Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Citra Dewi Rakhmania
(125061100111002)
Evi Handayani
(125061100111004)
(125061101111004)
(125061107111005)
(135061101111005)
(135061101111008)
LAPORAN PRAKTIKUM
PREPRASI DAN APLIKASI MEMBRAN
Mata Kuliah Teknologi Membran (TKK 2139)
A. TUJUAN
1. Mengerti dan memahami proses pembuatan membran.
2. Mengerti prinsip-prinsip pemisahan menggunakan membran dan faktor yang
mempengaruhinya
3. Dapat melakukan percobaan filtrasi menggunakan membran.
4. Dapat melakukan perhitungan-perhitungan permeabilitas dan permselektivitas
membran.
B. DASAR TEORI
Kata membran berasal dari bahasa latin, yaitu membrana yang berarti potongan
kain. Membran adalah suatu lapisan yang memisahkan dua fasa dimana perpindahan
masanya dapat diatur dan hanya dapat dilewati oleh ion-ion tertentu. Membran
disebut juga selaput yang bersifat semipermeable yang memungkinkan lewatnya jenis
molekul tertentu (Meriatna, 2008). Proses pemisahan pada membran merupakan hasil
dari adanya gaya dorong/driving force (Muliawati, 2012). Gaya dorong adalah gaya
yang bekerja pada molekul atau partikel didalam membrane (Putri, 2011). Gaya
dorong tersebut berupa gradient
suhu (T), gradient konsentrasi
(C), gradient tekanan (P) dan
potensial listrik (E) anatara
larutan
pada
bagian
luar
(Muliawati,
(Muliawati, 2012)
pemisahan
2012).
pada
Proses
membran
ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Secara umum proses perpindahan fasa membran
melalui tiga tahap, yaitu: dari umpan (bulk fluida) ke permukaan membran, terjadi
proses difusi pada membran, dan dari permukaan membran ke permeat (Muliawati,
2012).
Permean terlarut didalam material membran sebagai cairan dan berdifusi
melewati membran karena adanya beda konsentrasi. Pemisahan dari permean terjadi
karena perbedaan kelarutan dari permean dalam material membran dan laju tertentu
ketika permean berdifusi melewati membran. Permean juga dapat dipisahkan
berdasarkan ukuran pori, dimana proses pemisahan terjadi ketika ukuran permean
yang lebih kecil dari pori akan melewati pori membran sedangkan yang berukuran
lebih besar akan tertahan (Baker, 2004).
Aliran pada proses
pemisahan
membran
sedangkan
akan
tetap
kecepatan
secara
spesifik
semua
dan
partikel ke permukaan membran (lihat gambar 2.2.b), dimana partikel tersebut akan
terrejeksi dan membentuk lapisan tipis pada membran (Sirkar & Ho, 1992). Pada tipe
aliran ini, kecepatan umpan masuk biasanya sebesar 0,5-1 m/s, lebih besar 4-5 kali
daripada kecepatan superficial air kepada permukaan membran, hal tersebut
menyebabkan terbentuknya gaya gesek yang mereduksi lapisan lumpur, sehingga
padatan akan terbawa dengan aliran rentetat daripada terakumulasi di permukaan
membran (Howe dkk, 2012).
Membran dapat dibagi berdasarkan beberapa hal: (Meriatna, 2008)
1. Jenis membran berdasarkan bahan dasar pembuatnya
a. Membran Biologis, membran yang terdapat dalam sel mahluk hidup
b. Membran Sintesis, dapat dibedakan menjadi:
-
membran
sangat
bervariasi,
sehingga
mudah
diadaptasikan
pemakaiannya.
Membran dapat dibuat dari bahan organik yang berupa polimer maupun
anorganik seperti keramik, logam dan gelas. Beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk membuat membran yaitu sintering, stretching, track-etching, templateleaching,
inversi fasa, dan coating (Mulder, 1996).
