dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5.27
PENILAIAN SECARA INDIVIDU ATAS KOMITMEN (Y.5)
Tanggapan
Responden
Sangat Bertanggung Jawab
40
Bertanggung Jawab
26
Cukup Bertanggung Jawab
3
Kurang Bertanggung Jawab
0
Sangat Kurang Bertanggung Jawab
0
Jumlah
69
Sumber : Lampiran IV Tabel Frekuensi

Persentase (%)
58,0
37,7
4,3
0
0
100

Sebanyak 3 responden (4,3%) menjawab cukup bertanggung


jawab, 26 responden (37,7%) menjawab bertanggung jawab, dan 40 responden
(58%) menjawab sangat bertanggung jawab. Dari data menunjukkan sebagian
69

besar karyawan (95,7%) bertanggung jawab bahkan sangat bertanggung jawab


terhadap pekerjaannya.

5.4.

Hasil Analisis

5.4.1.

Hasil Uji Regresi Linear Berganda

5.4.1.1.

Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinearitas


Uji multikolinieritas dapat diukur dari nilai Variance Inflation Factor

(VIF). Multikolinearitas tidak terjadi apabila VIF < 10 (Ghozali, 2006). Dari tabel
5.28 Nilai VIF yang didapatkan pada masing-masing variabel bebas < 10, hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada gejala multikolinearitas di antara 3 variabel bebas
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antar variabelvariabel bebas.

Tabel 5.28
Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas
Variabel Bebas
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Spiritual
Sumber: Hasil Olah Data

VIF
1,924
1,931
1,013

Keterangan
Non-Multikolinearitas
Non-Multikolinearitas
Non-Multikolinearitas

Berdasarkan tabel 5.28 maka disimpulkan regresi tidak terdeteksi


adanya multikolinearitas.

5.4.1.2.

Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Heterokesdastistas


Menurut Ghozali (2006) salah satu cara untuk melihat adanya

heterokesdastistas pada persamaan regresi adalah dengan melihat titik-titik pada


grafik scatter plot. Jika titik-titik tersebut membentuk pola tertentu maka regresi
terindikasi adanya heterokesdastistas. Hasil uji heterokesdastistas ditampilkan

70

pada gambar berikut ini:


Gambar 5.1

Hasil

pengujian

menunjukkan

tidak

terdapat

gejala

heterokesdastistas oleh karena titik-titik menyebar secara acak dan tidak


menunjukkan pola tertentu.

5.4.1.3.

Hasil Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas


Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan grafik

normal probabilitty plot. Hasil pengujian normalitas ditunjukkan pada gambar di


bawah ini:
Gambar 5.2

71

Dari grafik di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis


diagonal, maka dapat dikatakan model regresi memenuhi unsur normalitas.

5.4.2. Analisis Model


Data

yang

berhasil

dikumpulkan

selanjutnya

dianalisis

dengan

menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode regresi linear berganda. Dari


hasil analisis tersebut diperoleh nilai-nilai yang disajikan pada tabel 5.29 sebagai
berikut:
Tabel 5.29
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Variabel

Beta

Sig t

Konstanta
Kecerdasan
Emosional
(X1)
Kecerdasan
Intelektual (X2)
Kecerdasan

-4,074
0,677

0.603

-1,575
6.707

0,120
0,000

Keteranga
n
Signifikan
Signifikan

0,449

0,320

3,554

0,001

Signifikan

0,269

0,313

3,134

0,004

Signifikan
72

Spiritual (X3)
R
= 0,852
R Square
= 0,727
Adjusted R Square = 0,714
Fhitung
= 57,620
Sig F
= 0,000
Sumber: Hasil Olah Data
Pada tabel 5.29 persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = - 4,074 + 0,677X1 + 0,449X2 + 0,269X3 + e
Dari tabel 5.29 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasan emosional (X1), adalah sebesar
0,677. Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan pengaruh yang
searah antara kecerdasan emosional (X1) dengan kinerja karyawan (Y).
Artinya apabila kecerdasan emosional (X1) meningkat maka kinerja karyawan
(Y) akan meningkat dan sebaliknya. Nilai signifikansi pada variabel
kecerdasan emosional (X1) sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai
signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5% (0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa koefisien regresi untuk variabel Kecerdasan emosional (X1)
berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan (Y).
2. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasan intelektual (X2) adalah sebesar
0,449. Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan pengaruh yang
searah antara kecerdasan intelektual (X2) dengan kinerja karyawan (Y).
Artinya apabila kecerdasan intelektual (X2) meningkat maka kinerja karyawan
(Y) akan meningkat dan sebaliknya. Nilai signifikan pada kecerdasan
intelektual (X2) sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan yang
telah ditentukan sebesar 5% (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa koefisien
regresi untuk kecerdasan intelektual (X2) berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan (Y).
3. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasan spiritual (X3), adalah sebesar

