You are on page 1of 19

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD)

BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK


(Studi Kasus di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik)
A; Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (pasal 1,
butir 1). Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah Suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.(pasal 1 butir 14)1
PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang
pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun yang sering
disebut sebagai masa emas perkembangan. Di samping itu, pada usia ini anakanak masih sangat rentan yang apabila penanganannya tidak tepat justru dapat
merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD harus
memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak. Program
PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apa-apa yang seharusnya
diperoleh pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk memberikan
fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak agar anak pada saatnya memiliki
kesiapan baik secara fisik, mental, maupun social-emosionalnya dalam rangka
memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD tidak harus selalu mengeluarkan biaya tinggi atau melalui wadah
tertentu, melainkan dapat dimulai di rumah oleh keluarga. PAUD yang
diselenggarakan dalam bentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, atau
1Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), 3.

bentuk lain yang sederajat pun sebenarnya juga tidak harus mahal.
Sesungguhnya tempat yang sederhana tidak menjadi soal asal bisa membuat
anak senang dan nyaman serta tidak membahayakan keselamatanya. Walaupun
dalam undang-undang desebutkan PAUD dimulai sejak anak lahir sampai
dengan usia enam tahun, namun sesungguhnya pendidikan sudah dapat dimulai
sejak anak dalam kandungan. Menurut para pakar, rangsangan pendidikan
sejak dalam kandungan dapat dilakukan antara lain melalui berbicara dengan
janin, meraba-raba merasakan gerakan janin, memperdengarkan music atau
suara-suara lainnya yang indah. Kontak anak dengan keluarga dan
lingkungannya dapat menjadi rangsangan utama, terlebih lagi anak
menghabiskan waktu terbanyak dengan keluarga. Jika hal ini disosialisasikan
secara terpadu oleh pihak-pihak terkait melalui program terpadu PAUD, maka
akan merupakan bagisn dari sosialisasi kegiatan PAUD untuk lebih membumi
di bumi Indonesia.2
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggaraan PAUD
masih belum mengacu benar dengan tahap-tahap perkembangan anak. Pada
umumnya penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan kemampuan
akademik, baik dalam hal hafalan-hafalan maupun kemampuan baca-tulishitung (calistung) yang prosesnya sering kali mengabaikan tahapan
perkembangan anak.3
Dari data BPS 2004 menunjukkan bahwa dari 28,12 juta anak usia dini
hanya sekitar 27% yang mendapatkan layanan PAUD. Situasi ini sungguh
merupakan keadaan yang ironis, oleh karenanya peran serta seluruh lapisan
masyarakat termasuk media massa merupakan upaya yang strategis dalam
membumikan PAUD di tanah air.
Kegiatan PAUD dilakukan di Kelompok Bermain, Taman Peitipan Anak,
atau satuan PAUD lainnya yang sejenis seharusnyalah dapat dijalani anak
dengan rasa senang-gembira tanpa paksaan. Orangtua dan pendidik hanya
2 Ace Suryadi, Peluang dan Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Depdiknas
Direktorat PAUD, 2005), iii.
3 Ace Suryadi, Pedoman penerapan Pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT)
dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Depdiknas Direktorat PAUD, 2006), 2.

menjadi fasilitator yang memberikan pilihan kepada anak, bukan memaksakan


kehendak. PAUD juga mencakup aspek pengasuhan, gizi, dan kesehatan anak.
Hanya saja pendidikan usia dini belum banyak diketahui masyarakat. Karena
usia dini merupakan usia emas untuk menyerap berbagai materi, termasuk
membaca atau berhitung, namun orangtua dan tenaga pendidik harus
memberikan materi yang dekat dengan kehidupan dan lingkungan anakmelalui
pendekatan bermain sehingga selalu menyenangkan bagi anak.4
Pendidikan yang dilakukan sejak dini merupakan upaya sistematik untuk
menciptakan masyarakat yang sadar dan peduli betapa pendidikan merupakan
investasi jangka panjang bagi bekal hidup manusia. Sesungguhnya secara
naluri, orangtua begitu mencintai dan menyayangi anaknya. Orangtua akan
selalu menjaga dan mendidik anaknya sejak dalam kandungan dengan suasana
yang penuh dengan kedamaian, selalu memberikan dorongan dan semangat
kepada anaknya untuk dapat menyelesaikan pendidikannya setinggi mungkin.
Hal ini sejalan dengan perintah nabi Muhammad SAW.
Secara alami, sebenarnya proses pendidikan anak telah dimulai dari usia
dini, yang dilakukan oleh para orangtua. Karena keinginan belajar sejak usia
dini tidaklah muncul dari si bayi yang belum bisa apa-apa. Secara simultan,
anak diberikan berbagai ilmu (dalam bentuk rangsangan atau stimulant)
melalui berbagai aktivitas atau perlakuan sekaligus sambil bermain. Misalnya,
sambil menyuapi, menyusui, memandikan, mengganti pakaian, mengantar
tidur, dan lain-lain anak diajak bercakap-cakap, dengan memperkenalkan
nama-nama orang dan benda-benda yang ada di sekelilingnya.
Di kala anak lepas dari pengasuhan orangtua kemudian masuk ke
lembaga atau layanan anak usia dini, gambaran kedamaian yang penuh cinta
kasih mulai berkurang. Lebih dari itu, keterpaduan antara pendidikan,
perawatan, dan layanan gizi serta kesehatan cenderung tidak lagi dilakukan.
Tragisnya lagi, suasana belajar sambil bermain yang penuh dengan suasana
canda dan tawa sedikit demi sedikit hilang. Yang lebih menyedihkan lagi
masing-masing lembaga atau program layanan anak usia dini cenderung jalan
4 Ace Suryadi, Peluang dan Tantangan, ii.
3

