You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Herpes Zoster atau Shingles, dampa atau cacar ular telah dikenal sejak zaman Yunani
kuno. Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus yang sama dengan varisela, yaitu virus
varisela zoster (VZV). Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 2-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari kasus berusia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela,
virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung
saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke
ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan
tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Infeksi pada mata terjadi jika reaktivasi virus berada pada ganglion sensoris dari
nervus trigeminus (N.V), meskipun masuknya virus dari luar juga mungkin dapat terjadi.
Reaktivasi terjadi saat imunitas seluler terhadap virus menurun. Penyakit ini jarang
ditemukan pada anak-anak, tetapi terjadi konstan pada usia 20-50 tahun dan lebih tinggi
pada usia >60 tahun. Faktor risiko lainnya adalah pengobatan dengan kortikosteroid,
terapi radiasi, imunosupresi, transplantasi organ dan penyakit sistemik seperti SLE,
AIDS, leukemia, atau lymphoma. Pada orang dewasa muda lebih sering terjadi reaktivasi
dikarenakan penggunaan obat imunosupresif dan meningkatnya AIDS pada usia ini.

Oleh sebab itu, karena herpes zoster dapat terjadi pada orang dengan AIDS, maka tes
sindroma ini diindikasikan pada pasien dibawah 50 tahun.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3
kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara
langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini
dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik. Prognosis umumnya baik
tergantung pada factor predisposisi yang mendasari. Pada herpes zoster oftalmikus
prognosis tergantung pada perawatan dan pengobatan secara dini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SKENARIO
Tuan T usia 53 tahun, datang ke praktek dokter untuk memeriksakan diri. Pasien
mengeluh sejak 3 hari terakhir muncul bintil-bintil berbagai ukuran yang berisi air
dan terasa panas serta nyeri di pinggang kanannya. Menurut pasien 2-3 hari
sebelum muncul bintil, dirinya juga mengalami demam, sakit kepala, dan nyeri
sendi. Namun sekarang keluhan tersebut sudah berkurang. Pasien tidak pernah
menderita keluhan seperti sakit seperti ini sebelumnya, dan disekitar pasien juga
tidak ada ada yang menderita keluhan seperti ini. Pasien juga mengatakan bahwa
beberapa minggu terakhir dirinya sering kerja lembur dan mengalami kelelahan
akibat pekerjaannya, sehingga sering menyebabkan penyakit asma yang
dideritanya kambuh. Namun keluhan tersebut akan membaik setelah pasien
meminum beberapa jenis obat yang dibelinya di apotik.
Dokter kemudian melakukan pemeriksaan, dan didapatkan tekanan darah
dalam batas normal. Eflorensi pada regio lumbalis dekstra didapatkan vesikel
bergerombol diatas kulit yang eritematus dan edema. Dibeberapa tempat juga
dijumpai pustule dan bula berisi cairan keruh, lesi tidak melintasi garis tengah
tubuh. Hasil pemeriksaan lain dalam batas normal.
2.2. TERMINOLOGI
2.2.1. Efloresensi
Adalah suatu keadaan yang bisa diamati dengan mata telanjang.
2.2.2. Vesikel
Adalah gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm
garis tengah, dan mempunyai dasar.
2.2.3. Eritema
Adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversibel.
2.2.4. Pustula
3

Adalah vesikel yang berisi nanah.


2.2.5. Bula
Adalah vesikel yang berukuran lebih besar.
2.3. PERMASALAHAN
2.3.1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari kulit!
2.3.2. Jelaskan pembagian dari eflorensi!
2.3.3. Apa yang menyebabkan nyeri pada pinggang pasien?
2.2.4. Apa hubungan gejala prodromal yang muncul pada skenario dengan kelelahan yang
dialami pasien?
2.2.5. Apa saja diagnostic deferential pada scenario diatas?
2.2.6. Apa diagnosis kerja pada scenario diatas?
2.4. PEMBAHASAN
2.4.1. Anatomi dan fisiologi kulit
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh

permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg. Luasnya sekitar
1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5-6 mm tergantung
dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis : kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medial lengan atas. Kulit tebal: telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda :
1. Lapisan luar adalah epidermis yang merup. Lapisan epital berasal dari
ectoderm
2. Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans
dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit.
Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam) :
a. Stratum korneum (lapisan tanduk)
Merupakan lapisan epidermis paling atas. Lapisan tanduk terdiri atas
beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
b. Stratum lusidum (lapisan bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan
lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih
yang kecil-kecil, tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati
sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak
tangan dan telapak kaki.

