You are on page 1of 43

CASE REPORT

HIPERBILIRUBIN

Oleh
Kristiana Natalian
030.11.159

Pembimbing
dr. Siti Rahma Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 AGUSTUS 2016 - 8 OKTOBER 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari. Masa ini merupakan masa transisi
dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang
dialami mulai dari organ fisik maupun fungsi organ tubuhnya. Pada sebagian neonatus,
ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya, ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus terjadi apabila terdapat
akumulasi bilirubin dalam darah, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang
berwarna ikterus pada sklera dan kulit.
Pada masa transisi setelah lahir,hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses
glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini menyebabkan dominasi
bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir ini merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan
bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbukan sekuele
nerologis. Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor
apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang
berat.1,3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: By. Ny. W

Usia

: 4 hari

Jenis kelamin

: Laki laki

Alamat

: Rawa Pasung 3/22 Bintara Bekasi Barat

Anak ke

: Anak Tunggal

Tanggal masuk RS

: 15 Agustus 2016

No.RM

: 09779709

2.2 Identitas Orang tua


Ayah

Ibu

Tn. H

Ny. W

Usia

27 tahun

30 tahun

Alamat

Rawa Pasung 3/22 Bintara Bekasi Barat

Nama

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Wiraswasta

Ibu rumah tangga

Islam

Islam

Agama
Keterangan

Hubungan dengan pasien: Orang tua kandung

2.3 Anamnesis
Alloanamnesa kepada ibu pasien tanggal 19 Agustus 2016 Jam 13.00 di ruang Dahlia
RSUD Kota Bekasi

Keluhan Utama

Bayi tampak kuning sejak kurang lebih saat usia 3 hari.

Keluhan tambahan: -

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarga pasien mengeluh bahwa anaknya kuning saat pasien berusia 3 hari.
Ibu pasien mengatakan pasien kuning seluruh tubuhnya dari kepala sampai telapak
kakinya. Ibu mengatakan anak tidak sedang demam, dan tidak ada kejang. Ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya kuat untuk meminum susu, tidak lemas, aktif
dan menangis kuat. Namun, selama kurang lebih selama 2 hari ibu pasien
mengatakan bahwa ASI belum bisa keluar, sehingga selama 2 hari tersebut pasien
tidak minum ASI. Ibu pasien menyangkal adanya mencret ataupun muntah pada
bayinya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan ini baru pertama kali dialami pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien mengatakan bahwa baik dari dia dan keluarganya tidak ada yang sakit
kuning, dan memiliki penyakit seperti ini sebelumnya. Selain itu ibu pasien juga
menyangkal adanya penyakit seperti asma, jantung, serta penyakit TBC pada
keluarga.

Riwayat Kehamilan

Ibu tidak rutin dalam memeriksakan kehamilan, ibu baru memeriksakan


kehamilannya kira kira setelah usia kehamilannya 7 bulan. Sewaktu itu pasien
sempat di USG. Setelah itu ibu pasien baru memeriksakan kehamilannya lagi
sewaktu sudah mau memasuki 9 bulan. Ibu pasien mengatakan selama kehamilan,
tidak ada keluhan dan tidak ada tanda-tanda kelainan. Kehamilan ini adalah
kehamilan pertama. Ibu pasien tidak ada riwayat abortus sebelumnya. Keluhan
demam sewaktu hamil disangkal oleh ibu pasien.
Nyeri BAK disangkal, keputihan disangkal, gerak anak terasa baik. Riwayat
penyakit Ibu seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan
asma tidak ada. Ibu pasien tidak sedang menggunakan obat-obatan tertentu, hanya

yang diberikan oleh dokter berupa suplemen. Namun, ibu pasien pernah dirawat
kurang lebih 3 minggu sebelum persalinan oleh karena Hipokalemi. Ibu pasien
mengatakan setelah hamil ia kurang nafsu makan sehingga asupan makanan sedikit.
Ibu pasien menyangkal saat dirawat tersebut ia memiliki keluhan mual dan muntah,
dan juga menyangkal adanya diare selama kehamilan.

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu dikatakan 35 minggu.
BB 2500 gram. PB 48 cm. Anak langsung menangis. Ketuban jernih, Apgar score
8/9.

Riwayat Pemberian Makan


Umur (bulan)
0 bulan

ASI/PASI
+

Buah/Biskuit
-

Bubur susu
-

Nasi Tim
-

Kesan: Bayi saat ini masih hanya diberi ASI saja, tidak ada tambahan makanan
lainnya.