sendiri-sendiri. Anak yang seharusnya menjadi subjek, dilayani secara utuh,


holistic tidak jarang hanya dijadikan objek. Akibatnya anaklah yang dirugikan,
hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangan psikologisnya terampas. Kebebasannya untuk bermain sambil
belajar terbatasi, bahkan berbagai kompetensi kecerdasan yang dimiliki anak
terhambat terutama apabila para pengasuh, pamong, atau gurunya kurang atau
tidak memahami konsep pendidikan anak usia dini.
Menyadari akan hal tersebut, maka perlu adanya menata, menghidupkan
dan atau menggiatkan kembali lembaga-lembaga atau program layanan anak
usia dini agar dapat melayani secara profesional dalam artian mampu
memahami konsep pendidikan anak usia dini berbasis kecerdasan majemuk.
Berdasarkan realita dan keadaan yang ada saat ini, maka kiranya perlu
diadakan sebuah penelitian yang berupaya untuk memahami dan memecahkan
permasalahn tersebut.
Kecerdasan majemuk merupakan hasil dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh orang tua atau guru pada saat pembelajaran berlangsung.
Perkembangan dan peningkatan kecerdasan majemuk pada anak dapat
diupayakan dengan berbagai cara. Adalah PAUD Al-Azhar, yaitu salah satu
lembaga PAUD yang berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan model
pembelajaran yang berbasis kecerdasan majemuk. PAUD Al-Azhar memiliki
berbagai strategi untuk menumbuhkembangkan kecerdasan yang dimiliki anakanak. Yang perlu dikaji kembali adalah seberapa besar pencapaian yang telah
dicapai oleh PAUD Al-Azhar dalam melaksanakan pembelajaran berbasis
kecerdasan majemuk dan kiat-kiat apa saja yang bisa diupayakan guna
meningkatkan program tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian yang berkaitan dengan permasalahan peningkatan kecerdasan
majemuk anak. Peneliti merasa tertarik karena peneliti merasa dunia anak
sangat unik sehingga perlu pemahaman yang mendalam mengenai kecerdasan
masing-masing individu anak. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui secara
detail pelaksanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Oleh karena itu

peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Strategi Pembelajaran PAUD


Berbasis Kecerdasan Majemuk (Studi Kaus di PAUD Al-Azhar Menganti
Gresik Tahun Akademik 2012-2013).

B; Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka kemungkinan kajian pembahasan


yang dapat diuraikan adalah: konsep kecerdasan majemuk, pendapat para pakar
mengenai kecerdasan majemuk dan komparasinya, kemungkinan kegagalan
dalam penerapan kecerdasan majemuk, jenis dan bentuk kecerdasan majemuk
yang dapat dikembangkan, upaya lembaga dalam menerapkan pembelajaran
berbasis kecerdasan majemuk, dan lain-lain.
Oleh karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, maka penelitian ini
dibatasi pada hal-hal berikut:
1; Penelitian ini dilakukan di PAUD Al-Azhar pada tahun pelajaran 20122013.
2; Sampel sumber data adalah semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan
program tersebut.
3; Studi ini merupakan studi kasus. Jadi pelaksanaan penelitiannya
menggunakan model cross secsional.
C; Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang peneliti tentukan,


maka permasalahan ini difokuskan pada,
1; Bagaimanakah strategi pembelajaran PAUD berbasis kecerdasan majemuk
di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik tahun akademik 2012-2013?
2; Apa sajakah upaya yang dapat dilakukan dalam melaksanakan strategi
pembelajaran PAUD berbasis kecerdasan majemuk di PAUD Al-Azhar
Menganti Gresik tahun akademik 2012-2013?
3; Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan strategi pembelajaran
PAUD berbasis kecerdasan majemuk di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik
tahun akademik 2012-2013?
4; Upaya apa saja yang dilakukan PAUD Al-Azhar Menganti Gresik dalam
meminimalisasi kendala tersebut?
D; Tujuan Penelitian
5