c. Stratum granulosum

Tersusun

oleh

sel-sel

keratonosit

berbentuk

kumparan

yang

mengandung butir-butir di dalam protoplsmanya berbutir kasar dan


berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak
tangan dan telapak kaki.
d. Stratum spinosum
Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling
berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakanakan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi
beberapa baris.
e. Stratum basale
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis.
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab
dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan,
hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg
mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis adalah sebagai proteksi barier, organisasi sel,
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai True Skin karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit.
Terdiri

atas

jaringan

ikat

yang

menyokong

epidermis

dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang


paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis
menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut,
kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-

pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus
arektor pili). Lapisan dermis terdiri dua lapisan:
a. Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan dibawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis (hipodermis) adalah melekat ke struktur dasar,
isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock
absorber.

Vaskularisasi kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis. Tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena.
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis pembuluh darah kulit

B. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya:
o
o
o
o
o
o

Memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan


Sebagai barier infeksi
Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi)
Sensasi
Eskresi
Metabolisme
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin

kelangsungan hidup. Kulit menyokong penampilan dan kepribadian sesorang


dan menjadi ciri berbagai tanda kehidupan yaitu ras, genetik, estetik, budaya,
bangsa dan agama.

Kulit juga dapat menjadi indikator kesehatan, kemakmuran,


kemiskinan, dan kebiasaan, di samping sarana komunikasi non verbal antara
individu satu dengan lainnya.
Kulit juga dapat menjadi sarana kontak seksual, cinta, persahabatan,
atau kebencian. Kerusakan lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka
bakar, dapat segera menyebabkan kematian, karena kulit mempunyai faal yang
vital bagi tubuh manusia.
Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di
dalam tubuh manusia.
1.

Fungsi Proteksi
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik
maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi,
seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam, atau basa kuat lainnya),
gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi tau sinar ultraviolet,
gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus.
Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya
bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang
berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi
oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi
ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari
kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0 6,5. Lemak permukaan kulit
juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba yang ingin masuk ke dalam
kulit.
Proses keratinisasi juga merupakan sawar mekanis karena sel-sel
tanduk melepaskan diri secara teratur dan diganti oleh sel muda
dibawahnya. Sawar kulit berfungsi ganda yaitu mencegah keluar atau
masuknya zat yang berada di luar ke dalam tubuh atau dari dalam ke luar
tubuh. Fungsi sawar kulit terutama berada di sel-sel epidermis dan
kemampuan kulit sebagai sawar berbeda pada satu tempat kulit dengan
tempat kulit lainnya bergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut.
Skrotum adalah kulit dengan tinggi sawar paling rendah sehingga paling
permeabel, disusul oleh kulit wajah dan punggung tangan. Sebaliknya
telapak tangan dan telapak kaki adalah daerah kulit yang paling baik
sawarnya sehingga hampir tidak dapat dilalui komponen apapun.
8

2.

Fungsi Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat.
Tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu
pula zat yang larut dalam minyak. Permeabilitas kulit terhadap gas CO 2
atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai peran dalam fungsi
respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zata yang
menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran
kelenjar atau saluran keluar rambut.

3.

Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau
sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, amonia, dan sedikit
lemak. Kelenjar lemak pada fetus, atas pengaruh hormon androgen dari
ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi kulitnya terhadap
cairan amnion yang pada waktu lahir disebut vernix caseosa. Sebum yang
diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki
kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi
kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di permukaan kulit membentuk
keasaman kulit pada pH 5 6,5. Penguapan air dari dalam tubuh dapat pula
terjadi secara difusi melaui sel-sel epidermis, tetapi karena sel epidermis
baik fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis
(transepidermal water loss) dapat dicegah agar tidak melebihi kebutuhan
tubuh.

4.

Fungsi Pengindra (Sensori)


Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Badan Ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan
rangsangan panas diperankan oleh badan Krausse. Badan taktil Meissner
yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian pula
badan Merkel-Renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik
tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah erotik.