Riwayat Imunisasi

Hepatitis B

1x (sewaktu lahir)

Polio (-)

BCG

(-)

Campak (-)

DPT

(-)

Kesan

: Imunisasi dasar belum lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang

: (-)

2.4 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Suhu

: 37,20C

Tek. Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 140 x/menit

Pernafasan

: 30 kali per menit

Antropometri
Berat Badan

: 2500 gram

Panjang Badan

: 48 cm

Lingkar Kepala

: 33 cm

Lingkar Perut

: 27 cm

Lingkar Dada

: 31 cm

Lingkar Lengan Atas

: 9 cm

Score Ballard
Ballard Score & Physical Maturity

Neuromuscular

17

Physical Maturity

15

Neuromuscular

19

Physical Maturity

15

Jumlah score: 32 37 minggu

Jumlah score: 34 37 minggu

SMK (SesuaiBerat
Untuk
Masalahir
Kehamilan)
badan
: 2500 gram
KB (Kurang Bulan)
Jumlah minggu
: 37 minggu

Status Generalis
Kepala

Normocephali, simetris, ubun-ubun belum menutup

Mata

Conjungtiva anemis -/-. Sklera ikterik +/+, pupil isokor, Refleks


cahaya +/+

Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi

(-)
Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-)

Bibir

Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)

Lidah

Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

Leher

Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kel. tiroid


tidak teraba membesar

Toraks
Jantung
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba di sela iga ke 5, linea mid clavikula sinistra.

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru
Inspeksi

Bentuk dada normal, pernapasan simetris, retraksi sela iga (-)

Palpasi

Tidak dilakukan

Perkusi

Tidak dilakukan

Auskultasi

Suara napas vesikuler, ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-).

Inspeksi

Abdomen datar, kulit tampak ikterik (+)

Palpasi

Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi

Tympani di seluruh regio abdomen

Auskultasi

Bising usus (+) normal

Abdomen

Extremitas :
Atas

: akral hangat, sianosis (-), edema (-) kulit tampak ikterik (+)

Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-) kulit tampak ikterik (+)plantar crease 2/3
Bagian.
Anus dan rektum : Dalam batas normal
Genitalia

: Laki-laki, kedua testis teraba, rugae pada skrotum (+)

Refleks

: Moro (+), hisap (+), rooting (+), genggam (+).

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Kimia klinik

Pemeriksaan
GDS
Bilirubin total

15-08-2016
82
22,10

22-08-2016
16,6

25-08-2016
8,2

Nilai normal
60-110
1 10

2.6 Resume
By. Ny W, usia 4 hari, laki laki dibawa oleh keluarga pasien, keluarga mengeluh
bahwa anaknya kuning saat pasien berusia 3 hari. Ibu pasien mengatakan pasien
kuning seluruh tubuhnya dari kepala sampai telapak kakinya. Ibu mengatakan anak
demam (-) kejang (-). Pasien kuat untuk meminum susu, tidak lemas, aktif dan
menangis kuat. Mencret dan muntah (-), pasien sempat tidak mendapat ASI selama 2
hari.
Ditemukan dari anamnesis, ibu tidak rutin dalam memeriksakan kehamilan, ibu
baru memeriksakan kehamilannya setelah usia kehamilannya 7 bulan. Ibu pasien
mengatakan selama kehamilan, tidak ada keluhan dan tidak ada tanda-tanda kelainan.
Kehamilan ini adalah kehamilan pertama, abortus (-), demam selama hamil (-) mual
dan muntah (-), mencret (-). Nyeri BAK disangkal, keputihan disangkal, gerak anak
terasa baik. Riwayat penyakit Ibu seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,

penyakit jantung, dan asma tidak ada. Ibu pasien tidak sedang menggunakan obatobatan tertentu. Ibu pasien sempat dirawat karena Hipokalemi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa kesadaran komposmetis, nadi 150
x/menit, nafas 30 x/menit, gerakan bayi aktif. Didapatkan sclera dan kulit seluruh
tubuh tampak ikterik. Pada pemeriksaan Ballard Score didapatkan skor 32 yang
menunjukkan usia gestasi 37 minggu. Pada pemeriksaan bilirubin total didapatkan
hasil 22,10 mg/dl dan kemudian menurun setelah diberikan fototerapi mencapai 8,2
mg/dl.