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini


adalah untuk:
1; Mendeskripsikan secara operasional dan sistematis strategi pembelajaran
PAUD berbasis kecerdasan majemuk di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik
tahun akademik 2012-2013.
2; Mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai upaya yang dapat
dilakukan dalam melaksanakan strategi pembelajaran PAUD berbasis
kecerdasan.majemuk di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik tahun akademik
2012-2013?
3; Mengidentifikasi dan mendeskripsikan berbagai kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan strategi pembelajaran PAUD berbasis kecerdasan
majemuk di PAUD Al-Azhar Menganti Gresik tahun akademik 2012-2013.
4; Mendeskripsikan berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh PAUD Al;-

Azhar menganti Gresik dalam menanggulangi berbagai kendala yang


dihadapi dalam pelaksanaan program pembelajaran PAUD berbasis
kecerdasan majemuk.
E; Kegunaan Penelitian
1; Kegunaan teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat


antara lain:
a; memberikan kontribusi yang berdaya guna secara teoritis, metodologis,
dan empiris bagi kepentingan akademis (STAI Al-Azhar Menganti,
Gresik) dalam bidang pengkajian pendidikan Islam khususnya prodi
Pendidikan Agama Islam (PAI) terutama pada konsep pendidikan anak
usia dini berbasis kecerdasan majemuk.
b; Dapat dijadikan suatu pola dan strategi dalam meningkatkan kinerja
guru PAUD, TK dan atau RA sebagai pengajar di tingkat satuan
pendidikan yang profesional dalam meningkatkan kecerdasan anak usia
dini.
c; Dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran PAUD berbasis
kecerdasan majemuk di kecamatan Menganti.
2; Kegunaan praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadkan:

a; Informasi bagi para pengelola pendidikan usia dini dalam upaya

memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan konsep PAUD


berbasis kecerdasan majemuk yaitu kecerdasarn spasial visual;
linguistic verbal; musical ritmic, naturalistic, kinesthetic, dan logis
mathematic.
b; Bahan masukan bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bagian
Keagamaan kabupaten Gresik, dalam merencanakan, melaksanakan,
menempatkan, dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi konsep
PAUD berbasis kecerdasan majemuk berdasarkan Renstra yang sudah
ditentukan.
c; Masukan bagi pimpinan sekolah TK, PG, dan KB sekecamatan
Menganti untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan
konseptual operasional dalam merumuskan pola pengembangan konsep
PAUD berbasis kecerdasan majemuk yang akan datang.
d; Bahan perbandingan bagi pimpinan sekolah PAUD untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dan produktivitas sekolah melalui pengembangan
konpetensi professional guru dan motivasi belajar peserta didik.

F; Kerangka Teoritik
1; Definisi Anak Usia Dini

Anak usia dini (AUD) menurut UUSPN No.29 tahun 2003, yakni
sekelompok manusia yang sedang dalam masa pertumbuhan. Ini berarti
AUD bersifat unik. Mengapa unik? Karena di setiap pertumbuhan dan
perkembangan antara anak yang satu dengan yang lain berbeda-beda,
meskipun pada anak kembar sekalipun. Perbedaan-perbedaan yang dialami
oleh anak dapat berupa perbedaan fisik, kelebihan yang dimiliki,
kekurangan, minat, perkembangan kognitif, sosial-emosional, kreativitas,
bahasa, komunikasi, dan berbagai potensi diri yang mereka miliki.
Selain definisi di atas, masih banyak terminologi yang diberikan oleh
para ahli mengenai AUD. Marthin Luther, seorang tokoh yang pertama kali
menunjukkan akan pentingnya sekolah untuk AUD. Ia menekankan bahwa
sekolah digunakan sebagai sarana untuk mengajar anak membaca, ia juga
berpendapat bahwa keluarga merupakan institusi penting bagi anak dalam
hal pendidikan yang akan ia peroleh untuk pertama kalinya. Pendapat

tersebut menuntut adanya sinergi antara pihak penyelenggara PAUD dan


orang tua agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.5
2; Standar Pendidikan Anak Usia Dini
a; Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan
Tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan perkembangan
dan pertumbuhan yang diharapkan dicapai anak pada rentang usia
tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi aspek
pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, dan
sosial-emosional. Pertumbuhan anak yang mencakup pemantauan kondisi
kesehatan dan gizi mengacu pada panduan kartu menuju sehat (KMS)
dan deteksi dini tumbuh kembang anak.
b; Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar pendidik AUD harus memenuhi kualifikasi akademik dan
berbagai kompetensi yang dibutuhkan. Kompetensi tersebut meliputi
kompetensi

kepribadian,

kompetensi

professional,

kompetensi

pedagogik, dan kompetensi sosial.

