Professional Documents
Culture Documents
Rini Ikm PDF
Rini Ikm PDF
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
2
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
3
Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4 PS Kesehatan Masyarakat Universitas Dhyana Pura
Korespondensi:Noviyani, R.
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837
Email: rini.noviyani@yahoo.co.id
ABSTRACT
Information about factors that may affect patient compliance in the use of single-dose azithromycin
suspension is one of the important things in pharmaceutical care. The study was conducted about
monitoring the use of single-dose azithromycin suspension in Acute Otitis Media (AOM) pediatric
with acute rhinitis ages 5 until 12 years old in Clinic Q Denpasar. The aim of this study is to
determine the factors that need to be monitored in the use of single-dose azithromycin.
This study used a prospective cohort design. The selection of sample using a consecutive
sampling method. There were 13 patient fulfill the inclusion criteria and unfulfill exclusion criteria be
determined from March to December 2012. Monitoring was conducted on the dosage, side effects,
drug interactions, dosage form, volume, frequency of administration, method of use, time of
administration, azithromycin organoleptic, and clinical cure.
The results showed that there were some factors that need to be monitored in the use of singledose azithromycin suspension in AOM pediatric with acute rhinitis are the side effects of nausea and
vomiting caused by the distance between delivery azithromycin and meals, the convenience of the
azithromycin dosage relating volume and taste the azithromycin, the risk of taking the inappropriate
dosage because of there were no measured spoons inside the package, and the preparation of the
azithromycin amount of volume in the.
Key word :
1.
PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada telinga tengah
akibat disfungsi tuba Eustachius (Krishnan et al., 2007; Soepardi dkk., 2007). OMA adalah salah satu
komplikasi dari penyakit rinitis akut (rinitis infeksi).Sedangkan rinitis akut merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada mukosa rongga hidung (Broek et al., 2007). Rinitis akut
yang tidak ditangani dengan baik berisiko pada invasi bakteri dari rongga hidung ke tuba Eustachius
sehingga menyebabkan terjadinya OMA (Soepardi dkk., 2007). Pemantauan OMA pada anak-anak
penting dilakukan karena anak-anak lebih mudah terkena OMA. Anatomi tuba Eustachius pada anakanakyang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal(Soepardi dkk., 2007). Anatomi
tersebut yang menyebabkan risiko anak mengalami OMA dan rinitis akut menjadi tinggi (Arguedas et
al., 2011).
Penanganan OMA dengan rinitis akut dilakukan dengan pemberian antibiotika. Peresepan
antibiotika pada pasien OMA dengan rinitis akut didasarkan pada data epidemiologi (empiris),
sebelum dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (Suardana dkk., 2009). Penundaan peresepan
antibiotikadengan menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi penyebab OMA dengan rinitis akut
dapat berdampak tidak baik untuk pasien pediatri, karena akan terjadi peningkatan invasi penyakit
(Dipiro et al., 2008).
Salah satu antibiotika yang diresepkan untuk penderita OMA dengan rinitis akut adalah azitromisin.
Azitromisin ini sudah digunakan lebih dari satu dekade dalam pengobatan OMA pada bayi dan anakanak (Girard et al., 2005). Penelitian pada kasus penyakit THT pasien rawat jalan di Rumah Sakit X
Kota Denpasar juga menyatakan bahwa azitromisin sebagai antibiotika yg tertinggi penggunaannya
dibandingkan lainnya yaitu sebesar 33,56% (Kristianti, 2011).
Salah satu sediaan azitromisin yang digunakan untuk pasien pediatri rawat jalan adalah dalam bentuk
suspensi dosis tunggal. Penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal ini memiliki keefektifan yang
sama dengan azitromisin dosis terbagi dalam pengobatan OMA dengan rinitis akut (Girard et al.,
2005). Hal ini yang kemudian dijadikan alasan pemilihan terapi suspensi azitromisin dosis tunggal
pada pasien OMA. Penggunaan yang hanya sekali menjadi alasan untuk menghindari ketidakpatuhan
pasien dalam meminum obat. Sehingga penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal dengan dosis
cukup besar bagi pediatri yaitu 30 mg/kg BB dapat mengakibatkan efek samping seperti muntah
(Komite Penyusun IONI, 2008). Azitromisin merupakan drug dependent dose yang aktivitasnya
tergantung pada jumlah dosis yang diberikan (Food and Drug Administration, 2004),hal-hal yang
dapat mengakibatkan kurangnya dosis yang harus diterima pasien memerlukan pemantauan.
