Professional Documents
Culture Documents
HIPERBILIRUBIN
Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159
Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari. Masa ini merupakan masa transisi
dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang
dialami mulai dari organ fisik maupun fungsi organ tubuhnya. Pada sebagian neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya, ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang
berwarna ikterus pada sklera dan kulit.
Pada masa transisi setelah lahir,hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses
glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini menyebabkan dominasi
bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir ini merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan
bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbukan sekuele
nerologis. Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor
apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang
berat.1,3
BAB II
LAPORAN KASUS
: By. Ny. W
Usia
: 4 hari
Jenis kelamin
: Laki laki
Alamat
Anak ke
: Anak Tunggal
Tanggal masuk RS
: 15 Agustus 2016
No.RM
: 09779709
Ibu
Tn. H
Ny. W
Usia
27 tahun
30 tahun
Alamat
Nama
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Wiraswasta
Islam
Islam
Agama
Keterangan
2.3 Anamnesis
Alloanamnesa kepada ibu pasien tanggal 19 Agustus 2016 Jam 13.00 di ruang Dahlia
RSUD Kota Bekasi
Keluhan Utama
Keluhan tambahan: -
Keluarga pasien mengeluh bahwa anaknya kuning saat pasien berusia 3 hari.
Ibu pasien mengatakan pasien kuning seluruh tubuhnya dari kepala sampai telapak
kakinya. Ibu mengatakan anak tidak sedang demam, dan tidak ada kejang. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya kuat untuk meminum susu, tidak lemas, aktif
dan menangis kuat. Namun, selama kurang lebih selama 2 hari ibu pasien
mengatakan bahwa ASI belum bisa keluar, sehingga selama 2 hari tersebut pasien
tidak minum ASI. Ibu pasien menyangkal adanya mencret ataupun muntah pada
bayinya.
Ibu pasien mengatakan bahwa baik dari dia dan keluarganya tidak ada yang sakit
kuning, dan memiliki penyakit seperti ini sebelumnya. Selain itu ibu pasien juga
menyangkal adanya penyakit seperti asma, jantung, serta penyakit TBC pada
keluarga.
Riwayat Kehamilan
yang diberikan oleh dokter berupa suplemen. Namun, ibu pasien pernah dirawat
kurang lebih 3 minggu sebelum persalinan oleh karena Hipokalemi. Ibu pasien
mengatakan setelah hamil ia kurang nafsu makan sehingga asupan makanan sedikit.
Ibu pasien menyangkal saat dirawat tersebut ia memiliki keluhan mual dan muntah,
dan juga menyangkal adanya diare selama kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu dikatakan 35 minggu.
BB 2500 gram. PB 48 cm. Anak langsung menangis. Ketuban jernih, Apgar score
8/9.
ASI/PASI
+
Buah/Biskuit
-
Bubur susu
-
Nasi Tim
-
Kesan: Bayi saat ini masih hanya diberi ASI saja, tidak ada tambahan makanan
lainnya.
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B
1x (sewaktu lahir)
Polio (-)
BCG
(-)
Campak (-)
DPT
(-)
Kesan
: (-)
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Suhu
: 37,20C
Tek. Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 140 x/menit
Pernafasan
Antropometri
Berat Badan
: 2500 gram
Panjang Badan
: 48 cm
Lingkar Kepala
: 33 cm
Lingkar Perut
: 27 cm
Lingkar Dada
: 31 cm
: 9 cm
Score Ballard
Ballard Score & Physical Maturity
Neuromuscular
17
Physical Maturity
15
Neuromuscular
19
Physical Maturity
15
SMK (SesuaiBerat
Untuk
Masalahir
Kehamilan)
badan
: 2500 gram
KB (Kurang Bulan)
Jumlah minggu
: 37 minggu
Status Generalis
Kepala
Mata
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi
(-)
Mulut
Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)
Bibir
Lidah
Leher
Toraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Tidak dilakukan
Perkusi
Tidak dilakukan
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Extremitas :
Atas
: akral hangat, sianosis (-), edema (-) kulit tampak ikterik (+)
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-) kulit tampak ikterik (+)plantar crease 2/3
Bagian.
Anus dan rektum : Dalam batas normal
Genitalia
Refleks
Kimia klinik
Pemeriksaan
GDS
Bilirubin total
15-08-2016
82
22,10
22-08-2016
16,6
25-08-2016
8,2
Nilai normal
60-110
1 10
2.6 Resume
By. Ny W, usia 4 hari, laki laki dibawa oleh keluarga pasien, keluarga mengeluh
bahwa anaknya kuning saat pasien berusia 3 hari. Ibu pasien mengatakan pasien
kuning seluruh tubuhnya dari kepala sampai telapak kakinya. Ibu mengatakan anak
demam (-) kejang (-). Pasien kuat untuk meminum susu, tidak lemas, aktif dan
menangis kuat. Mencret dan muntah (-), pasien sempat tidak mendapat ASI selama 2
hari.