c; Standar isi, Proses, dan Penilaian

Standar isi, proses, dan penilaian meliputi struktur program, alokasi


waktu, dan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dilaksanakan secara
terintegrasi sesuai dengan tingkat perkembangan, minat/bakat, dan
kebutuhan anak. Standar ini mempertimbangkan potensi dan kondisi
setempat, sehingga dimungkinkan terjadinya perbedaan kegiatan dan
pelaksanaan pendidikan, pengasuhan dan perlindungan di lapangan.
Perbedaan dapat terjadi karena adanya keragaman bentuk layanan,
perbedaab kelompok usia yang dilayani, dan perbedaan kondisi lembaga.
3; PAUD Berbasis Kecerdasan Majemuk
Pembahasan tentang kecerdasan telah banyak dikemukakan oleh para
pakar. Di antaranya menurut Gunawa adalah Charles Spearman dengan teori
General Intellegence, Raymond Cattle dan John Horn dengan teori Fluid
and Crystalized Intellegence, dan Stenberg dengan teori Triarchic

5Kartini Kartono, Psikologi Anak (Bandung: CV Mandar Maju, 2007), 78.


8

Intelligence.6 I Structure Intellegence.7 Sedang Amstrong menambahkan


satu teori lagi yang banyak dikaji, yaitu dari Glifford dengan teorPada
perkembangan selanjutnya muncul pakar kecerdasan, antara lain Daniel
Golemen dengan teori Emotional Intellegence dan berikutnya Gardner
dengan teori Multiple Intellegences8 masing-masing pakar mengemukakan
definisi kecerdasan. Dari definisi yang dikemukakan oleh para pakar
teresbut diketahui bahwa kecerdasan dinyatakan sebagai potensi yang perlu
dikembangkan.
Seiring dengan perkembangan teori kecerdasan, perhatian orang
terhadap pengertian kecerdasan telah bergreser dari kecerdasan sebagai
kemampuan umum beralih kepada kecerdasan yang memiliki beberapa dan
bahkan banyak domain. Peralihan perhatian tersebut juga menurut
Semiawan terlihat dalam pengembangan individu yang mengacu kepada
pendapat yang menunjukkan bahwa perkembangan manusia diwujudkan
melalui ragam aspek yang berbeda.9 Hal tersebut merupakan bukti bahwa
teori kecerdasan majemuk mulai mendapat perhatian untuk digunakan
sebagai acuan dalam berbagai aktivitas untuk memacu perkembangan
manusia termasuk aktivitas pembelajaran di sekolah.
Teori kecerdasan majemuk pertama kali dikemukakan oleh Howard
gardner dalam bukunya Frames of Mind pada tahun 1983. Gardner
mengembangkan teori kecerdasan majemuk berdasarkan criteria yang terdiri
dari delapan factor, yaitu (1) adanya pembagian wilayah kecerdasan pada
struktur otak, seperti central core, limbic, dan hemisfer serebal,(2) terdapat
kecerdasan yang menonjol pada orang tertentu, (3) kecerdasan berkaitan
dengan kebudayaan dan berkembang mengikuti pola perkembangan
tertentu. (4) memiliki konteks historis, (5) memiliki hubungan dengan
temuan psikometrik, (6) memiliki hubunga dengan hasil psikologi
eksperimental, (7) cara kerja atau rangkaian cara kerja dasar dapat
diidentifikasi, dan (8) memiliki system penandaan atau symbol khas

6Adi Gunawan, Genius Learning Strategy (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 218-221.
7Thomas Amstrong, Menerapkan Multiple Intellegences Di Sekolah, alih bahasa Yudhi Murtanto
(Bandung: Kaifa, 2004), 19.
8Ibid., 222.
9Coony R. Semiawan, Perkembangan Anak Usia Dini, Makalah disampaikan pada Seminar dan
Lokakarya Nasioanal Pendidikan Anak Usia Dini, Kerjasama Dirjen PLSP Depdiknas dengan
UNJ, Jakarta, 9-11 Oktober 2004.

sendiri.10 Criteria yang dikemukakan Gaedner tersebut sebagai bukti bahwa


teori kecerdasan majemuk tidak hanya dikembangkan berdasarkan hasil
kajiannya sendiri, tetapi juga menggunakan dasar dan hasil kerja para pakar
teori perkembangan dan kecerdasan yang muncul terlebih dahulu.
4; Jenis-Jenis Kecerdasan Majemuk
Gardner membagi kecerdasan yang dimiliki oleh individu menjadi
delapan jenis kecerdasan yaitu: (1) kecerdasan linguistic (linguistic
intelligence), (2) kecerdasan logika matematis (logical mathematical
intelligence), (3) kecerdasan spasial (spatial intelligence), (4) kecerdasan
kinestetis jasmani (bodily kinesthetic intelligence), (5) kecerdasan musical
(musical intelligence), (6) kecerdesan interpersonal (interpersonal
intelligence), (7) kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence), (8)
kecerdasan naturalis (naturalis intelligence). Selain delapan kecerdasan
tersebut masih ada satu kecerdasan lagi yaitu kecerdasan rohani (spiritual
intelligence).
5; Karakteristik Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini

Karakteristik perkembangan anak usia dini dapat dilihat dari empat


aspek yaitu: aspek fisik-motorik; aspek kognitif; aspek sosio-emosional;
dan aspek bahasa.
a; Perkembangan Aspek Fisik-Motorik
Pertumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu sama. Ada yang
mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang lambat. Pada masa
kanak-kanak, pertumbuhan timggi dan pertambahan berat badan relatif
seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar
dan ada yang halus.11
Perkembangan motorik kasar seorang anak dapat dilihat sesuai
dengan tingkat usianya. Anak usia tiga tahun ditandai dengan gerakan
sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlari kesana-kemari dan ini
menunjukkan kebanggaan dan prestasi. Pada anak usia empat tahun,
biasanya ditandai dengan tetap melakukan gerakan yang sama, tetapi
sudah berani mengambil resiko seperti naik tangga dengan satu kaki.
Sedangkan pada anak usia lima tahun ditandai dengan munculnya rasa
10Howard Gardner, Frame of Mind The Theory of Multiple Intellegence, edisi ke-10 (New York:
Basic Book, 1993), 63-66.
11Ulfiani Rahman, Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini dalam Lentera Pendidikan,
Vol.XII, No. 1, Juni 2009. 50.

10

percaya diri dengan mencoba untuk berlomba dnegan teman sebayanya


atau orang tuanya.
Adapun perkembangan keterampilan motorik halus dapat dilihat
pada usia tiga tahun yakni kemampuan memegang benda-benda. Pada
usia empat tahun, koordinasi motorik halus anak telah semakin
meningkat dan menjadi lebih tepat seperti bermain balok. Sedangkan
pada usia lima tahun, anak sudak memiliki koordinasi mata yang bagus
dengan memadukan tangan , lengan, dan anggota tubuh lainnya untuk
bergerak.
Jika dilihat secara cermat, karakteristik perkembangan fisikmotorik tersebut sangat berhubungan dengan kecerdasan majemuk anak,
yaitu kecerdasan matematic-logic, spasial, intrapersonal, dan musikal.
b; Perkembangan Aspek kognitif

Ada dua teori utama perkemabngan aspek kognitif anak, yaitu:


teori pembelajaran dan teori perkembangan kognitif.12 Konsep utama
dari teori pembelajaran adalah pelaziman. Ada dua bentuk pelaziman,
pertama, pelaziman klasik berlangsung ketika suatu stimulus yang
semula netral, seperti bunyi bel yang muncul secara bersamaan dengan
stimulus tidak bersyarat seperti susu yang mengalir dari dot ke mulut si
anak sehingga si anak akan terbiasa, jika bunyi bel berulangkali
dihubungan dengan pengalaman mendapatkan susu dari dot, maka bayi
akan mulai mengisap dot begitu ia mendengar bunyi bel. Kedua,
pelaziman instrumental, seperti bila bayi tersenyum di saat digelitik
perutnya, lalu bayi tersenyum kembali, maka pelaziman ini mungkin
sedang berlangsung.
Sementara jika mengacu pada teori perkembangan kognitif, maka
dapat diketahui perkembangan kognitif anak sebagai berikut: pertama,
tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun; tahap pra operasional,
terjadi pada usia 2-7 tahun; tahap konkret operasional, terjadi pada usia
7-11 tahun; dan tahap formal operasional, terjadi pada usia 11-15
tahun.13 Berdasarkan kategori tersebut, maka tahapan perkembangan
anak usia dini yang bisa dilihat adalah pada tahap sensori motor dan pra
operasional.
12Paul Henry Muscen, Perkembangan dan Kepribadian Anak, terj: F.X. Budiyanto, dkk. (Jakarta:
rajawali Pers, 1994), 225.
13Ibid., 233.