Pengobatan OMA dengan rinitis akut harus dilakukan dengan cermat untuk menghindari
kekambuhan penyakit atau meninggalkan otitis media efusi kronis dengan ketulian ringan sampai
berat (Broek et al., 2007). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kesembuhan yang tidak
sempurna dari pasien pediatri penderita OMA adalah melalui pemantauan penggunaan azitromisin
oleh pasien. Pemantauan ini meliputi faktor-faktor yang akan mempengaruhi kesembuhan (Cipolle et
al., 2004).
Sesuai dengan pengembangan peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian yang berorientasi
pada pasien, perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemantauan terapi suspensi azitromisin dosis
tunggal meskipun azitromisin merupakan obat yang relatif aman. Di satu sisi penggunaan dosis
tunggal dalam bentuk suspensi untuk suatu antibiotika belum banyak ditemui. Penggunaan obat yang
salah berakibat pada kesembuhan OMA dan rinitis akut. Hal ini tentunya berdampak pada
pengulangan terapi dan yang akhirnya meningkatkan pembiayaan.
Belum tersedia data mengenai penggunaan azitromisin dosis tunggal pada pediatri usia 5 sampai
12 tahun. Penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal diindikasikan untuk pasien usia lebih dari 12
tahun. Penggunaan obat pada anak usia kurang dari 12 tahun tentunya berisiko terhadap kepatuhan.
Informasi mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap penggunaan suspensi
azitromisin dosis tunggal merupakan suatu hal yang penting dalam pelayanan kefarmasian.
2. BAHAN DAN METODE
2.1 SubyekPenelitian
Subyek dalam penelitianini adalah 13pasien pediatri OMA dengan rinitis akut yang menjalani
pengobatan di klinik Q kota Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi.
Kriteria inklusi :
1. Pasien pediatri penderita otitis media akut stadium satu atau dua dengan rinitis akut tanpa
pembengkakan adenoid yang menjalani pengobatan pada dokter THT R di klinik Q dan
mendapatkan terapi suspensi azitromisin dosis tunggal.
2. Pasien tidak alergi terhadap azitromisin.
3. Pasien berusia 5 tahun dan 12 tahun.
4. Pasien tidak menjalani pengobatan antibiotik apapun 1 minggu sebelum pengobatan di dokter
THT R di klinik Q.
5. Pasien tidak menderita penyakit selain otitis media akut dengan rinitis akut.
6. Keluarga pasien menandatangani lembar pengesahan (informed consent).
Kriteria eksklusi :
1. Pasien tidak dapat dipantau
2. Pasien tidak menjalankan kontrol pada hari ke-3 setelah melakukan pengobatan ke dokter
THT R klinik Q.
3. Pasien mendapatkan pengobatan dari dokter lain pada saat pemantauan dari hari ke-0 hingga
hari ke-3.
2.
7 th, 8 bln
18
540
540
Sesuai
3.
5 th, 4 bln
17
510
510
Sesuai
4.
7 th, 1 bln
16,5
495
495
Sesuai
5.
6 th, 7 bln
20
600
600
Sesuai
6.
8 th, 2 bln
21,5
645
645
Sesuai
7.
6 th, 7 bln
23
690
690
Sesuai
8.
5 th, 5 bln
28
840
840
Sesuai
9.
5 th, 9 bln
19
570
570
Sesuai
10.
11.
12.
13.