2.7 Diagnosis kerja


1. Ikterus Fisiologis
2.8 Diagnosis banding
1. Ikterus ec inkompabilitas darah ABO
2. Defisiensi G6PD
2.9 Pemeriksaan anjuran
1. Tes serum bilirubin direk dan indirek
2. Darah lengkap
3. Tes golongan darah orang tua
2. 10 Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

2. 11 Follow up

Tanggal
19-08-2016

Catatan
Instruksi
Ibu pasien mengeluh anaknya kuning Rencana Fototerapi
sejak kemarin, saat ini usia 4 hari.
Demam (-) Mencret (-) Kejang (-)
Mata : Sklera ikterik +/+
Abdomen : supel, BU (+), kulit tampak
ikterik
Ekstremitas: Akral hangat (+), Kulit

20-08-2016

21-08-2016

22-08-2016

23-08-2016

tampak ikterik
S
: T
: 36,3 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
33x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 150x/menit
L
:E
:S
: T
: 36,1 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
35x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 145x/menit
L
:E
:S
: T
: 35,8 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
35x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 140x/menit
L
: Bil.total = 16,6 mg/dl
E
:S
: T
: 36 oC
A
: retraksi (-), NCH (-/-), RR :
30x/m
B
: sianosis (-), pucat (-), CRT <
2, HR : 148x/menit
L
:E
:-

Fototerapi

Fototerapi
Pemberian ASI 8x20cc

Fototerapi
Pemberian ASI 8x20 cc

Fototerapi
Pemberian ASI 8x 20-30 cc

24-08-2016

25-08-2016

S
: T
: 37 oC
A
: retraksi (-),
35x/m
B
: sianosis (-),
2, HR : 140x/menit
L
:E
:S
: T
: 36,6 oC
A
: retraksi (-),
33x/m
B
: sianosis (-),
2, HR : 150x/menit
L
: 8,2 mg/dl
E
:-

Fototerapi
NCH (-/-), RR :

Pemberian ASI 8x 20-30 cc

pucat (-), CRT <

Besok BLPL
NCH (-/-), RR :

Stop fototerapi

pucat (-), CRT <

2.12 Analisa kasus


Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Ikterus
neonatorum, pada umumnya fisiologis, kecuali:
a. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Bilirubin total untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan > 10
mg/dL
c. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/hari
d. Bilirubin direk > 2 mg/dL
e. Ikterus menetap pada bayi cukup bulan > 1 minggu atau pada bayi kurang bulan >
2 minggu
Diagnosis ikterus neonatorum ditegakkan dengan: Dapat digunakan cara visual
(sesuai panduan WHO), atau derajat kramer. Dan didukung dengan pemeriksaan serum
bilirubin. Pendekatan penegakkan diagnosis dan menentukan kemungkinan penyebab pada
pasien ini adalah menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang dikemukakan oleh
Harper dan Yoon. Pada pasien ini, ikterus timbul pada hari ke 3, dimana kemungkinan
penyebab ikterus adalah:

1. Biasanya ikterus fisiologis.


2. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh atau golongan lain.
3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin
Didapatkan ikterus, penampakan fisik kramer V. Pada kasus ini dari anamnesis
diketahui bahwa tubuh pasien berwarna kuning mulai dari kepala hingga telapak kaki
sehingga sampai termasuk daerah ikterus no.5. Daerah ikterus no.5 pada bayi prematur
menunjukkan kadar bilirubin > 10 mg/dL. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan lab di
mana kadar bilirubin total sebesar 22,10 mg/dL sehingga cara Kramer kemungkinan masih
relevan untuk dipakai, walaupun pengalaman membuktikan bahwa derajat intensitas
ikterus tidak selalu sama dengan tingginya kadar bilirubin darah.
Tata laksana hiperbilirubinemia neonatorum adalah Fototerapi atau transfusi tukar.
Pada kasus ini, pasien mendapatkan fototerapi. Indikasi terapi sinar adalah bayi kurang
bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.
Mekanisme kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi
ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat
dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi
bilirubin akibat terapi sinar pada manusia
Terapi suportif, antara lain Pemberian ASI. Perkembangan pasien saat dirawat
selanjutnya menunjukkan perbaikan, kuning menghilang dan kadar bilirubin serum turun
mencapai angka 8 mg/dl, sehingga pada tanggal fototerapi dihentikan.