73

0,269. Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan pengaruh yang


searah antara kecerdasan spiritual (X3) dengan kinerja karyawan (Y). Artinya
apabila kecerdasan spiritual (X3) meningkat maka kinerja karyawan (Y) akan
meningkat dan sebaliknya. Nilai signifikan pada kecerdasan spiritual (X3)
sebesar 0,004. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan yang telah ditentukan
sebesar 5% (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk
kecerdasan spiritual (X3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan
(Y).
4. Nilai koefisien korelasi berganda (R) dari persamaan regresi linier berganda
diatas adalah sebesar 0,852 artinya terdapat hubungan yang kuat antara
variabel

bebas

(kecerdasan

emosional,

kecerdasan

intelektual,

dan

kecerdasan spiritual) dengan variabel tergantungnya (kinerja karyawan).


Suatu persamaan regresi memiliki hubungan yang kuat bila angka R diatas
0,5 (Santoso, 2002:167; dalam tesis Clara Lamba, 2011).
5. Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi linier berganda di atas
sebesar 0,714 berarti bahwa 71,4% dari perubahan varaiabel kinerja
karyawan (Y) dipengaruhi oleh variabel kecerdasan emosional (X1),
kecerdasan intelektual (X2), dan kecerdasan spiritual (X3), sedangkan 28,6%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel yang diamati.

5.4.3.
5.4.3.1.

Uji Hipotesis
Uji F (Secara Serempak)
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama

terhadap variabel terikat, digunakan uji F. Apabila p>0,05 maka H 0 diterima dan
Ha ditolak. Demikian sebaliknya. Nilai signifikansi F= 0,000. Jadi p < 5% (0,000 <
0,05). Artinya bahwa secara bersama-sama variabel kecerdasan emosional (X1),
kecerdasan intelektual (X2), kecerdasan spiritual (X3) berpengaruh signifikan
74

terhadap variabel kinerja karyawan (Y).

5.4.3.2.

Uji t (Secara Parsial)


Analisis hasil uji parsial (Uji t) dimaksudkan untuk membuktikan

hipotesis

yang

menyatakan

bahwa

kecerdasan

emosional,

kecerdasan

intelektual, dan kecerdasan spiritual secara parsial memiliki pengaruh yang


signifikan terhadap kinerja karyawan. Untuk mengetahui pengaruh variabelvariabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat, digunakan uji t. apabila
p>0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Demikian sebaliknya. Dari nilai thitung
menunjukkan bahwa :
-

Variabel kecerdasan emosional (X1) dengan probabilitas 0,000. Karena p


< 5% (0,000<0,05) maka secara parsial variabel kecerdasan emosional
(X1) berpengaruh signifikan positif terhadap variabel kinerja karyawan (Y)
bila variabel bebas lain tetap nilainya.

Variabel kecerdasan intelektual (X2) dengan probabilitas 0,001. Karena p


< 5% (0,001<0,05) maka secara parsial variabel kecerdasan intelektual
(X2) berpengaruh signifikan positif terhadap variabel kinerja karyawan (Y)
bila variabel bebas lain tetap nilainya.

Variabel kecerdasan spiritual (X3) dengan probabilitas 0,004. Karena p >


5% (0,004<0,05) maka secara parsial variabel kecerdasan spiritual (X3)
berpengaruh signifikan positif terhadap variabel kinerja karyawan (Y) bila
variabel bebas lain tetap nilainya.

5.4.3.3.

Koefisien Korelasi Parsial


Dari nilai Adjusted R Square menunjukkan nilai sebesar 0,714 atau

71,4%. Artinya bahwa variabel kinerja karyawan (Y) dipengaruhi sebesar 71,4%
oleh variabel kecerdasan emosional (X1), kecerdasan intelektual (X2), dan
75

kecerdasan spiritual (X3) sementara 28,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar 3
variabel bebas yang diteliti.