9 th, 1 bln
5 th, 11 bln
7 th, 3 bln
6 th, 4 bln
30
23
49
32
900
690
1490
960
900
690
1490
960
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Keterangan:
th=tahun; bln=bulan; UD=Under Dose; TD=Therapeutic Dose; OD=Over Dose
Perhitungan Dosis Berdasarkan Berat Badan=30 mg/kg BB
3.3Efek Samping Azitromisin
Dari hasil pemantauan ditemukan 1 pasien yang mengalami efek samping mual dan muntah.
Pasien lainnya tidak mengalami efek samping apapun selama 3 hari pemantauan.
3.4Interaksi Azitromisin
Berdasarkan pengkajian buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockleys Drug
Interactions (Stockley, 2008)tidak ditemukan adanya interaksi obat baik interaksi farmakokinetika
atau interaksi farmakodinamika dari kombinasi obat tersebut.
3.5Bentuk Sediaan Azitromisin
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa seluruh pasien nyaman menggunakan azitromisin dosis
tunggal dalam bentuk suspensi. Seluruh pasien menyatakan bahwa bentuk sediaan ini sangat mudah
diterima untuk pasien pediatri OMA dengan dengan rinitis akut.
3.6Volume Azitromisin
Tabel 3.6 menunjukkan dari 13 pasien, 11 pasien merasa nyaman dengan volume obat yang
diberikan oleh apoteker. Sedangkan 2 pasien yang merasa tidak nyaman menyatakan volume tersebut
terlalu besar bagi mereka.
Tabel 4.4 Hasil Wawancara Kenyamanan Volume Azitromisin Dosis Tunggal
No.
Volume yang Volume yang
Keluhan Pasien
Kesimpulan
Pasien
diberikan
diminum
terhadap Volume
apoteker
pasien
Nyaman
Tidak
(mL)
(mL)
Nyaman
1.
60,00
60,00
2.
60,00
60,00
Volume terlalu besar
3.
60,00
60,00
Volume terlalu besar
4.
14,85
14,85
5.
18,00
18,00
6.
19,35
19,35
7.
20,70
20,70
8.
25,20
25,20
9.
17,10
17,10
10.
27,00
27,00
11.
20,70
20,70
12.
44,70
44,70
13.
28,90
28,90
Dalam penelitian ini dilakukan pemantauan interaksi obat yang diresepkan oleh dokter yang
dikaji berdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockleys Drug Interactions
(Stockley, 2008). Kriteria adanya kejadian interaksi obat dalam penelitian ini adalah apabila salah satu
atau lebih obat yang diresepkan saling berinteraksi baik secara farmakokinetika dan farmakodinamika
berdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockleys Drug Interactions (Stockley,
2008). Sedangkan, kriteria tidak adanya kejadian interaksi obat dalam penelitian ini adalah apabila
salah satu atau lebih obat yang diresepkan tidak saling berinteraksi baik secara farmakokinetika dan
farmakodinamika berdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockleys Drug
Interactions (Stockley, 2008). Apabila ditemukan kejadian interaksi obat, maka dokter penulis resep
dikonfirmasi kembali mengenai adanya kejadian interaksi obat diantara obat-obat yang telah
diresepkan sehingga diharapkan dokter dapat memberikan penanganan yang sesuai dengan efek yang
mungkin ditimbulkan dari adanya kejadian interaksi obat tersebut.
Pada penelitian ini pasien mendapatkan kombinasi obat yang sama yaitu suspensi azitromisin
dosis tunggal sebagai terapi utama dan pseudoefedrin hidroklorida, triprolidin hidroklorida, dan
ambroxol sebagai terapi suportif. Suspensi azitromisin dosis tunggal yang merupakan antibiotika
dengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein dari bakteri penyebab OMA (Finch et al.,
2003). Pseudoefedrin hidroklorida merupakan dekongestan dimana mekanisme kerjanya mengurangi
aliran darah pada mukosa hidung yang membengkak. Triprolidin hidroklorida merupakan antihistamin
yang berada pada satu sediaan dengan pseudoefedrin hidroklorida dimana merupakan kombinasi yang
baik dalam menurunkan kejadian kongesti hidung (Sukandar dkk., 2009; Siswandono dan Soekardjo,
2008). Ambroxol merupakan mukolitik yang bekerja mengurangi viskositas mukus pada hidung
sehingga mudah untuk dikeluarkan dari hidung (Theodorus, 1996).