5.

Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan


mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu
meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan
kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/ panas
tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit
melindungi diri dari kehilangan panas pada waktu dingin. Kulit kaya akan
pembuluh darah kapiler sehingga cara ini cukup efektif. Mekanisme
termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat
perantara asetilkolin. Dinding pembuluh darah kulit pada bayi belum
berfungsi secara sempurna sehingga mekanisme termoregulasi belum
berjalan dengan baik.
6.

Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)


Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan asal epidermis.
Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah
melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan
warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan
enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam
melanosom

dalam

badan

sel

melanosit.

Pajanan

sinar

matahari

mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah, produksi


melanin akan meningkat. Pigmen disebarkan ke dalam lapisan atas sel
epidermis melalui tangan-tangan yang mirip kaki cumi-cumi pada
melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui melanofag. Selain oleh
pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hboksidasi, dan karoten.
7.

Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama:
keratinosit, melanosit dan sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel
basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu
sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula
menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih
gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya
sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, proto-plasmanya
mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel
tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang
10

terletak dibawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk
berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini berlangsung terus-menerus dan
berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan
fungsinya secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini
terganggu, sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, dan kering.
8.

Fungsi Produksi Vitamin D


Ternyata kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih
rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D sehingga diperlukan tambahan
vitamin D dari luar melaui makanan.

9.

Fungsi Ekspresi Emosi


Hasil gabungan fungsi yang telah disebut diatas menyebabkan kulit mampu
berfungsi sebagai alat untuk menyatakan emosi yang terdapat dalam jiwa
manusia. Kegembiraan dapat dinyatakan oleh otot kulit muka yang
relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan oleh kelenjar air mata yang
meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar
keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga
kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh
darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak,
dan menyebarkan bau khas.

2.4.2. Pembagian dari eflorensi

2.4.3. Penyebab nyeri pinggang pada pasien

2.4.4. Hubungan gejala prodormal dengan kelelahan yang dirasakan pasien

2.2.5. Diagnostic Diferensial


VARICELA
Definisi
Varisela berasal dari bahasa Latin, varicella. Di Indonesia penyakit ini
dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan
nama chicken-pox. Varisela adalah penyakit infeksi menular yang

11

disebabkan oleh virus Varicella zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada
kulit.
Pada umumnya menyerang anak-anak (usia sekolah dasar), tapi
dapat juga terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terkena
sebelumnya

Etiologi
Virus Varicella zoster, termasuk famili Herpes virus

Patofisiologi
Saat terjadi penurunan system imun tubuh, selain menyebar secara
hematogen, virus Varicella zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar
neuron pada ganglion akar dorsal sumsum tulang belakang. Dari sini virus
bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk herpes zoster.
-

Penularan dapat terjadi melalui:


1. Kontak langsung
2. Percikan ludah (droplet infection)

Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala
pertama) biasanya berkisar antara 2-3 minggu.
Gejala Klinis
Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan
adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.
Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna
kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan
kecil pada kulit). Papula kemudian berubah lagi menjadi vesikel
(gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam
gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi,
biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan bekas.
Erupsi pada cacar air bersifat khas dimana erupsi yang terjadi tidak
serentak munculnya. Dengan mudah kita dapat menjumpai berbagai ragam
12

jenis erupsi kulit pada tubuh penderita. Sebagian sudah berupa papul,
sebagian masih vesikel, dan sebagian lagi mungkin masih dalam tahap awal
(makula). Erupsi ini akan menyebar secara sentrifugal dari badan menuju
kepala dan tungkai.
Bila kita memperhatikan perkembangan vesikel dengan seksama,
kita juga akan menemukan bahwa pada awalnya vesikel berisi cairan yang
jernih. Lama kelamaan cairan di dalam vesikel berubah menjadi keruh dan
terdapat cekungan pada bagian tengah vesikel tersebut.
Vesikel dapat juga dijumpai pada selaput lendir mulut dan
kerongkongan. Sebagai akibatnya akan timbul keluhan sakit menelan bila
vesikel tersebut pecah.
Bila mengenai mata (jarang terjadi), dapat timbul:

Mata merah

Mata berair

Gelembung kecil
Gejala lain dapat berupa demam (biasanya tidak terlalu tinggi), rasa

lemah, sakit kepala ringan, dan kadangkala sariawan. Gejala biasanya


menghilang dalam beberapa hari sampai 2 minggu. Pada umumnya, seluruh
vesikel telah berubah menjadi keropeng dalam waktu 4-7 hari.