Foto pasien
Tanggal 19/08/2016

Fototerapi

Tanggal 25/08/2016

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Ikterus neonatorum
Ikterus (Jaundice) keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit, sklera dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang
berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin
darah 5-7 mg/dL atau disebut dengan hiperbilirubinemia. 1,7
Hiperbilirubinemia
Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih kadar
yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Biasanya istilah
hiperbilirubinemia dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang
menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses
fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya.1

Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup
bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensi pada bayi cukup bulan dan kurang
bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2 mg/dL. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam;

dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari
ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2
mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan
untuk kebanyakan bayi fenomena ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan, hal ini terjadu
akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan
ekskresi bilirubin oleh hati.1
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan
kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan
bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme
metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke
5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa
disertai kelainan metabolisme bilirubin, kadar tersebut tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi.7
Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan
ekskresi bilirubin oleh hati.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan
menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium.
Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika :
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14
mg/dl pada bayi preterm.
4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau
5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.
Ikterus non fisiologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis dan

mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemi. Ikterus non fisiologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis
awal dari banyak penyakit neonatus, walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas
fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern ikterus maka keadaan ini disebut ikterus
non fisiologi. Ikterus non fisiologis timbul dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya
disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang
menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. 1,5-7
Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:
1.
2.
3.
4.

Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam


Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
Peningkatan kadar bilirubin total serum >0.5 mg/dL/jam
Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,letargis,
malas menetek, penurunan berat badan bayi yang cepat, apnea, takipnea atau suhu

yang tidak stabil)


5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.
6. Ikterus yang disertai:
- Berat lahir < 2.000 g
- Masa gestasi < 36 minggu
- Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat nafas pada neonatus
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia, hiperkarbia
Kernikterus
Adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin indirek/tak
terkonjugasi pada beberapa daerah diotal terutama di ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern
Ikterus adalah digunakan untuk keadaan klinis kronik dengan skuele yang permanen karena
toksik bilitubin.1,7
3.2

Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu

diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme
adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin

mempunyai tingkatan sebagai berikut :1,3,7


1. Produksi
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolime heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi
pertama kali adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagaian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.
Dalam pembentukkan itu akan terbentuk besi yang digunakan kembali untuk
pembentukkan hemoglobin dan karbonmonosida (CO) yang diekskresikan kedalam paru.
Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan, diperlukkan
mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi
bilirubin berasal dari katabolime heme haemoglobin dan sisanya 25% disebut early
labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritopoesis yang tidak
efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme dan heme bebas.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi
bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit yang pendek (70-90
hari),peningkatan degradasi heme,turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi
bilirubin dari usus yang meningkat.
2. Transportasi
Pembentukkan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutkan dilepaskan ke
sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir memiliki kapasitas ikatan
plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan
kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang pada albumin serum ini merupakan zat
non polar dan tidak larut dalam air kemudian akan ditransferkan ke sel hepar. Bilirubin
yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non
toksik. Saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosolik

lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, perpindahan


bilirubin antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan
menentukkan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan
normal ataupun tidak normal. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak
terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Walaupun
demikian defisiensi ambilan ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan
pada minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal
yang sama dengan orang dewasa.1
3. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air
diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospat glucoronosyl transferase
(UDPG-T). katalisa oleh enzim ini akan merubah bentuk bilirubin monoglukoronide
menjadi diglukoronide. Bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik
untuk rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan
ke hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis
kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukoronida.
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi
dengan cepat ke sistem empedu kemudian memasuki saluran pencernaan dan diekskresikan
melalui feses. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk
dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus
enterohepatis. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin
konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat
diabsorbsi).
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu,
kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh,
kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis.
Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin
sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui

mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga
sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua
bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi
ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir
semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa
neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar
akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek
yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi
kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar
bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin
indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin
indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh
neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus.


3.3

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :3,5,6
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2.

Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar


Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,

hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3.

Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.

4.

Gangguan dalam ekskresi


Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.


Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi
maksimal sebesar

10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,

hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama
3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin
serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.
Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat,
setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia
dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan
kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 bpregnan-3 a, 2ab-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif
menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang
disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin
bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang
sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang
diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.(3-4)

Tabel 1. Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemi pada bayi yang
mendapatkan ASI1,7
Asupan cairan :
Kelaparan
Frekuensi menyusui
Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hambatan eksresi bilirubin hepatik
Pregnandiol
Lipase free fatty acid
Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin

3.4

Pasase mekonium terlambat


Pembentukkan urobilinoid bakteri
Beta-glukorinidase
Hidrolisis alkaline
Asam empedu
Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ikterus neonatorum :1


a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu ( Asia, Native American, Yunani)
- Komplikasi kehamilan ( DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI
b. Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom,ekimosis)
- Infeksi (bakteri,virus,protozoa)
c. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat ( streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis1,7


Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis
Dasar
Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan

resirkulasi

melalui

Penyebab
-

Peningkatan produksi sel darah merah


Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin
Peningkatan
aktifitas
Bglukoronidase tidak adanya flora

enterohepatik shunt
-

bakteri
Pengeluaran

mekonium

yang

terlambat
Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari plasma


Penurunan metabolisme hepatic

Defisiensi protein karier


Penurunan aktifitas UDPGT

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya ikterus dikatakan non fisiologis atau
patologis jika pigmennya dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebutkan
pada ikterus fisiologis. Walaupun kadar bilirubin masi dalam batas-batas fisiologis, tetapi klinis
mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut ikterus non fisiologis atau
patologis.2,4
Ikterus non fisiologi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :3
a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadu pada hemolisis sel darah merah.
Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel darah merah. Infeksi
seperti malaria,sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat-obatan, maupun berasal
dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi
yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin meningkat akan mengalami regurgitasi kembali
kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh
ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran

bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena
tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoselular
Kerusakan sel hati dapat menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk
akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan ke dalam hati sehingga bilirubin darah akan
mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar
bilirubin konjugasi di dalam darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,sirosis
hepatis,tmor,bahan kimia dan lainya.
3.5

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang

sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan
protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran
empedu intra/ekstra hepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak
apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek
akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir

rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena
trauma atau infeksi.1,3
3.6

Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir

(BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L
(1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara
klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut :
-

pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup ( disiamg hari dengan


cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan
pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.

Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan.

Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.2-3

Gambar 2. Pembagian ikterus menurut Kramer.


Tabel 3. Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah hiperbilirubinemia menurut Kramer.
Kadar bilirubin

Daerah

Penjelasan

hiperbilirubinemia

(mg/dL)
Prematur Aterm
48
48

Kepala dan leher

Dada sampai pusat

5 12

5 12

Pusat bagian bawah sampai lutut

7 15

8 16

Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu

9 18

11 18

> 10

> 15

sampai pergelangan tangan


5

Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan


telapak tangan

Tabel 4. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus


Usia

Kuning terlihat pada

Tingkat keparahan
ikterus

Hari 1

Bagian tubuh
manapun

Berat

Hari 2

Lengan dan tungkai

Hari ke 3 dan
seterusnya

Tangan dan kaki

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh mananpun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkaim tangan dan kaki pada hari keduam maka digolongankan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatmya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilurbin serum untuk memulai terapi sinar.
3.7

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukkan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan
tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. Transcutaneous bilirubin (TcB)
dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel
darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 mol/L), dan
tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. pemeriksaan bilirubin ( direk dan indirek) berkala
b. pemeriksaan darah tepi
c. pemeriksaan penyaring G6PD
d. pemeriksaan lainya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab. Antara lain :
-

Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga keadaan
infeksi.

Urin

Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat apakah
terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
-

Bilirubin

Penyebab ikterus yang tergolong pre-hepatik akan menyebabkan peningkatan bilirubin indirek.
Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek maupun direk. Kelainan posthepatik
dapat meningkatkan bilirubin direk.

Aminotransferase dan alkali fosfatase


Tes serologi hepatitis virus

IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut. Hepatitis B akut ditandai
oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
-

Biopsi hati

Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus hepatoseluler dan beberapa
kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer, kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug
induced).
-

Pemeriksaan pencitraan

Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik.
USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar ataukah tranfusi tukar. 3
3.8

Diagnosis
Berbagai faktor resiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu

penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai resiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang
leboh awal. Selain itu juga dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada dokter
yang menangani bayi tersebut selanjutnya.5
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis ikterus pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat
inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.
Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi
Tampilan ikterus ikterus harus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan
pencahayaan yang baik dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan
jaringan subkutan dan pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu
penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie,ektravasasi darah, memar
kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin

serum total beserta faktor resiko yang terjadinya hiperbilirubinemia yang berat. Faktor risiko
tersebut

antara

lain

adalah

kehamilan

dengan

komplikasi,

persalinan

dengan

tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan
diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Gambar 4. Kurva fototerapi berdasarkan American Association of Pediatry5