4.5Bentuk Sediaan Azitromisin
Pada penelitian ini pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk mengetahui apakah pasien
nyaman terhadap bentuk sediaan azitromisindosis tunggal yang berupa suspensi. Pasien atau keluarga
pasien ditanyai apakah pasien menemui kesulitan menelan bentuk sediaan suspensi azitromisin yang
berupa suspensi. Pasien yang dikriteriakan nyaman terhadap bentuk sediaan suspensi azitromisindosis
tunggal adalah pasien yang tidak menemui kesulitan menelan sediaan azitromisin. Sedangkan pasien
yang dikriteriakan tidak nyaman terhadap bentuk sediaan suspensi azitromisindosis tunggal adalah
pasien yang mengalami kesulitan menelan sediaan azitromisin.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa seluruh pasien tidak menemui kesulitan menelan sediaan
azitromisinberupa suspensi. Secara umum untuk pasien pediatri, bentuk sediaan cair memang lebih
disukai dibandingkan bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama) karena lebih mudah
menelan cairan, lebih mudah dalam pemberian, dan lebih mudah pengaturan dosisnya (Ansel, 2008).
4.6Volume Azitromisin
Pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk mengetahui apakah pasien nyaman terhadap
volume azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker. Kriteria pasien yang nyaman terhadap
volume azitromisindosis tunggal yang mereka peroleh adalah pasien yang dapat meminum seluruh
volume azitromisindosis tunggal dan pasien yang tidak mengeluh atau keberatan terhadap volume
azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker. Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyaman
terhadap volume azitromisindosis tunggal adalah pasien yang tidak dapat meminum seluruh volume
azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker karena alasan volumenya dan/atau pasien
mengeluh atau keberatan terhadap volume azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker.
4.7Frekuensi Pemberian Azitromisin
Pemantauan dilakukan dengan pasien ditanya apakah lebih nyaman menggunakan obat hanya
sekali saja atau obat yang harus diminum lebih dari sekali dalam suatu pengobatan, seluruh pasien
menyatakan lebih nyaman meminum obat yang hanya diminum sekali dalam pengobatan seperti
penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal ada pengobatan OMA dengan rinitis akut.
4.8Cara Penggunaan Azitromisin
Pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk memantau apakah pasien nyaman dengan cara
penggunaan azitromisin dosis tunggal atau tidak. Kriteria pasien yang nyaman terhadap cara
6
penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal adalah pasien yang dapat meminum suspensi
azitromisin sekaligus dan keluarga pasien tidak merasa kesulitan dalam penyiapan volume azitromisin.
Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyaman terhadap cara penggunaan suspensi azitromisin dosis
tunggal adalah pasien yang tidak dapat meminum suspensi azitromisin sekaligus dan/atau keluarga
pasien merasa kesulitan dalam penyiapan volume azitromisin.
Hasil pemantauan menunjukkan dari 13 pasien, 1 orang pasien mengalami ketidaknyamanan
terhadap cara penggunaan sediaan azitromisin. Pasien menyatakan tidak mampu meminum sekaligus
suspensi azitromisin sehingga pasien menggunakan sendok makan rumah tangga. Penggunaan sendok
makan rumah tangga menyebabkan pasien meminum azitromisin berulang namun pasien
meminumnya sampai habis sesuai dosis dan tidak lebih dari 2 menit. Cara meminum suspensi
azitromisin dosis tunggal dengan cara berulang secara farmakokinetika tidak menimbulkan masalah
karena azitromisin merupakan antibiotika drug dependent-dose yang efikasinya tergantung pada
jumlah dosis pemberian (Food and Drug Administration, 2004). Selain itu dari dari sisi kestabilan,
sediaan azitromisin yang sudah direkonstitusi dapat bertahan sampai 12 jam setelah rekonstitusi (Food
and Drug Administration, 2001). Sehingga pemberian azitromisin berulang selama 2 menit tersebut
tidak mempengaruhi farmakokinetika dan kestabilan sediaan azitromisin.