Diagnosis
Diagnosa biasanya berdasarkan atas erupsi yang khas pada kulit. Selain itu
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, salah satunya adalah patologi
anatomi (tampak pada vesikel ditemukan jisim intranukleus pada sel epitel).

HERPES ZOSTER
Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella
zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi
virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster sering disebut juga
cacar ular atau dampa.

Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela zozter (VZV).
13

Patogenesis
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal
melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut
terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan
tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut
dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti
pada

penderita

karsinoma,

penderita

yang

mendapat

pengobatan

immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima


organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali
bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion
sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke sumsum tulang serta batang
otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai ke kulit dan kemudian akan
timbul gejala klinis.

14

Gejala Klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerahdaerah yang lain tidak jarang. Frekuaensi penyakit ini pada pria dan wanita
sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodormal baik
sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala prodormal lokasi (nyeri
otot tulang, gatal, pegal dan sebagainya). Setelah terjadi vesikel yang
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat
menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi
15

sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa


sikatrik.

Masa inkubasi antara 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesilesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan
masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit
dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisata
penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat
persarafan. Pada susunan saraf tepi timbul kelainan motorik, tetapi pada
susunan saraf pusat

kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion

kranialis memungkinkan hal tersebut.

Diagnosis
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya
kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala
prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut
mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan
vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk
bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat
menjadi krusta.

16

Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan


beberapa test yaitu :
a. Tzanck smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,
Giemsas, Wrights, toluidine blue ataupun Papanicolaous. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells.
Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus.
b. Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah

berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.


Hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence.
Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes

simpleks virus.
c.Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat
juga digunakan sebagai preparat, dan CSF.
Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.
Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.
d. Biopsi kulit

17

Hasil pemeriksaan histopatologis: tampak vesikel intra-epidermal


dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian
atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

HERPES SIMPLEKS
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok
dengan dasar eritema pada daerah mukotan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.

Etiologi
Herpes simpleks disebabkan oleh HSV-1 dan HSV-2 yang merupakan
kelompok famili Herpesviridae yang berbentuk besar, beramplop dan
memiliki DNA rantai ganda. Morfologi virus ini memiliki diameter 180
200 nm dan inti asam nukleat 30-45 nm.

Patogenesis
Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat berbentuk episode 1
infeksi primer (inisial), episode 1 non infeksi primer, infeksi rekurens,
asimtomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode 1 infeksi
primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh Hospes.
Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes di dalam tubuh
hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi/ replikasi serta menimbulkan
kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi
spesifik, ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas
dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut

18

saraf sensorik ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis) dan berdiam


disana serta bersifat laten.
Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung
tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti
sehingga pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak
seberat episode I dengan infeksi primer.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah
infeksi rekurens. Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Tringger factor tersebut antara lain
adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan,
stress, emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, obat-obatan
(immunosupresif, kortkosteroid), dan pada beberapa kasus sukar dketahui
dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya
infeksi rekurens:
a. Reaksi pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion
dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang
dipersarafinya dan akan mengalami replikasi dan multiplikasi serta
menimbulkan lesi.
b. Virus secara terus menerus dilepaskan ke sel epitel dan adanya faktor
pensetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi

rekurens.
Gejala Klinis
Gejala klinik dapat dipengaruhi oleh faktor herpes pajanan HSV
sebelumnya. Episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi umumnya
berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat
bersifat berat, tetapi bisa juga asimtomatik terutama bila lesi ditemukan
pada daerah serviks. Pada penelitian retrospektif 50-70% infeksi HSV-2
adalah asimtomatik.