Besarnya kontribusi masing-masing variabel dijelaskan pada tabel 5.30 :


Tabel 5.30
Kontribusi Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat
Variabel
R
Kecerdasan
0,677
Emosional (X1)
Kecerdasan
0,449
Intelektual (X2)
Kecerdasan
0,269
Spiritual (X3)
Sumber: Hasil Olah Data

r2
0,458

Kontribusi (%)
45,80

0,202

20,20

0,072

7,20

Karena variabel kecerdasan emosional (X1) yang paling tinggi


kontribusinya maka variabel kecerdasan emosional (X1) adalah variabel yang
dominan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan (Y).

5.4.4. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual dan


Kecerdasan Spiritual Secara Serempak Terhadap Kinerja Karyawan.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif pada tabel 5.29 hipotesis terbukti
bahwa kecerdasan emosional (X1), kecerdasan intelektual (X2), kecerdasan
spiritual (X3) secara serempak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan. Signifikansi pengaruh secara simultan baik kecerdasan emosional,
kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual dapat diketahui melalui
pengujian Uji F. Sedangkan besarnya proporsi variasi dari kinerja karyawan yang
dijelaskan oleh kecerdasan emosional (X1), kecerdasan intelektual (X2), dan
kecerdasan spiritual (X3) ditunjukkan oleh nilai Koefisien Determinasi Ganda (R 2).
Untuk melihat keeratan hubungan atau korelasi seluruh kecerdasan emosional,
kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan
76

ditunjukkan oleh nilai multiple regression (R).


Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,852 artinya terdapat
hubungan yang kuat antara kecerdasan emosional (X1), kecerdasan intelektual
(X2), dan kecerdasan spiritual (X3) dengan kinerja karyawan (Y). 71,4% variasi
kinerja karyawan dijelaskan secara simultan (serempak) oleh kecerdasan
emosional (X1), kecerdasan intelektual (X2), dan kecerdasan spiritual (X3)
sedangkan 28,6% sisanya dijelaskan variabel diluar model seperti praktek
manajemen (Fink, 1992, dalam Agustina, 2002; dalam tesis Clara Lamba, 2011).

5.4.5. Pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan


kecerdasan spiritual Secara Parsial Terhadap Kinerja Karyawan.
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara parsial kecerdasan
emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan dilakukan uji t atau digunakan probabilitas kesalahan kurang dari 5%.
Selanjutnya besarnya kecerdasan emosional (X1), kecerdasan intelektual (X2),
dan kecerdasan spiritual (X3) dalam menjelaskan kinerja karyawan ditunjukkan
oleh nilai koefisien korelasi parsial (r2). Sedangkan besarnya perubahan atau
pengaruh yang disebabkan oleh masing-masing 3 variabel bebas terhadap
kinerja karyawan ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi (tabel 5.29).

5.4.5.1.

Pengaruh

Kecerdasan

Emosional

(X1)

Terhadap

Kinerja

Karyawan (Y)
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif pada tabel 5.29 hipotesis
terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja karyawan.

Artinya, bila karyawan dapat mengendalikan

emosinya dalam bekerja maka akan menghasilkan kinerja yang tinggi.


Adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan
77

ini sangat beralasan karena pada dasarnya saat bekerja mereka dapat
menyadari kekuatan dan kelemahan mereka dalam menjalankan tugas atau
menyelesaikan pekerjaan. Begitupun dalam pengendalian emosi, setiap hari
karyawan diperhadapkan dengan beban tugas silih berganti dan semuanya
harus dikerjakan sesuai target, tak jarang hal ini dapat menyebabkan emosi jadi
tidak stabil, dan dari hasil penelitian karyawan dapat mengendalikan emosinya,
hanya ada beberapa karyawan yang kurang bisa mengendalikan emosi.
Dalam penyelesaian pekerjaan, kemauan ataupun semangat dari
karyawan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan begitu sangat
diperlukan, sehingga hal ini menjadi salah satu indikator penting dalam
peningkatan kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memahami kondisi
orang lain serta kemampuan untuk berinteraksi (bekerja sama) dengan orang
lain juga menjadi indikator penting pada variabel ini, karena apabila karyawan
tidak mampu memahami kondisi orang lain dan tidak mampu untuk berinteraksi
maupun bekerja sama dengan orang lain, yang bersangkutan akan menjadi
orang yang pasif dan tidak akan puas dengan hasil kerjanya. Namun dari hasil
penelitian karyawan dapat memahami kondisi orang lain serta mampu
berinteraksi dengan orang lain (rekan kerja).

5.4.5.2.