Ditemukan dari anamnesis, ibu tidak rutin dalam memeriksakan kehamilan, ibu
baru memeriksakan kehamilannya setelah usia kehamilannya 7 bulan. Ibu pasien
mengatakan selama kehamilan, tidak ada keluhan dan tidak ada tanda-tanda kelainan.
Kehamilan ini adalah kehamilan pertama, abortus (-), demam selama hamil (-) mual
dan muntah (-), mencret (-). Nyeri BAK disangkal, keputihan disangkal, gerak anak
terasa baik. Riwayat penyakit Ibu seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung, dan asma tidak ada. Ibu pasien tidak sedang menggunakan obatobatan tertentu. Ibu pasien sempat dirawat karena Hipokalemi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa kesadaran komposmetis, nadi 150
x/menit, nafas 30 x/menit, gerakan bayi aktif. Didapatkan sclera dan kulit seluruh
tubuh tampak ikterik. Pada pemeriksaan Ballard Score didapatkan skor 32 yang
menunjukkan usia gestasi 37 minggu. Pada pemeriksaan bilirubin total didapatkan
hasil 22,10 mg/dl dan kemudian menurun setelah diberikan fototerapi mencapai 8,2
mg/dl.
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
2. 11 Follow up
Tanggal
19-08-2016
Catatan
Instruksi
Ibu pasien mengeluh anaknya kuning Rencana Fototerapi
sejak kemarin, saat ini usia 4 hari.
Demam (-) Mencret (-) Kejang (-)
Mata : Sklera ikterik +/+
Abdomen : supel, BU (+), kulit tampak
ikterik
Ekstremitas: Akral hangat (+), Kulit
20-08-2016
21-08-2016
22-08-2016
23-08-2016
tampak ikterik
S
: T
: 36,3 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
33x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 150x/menit
L
:E
:S
: T
: 36,1 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
35x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 145x/menit
L
:E
:S
: T
: 35,8 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
35x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 140x/menit
L
: Bil.total = 16,6 mg/dl
E
:S
: T
: 36 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
30x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 148x/menit
L
:E
:-
Fototerapi
Fototerapi
Pemberian ASI 8x20cc
Fototerapi
Pemberian ASI 8x20 cc
Fototerapi
Pemberian ASI 8x 20-30 cc
24-08-2016
25-08-2016
S
: T
: 37 oC
A
: retraksi (-),
35x/m
B
: sianosis (-),
2, HR : 140x/menit
L
:E
:S
: T
: 36,6 oC
A
: retraksi (-),
33x/m
B
: sianosis (-),
2, HR : 150x/menit
L
: 8,2 mg/dl
E
:-
Fototerapi
NCH (-/-), RR :
Besok BLPL
NCH (-/-), RR :
Stop fototerapi
Foto pasien
Tanggal 19/08/2016
Fototerapi
Tanggal 25/08/2016
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Ikterus neonatorum
Ikterus (Jaundice) keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit, sklera dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang
berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7 mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia. 1,7
Hiperbilirubinemia
Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih kadar
yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Biasanya istilah
hiperbilirubinemia dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang
menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses
fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.1
Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup
bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensi pada bayi cukup bulan dan kurang
bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2 mg/dL. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam;
dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari
ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan
untuk kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan, hal ini terjadu
akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan
ekskresi bilirubin oleh hati.1
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan
kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme
metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke
5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa
disertai kelainan metabolisme bilirubin, kadar tersebut tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi.7
Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan
ekskresi bilirubin oleh hati.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.
Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14
mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.
Ikterus non fisiologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis dan
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemi. Ikterus non fisiologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis
awal dari banyak penyakit neonatus, walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas
fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern ikterus maka keadaan ini disebut ikterus
non fisiologi. Ikterus non fisiologis timbul dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya
disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang
menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. 1,5-7
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1.
2.
3.
4.
Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme
adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin
mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga
sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi
ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir
semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa
neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar
akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek
yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi
kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar
bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin
indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :3,5,6
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3.
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
4.
hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama
3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin
serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat,
setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia
dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan
kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 bpregnan-3 a, 2ab-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif
menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang
disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin
bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang
sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang
diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.(3-4)
Tabel 1. Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemi pada bayi yang
mendapatkan ASI1,7
Asupan cairan :
Kelaparan
Frekuensi menyusui
Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hambatan eksresi bilirubin hepatik
Pregnandiol
Lipase free fatty acid
Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin
3.4
Peningkatan
resirkulasi
melalui
Penyebab
-
enterohepatik shunt
-
bakteri
Pengeluaran
mekonium
yang
terlambat
Penurunan bilirubin clearance
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya ikterus dikatakan non fisiologis atau
patologis jika pigmennya dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebutkan
pada ikterus fisiologis. Walaupun kadar bilirubin masi dalam batas-batas fisiologis, tetapi klinis
mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut ikterus non fisiologis atau
patologis.2,4
Ikterus non fisiologi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :3
a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadu pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel darah merah. Infeksi
seperti malaria,sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat-obatan, maupun berasal
dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin meningkat akan mengalami regurgitasi kembali
kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh
ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran
bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoselular
Kerusakan sel hati dapat menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan ke dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,sirosis
hepatis,tmor,bahan kimia dan lainya.
