You are on page 1of 13

Laporan Manajemen

September 2016

Program Perbaikan Gizi Perawatan Dan


Penanganan Balita Gizi Buruk Dan Gizi Kurang

DISUSUN OLEH :
NAMA

: NUR HASIRA MUSTAKIM

STAMBUK

: N 111 14 038

PEMBIMBING : dr. H. ERWIN. K. PUTRA. B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesepakatan global

atau yang

dikenal

dengan istilah

Millenium

Development Goals (MDGs) yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator
menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan
kelaparan separuh dari kondisi pada tahun 1990. Untuk Indonesia, indikator yang
digunakan adalah persentase anak berusia di bawah 5 tahun (balita) yang
mengalami gizi buruk ( Severe Underweight) dan persentase anak - anak berusia 5
tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (Moderate Underweight).1
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Status gizi merupakan gambaran tentang apa yang dikonsumsi
dalam jangka waktu lama. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan
gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan
produktifitas dimasa dewasa.2
Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi
pangan dan penyakit infeksi. Anak balita dengan kasus gizi kurang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang kurang baik, sehingga lebih rentan terhadap infeksi.
Ibu dengan pengetahuan gizi yang rendah, berisiko mengalami kejadian gizi
buruk pada anak balita 13,6 kali jika dibandingkan dengan ibu dengan
pengetahuan gizi yang tinggi. Pola asuh anak yang baik akan meningkatkan status
gizi pada balita karena akan membuat anak merasa nyaman dan terpenuhi
kebutuhan kasih sayang serta makanan yang di butuhkan oleh balita. 3,4,5
Secara Nasional, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita tahun
2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional pada tahun 2007
(18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Untuk mencapai sasaran
MDGs tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi buruk dan kurang
secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai
2015. Menurut Riskesdas, Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang memiliki
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional. Sedangkan 3

provinsi yang paling tinggi angka kejadian gizi kurang dan gizi buruk adalah
Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Berdasarkan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2012, kelahiran anak dari ibu
yang muda dan ibu yang tidak tamat SD memiliki cenderung memiliki anak berat
badan lahir rendah. Menurut data Direktorat Bina Gizi tahun 2014, di Sulawesi
Tengah terdapat 1.250 penderita gizi buruk. Di Puskesmas Lembasada sendiri
pada saat dilakukan pelacakan kasus pada tahun 2015 ditemukan 21 kasus.7,8
Masalah gizi diperngaruhi oleh berbagai faktor seperti, faktor sosial,
ekonomi, perilaku dan status kesehatan yang saling berinteraksi secara kompleks.
Oleh karena itu penanggulangan masalah pangan dan gizi harus dilaksanakan
secara menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan spesifik wilayah.
Mengingat pentingnya gizi yang merupakan salah satu penentu utama
kualitas Sumber Daya Masyarakat (SDM) maka program perbaikan gizi akan
terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Diantara beberapa program perbaikan
gizi yang ada di puskesmas Lembasada, salah satu diantranya adalah perawatan
dan penaganan balita gizi buruk dan gizi kurang. Dengan adanya program ini
diharapkan dapat meningkatkan status gizi masyarakat terutama bayi dan balita di
wilayah kerja puskesmas Lembasada.
2. Gambaran Umum Puskesmas
Visi: Puskesmas Dengan Pelayanan Prima dan Terintegrasi Menuju
Masyarakat Banawa Selatan Sehat.
UPT Puskesmas Lembasada terletak di Desa Lembasada, Kecamatan Banawa
Selatan Kab. Donggala, dengan wilayah kerja seluas 430,7 km meliputi seluruh
wilayah kec. Banawa selatan. UPT Puskesmas Lembasada berjarak 25 km dari
ibu kota Kabupaten Donggala dan 15 km dari ibu kota Kecamatan Banawa
Selatan ( Desa Watatu ).
Secara admistarasi Kecamatan Banawa selatan berbatasan dengan :
Kecamatan Banawa Tengah di sebelah utara
Kecamatan Penembani dan Kecamatan Marawola Barat ( KAb.
Sigi ) disebelah Timur
Kecamatan Penembani dan Propinsi Sulawesi Barat di sebelah
selatan
3

Selat Makassar di sebelah Barat Kecamatan Banawa Selatan berada


pada posisi 045'53LS - 11932'30BT - 11946'36 BT.
Kecamatan Banawa Selatan terdiri atas 19 desa dengan jumlah
penduduk 24627 jiwa berdasarkan data dasar puskesmas.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Per Desa