Pengaruh Kecerdasan Intelektual (X2) Terhadap Kinerja Karyawan


(Y)
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif pada tabel 5.29 hipotesis

terbukti bahwa kecerdasan intelektual memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap kinerja karyawan. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasan intelektual
(X2) adalah sebesar 0,449. Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan
pengaruh yang searah antara kecerdasan intelektual (X2) dengan kinerja
karyawan (Y). Artinya apabila kecerdasan intelektual (X2) meningkat maka kinerja
78

karyawan (Y) akan meningkat dan sebaliknya. Nilai signifikan pada kecerdasan
intelektual (X2) sebesar 0,001. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan yang telah
ditentukan sebesar 5% (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi
untuk kecerdasan intelektual (X2) berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan (Y).
Hasil penelitian ini konsisten dengan bukti empiris yang dihasilkan
oleh Ree, Earles dan Teachout (1994), mereka mengatakan bahwa kinerja
seseorang dapat diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki
general factor. Seseorang yang memiliki kemampuan general cognitive yang baik
maka kinerjanya dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik,
meskipun demikian spesifik ability juga berperan penting dalam memprediksi
bagaimana kinerja seseorang yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian Moustafa dan
Miller (2003) yang memberikan simpulan bahwa tes inteligensi merupakan alat
yang tepat dalam melakukan seleksi terhadap karyawan, sehingga tes tersebut
dapat memberikan keputusan bagi manajer untuk mendapatkan orang yang
tepat dalam pemilihan karyawan yang dibutuhkan. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa seorang karyawan yang mendapatkan skor tes IQ yang
tinggi pada saat seleksi ternyata menghasilkan kinerja yang lebih baik, terutama
apabila

dalam

masa-masa

tugasnya

tersebut

ia

sering

mendapatkan

pengetahuan dan keterampilan baru dari pelatihan yang dilakukan. Penelitian


sebelumnya dilakukan oleh (Hunter : 1996) juga mengatakan hal yang sama
bahwa kemampuan kognitif dalam hal ini kecerdasan intelektual merupakan alat
peramal yang paling baik untuk melihat kinerja sesorang di masa yang akan
datang, sehingga bila seseorang memiliki kecerdasan intelektual yang baik maka
kinerjanya juga akan semakin baik.

79

5.4.5.3.

Pengaruh Kecerdasan Spiritual (X3) Terhadap Kinerja Karyawan


(Y)
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif pada tabel 5.29 hipotesis

terbukti bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


kinerja karyawan. Nilai koefisien regresi variabel kecerdasan spiritual (X3), adalah
sebesar 0,269. Koefisien regresi yang bertanda positif menunjukkan pengaruh
yang searah antara kecerdasan spiritual (X3) dengan kinerja karyawan (Y).
Artinya apabila kecerdasan spiritual (X3) meningkat maka kinerja karyawan (Y)
akan meningkat dan sebaliknya. Nilai signifikan pada kecerdasan emosional (X1)
sebesar 0,004. Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan yang telah ditentukan
sebesar 5% (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi untuk
kecerdasan spiritual (X3) berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan (Y).
Hasil penelitian ini mendukung apa yang dikatakan oleh (Munir :
2000) yang menunjukkan hasil bahwa seorang pekerja dapat menunjukkan
kinerja yang prima apabila ia sendiri mendapatkan kesempatan untuk
mengekspresikan seluruh potensi diri sebagai manusia. Hal tersebut akan dapat
muncul bila seseorang dapat memaknai setiap pekerjaannya dan dapat
menyelaraskan antara emosi, perasaan dan otak. Kecerdasan spiritual
mengajarkan orang untuk mengekspresikan dan memberi makna pada setiap
tindakannya, sehingga bila ingin menampilkan kinerja yang baik maka
dibutuhkan kecerdasan spiritual. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian
Wiersma (2002), bahwa kecerdasan spiritual mempengaruhi tujuan sesorang
dalam mencapai karirnya di dunia kerja. Seseorang yang membawa makna
spiritualitas dalam kerjanya akan merasakan hidup dan pekerjaannya lebih
berarti. Hal ini mendorong dan memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan
kinerja yang dimilikinya.

80

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian setelah menguji dan menganalisis pengaruh
kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual

81

terhadap kinerja karyawan Bank Rakyat Indonesia Kantor Wilayah Manado,


selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual
secara

serempak

memiliki

pengaruh

signifikan

terhadap

kinerja

karyawan.
2. Kecerdasan emosional memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
3. Kecerdasan intelektual memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
4. Kecerdasan spiritual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.