3.5
Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir
rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena
trauma atau infeksi.1,3
3.6
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir
(BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L
(1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara
klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut :
-
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.2-3
Daerah
Penjelasan
hiperbilirubinemia
(mg/dL)
Prematur Aterm
48
48
5 12
5 12
7 15
8 16
9 18
11 18
> 10
> 15
Tingkat keparahan
ikterus
Hari 1
Bagian tubuh
manapun
Berat
Hari 2
Hari ke 3 dan
seterusnya
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh mananpun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkaim tangan dan kaki pada hari keduam maka digolongankan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatmya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilurbin serum untuk memulai terapi sinar.
3.7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukkan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. Transcutaneous bilirubin (TcB)
dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel
darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 mol/L), dan
tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. pemeriksaan bilirubin ( direk dan indirek) berkala
b. pemeriksaan darah tepi
c. pemeriksaan penyaring G6PD
d. pemeriksaan lainya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab. Antara lain :
-
Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan
infeksi.
Urin
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat apakah
terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
-
Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong pre-hepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin indirek.
Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan posthepatik
dapat meningkatkan bilirubin direk.
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai
oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
-
Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa
kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug
induced).
-
Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik.
USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar ataukah tranfusi tukar. 3
3.8
Diagnosis
Berbagai faktor resiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai resiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang
leboh awal. Selain itu juga dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter
yang menangani bayi tersebut selanjutnya.5
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis ikterus pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat
inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi
Tampilan ikterus ikterus harus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan
pencahayaan yang baik dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan
jaringan subkutan dan pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu
penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie,ektravasasi darah, memar
kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin
serum total beserta faktor resiko yang terjadinya hiperbilirubinemia yang berat. Faktor risiko
tersebut
antara
lain
adalah
kehamilan
dengan
komplikasi,
persalinan
dengan
tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan
diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Diagnosis Banding
Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin
sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau
toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus,
mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus
yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula
merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus.
Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada
hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh
infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus
yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama
kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus
dini.
Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi
petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog,
rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia
hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi
enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit
herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi
kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase
atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.5
Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi
neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik
familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau
galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang
ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi
yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.
Komplikasi
Komplikasi yang ditakuti dari hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak
terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nukleus batang
otak. Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar
bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan
melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,
asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus.5,7
Pada bayi sehat yang menyusu, kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL
dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat
tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain :7
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2) : tidak kuat menyusui, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retrocollis,
demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.
2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran.
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut: 2
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa
3.11
Penatalaksaan
MANAJEMEN
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
indirek. Strategi tersebut termaksud : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi, dan
transfusi tukar.5
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian
kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase
dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra
Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.(1-5)
a. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi
tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler
ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.
Glukosa perlu diberikan untuk konyugasi hepar sebagai sumber energy.
b. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi 2,5
Indikasi terapi sinar adalah:
Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.
1. Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam.
Usia
Terapi Sinar
Bayi Sehat
Faktor Resiko
mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L
Setiap ikterus yang terlihat
15
Hari 1
Tranfusi Tukar
Bayi Sehat
Faktor resiko
mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L
260
13
220
Hari 2
Hari 3
15
18
260
310
13
16
220
270
19
30
330
510
15
20
260
340
Hari 4 dst
20
340
17
290
30
510
20
340
Pencegahan
Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus
dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat pemeriksaan
evolusi hiperbiliruinemia.
Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila
tampak ikterus yang berlebihan, jika derajat ikterus meragukan dan pada kulit hitam
oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual sering sekali salah.
4) Penyebab kuning
- Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau
bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis.
Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan
analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi
sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis.
Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan
bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk mengindentifikasi adanya
kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Pemeriksaan terhadap G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi
yang buruk.
5)
-
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu
yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi
yang jaranh walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang
pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa dan menggunakan protokol penggunaan
fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu asupan upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki
riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
MONITORING
Monitoring yang dilakukan antara lain :
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS.2,5
3.13.
Prognosis
Ikterus baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah
otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala
ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah
beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang,
spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis
disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan
hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta
ketajaman pendengarannya.3,8
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta
2. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. 2004. HTA Indonesia 2004 Tatalaksana
Ikterus Neonatorum. Kementrian kesehatan RI: Jakarta
3. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., Damanik, Sylviati M. 2004. Hiperbilirubinemia
Pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr.
Soetomo Surabaya
4. Kliegman, Robert M. 2004. Neonatal Jaundice And Hyperbilirubinemia Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB Editors. Nelson Textbook Of Pediatrics.
17Th Edition. Philadelphia, Pennsylvania : Saunders.
5. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia. 2004.
Management Of Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 Or More Weeks Of
Gestation. Pediatrics; 114;297-316.
6. Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in
www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.
7. Blackburn ST, penyunting.Bilirubin metabolism. Maternal, fetal & neonatal
physiology, a clinical perspective. Edisi ke-3.Saunders;2007.
8. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov.
9. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006. 422-425.