No Nama Desa

Jumlah
Peserta
Luas
Rumah
Penduduk
Jamkesmas
Tangga
( Jiwa)
1
Tosale
2208
1507
12,5
560
2
Tongano
1412
1482
12,8
329
3
Bambarimi
887
813
7,9
234
4
Salumpaku
971
736
56,4
269
5
Lumbumamara 1473
880
39,9
284
6
Salungkaenu
1102
675
51,3
307
7
Tanahmea
1505
531
32,6
447
8
Lalombi
1841
1100
22,1
473
9
Watatu
2238
1170
20,5
586
10 Surumana
1511
646
8,7
386
11 Mbuwu
1721
1053
44,9
447
12 Malino
926
1053
72,5
246
13 Lumbutarombo 1331
524
6,4
331
14 Lumbulama
1070
808
19,2
319
15 Ongulara
788
568
22,8
223
16 Lembasada
1161
267
17 Sarumbaya
899
246
18 Salusumpu
804
214
19 Tanampuluh
789
1,530
206
JUMLAH
24627
13.543
6840
Ket: Pada Tahun 2013 Desa Tolongano masih bergabung dengan desa Lembasada,
Desa Bambarimi masih bergbung dengan desa sarumbaya, desa lalombi masih ber
gabung dengan desa salusumpu dan desa malino masih bergabung dengan desa
tanampuluh peserta jamkesmas.

Bentuk geografis wilayah Kecamatan Banawa Selatan berupa daerah


pesisir pantai, persawahan, perkebunan dan daerah pegunungan hampir
semua desa sudah bias di lalui dengan alat transportasi kendaraan roda

empat kecuali Desa Lumbulama dan Desa Ongulara yang hanya bias
ditembus dengan kendaraan roda dua itupun kalau cuaca sedang bersahabat
( tidak hujan dalam waktu lama. Desa lumbulama dan desa ongulara
memiliki karekteritis geografis yang unik, berupa bukit / pegunungan untuk
menghubungkan langsung antar dusun yang didesa tersebut hanya bisah
ditempuh dengan berjalan kaki. Selain dari dua desa tersebut masih ada 1
dusun lino di desa tolongano, akses transportasi yang stabil adalah lewat
jalur air menggunakan perahu bermesin ( ketinting ). Desa terjauh adalah
Desa Ongulara 40 km dari UPT Puskesmas Lembasada.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan ekskresi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal organ-organ serta menghasilkan energi. Sedangkan status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan gizi.2
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung meliputi konsumsi makanan, infeksi. Faktor tidak
langsung meliputi pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial budaya,
umur, pendidikan, pengetahuan gizi, jenis kelamin, pelayanan kesehatan.2
Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita adalah
dengan mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan yang terdapat pada
Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya usia anak, harusnya
bertambah pula berat dan tinggi badannya. Jenis jumlah dan frekuensi makan pada
bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan
kemampuan organ pencernaannya.Berikut adalah pengukuran makan balita
berdasarkan umur:
Umur
(Bulan)

Jenis/Bentuk

Frekuensi

Makanan
ASI

0 6 bulan

6 9 bulan

Porsi/Hari
Disesuaikan dengan kebutuhan ASI

Minimal 6

diberikan setiap anak menangis

kali

siang atau malam hari makin sering


ASI
MP-ASI
Makanan lunak

makin baik
Disesuaikan dengan kebutuhan usia

Minimal 6

6 bulan
6 sendok makan (setiap kenaikan

kali
2 kali

usia anak 1 bulan porsi ditambah 1

9 12 bulan

ASI

sendok makan)
Disesuaikan dengan kebutuhan

Makanan Lembik

1 piring ukuran sedang (7 sdm)

Makanan

1 piring ukuran sedang

Selingan

Minimal 6
kali
4 5 kali
1 kali
6

1 2 tahun

ASI

Disesuaikan dengan kebutuhan

Makanan

porsi orang dewasa (10 sdm)

Keluarga
Makanan

porsi orang dewasa

2 kali

Disesuaikan kebutuhan

3 kali

Disesuaikan kebutuhan

2 kali

Selingan
Makanan
> 24 bulan

Keluarga
Makanan

kali

Selingan
Tabel 2.1Pengukuran Makanan Balita11
Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan
digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur
menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan
TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U,
TB/U dan BB/TB. Di Indonesia pengukuran antropometri banyak digunakan
dalam kegiatan program maupun dalam penelitian, salah satunya adalah Berat
Badan/Tinggi Badan (BB/TB). Objek pengukuran antropometri pada umumnya
anak-anak dibawah 5 tahun.2

Tabel Klasifikasi Status Gizi menurut WHO 200511


Indeks

Ketegori
Status Gizi

BeratBadanmenurutUmur GiziBuruk
(BB/U)
GiziKurang
Anak Umur 0-60 Bulan GiziBaik
GiziLebih
Panjang Badan menurut Sangat Pendek
Pendek
Umur (PB/U) atau
Normal
TinggiBadanmenurutUm
Tinggi
ur (TB/U)
Anak umur 0-60 Bulan