6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, selanjutnya disampaikan saran
untuk praktisi dan penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Untuk dapat meningkatkan kemampuan karyawan dalam memecahkan
berbagai macam permasalahan, maka diperlukan pelatihan Problem
Solving.
2. Untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam memahami kondisi
orang lain, diperlukan pelatihan ESQ (Emotional Spiritual Quotient)
3. Manajemen perusahaan dapat mengadakan pelatihan yang dapat
meningkatkan kesungguhan dan kejujuran, serta keterbukaan karyawan
dalam menyelesaikan tugas
4. Melakukan penelitian lebih lanjut di perusahaan perbankan dengan
jumlah sampel yang lebih besar agar ditemukan komparatif studi yang
dapat memperkaya hasil penelitian ini.

82

DAFTAR PUSTAKA

Agus Nggermanto, 2002, Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum) : Cara


Tepat Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis, Nuansa, Bandung
Ahmad Purba 1999, Emotional Intelligence, Seri Ayah Bunda, 26 Juli-8
Agustus, Dian Raya, Jakarta

83

Anastasi, A, dan Urbina, S, 1997, Tes Psikologi (Psychological Testing),


PT.Prehanllindo, Jakarta
Ary Ginanjar Agustian, 2001, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual (ESQ), Arga Wijaya Persada, Jakarta
Ashmos, D, and, Duchon, D, 2000, Spirituality at Work : A Conceptualization and
Measure, Journal of Management Inguiry, Vo.8, No.2, pp.134-45
Avis Johnson, and Fred Luthans, 2006, The Relationship Between Leadership
and Management An Empirical Assessment, Journal of Managerial
Issues, Spring, hlm. 13-25.
Behling, O, 1998, Employee Selection : Will Intelligence and Conscientiousness
Do The Job ?, The Academy of Management Executive, 12(1) :77-86
Berman,

M,

Developing

SQ

(Spiritual

Intelligence)

Throught

ELT,

http://www.eltnesletter.com, 12 Juni 2005


Bernardin, J, 1993, The Function of The Executive, Cambridge, Ma. Research
of Harvard University
Biberma, J, and Whittey, M, 1997, A Postmodern Spiritual Future For Work,
Journal of Organizational Change Management, Vo. 10, No.2, pp.30188
Boyatzis, R,E, Ron, S, 2001, Unleashing the Power of Self Directed Learning,
Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio, USA
Carruso, D, R, 1999, Applying The Ability Model Of Emotional Intelligence To
The World Of Work, http://cjwolfe.com/article.doc, 15 Oktober 2005
Chakraborty, S.K, and Chakraborty, D, 2004, The Transformed Leader and
Spiritual Psychology : A Few Insight, Journal of Organizational Change
Management, Vol.17, No.2, pp.184-210

84

Chermiss, C, 1998, Working With Emotional Intelligence, The Consortium For


Research On Emotional Intelligence in Organizations, Rugrets
University, New Jersey
Cipta, 2009, Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Melalui
Kecerdasan Emosional Sebagai Variabel Intervening pada Karyawan PT.
Asuransi

Takaful

Keluarga

Kantor

Pemasaran

Surabaya,

Tesis,

Universitas Airlangga, Surabaya


Dani Setyawan, 2004, Analisis Pengaruh Kepemimpinan Q (IQ, EQ, SQ)
Terhadap Komitmen Organisasional Karyawan, Skripsi, Universitas
Katolik Soegijapranata, Semarang
Dessler, G, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alih bahasa :Benyamin
Molan, PT. Prenhallindo, Jakarta
Eckersley, R, 2000, Spirituality, Progress, Meaning, and Values, Paper
Presented 3rd Annual Conference on Spirituality, Leadership, and
Management, Ballarat, 4 December
Eysenck, H.J, and Kamin, L, 1981, Intelligence : The Batle For The Mind, Pan
Book, London dan Sydney
----------------, 2002, Tes IQ Anda, CV. Pionir Jaya, Bandung
Goleman, D, 2000, Kecerdasan Emosi : Mengapa Emotional Intelligence
Lebih Tinggi Daripada IQ, Alih Bahasa : T. Hermay, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
--------------, 2001, Emotional Intelligence Untuk Mencapai Puncak Prestasi,
Alih Bahasa : Alex Tri K.W, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Gordon,

E,

2004,

EQ

dan

Kesuksesan

Kerja,

Focus-online,

http://www.epsikologi.com, 12 Desember 2004

85

Hunter, J,E, and Schmidt, F, L, 1996, Intelligence and Job Performance :