Normogram diatas merupakan penentuan resiko hiperbilirubinemia pada bayi sehat usia
36 minggu atau lebih dengan berat badan 2000 gram atau lebih atau usia kehamilan 35 minggu
atau lebih dan berat badan lahir 2500 gram atau lebih berdasarkan jam observasi kadar bilirubin
serum.
Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab
Menetapkan penyebab ikterik tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan
yang banyak dan mahal. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut,sehingga dibutuhkan suatu pendekatan
khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya yaitu :

A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama


Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut :
1. Inkompatibilitas darah Th,ABO atau golongan lain
2. Infeksi intrauterin (rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis
bakterial)
3. Defisiensi G6PD
B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus fisiologis
2. Inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat
diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg
%/24 jam.
3. Defisiensi enzin G6PD juga mungkin
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subapneurosis,pendarahan
subkapsuler dan lainnya)
6. Hipoksia
7. Srerositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
8. Dehidrasi asidosis
9. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
C. Iketrus yang timbyl sesudah 72 jam sampai akhir minggu pertama
1. Infeksi (Sepsis)
2. Dehidrasi asidosis
3. Defisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Crigler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasnaya karena obstruksi (atresia duktus koledokus, stenosis pilorus)
2. Hipotiroidisme

3. Breast milk jaundice


4. infeksi
5. neonatal hepatitis
6. Galaktosemia
Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari bayi yang diberikan
ASI. Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima dan kadar bilirubin mencapai puncak
pada hari ke-14 dan kemudian turun dengan pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum
umur 12 minggu atau lebih lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan,
kadar bilirubin akan menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam.1-2

Gambar 3. Bagan Diagnosis Ikterus.


3.9

Diagnosis Banding
Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin

sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau
toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus,
mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus
yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula
merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus.
Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada
hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh
infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik. Ikterus
yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama
kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus
dini.
Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi
petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog,
rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia
hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi
enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit
herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi
kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase
atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.5
Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi
neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik
familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau
galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang
ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi
yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.

Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia


yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan
fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit,
golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek,
retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,
memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka
harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan
sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes
Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik
atau patologik.1,4,6
3.10

Komplikasi
Komplikasi yang ditakuti dari hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau

ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak
terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nukleus batang
otak. Patogenesis kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar
bilirubin indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan
melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,
asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko terjadinya kern
icterus.5,7
Pada bayi sehat yang menyusu, kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30 mg/dL
dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama kelahiran tapi dapat
tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain :7
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2) : tidak kuat menyusui, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus, retrocollis,
demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.

2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic neck
reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor),
gangguan pendengaran.
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak
lanjut sebagai berikut: 2
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa
3.11

Penatalaksaan

MANAJEMEN
Berbagai cara telah dilakukan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
indirek. Strategi tersebut termaksud : pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi, dan
transfusi tukar.5
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan
agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kernikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian
kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase
dengan pemberian obat-obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat
mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra
Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.(1-5)
a. Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau konjugasi
Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti

dengan plasma dengan dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi
tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler
ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar.
Glukosa perlu diberikan untuk konyugasi hepar sebagai sumber energy.
b. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi 2,5
Indikasi terapi sinar adalah:
Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar bilirubin >10 mg/dL.
1. Bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin >15 mg/dL.
Lama terapi sinar adalah selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam.

Gambar 4. Kurva fototerapi berdasarkan America Association of Pediatry5


Sebagai patokan digunakan kadar bilirubin total
Pada bayi usia kehamilan 35-37 minggu diperbolehkan untuk melakukan foto terapi pada
kadar bilirubin toral sekitar medium risk line. Merupakan pilihan untuk melakukan
intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah pada bayi-bayi yang
mendekati usia kehamilan 35 minggu dan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi
untuk bayi yang berusia mendekati 37 minggu.
Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau dirumah bila kadar
bilirubin serum total 2-3mg/dL dibawah garis yang ditunjukkan, namun bayi-bayo yang
memiliki faktor resiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan dirumah
Foto terapi intensif adalah fototerapi yang menggunakan sinar blue-green spectrum
( panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2.
c. Transfusi tukar pada umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut 2
a.Kadar bilirubin tidak langsung >20 mg/dL
b. Kadar bilirubin tali pusat >4 mg/dL dan Hb <10 mg/dL
c.Peningkatan bilirubin >1 mg/dL
Gambar 4. Kurva pandauan transfusi tukar pada bayi usai kehamilan > atau sama dengan 35
minggu berdasarkan America Association of Pediatry 5