1. Sintering
Pembuatan membran dengan teknik sintering dapat dilakukan pada bahan organik
maupun anorganik. Teknik ini sangat sederhana di mana bubuk dengan ukuran
tertentu dikompresi dan di-sintering pada suhu tinggi. Pori akan terbentuk ketika
terjadi kontak antar muka partikel pada saat sintering, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.3 Ukuran pori yang dihasilkan ditentukan oleh ukuran partikel
dan distribusi ukuran partikel dalam bubuk. Distribusi ukuran partikel yang lebih
sempit akan menghasilkan membran dengan distribusi ukuran pori yang lebih
sempit pula. Teknik ini akan menghasilkan membran dengan ukuran pori 0,1
sampai 10 m. Hanya membran mikrofiltrasi yang bisa dibuat dengan metode ini,
di mana porositas yang dihasilkan sekitar 20 %.
5. Inversi fasa
Inversi fasa adalah suatu proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi
padatan dengan kondisi terkendali. Proses pemadatan (solidifikasi) ini diawali
dengan transisi dari fasa cair satu ke fasa cair dua (liquid-liquid demixing). Pada
tahap tertentu selama proses demixing, salah satu fasa cair (fasa polimer
konsentrasi tinggi) akan memadat sehingga terbentuk matriks padat, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.4 Pengendalian tahap awal transisi fasa akan
menentukan morfologi membran yang dihasilkan. Proses inversi fasa terjadi
dengan penguapan pelarut, presipitasi dengan penguapan terkendali, presipitasi
termal, presipitasi fasa uap dan presipitasi immersi.
Presipitasi termal
Pada presipitasi termal digunakan pelarut tunggal atau pelarut campuran,
sehingga dapat mempercepat terjadinya pemisahan fasa. Teknik ini biasanya
digunakan untuk pembuatan membran mikrofiltrasi (Mulder, 1996).
Presipitasi fasa uap
Suatu film yang telah dicetak ditempatkan pada suasana uap, dimana uap terdiri
dari nonpelarut jenuh dan pelarut yang sama. Pada presipitasi fasa uap digunakan
konsentrasi pelarut yang lebih pekat supaya pelarutnya tidak mudah menguap
sehingga terjadi penetrasi non pelarut ke dalam film (Mulder, 1996).
Presipitasi immersi
Pada presipitasi immersi, larutan polimer dicetak pada suatu penyangga kemudian
direndam dalam bak koagulasi yang mengandung non pelarut. Struktur membran
yang terbentuk sangat ditentukan oleh kombinasi perpindahan massa dan
perpindahan fasa (Mulder, 1996). polimer 15 %. Pada penggunaan aceton sebagai
solven dan air sebagai nonsolven, akan diperoleh membran dense (delayed
demixing), sedangkan pada penggunaan solven dimethylsulfoxide (DMSO) dan air
sebagai nonsolven, akan diperoleh membran (instantaneous demixing).
Pemilihan polimer
Pemilihan polimer sangat penting karena penggunaan solven/nonsolven pada
phase inversion sangat terbatas. Pemilihan polimer akan berdampak terhadap
fouling dan stabilitas thermal serta kimia dari membran yang dihasilkan.
Konsentrasi polimer
Kenaikan konsentrasi polimer pada larutan casting akan menyebabkan kenaikan
konsentrasi polimer pada interface, akibatnya membran yang dihasilkan akan
memiliki ukuran pori yang semakin kecil dan fluks yang rendah.
6. Coating
Coating merupakan teknik pembuatan membran komposit yang sangat sederhana
untuk memperoleh lapisan atas padat yang sangat tipis. Membran yang diperoleh
dengan metode ini digunakan dalam reverse osmosis, gas separation, dan
pervaporasi (Mulder, 1996).