19

Infeksi HSV ini berlangsung dalam 3 tingkat :


a. Infeksi primer
Tempat prediksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak.
Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada
perawat, dokter gigi atau pada orang yang sering menggigit jari
(herpetic Whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Infeksi primer oleh HSV tipe II mempunyai tempat prediksi di daerah
pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.
Pada infeksi inisial gejalanya lebih berat dan berlangsung lebih
lama dan berat kira-kira 3 minggu. Biasanya didahului rasa terbakar dan
gatal di daerah lesi yang terjadi beberapa jam sebelum timbulnya lesi.
Setelah lesi timbul dapat diserta gejala konstitusi seperti malaise,
demam dan nyeri otot. Lesi pada kulit berbentuk vesikel yang
berkelompok dengan dasar eriterm.

Vesikel ini mudah pecah dan

menimbulkan erosi multiple. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan


terjadi dalam waktu lima sampai tujuh hari dan tidak terjadi jaringan
parut, tetapi bila ada, penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan
meninggalkan jaringan parut.
Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan.
Infeksi di daerah serviks, dapat menimbulkan beberapa perubahan
20

termasuk peradangan difus, ulkus multiple sampai terjadinya ulkus yang


besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat
pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup
lama, dapat dua sampai empat minggu, sedangkan pada serangan
berikutnya penyembuhan akan lebih cepat. Disamping itu pada infeksi
pertama dapat terjadi disuria bila lesi terdapat di daerah uretra dan
periuretra, sehingga dapat menimbulkan mielitis dan radikulitis.
b. Infeksi Laten
Fase ini berarti penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif dalam ganglion dorsalis.
c. Infeksi Rekurens
Infeksi ini berarti HSV pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan
tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual dan
sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan
dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.
Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau
tempat lain/ tempat disekitarnya (non loco).
Infeksi rekures dapat terjadi dengan cepat/ lambat, sedangkan
gejala yang timbul biasanya lebih ringan kira-kira 7-10 hari, karena
telah ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, infeksi inisial dan rekurensi
selain disertai gejala klinis bisa tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan
dengan ditemukannya antibodi terhadap HSV-2 pada orang yang tidak
ada riwayat penyakit herpes genitalis sebelumnya. Adanya antibodi
terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-1 lebih ringan. Hal ini
memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimtomatik pada
penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1.
Tempat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis,
batang penis, dapat juga di uretra dan daerah anal (pada homoseks),
sedangkan daerah skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita dapat
ditemukan di daerah labia major/ minor, klitoris, introitus vaginae,
serviks, sedangkan pada daerah perianal, bokong dan mons pubis jarang
21

ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitis,


karena itu perlu pemeriksaan sitologi secara teratur.

Diagnosis
Tipe awitan, gejala konstitusional yang klasik, distribusi dan gambaran lesi
yang khas berupa ulserasi oral superfisial, bentuk bulat, multipel, bersifat
akut dan adanya gingivitis marginal generalisata pada pemeriksaan fisis,
ditunjang oleh tidak adanya riwayat episode herpes sebelumnya, serta
adanya riwayat terpajan HSV-1 membantu menegakkan diagnosis
gingivostomatitis herpetika primer. Herpes orofasial tipe ini perlu
dibedakan

dengan

hand-foot-mouth

disease,

herpangina,

eritema

multiformis, pemfigus vulgaris, acute necrotizing ulcerative gingivitis.


Herpes intraoral didiagnosis banding dengan stomatitis aftosa
rekuren dan herpes zoster intraoral.
Infeksi HSV genital perlu didiagnosis banding dengan penyebab
ulkus genital lain baik berupa infeksi maupun bukan infeksi. Bila terdapat
kelompokan vesikel multipel atau bila terdapat riwayat lesi sebelumnya
yang berukuran sama, lama timbulnya dan sifatnya sama maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah HSV. Diagnosis banding HSV
genital adalah ulkus pada sifilis, chancroid, limfogranuloma venerum,
donovanosis, non infeksi penyakit Crohn, ulserasi mukosa yang
dihubungkan dengan sindrom Behcet.
Dermatitis Herpetiformis
Definisi
Dermatitis herpetiformis adalah penyakit yang menahun dan residif, ruam
bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan

simetrik serta disertai rasa sangat gatal.