Ambang batas (Z-Score)


< -3 SD
-3 SD Sampai dengan < -2SD
-2SD Sampaidengan 2 SD
> 2 SD
< -3 SD
-3 SD Sampai dengan <-2 SD
-2 SD Sampai dengan 2 SD
> 2 SD

Berat Badan Menurut


Panjang Badan (BB/PB)
atau

Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk

<-3 SD
-3 SD Sampai dengan <-2 SD
-2 SD Sampai dengan 2 SD
> 2 SD

Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk

<-3 SD
-3 samapi dengan <-2 SD
-2 Sampai Deangan 2 SD
>2 SD

BeratBadanmenurutTingg
iBadan (BB/TB)
Anak umur 0-60 Bulan
Indeks Massa Tubuh
Menurut Umur (IMT/U)
Anak Umur 0-60 Bulan

BAB III
PEMBAHASAN
1. Kegiatan Perawatan dan Penanganan Balita Gizi Buruk dan Gizi
Kurang Di Puskesmas Lembasada.10
a. Pelacakan kasus gizi buruk
Kegiatan ini bertujuan untuk mendeteksi dini kasus gizi buruk dan gizi
kurang dengan melakukan pelacakan kasus kesetiap wilayah posyandu di
wilayah puskesmas Lembasada. Pada tahun 2015 telah dilakukan dua
kali pelacakan kasus dan ditemukan 21 kasus yang semuanya telah
tertangani. Dan pada tahun 2016 ini pelacakan kasus secara aktif baru
akan dilakukan pada bulan september ini. Namun sebelumnya telah
dilakukan pelacakan kasus berdasarkan laporan dari para bidan, perawat
serta kader di pustu ataupun posyandu dan sampai saat ini tercatat tiga
kasus.
8

b. Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita gizi buruk


Dalam rangka penanganan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk yang
ditemukan dan dilaporkan ke kabupaten.
Cara penyelenggaraan tata laksana gizi buruk mengacu pada buku
petunjuk teknik tata laksana gizi buruk.
Berikut PMT pemulihan yang diberikan dapat berupa :
Bahan makanan mentah berupa, susu bubuk, gula, minyak,
kacang-kacangan, sayuran, telur, dan lauk pauk lainnya
Selama pemberian PMT dilakukan pemantauan dan evaluasi dengan
menimbang dan menghitung kenaikan BB dalam gram/Kg BB/bulan.
c. Pemantauan PMT gizi buruk/kurang
Untuk kelancaran pelaksanaan PMT gizi buruk/kurang bagi balita agar
tepat sasaran dan tepat kebutuhan disediakan dana pemantauan bagi TPG
Puskesmas, bidan desa, dan kader. Pemantauan dilakukan setiap bulan
pada saat pemberian PMT dan pemantauannya dilanjutkan setiap bulan
sampai mencapai kondisi normal.
2. Alur Pelayanan Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang Di Puskesmas
Lembasada
Pengunjung Puskesmas datang secara langsung ke Puskesmas atau
berdasarkan rujukan dari Pustu, Polindes, Posyandu, Kelurahan/Desa.
Sebelum memperoleh pelayanan gizi, pengunjung puskesmas mendaftar di
loket dan selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan di poli KIA, poli
umum. Pasien akan diperiksa oleh dokter yang bertugas di poli untuk
kemudian dirujuk ke bagian gizi. Selanjutnya akan ditentukan status gizi
pasien. Bila masuk dalam kategori gizi kurang maka akan dilakukan
konseling dan selanjutnya dievaluasi setiap kali kunjungan. Bila gizi buruk,
maka pasien akan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten dan pasien
tersebut di rujuk ke Therapeutic feeding center (TFC) yang berada di
kompleks Puskesmas Donggala kabupaten Donggala. Jika orang tua balita