11

c; Perkembangan aspek sosio-emosional

Perkembangan aspek sosio-emosional pada anak berhubungan


dengan jenis kecerdasan majemuk yang berupa kecerdasan intrapersonal
dan in terpersonal. Karena perkembangan aspek ini memungkin anak
untuk dapat berkembangan baik secara sosial maupun emosional. Salah
satu bentuk perkembangan kecerdasan yang lahir dari aspek ini adalah
apa yang disebut dengan temperamen. Para psikolog mengemukakan
bahwa terdapat tiga tipe temperamen anak.
Pertama, anak yang mudah tidur, mudah beradaptasi dengan
pengalaman baru, senang bermain dengan mainan baru, tidur dan makan
secara teratur, dan dapat menyesuaikan dengan perubahan yang ada di
sekitarnya. Kedua, anak yang sulit diatur seperti sering menolak rutinitas
sehari-hari, sering menangis, butuh waktu lama untuk menghabiskan
makanan, dan gelisah saat tidur. Ketiga, anak yang membutuhkan waktu
pemanasan yang lama, umunya terlihat agak malas dan pasif, jarang
berpartisipasi secara aktif, dan seringkali menunggu semua hal
diserahkan kepadanya.
Dari pendapat di atas diketahui bahwa kepribadian dan
kemampuan anak berempati dengan orang lain merupakan kombinasi
antara bawaan dengan pola asuh ketika ia masih kanak-kanak. Selai itu,
kemampuan anak untuk lebih mengontrol emosi dan mengolah diri juga
sangat dipenaruhi oleh kedua hal tersebut.
d; Perkembangan aspek bahasa
Kemampuan setiap orang dalam berbahasa berbeda-beda. Ada
yang berkualitas baik dan ada yang rendah. Perkembangan ini sejak
mulai awal kehidupan. Menurut Hurlock14 terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi banyaknya anak berbicara, antara lain: intelegensi,
semakin cerdas anak semakin cepat keterampilan bicaranya; jenis
disiplin, disiplin yang rendah membuat anak cenderung cepat bicara
dibanding dengan anak yang orangtuanya bersikap keras dan
berpandangan bahwa anak harus dilihat, tetapi tidak didengar; posisi
urutan, anak sulung didorong lebih banyak bicara daripada adiknya;
besarnya keluarga, anak tunggal didorong lebih banyak bicara daripada
14Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Jakarta: Erlangga, 2001), 115.

12

anak dalam keluarga besar; status sosial ekonomi, dalam keluarga kelas
rendah kegiatanya cenderung kurang terorganisasi daripada kelas
menengah dan atas; berbahasa dua, anak yang memiliki dua bahasa ibu,
maka kecerdasan linguitiknya aan cepat berkembang; dan penggolongan
peran seks, misalnya laki-laki dituntut untuk sedikit bicara daripada
anak perempuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka karakteristik ini sangat penting untuk
diketahui sebagai bentuk kepedulian pada perkembangan anak yang
membutuhkan perhatian ekstra dari orang dewasa di sekitarnya, sehingga
akan tumbuh anak-anak yang memang diharapkan.
G; Metode Penelitian
1; Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


studi kasus. Penelitian dengan menggunakan metode studi kasus adalah
penelitian yang terinci tentang seseorang atau suatu unit sosial selama kurun
waktu tertentu. metode studi kasus akan melibatkan peneliti dalam
penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh
terhadap objek penelitian.15
Studi kasus dilihat dari dimensi tertentu dapat pula disebut studi
longitudinal yang dikontraskan dengan studi cross sectional. Dalam
penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik cross sectional, namun
tidak hanya itu, peneliti juga akan lebih mempersingkat waktu penelitian
karena berbagai pertimbangan tertentu dengan cara menambahkan teknik
simultabeous cross sectional,16 di mana tahap perkembangan tidak diambil
pada subjek yang sama, melainkan pada objek yang berbeda.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif atau penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dilakukan
karena penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan situasi sosial yang
berlangsung secara alamiah dan apa adanya serta mencatat segala hal dan
fenomena yang menjadi temuan penelitian.
Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian
deskriptif. Karena penelitian ini lebih bersifat menjabarkan secara detail
15C.G. sevilla, dkk., Pengantar Metode Penelitian, terj: Alimuddin Tuwu dan Alamsyah (Jakrta:
UI Pers, 1993), 78.
16lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 156.

13

segala hal yang ditemui peneliti dalam proses penelitian dan mencoba
menguraikan secara jelas apa saja yang menjadi fokus penelitian ini.
2; Sampel Sumber Data
Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada dua macam
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
digali dari hasil wawancara dengan para steakholder yang ada di Yayasan
Ponpes Darul Ihsan dan dari hasil observasi lapangan. Sedangkan sumber
data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yangberhubungan dengan
topik pembahasan.
Untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi sumber data
penelitian, peneliti menggunakan teknik snowball sampling yaitu teknik
sampel yang menghendaki variasi sampel informan dengan tujuan agar tidak
terpaku pada jenis kelompok individu saja yang sering kali memiliki tujuan
tertentu, sehingga hasil penelitian menjadi bias. 17 Teknik ini dilakukan
peneliti dengan terlebih dahulu menentukan informan kunci (key informan)
dan selanjutnya penentuan sampel didasarkan atas saran dan petunjuk dari
informan kunci dan menggelinding secara terus-menerus sampai tidak ada
lagi varian jawaban yang diberikan oleh informan dan data sudah dianggap
jenuh.
3; Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data verbal dan nonverbal. Untuk data verbal peneliti menggunakan teknik wawancara
mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya jawab
dengan tujuan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari sampel sumber
data terpilih.18 Sedangkan untuk data non-verbal peneliti menggunakan
metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari bahan pustaka yang ada
relevansinya dengan tema penelitian. Data-data tersebut selanjutnya dipilah
dan dipilih berdasarkan tujuan penelitian.19
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail dan komprehensif
mengenai keadaan setting penelitian peneliti menggunakan metode
17 Sanggar Kanto, Sampling, Validitas, dan Reliabelitas dalam Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), 53.
18Andi Prastowo, Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Diva
Press, 2010), 20.
19Ibid., 35.