Usia

Terapi Sinar
Bayi Sehat
Faktor Resiko
mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L
Setiap ikterus yang terlihat
15

Hari 1

Tranfusi Tukar
Bayi Sehat
Faktor resiko
mg/dL mmol/L mg/dL mmol/L
260
13
220

Hari 2
Hari 3

15
18

260
310

13
16

220
270

19
30

330
510

15
20

260
340

Hari 4 dst

20

340

17

290

30

510

20

340

Tabel 3. Penanganan Bilirubinemia Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum 2


d. Terapi suportif, antara lain : 2
a.Minum ASI atau pemberian ASI peras.
b. Infus cairan dengan dosis rumatan.
3.12

Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya dengan : 1,5


1) Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk
-

beberapa hari pertama.


Tidak memberikan cairan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapatkan

ASI dan tidak mengalami dehidrasi


2) Penccgahan skunder
- Melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya ikterus atau
hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal yaitu :
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa

Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus
dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat pemeriksaan

tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari 8-12 jam


3) Evaluasi laboratorium
- Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus dilakukan pada
setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan
waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutan atau bilirubin serum total
tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak, umur bayi dan
-

evolusi hiperbiliruinemia.
Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus dilakukan bila
tampak ikterus yang berlebihan, jika derajat ikterus meragukan dan pada kulit hitam

oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual sering sekali salah.
4) Penyebab kuning
- Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima fototerapi atau
bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis.
Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan
analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi
sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis.
Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan
bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk mengindentifikasi adanya
kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Pemeriksaan terhadap G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi
yang buruk.
5)
-

Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan


Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat dan semua perawatan harus menetapkan
protokol untuk menilai resiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi yang pulang
sebelum umur 72 jam.

Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu : pengukuran kadar bilirubin


transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum keluar RS, secara
individual atau kombinasi untuk pengukuran yang sistematis terhadap resiko
Penilaian faktor resiko klinis.
6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit
Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS,
termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning dan anjuran
bagaimana monitoring harus dilakukan
Tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional
yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan
ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukkan
berdasarkan lamanya perawatan, ada atau tidaknya faktor resiko untuk
hiperbilirubinemia dan resiko masalah neonatal lainnya.
Saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah ini
Bayi keluar RS
Sebelum umur 24 jam
Antara umur 24 dan 72 jam
Antara umur 48 dan 72 jam
Tabel 5. Saat tindak lanjut5
Selainan itu pencegahan juga dilakukan dengan cara

Harus dilihat saat umur


72 jam
96 jam
120 Jam
:

Pengawasan antenatal yang baik


b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin, dan lain-lain.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
d. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
e. Pemberian makanan yang dini
f. Pencegahan infeksi
g. Pemberian ASI eksklusif
Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI7
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika
feses tidak keluar dalam waktu 24 jam

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu
yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi
yang jaranh walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang
pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa dan menggunakan protokol penggunaan
fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu asupan upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki
riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

MONITORING
Monitoring yang dilakukan antara lain :
1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit tidak dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin serum selama bayi
mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di RS.2,5

3.13.

Prognosis
Ikterus baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah

otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala
ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah
beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang,
spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis
disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan

hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan
berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta
ketajaman pendengarannya.3,8

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta
2. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. 2004. HTA Indonesia 2004 Tatalaksana
Ikterus Neonatorum. Kementrian kesehatan RI: Jakarta
3. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., Damanik, Sylviati M. 2004. Hiperbilirubinemia
Pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr.
Soetomo Surabaya
4. Kliegman, Robert M. 2004. Neonatal Jaundice And Hyperbilirubinemia Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB Editors. Nelson Textbook Of Pediatrics.
17Th Edition. Philadelphia, Pennsylvania : Saunders.
5. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Hyperbilirubinemia. 2004.
Management Of Hyperbilirubinemia In The Newborn Infant 35 Or More Weeks Of
Gestation. Pediatrics; 114;297-316.
6. Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in
www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.
7. Blackburn ST, penyunting.Bilirubin metabolism. Maternal, fetal & neonatal
physiology, a clinical perspective. Edisi ke-3.Saunders;2007.
8. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov.
9. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006. 422-425.

You might also like