nitrogennya, bila nitrogen kurang dari 7% maka polimer disebut kitin dan apabila
kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka disebut kitosan. Kitosan merupaka
senyawa yang tidak larut dalam air, larut dalam basa kuat, sedikit larut dalam HCl
dan HNO3, 0,5% H3PO4 sedangkan dalam H2SO4 tidak larut. Kitosan tidak beracun
dan mudah terbiodegradasi. (Meriatna, 2008)
Agar diperoleh membran yang baik perlu dilakukan karakteriasi yang meliputi
pengukuran terhadap fungsi dan efisiensi membran yaitu permeabilitas dan
permselektivitas dari membran (Meriatna, 2008):
1. Permeabilitas
Merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi untuk menmbus membran. Sifat ini
dipengaruhi oleh ukuran pori, tekanan yang diberikan, serta ketebalan membran,
permeabilitas dinyatakan sebagai suatu besaran flux yang didefinisikan sebagai
jumlah volume permeat yang melewati suatu luasan membran dalam suatu waktu
tertentu dengan adanya gaya penggerak tanpa tekanan (Meriatna, 2008).
(eq. 1)
J
= Waktu (jam)
= Porositas membran
P = Perbedaan tekanan
= Viskositas fluida
l
= Panjang pori
= Diameter pori
2. Permselektivitas
Permselektivitas dapat digunakan untuk mengetahui daya membran dalam
menahan dan melewatkan suatu partikel. Sifat ini bergantung pada interaksi
antara membran dengan partikel, ukuran pori membran, dan ukuran partikel yang
akan melewati pori membran. Permselektivitas dinyatakan sebagai koefisien
rejeksi, dilambangkan dengan R, yaitu fraksi konsentrasi zat yang tertahan oleh
membran (Meriatna, 2008). Dimana besarnya koefisien rejeksi dapat ditentukan
dengan (Eka, 2012):
(eq. 3)
R = Koefisien rejeksi
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam pelarut
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan (feed)
Nilai rejeksi sangat bervariasi antara 100% (dimana zat terlarut tertahan oleh
bran, sehingga diperoleh membran semipermeabel yang ideal) hingga 0%
(dimana zat terlarut dan pelarut mengalir bebas melalui membran. Oleh karena
itu, harga efisiensi rejeksi sangat ditentukan oleh ukuran pori-pori membran (Eka,
2012). Semakin besar R berarti semakin selektif membran tersebut dalam
melewatkan partikel-partikel dalam larutan umpan (Meriatna, 2008).
i. Vacuum Pump
j. Hair Dryer
k. Encapsulator
l. Serangkaian Alat Filtrasi Membran
m. Pipet Ukur 10 mL
2. Bahan
a.
Chitosan
b. Asam Asetat
c. NaOH
d. Kertas Saring
e. PEG
f. PVA
g. Demineralized Water
h. Rhodamin B
3. Rangkaian Alat
D. PROSEDUR KERJA
1. Preparasi Bahan
Diagram alir persiapan preparasi bahan sintesis membran ditunjukkan oleh
gambar 4.1, tahap persiapan ini diulang kembali untuk variasi chitosan sebanyak 1
gram (25%) dan PVA sebanyak 3 gram (75%).
komposit
kali
ini
menggunakan metode jenis inversi fasa. Menurut Mulder (1996), inversi fasa
merupakan proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi padatan dengan
kondisi terkendali. Tahap pertama adalah membuat larutan kitosan 3% b/v (gr/mL)
dengan komposisi 3 gram kitosan, 1 gram PVA yang dilarutkan pada 97 mL asam
asetat. Menurut Meriatna (2008), kondisi terbaik konsentrasi membran kitosan adalah
3%. Kemudian semua bahan diaduk hingga menjadi kental. Proses pengadukan
dilakukan pada suhu sekitar 80oC agar kitosan dapat larut sempurna dalam pelarut
yang digunakan sehingga diperoleh membran yang halus dan homogen. Saat larutan
kitosan-PVA telah homogen, selanjutnya ditambahkan poli etilen glikol atau PEG
yang berguna untuk membentuk pori-pori membran.
Pembuatan membran kitosan-PVA diawali dengan memotong kertas saring
dengan ukuran diameter sebesar 9 cm. Setelah kertas saring dipotong, kertas saring
dimasukkan ke dalam wadah petri dish. Setelah itu sebanyak 5 gram larutan kitosanPVA yang telah dibuat sebelumnya diratakan di kertas saring yang telah dipotong.