14

observasi partisipan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan


pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian dengan cara mencatat
hal-hal penting yang berhubungan dengan tema penelitian dan mencatat
temuan-temuan penting dan kejadian-kejadian fenomenal yang ditemui
selama observasi berlangsung.
4; Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri, bahkan dalam
penelitian kualitatif seperti ini peneliti adalah instrumen kunci yang
kehadirannya harus selalu ada dalam proses pencarian dan pengumpulan
data di lapangan. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lokasi penelitian
sangat mutlak untuk dilaksanakan bagi peneliti kualitatif. Peneliti sebagai
instrumen kunci datang bukan dengan tangan kosong, tetapi sudah
membawa berbagai instrumen lain yang dapat membantu peneliti dalam
mempermudah mendapatkan data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen yang berupa
lembar observasi partisipan dan buku catatan untuk menuliskan kejadiankejadian penting dan fenomenal. Adapun untuk mempermudah dalam proses
wawancara, peneliti menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
terstruktur agar wawancara yang dilakukan dapat mendalam (interview in
depth).

5; Teknik Analisis Data

Sebagaimana jenis dan pendekatan penelitian yang peneliti pilih,


maka teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam menganalisis data
yang terkumpul yaitu teknik analisis deskriptif yang berupa teknik analisis
wacana. Analisis wacana merupakan salah satu cara mempelajari makna
pesan sebagai alternatif lain akibat keterbatasan dari analisis isi. Pertama,
analisis isi konvensional pada umumnya hanya dapat digunakan untuk
membedah muatan teks komunikasi yang bersifat nyata (manifest),
sedangkan analisis wacana justru berpretensi memfokuskan pada pesan
yang tersembunyi (laten). Kedua, analisis isi hanya dapat
mempertimbangkan apa yang dikatakan seseorang (what) tetapi tidak dapat

15

menyelidiki bagaimana seseorang mengatakannya (how). Analisis ini


memandang teks sebagai satu kesatuan isi.20
Analisis wacana dalam penelitian ini dilakukan dengan menetapkan
objek kajiannya berupa tema-tema PAUD yang berbasis kecerdasan
majemuk serta uraian tentang teori-teori konsep pendidian berbasis
kecerdasan majemuk. Analisis wacana akan menjajaki kekhasan sekaligus
pergeseran paradigma PAUD yang berbasis kecerdasan majemuk dalam
kancah kehidupan di masa kini dan yang akan datang secara kontekstual.21
6; Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas
(credibility), uji keteralihan (transferability), dan uji reliabelitas
(dependability).
Uji kredibilitas disebut juga dengan uji validitas internal hasil
penelitian. Banyak cara untuk menguji kredibilitas suatu data kualitatif.
Dalam penelitian ini cara yang peneliti gunakan adalah perpanjangan
pengamatan, meningkatkan ketekunan, menggunakan bahan referensi, dan
triangulasi. Khusus untuk triangulasi, peneliti menggunakan triangulasi
sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi sumber.
Uji keteralihan disebut dengan uji validitas eksternal hasil penelitian.
Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya
hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Dalam hal ini
peneliti akan menyusun laporan secara terperinci, jelas, dan sistematis, dan
dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca menjadi jelas atas hasil
penelitian, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya
mengaplikasikan hasil penelitian ini di tempat lain.
Uji reliabelitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melibatkan
auditor independen dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Auditor
bertugas untuk mengaudit keseluruhan proses penelitian mulai dari
penentuan fokus masalah sampai dengan pembuatan kesimpulan.

H; Sistematika Pembahasan

20Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke
ArahPenguasaan Model Aplikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 164.
21Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2001), xv.