Etiologi
Belum diketahui pasti.
Patogenesis
Pada dermatitis herpetiformis, tidak ditemukan antibodi IgA terhadap papila
dermis yang bersirkulasi dalam serum. Komplemen diaktifkan dalam jalur
alternatif. Fraksi aktif C5a bersifat sangat kemotaktik terhadap neutrofil.
Sebagian antigen mungkin ialah gluken, dan masuknya antigen
mungkin di usus halus, sel efektornya ialah netrofil. Selain gluten juga

22

iodium dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan eksaserbasi. Tentang


hubungan kelainan di usus halus dan kelainan kulit belum jelas diketahui.

Gejala Klinis
Dermatitis hepertiformis mengenai anak dan dewasa. Perbandingan wanita
dan pria adalah 2 : 3, terbanyak pada umur dekade ketiga. Mulainya
penyakit biasanya perlahan, perjalanannya kronik dan residif. Biasanya
berlangsung seumur hidup, remisi spontan terjadi sekitar 10-15% kasus.
Keadaan umum penderita baik. Keluhannya sangat gatal. Tempat
pridileksinya adalah di punggung, daerah sakrum, bokong, daerah ekstensor
di lengan atas, sekitar siku dan lutut. Ruam berupa eritema, papula vesikel,
dan vesikel atau bula yang berkelompok dan sistemik. Kelainan yang utama
adalah vesikel, oleh karena itu disebut hepertiformis yang berarti herpes
zoster. Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun asinar atau sirsinar. Dinding
vesikel atau bula tegang.

Diagnosis
- Histopatologi
Terdapat kumpulan neutrofil di papil dermal yang membentuk mikroabses neutrofilik. Kemudian terbentuk edema papiler, celah subepidermal, dan vesikel multiokular dan sub-epidermal. Terdapat pula
-

eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.


Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah tepi terdapat hiper-eosinofilia, dapat melebihi 40%.
Demikian pula di cairan vesikel atau bula, terdapat banyak eosinofil

(20-90%).
Imunologi
Ig yang dominan adalah IgA yang terdapat pada papil dermal berbentuk
granular di kulit sekitar lesi dan kulit normal, hal ini merupakan tes
yang baku menegakkan diagnosis D.H. juga terdapat C 3.

Pada D.H.

terdapat predisposisi genetik berupa ditemukannya HLA-B8 pada 85%


kasus dan HLA-DQw2 pada 90% kasus.
Pemfigus Vulgaris
Definisi
Pemfigus adalah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik,
menyerang kulit, dan membrana mukosa yang secara histologik ditandai
dengan bula intra-epidermal akibat proses akantolisis dan secara
imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen desmosom pada

23

permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun beredar dalam


sirkulasi darah.
Pemfigus vulgaris merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80%
pada semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat
mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin
sama. Umumnya mengenai umur pertengahan (dekade keempat dan
kelima), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk anak.

Etiologi
Pemvigus adalah penyakit autoimun, karena pada serum penderita
ditemukan autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced
pemfigus), misalnya D-penisilanin dan captopril. Pemfigus yang diinduksi
oleh obat dapat berbentuk pemfigus foliaseus (termasuk pemfigus
eritematosus) atau pemfigus vulgaris. Pemfigus foliaseus lebih sering
timbul dibandingkan pemfigus vulgaris. Pada pemfigus tersebut, secara
klinis dan histologik menyerupai pemfigus yang seporadik, pemeriksaan
imunofluorensi langsung pada kebanyakan kasus positif, sedangkan
pemeriksaan imunofluoresensi tidak langsung hanya kira-kira 70% yang
posistif.
Pemfigus dapat menyertai penyakit neoplasma, baik yang jinak
maupun maligna, dan disebut sebagai pemfigus paraneoplastik.
Pemfigus juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit
autoimun yang lain, misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid
bulosa, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.

Patogenesis
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat sangat khas, yakni:
1. Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis).
2. Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada
permukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi.
Lepuh pada P.V. akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap antigen
P.V. Antigen ini merupakan transmembran glikoprotein dengan berat
molekul 160 kD untuk pemfigus foliaseus dan berat moleku 130 kD untuk
pemfigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel keratinosit.
Target antigen ada P.V. yang hanya dengan lesi oral ialah
desmoglein 3, sedangkan yang dengan lesi oral dan kulit ialah desmoglein 1

24

dan 3. Sedangkan pada pemfigus foliaseus target antigennya ialah desoglein


1.
Desmoglein ialah salah satu komponen desmosom. Komponen yang
lain, misalnya desmoplakin, plakoglobin, dan desmokolin. Fungsi
desmosom ialah meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis
yang terdapat pada kulit dan mukosa.
Pada penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibodi
subklas IgG1 dan IgG4, tetapi yang patogenik ialah IgG4.
Pada pemfigus juga ada faktor genetik, umumnya berkaitan dengan
HLA-DR4.