4.9Waktu Pemberian Azitromisin
Pada pemantauan ini peneliti menghubungi orang tua pasien pada hari itu atau 1 hari setelah
pasien datang ke klinik untuk mengetahui jarak waktu pemberian suspensi azitromisin dosis tunggal
dengan waktu makan. Kriteria pasien mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal dengan waktu
yang tepat jika pasien mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal lebih dari 1 jam sebelum
makan atau lebih dari 2 jam setelah makan. Sedangkan kriteria pasien yang mengkonsumsi suspensi
azitromisin dosis tunggal dengan waktu yang tidak tepat adalah pasien yang mengkonsumsi suspensi
azitromisin dosis tunggal kurang dari 1 jam sebelum makan atau kurang dari 2 jam setelah makan.
Dari keseluruhan pasien, satu orang yang mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal pada
waktu yang tidak tepat yaitu 1 jam setelah makan. Hal ini menyebabkan pasien mengalami efek
samping mual dan muntah. Hal ini terkait dengan waktu pengosongan lambung dimana terjadi kurang
lebih 2 sampai 6 jam. Keadaan lambung yang terisi makanan dapat menimbulkan efek samping
gastrointestinal yang disebabkan oleh azitromisin (Amrol, 2007).
4.10
Organoleptis Azitromisin
Pada penelitian ini, pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk memantau apakah pasien
nyaman terhadap rasa suspensi azitromisin dosis tunggal. Kriteria pasien yang nyaman terhadap rasa
suspensi azitromisin dosis tunggal adalah pasien tidak mengeluh mengenai rasa, bau, dan rasa
azitromisin. Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyaman dengan rasa suspensi azitromisin dosis
tunggal adalah pasien yang mengeluh karena salah satu atau lebih faktor seperti rasa, bau, dan warna
dari azitromisin.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa 2 orang pasien mengalami ketidaknyamanan terhadap
rasa dari sediaan suspensi azitromisin dosis tunggal karena tidak suka rasa azitromisin. Salah satu dari
pasien tersebut menambahkan madu dalam sediaan azitromisin. Pasien tidak mengalami keluhan
setelah meminum azitromisin yang dicampur dengan madu. Hasil pengkajian buku Drug Interaction
Facts (Tatro, 2001), Stockleys Drug Interactions (Stockley, 2008)diperoleh bahwa tidak ditemukan
adanya interaksi farmakokinetika maupun farmakodinamika antara azitromisin yang dicampur dengan
madu. Sehingga penambahan madu dalam sediaan azitromisin digolongkan aman.
4.11
Kesembuhan Pasien Pediatri OMA dengan Rinitis Akut
Pada penelitian ini kesembuhan pasien OMA dengan rinitis akut dipantau untuk mengetahui hasil
terapi empiris suspensi azitromisin dosis tunggal. Pemantauan dilakukan dengan melihat hasil
pemeriksaan dokter THT R di klinik Q pada hari ketiga pengobatan. Pemeriksaan telinga pasien
dilakukan oleh dokter menggunakan seperangkat kamera untuk melihat keadaan membran timpani
pasien. Pasien dikriteriakan sembuh apabila membran timpani pasien tidak bengkak dan tidak merah.
Sedangkan kriteria pasien tidak sembuh apabila membran timpani pasien bengkak dan/atau merah.
Pada penelitian ini seluruh pasien OMA dengan rinitis akut dinyatakan sembuh karena dari hasil
pemeriksaan, membran timpani seluruh pasien tidak bengkak dan tidak merah.
7
5.