Economic and Social Implications, Psychology, Public, Policy, and Law,
No.2, pp447-472
Hoffman, E, 2002, Psychological Testing At Work, Mc Graw Hill, New York
Imam, G, 2001, Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Badan
Penerbitan UNDIP, Semarang
-----------, 2005, Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS, Badan
Penerbitan UNDIP, Semarang
Ivancevich, J,M, 2001, Human Resource Management, 8th Edition, McGraw
Hill, New York
Joseph, G, 1978, Interpreting Psychological Test Data, Vol.1, New York VNR
Kale, S.H, and Shrivastava, S, 2003, The Ennegram Syestem For Enhancing
Workplace Spirituality, Journal of Management Development, Vol.22,
No.4, pp.308-328
Lamba, 2011, Pengaruh Karakteristik Pekerjaan, Peluang Promosi dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil Pada
Sekretariat Daerah Kota Tomohon, Tesis, Universitas Sam Ratulangi,
Manado
Laras, 2006, Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Komitmen Organisasi dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Hotel Horison Semarang,
Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang
Mathis, R,L, dan Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1 dan
2, Alih bahasa : Bayu Brawira, Salemba Empat, Jakarta
McCormic, D.W, 1994, Spirituality and Management, Journal Of Managerial
Psychology, Vol.9, pp.5-8

86

Meirnayati, 2005, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kompetensi Komunikasi


dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. POS Indonesia
(Persero) Se Kota Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang
Meyer, J, 2000, EQ dan Kesuksesan Kerja, http://www.e-psikologi.com, 12
Desember 2004
Mitroff, L.I, and Denton, E,A, 1999, A Study of Spiritualty in The Work Place,
Sloan Management Review, Vol.40, No.4, pp.83-92
Mohammad, Asad, 1995, Psikologi Industri, Liberty, Yogyakarta
------------, 2001, Psikologi Industri, Liberty Yogyakarta
Moustafa, K,S, and, Miller, T, R, 2003, Too Intelligent For The Job ? The Validity
of Upper-Limit Cognitive Ability Test Scores In Selection, Sam Advanced
Management Journal, Vol.68
Mudali, 2002, Quote : How High Is Yous Spiritual Intelligence ?
http://www.eng.usf.edu/gopalakr/artcles/spiritual.html, 15 Juni 2005
Muhammad Idrus, 2002, Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta, Psikologi
Phronesis, Jurnal Ilmiah dan Terapan, Vo.4, No.8, Desember 2002
Ningky Munir, 2000, Spiritualitas dan Kinerja, Majalah Manajemen, Vol.124, Juli
2000
Patton, P, 1998, Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja, Alih Bahasa : Zaini
Dahlan, Pustaka Delaprata, Jakarta
Ree, M, J, Earles, J, Teachout, M.S, 1994, Predicting Job Performance : Not
Much More Than G, Journal of Applied Psychology, Vol.79, No.4,
p.518-524
Robbins, S, P, 1996, Perilaku Organisasi, PT. Prehallindo, Jakarta
Schuller, R,S, dan Jackson, SL, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia :
Menghadapi Abad 21, Ed.6, jilid.2, Alih Bahasa : Abdul Rosyid SS,
Erlangga, Jakarta
87

Sutardjo. A Wiamiharja, 2003, Keeratan Hubungan Antara Kecerdasan,


Kemauan dan Prestasi Kerja, Jurnal Psikologi, Vol.11, No1, Maret 2003
Simamora, H, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia, Badan Penerbit
YKPN, Yogyakarta
Sugiyono, 2005, Metodologi Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung
Wiersma, M.L, 2002, The Influence of Spiritual Meaning-Making On Career
Behaviour, Journal of Management Development, Vo.21, No.7, pp.497520
Winardi, 1996, Perilaku Konsumen, Bandung
Yacub,

Muhammad

Reformasi

sistem

Pendidikan

Nasional

http:/www.depdiknas.org.2001.
Yuninigsih, 2002, Membangun Komitmen dan Menciptakan Kinerja Sumber
Daya Manusia Untuk Memperoleh Keberhasilan Perusahaan, Fokus
Ekonomi Vol.1 No.1 April 2002
Zohar, D, Marshal, I, 2000, SQ (Spiritual Intelligence) : The Ultimate
Intelligence, Blomsburry Publishing, London
------------------------, 2001, The Ultimate Intelligence, Mizam Media Utama,
Bandung

88

You might also like