16

Sistematika pembahasan dimaksudkan untuk memudahkan dalam


memahami permasalahan dan pembahasannya. Maka penulisan tesis ini
menggunakan sistematika sebagai berikut.
Bab pertama, adalah bab pendahuluan yang di dalamnya akan diuraikan
latar belakang pentingnya permasalahan yang diangkat dalam penulisan tesis.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan fokus masalah dan perumusan
masalah yang akan dicari jawabannya dalam penelitian. Dilanjutkan dengan
tujuan penelitian dan kegunaan penelitian baik secara teoretis maupun praktis,
dan diakhiri dengan sistematika pembahasan tesis.
Bab kedua, adalah bab yang berisi landasan teoritis yang di dalamnya
akan dikupas secara jelas berbagai teori yang berhubungan dengan topik
penelitian yaitu pendidikan anak usia dini, kecerdasan majemuk, dan berbagai
hal yang berhubungan dengan hal tersebut.
Bab ketiga merupakan bab metode penelitian. Dalam bab ini, akan
diuraikan jenis dan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan dalam
penelitian, sampel sumber data penelitian, kehadiran peneliti sebagai
instrument utama di lapangan, berbagai teknik pengumpulan yang dipakai
dalam menggali dan menginventarisir data, dan teknis analisis data yng
digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul.
Bab keempat adalah bab laporan hasil penelitian yang merupakan bab
utama dalam penulisan tesis ini. Di dalamnya akan dibahas berbagai temuan
yang telah didapat peneliti dalam proses penelitian serta pembahasan yang
mendalam mengenai hasil temuan tersebut.
Bab kelima merupakan bab terakhir yaitu bab penutup. Dalam bab ini
akan diuraikan kesimpulan-kesimpulan penelitian yang disesuaikan dengan
rumusan masalah sebelumnya, kemudian diakhiri dengan berbagai saran atau
rekomendasi kepada berbagai pihak berdasarkan hasil penelitian.
I; Out Line Penelitian

BAB I PENDAHULUAN
A; Latar Belakang Masalah
B; Fokus Masalah
C; Tujuan Penelitian
D; Kegunaan Penelitian
E; Sistematika Bahasan
BAB II LANDASAN TEORITIS
17

A; Pendidikan Anak Usia Dini


1; Definisi Anak Usia Dini
2; Standar Pendidikan Anak Usia Dini
3; Prinsip PAUD
B; PAUD Berbasis Kecerdasan Majemuk
1; Definisi Kecerdasan Majemuk
2; Jenis-Jenis Kecerdasan Majemuk
3; Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini

BAB III METODE PENELITIAN


A; Jenis dan Pendekatan Penelitian
B; Populasi dan Sampel
C; Teknik Pengumpulan Data
D; Instrumen Pengumpulan Data
E; Teknik Analisis Data
F; Uji Keabsahan Data

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN


A; Strategi
Pembelajaran PAUD Berbasis Kecerdasan
Majemuk
B; Implementasi Pembelajaran PAUD Berbasis Kecerdasan
Majemuk
C; Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Program
Pembelajaran PAUD Berbasis Kecerdasan Majemuk
D; Upaya-Upaya dalam Mengatasi Problematika Program
PAUD Berbasis Kecerdasan Majemuk
BAB V PENUTUP
A; Simpulan
B; Rekomendasi
J; Daftar Pustaka Sementara

Amstrong, Thomas. 2004. Menerapkan Multiple Intellegences Di Sekolah, alih


bahasa Yudhi Murtanto. Bandung: Kaifa.
Bungin, Burhan. 2010. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman
Filosofis dan Metodologis ke ArahPenguasaan Model Aplikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Raja Grafindo.
18

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS.


Gardner, Howard. 1993. Frame of Mind The Theory of Multiple Intellegence,
edisi ke-10. New York: Basic Book.
Gunawan, Adi. 2003. Genius Learning Strategy. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Hurlock, Elizabeth B. 2001. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kanto, Sanggar. 2010. Sampling, Validitas, dan Reliabelitas dalam Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.
Kartono, Kartini. 2007. Psikologi Anak. Bandung: CV Mandar Maju.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Muscen, Paul Henry. 1994. Perkembangan dan Kepribadian Anak, terj: F.X.
Budiyanto, dkk. Jakarta: Rajawali Pers.
Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Diva Press.
Rahman, Ulfiani. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini dalam
Lentera Pendidikan, Vol.XII, No. 1, Juni 2009.
Semiawan, Coony R. Perkembangan Anak Usia Dini, Makalah disampaikan
pada Seminar dan Lokakarya Nasioanal Pendidikan Anak Usia Dini,
Kerjasama Dirjen PLSP Depdiknas dengan UNJ, Jakarta, 9-11 Oktober
2004.
Sevilla,C.G. dkk., 1993. Pengantar Metode Penelitian, terj: Alimuddin Tuwu
dan Alamsyah. Jakrta: UI Pers.
Suryadi, Ace. 2005. Peluang dan Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Depdiknas Direktorat PAUD.
Suryadi, Ace. 2006. Pedoman Penerapan Pendekatan Beyond Centers and
Circle Time (BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas Direktorat PAUD.

19

You might also like