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang perlu dipantau dalam penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal pada
pasien padiatri usia 5 sampai 12 tahun OMA dengan rinitis akut adalah efek samping mual dan muntah
dari azitromisin akibat jarak pemberian azitromisin dengan waktu makan, kenyamanan penggunaan
sediaan azitromisin yang berkaitan dengan volume dan rasa, risiko mendapatkan dosis yang tidak tepat
akibat tidak tersedianya sendok takar yang tepat pada sediaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada seluruh pasien, orang tua pasien,dan para staf karyawan di klinik Q kota
Denpasar yang telah membantu dalam memperlancar jalannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amrol, David. (2007). Single-dose azithromycin microsphere formulation: a novel delivery system for
antibiotics. Int J Nanomed, 2 (1), 912.
Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Arguedas, A., C. Soley, B. J. Kamicker, D. M. Jorgensen. (2011). Single-Dose Extended-Release
Azithromycin Versus a 10-Day Regimen of Amoxicillin/Clavulanate For The Treatment of
Children With Acute Otitis Media. Int JInfectDis, 2, 1-9
Bailey, B. J., J. T. Johnson, S. D. Newlands. (2006). Head and Neck Surgery-Otolaryngology Fourth
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Broek, P. V. D., F. Debruyne, L. Feenstra, H. A. M. Marres. (2007). Buku Saku Ilmu Kesehatan
Tenggorokan, Hidung, dan Telinga Edisi Ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Cipolle, R. J., L. M. Strand, P. C. Morley. (2004). Pharmaceutical Care Practice The Clinicians
Guide 2nd Edition. McGraw Hills Access Pharmacy
Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke. B. G. Wells. L. M. Posey. (2008).
Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition. United States of America : The
McGraw-Hill Companies, Inc
Finch, R. G., D. Greenwood, S. R. Norrby, R. J. Whitley. (2003). Antibiotic and Chemotherapy, Antiinfective Agents and Their Use in Therapy 8th Edition. London: Churchil Livingstone
Food and Drug Administration. (2004). Advisory Commite for Pharmaceutical Science, (cited 2012
December, 1). Available from: http://www.fda.gof/ohrms/dockets/ac/04/transcripts/4034T2.pdf
Food and Drug Administration Division of Anti-Infectives Drug Products. (2001). Treatment of Acute
Otitis
Media,
(cited
2011
December,
12).
Available
at:
http://www.fda.gov/ohrms/dodckets/ac/01/briefing/3802b1_01_Pfizer.pdf
Girard, D., S. M. Finegan, M. W. Dunne, M. E. Lame. (2005). Enhanced Efficacy of Single-Dose
Versus Multi-Dose Azithromycin Regimen in Preclinical Infection Models. J Antimicrob
Chemother, 56, 365-371.
Krishnan, K. R., R. A. Sparks, W. E. Berryhill. (2007). Diagnosis and Treatment of Otitis Media. Am
FamPhysi, 56, 1650-1658
Kristianti, N. K. D. (2011). Profil dan Kesesuaian Penggunaan Obat dengan Pedoman Diagnosis dan
Terapi THT RSUP Sanglah Denpasar pada Pasien THT Rawat Jalan Rumah Sakit X Kota
Denpasar (Periode Januari-Desember 2010) (Skripsi). Bukit Jimbaran: Universitas Udayana
Siswandono dan B. Soekardjo. (2008). Kimia Medisinal 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Soepardi, E. A., N. Iskandar, J. Bashiruddin, dan R. D. Restuti. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan,
Telinga Hidung Tenggorok Kepada dan Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Suardana, W., M.S. Adiguna, O. Ardana., R. Karsana., dan P. Ekawati. (2009). Pedoman Penggunaan
Antibiotik. Denpasar: RSUP Sanglah
Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, I K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, dan Kusnandar. (2009). ISO
Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Stockley, I. H. (2008). Stockleys Drug Interactions Eighth Edition. London: Pharmaceutical Press
Sweetman, S.C. (2009). MartindaleThe Complete Drug Reference Thirty-Third edition. London :The
Pharmaceutical Press
Tatro, D. S. (2001). Drug Interaction Facts. California: A Wolters Kluwer Company
8
Theodorus. (1996). Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.