setuju untuk di rujuk, dari pihak dinas kesehatan kabupaten akan menjemput
balita beserta ibunya ke TFC. Biasanya anak balita dengan gizi buruk dirawat
di tempat ini antara 2-3 bulan hingga berat badan kembali normal. Waktu ini
dimanfaatkan untuk wahana pendidikan bagi ibu balita. Disini ibu balitapun
menginap sambil bagaimana merawat anak balitanya, cara memasak dengan
pemberian makanan mengandung tinggi kalori dan protein dengan aneka
bahan makanan setempat sehingga kekurangan BB terpenuhi dan dapat
meningkatkan tinggi badan.
Sama halnya apabila kasus ditemukan pada saat pelacakan kasus dimana
petugas puskesmas turun langsung ke tiap desa. Apabila kasus telah
ditemukan kemudian dirampungkan dan dilaporkan ke dinas kesehatan
kabupaten.
3. Evaluasi dan pelaporan kegiatan perawatan dan penanganan balita gizi
buruk dan gizi kurang di puskesmas Lembasada
Evaluasi dan pelaporan monitoring kegiatan perawatan dan penanganan balita
gizi buruk dan gizi kurang dilakukan tiap bulan sampai mencapai status gizi
normal. Dimana hasil pelaporan tersebut yang bersumber dari bidan-bidan
desa dari setiap pustu, posyandu, maupun poskesdes di rekap oleh petugas
pemegang program perbaikan gizi di puskesmas yang selanjutnya akan di
teruskan ke dinas kesehatan kabupaten Donggala.
4. Masalah dan Kendala yang Dihadapi Selama Pelaksanaan Kegiatan
Perawatan Dan Penanganan Balita Gizi Buruk Dan Gizi Kurang Di
Puskesmas Lembasada
10

Adapun kendala yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan perawatan dan


penanganan balita gizi buruk dan gizi kurang di puskesmas Lembasada antara
lain : pada saat ditemukannya kasus maka balita akan diberikan PMT namun
penyediaan PMT oleh dinas kesehatan biasanya terlambat sehingga apabila
ditemukan kasus pihak puskesmas untuk sementara melakukan kunjungan ke
rumah pasien dan memberikan penyuluahn serta edukasi bagaimana
menyediakan makanan yang bergizi bagi anak. Kendala lain yang dialami
dalam pelaksanaan program ini yaitu, beberapa penanganan pasien yang tidak
tuntas karena orang tua pasien yang tidak betah untuk tinggal di TFC. Alasan
yang sering timbul biasanya karena lokasi TFC yang jauh dengan tempat
tinggal pasien meskipun selama proses pemulihan gizi orang tua pasien
menginap di tempat tersebut, selain itu mereka juga beralasan tidak dapat
meninggalkan pekerjaan dan anggota keluarga lainnya terlalu lama.

11

BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Masalah gizi diperngaruhi oleh berbagai faktor seperti, faktor sosial,
ekonomi, perilaku dan status kesehatan yang saling berinteraksi secara
kompleks. Oleh karena itu penanggulangan masalah pangan dan gizi harus
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan spesifik
wilayah.
2. Dalam pelaksanaan program perbaikan gizi, kegiatan perawatan dan
penanganan balita gizi buruk dan gizi kurang berperan penting untuk deteksi
dini dan penatalaksanaan kasus gizi buruk/gizi kurang secara maksimal.
3. Peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan agar porgram kerja dapat
terlaksana dengan baik.
Saran
1. Pelacakan kasus yang telah dilaksanakan puskesmas lembasada pada tahun
2015 sudah berjalan dengan baik dan cukup berhasil. Namun beberapa kasus
terkendala oleh lambatnya penyediaan PMT oleh pihak dinas kesehatan
kabupaten.
2. Diperlukan kerjasama dengan bagian promosi kesehatan untuk memberikan
edukasi mengenai pembinaan gizi masyarakat dan upaya meningkatan
kesadaran gizi keluarga agar status gizi masyarakat meningkat terutama pada
bayi, balita, ibu hamil, serta usia produktif.
3. Untuk penanganan TFC yang terputus atau tidak berlanjut dengan alasan
lokasi yang cukup jauh di Donggala, pihak dinas kesehatan perlu
mempertimbangkan hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ariani, M, Wilayah Rawan Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan
Barat dan Jawa Timur, Pusat Analisis Kebijakan Pertanian Depertemen
Pertanian Bogor.2007.
12

2. Supariasa, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta, 2010.


3. Lutviana, Evi. Prevalensi dan Determinan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita
(Studi Kasus pada Keluarga Nelayan di Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati), Jurnal Kesmas, Volume 5 No 2 Januari-Juni 2010.
4. Yulia, Faktor Rrisiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita di Kecamatan
Mandonga Kota, Universitas Haluoleo, Kendari, 2008.
5. Djamaludin,Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita, Wahyu Media,
Jakarta, 2010.
6. Bappenas, Prevalensi Gizi Kurang dan Gizi Buruk secara Nasional.2012.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
Riset Kesehatan Dasar 2013, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 2013
8. Direktorat Bina Gizi, Sistem Informasi Gizi Direktorat Bina Gizi 2014,
Kementrian Kesehatan RI, 2014.
9. UPTD Puskesmas Lembasada. Profil Kesehatan Wilayah Kerja Puskesmas
Lembasada. Palu : UPTD Puskesmas Lembasada; 2012.
10. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tekhnis Program Perbaikan Gizi
Kabupaten Donggala Tahun 2015

13

You might also like