Gejala Klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyaki dapat mulai sebagai lesi
di kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60%
kasus, berupa erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah
didiagnosis sebagai pioderma pada kulit kepala yang berambut atau
dermatitis dengan infeksi sekunder. Lesi ditempat tersebut dapat berbulanbulan sebelum timbul bula generalisata.
Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni
selaput lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esofagus, uretra, vulva
dan serviks. Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa sebelum
diagnosis pasti ditegakkan. Lesi di mulut ini dapat meluas dan mengganggu
pada waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.
Bula yang timbul berdindung kendur, mudah pecah dengan
meninggalkan kulit terkelupas, dan diikuti dengan pembentukan krusta
yang lama bertahan diatas kulit yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul
diatas kulit yang tampak normal atau yang eritematosa dan generalisata.
Tanda Nikolskiy positif yang disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara
mengetahui tanda tersebut ada 2, pertama dengan menekan dan menggeser
kulit diantara 2 bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan
menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang di dalamnya
mengfalami tekanan.
Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi pada penderita sering
mengeluh nyeri pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah

25

penyembuhan dengan meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi


dan biasanya tanpa jaringan parut.

Diagnosis
- Histopatologi
Pada gambaran

histopatologik

didapatkan

bula

intraepidermal

suprabasal dan sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar


bula yang menyebabkan percobaan Tzanck positif. Percobaan ini
berguna untuk menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi buka
diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron dapar diketahui bahwa permulaan
perubahan patologik perlunakan segmen interseluler. Juga dapat dilihat
-

perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder.


Imunologi
Pada tes imunofluoresensi langsung didaptkan antibodi interseluler tipe
IgG dan C3. Pada tes imunofluoresensi tidak langsung didapatkan
antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang pertama lebih terpercaya lebih
terpercaya dari pada tes kedua, karena telah menjadi positif pada
permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan
tetap positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah
membaik.
Antibodi pemfigus ini rupanya sangat sangat spesifik untuk
pemfigus. Kadar titernya umumnya sejajar dengan beratnya penyakit
dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.

2.2.6. Diagnosis Kerja

26

BAB III
KESIMPULAN

3.1.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

27

Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, E/11.
Jakarta: EGC.

Hernawati, Isna. 2008. Herpes Zoster. http://ml.scribd.com/. Diakses tanggal 06 Desember


2013.
Kuswadji. 2010. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Lubis,

Ramona

Dumasari.

2008.

Varicella

Dan

Herpes

Zoster.

http://

rsudrsoetomo.jatimprov.go.id. Diakses tanggal 06 Desember 2013.


Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta: Media
Aeskulapius.

SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin. 2007. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit
Kulit Dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Denpasar : Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, E/5. Jakarta: Interna
Publishing.

HERPES ZOSTER
3.1.

PENATALAKSANAAN
A. Pengobatan umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi
imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
B. Medikamentosa
Pengobatan Sistemik
Obat Antivirus
28

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya


valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena.
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir
peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan
melalui

intravena

biasanya

hanya

digunakan

pada

pasien

yang

imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain
yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi
dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir
juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3200
mg/hari selama 7 hari.
Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis
asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat
juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.
Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu
imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.
Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
3.2.
1.

KOMPLIKASI
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-

29

bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur
diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi.

Semakin

tua

umur

penderita

maka

semakin

tinggi

persentasenya.
2.

Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3.

Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4.

Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5.

Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma,

batang

tubuh,

ekstremitas,

vesika

urinaria

dan

anus.

Umumnya akan sembuh spontan.

3.3.

PROGNOSIS
Herpes zozter pada anak yang imunokompeten tanpa disertai komplikasi prognosis
biasanya sangat baik, sedangkan pada anak yang imunokompremais angka morbilitas
dan mortalitas signifikan.

30

31

You might also like