Larutan kitosan-PVA harus diratakan keseluruh bagian dari kertas saring. Setelah
merata, kertas saring yang telah ditambahkan kitosan-PVA harus direndam ke dalam
larutan NaOH 1% v/v. Fungsi NaOH disini adalah sebagai larutan non-pelarut yang
dapat berdifusi ke bagian bawah membran yang tertempel dengan wadah perti dish
karena adanya penambahan larutan kitosan-PVA. Dengan adanya NaOH ini, maka
membran akan terlepas dari wadah petri dish. Setelah membran didiamkan terendam
dalam larutan NaOH selama 10 menit, membran harus dicuci dengan menggunakan
aquadest sebanyak 3 kali pembilasan. Jika dirasa sudah bersih, membran dikeringkan
dengan menggunakan dryer sampai membran benar-benar kering. Membran kitosanPVA yang sudah kering telah siap untuk digunakan sebagai media penelitian.
Membran kitosan apabila dilihat berdasarkan ukuran porinya, yaitu 0,001 2
m, termasuk membran ultrafiltrasi. Pada percobaan ini membran kitosan 25% dan
75% digunakan untuk filtrasi larutan Rhodamin B dengan konsentrasi 6 ppm. Filtrasi
diukur pada waktu 5, 10, 15 dan 30 menit. Dari empat buah membran yang di uji
coba, diambil satu data terbaik yang dihasilkan masing-masing membran.
Perhitungan konsentrasi Rhodamin B permeat dan rentetat dilakukan dengan
melakukan perbandingan warna terhadap larutan Rhodamin B 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm,
4 ppm dan 5 ppm sebagai pembanding warnanya. Hasil pengamatan ditampilkan pada
Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.
Volume (mL)
awal (ppm)
Konsentrasi
10
15
30
menit
menit
menit
menit
menit
akhir (ppm)
Permeat
60
82
100
100
Rentetat
100
300
510
790
Volume (mL)
awal (ppm)
Konsentrasi
10
15
30
menit
menit
menit
menit
menit
akhir (ppm)
Permeat
100
192
220
220
Rentetat
290
370
620
780
Flux
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
Membran 25% : 6
ppm
10
15
20
25
30
Membran 75% : 6
ppm
Waktu (menit)
perbedaan
tekanan operasi pada membran, dimana tekanan merupakan driving force yang
digunakan untuk mengalirkan larutan. Menurut Farha, dkk (2012) semakin besar
tekanan yang diberikan akan semakin besar pula fluks yang dihasilkan. Peningkatan
tekanan yan diaplikasikan pada aliran umpan akan menyebabkan pori-pori membran
melebar dan fluks meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya gaya dorong yang
lebih besar menimbulkan deformasi pada membran sehingga ukuran pori membran
melebar dan partikel rhodamin B yang seharusnya tertahan dapat lolos melewati
membran. Seiring dengan bertambahnya waktu, fluks dari kedua membran menurun,
hal ini disebabkan karena adanya fouling pada pori-pori membran oleh molekulmolekul Rhodamin B, sehingga fluks permeat semakin menurun.
% Rejeksi
% Rejeksi
85
80
75
70
65
60
55
50
45
Membran 25% :
6 ppm
10
15
20
25
30
Membran 75% :
6 ppm
Waktu (menit)
Konsentrasi (ppm)
Konsentrasi Permeat
5
4
3
Membran 25% :
6 ppm
2
1
0
0
10
15
20
25
30
Membran 75% :
6 ppm
Waktu (menit)
lebih kecil dibanding membran dengan konsentrasi kitosan rendah, sehingga makin
banyak molekul rhodamin B yang tertahan.
Kesimpulan
1. Pembuatan membran kitosan-PVA dilakukan dengan metode inversi fasa,
yaitu merupakan proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi
padatan dengan kondisi terkendali.
2. Prinsip pemisahan membran yaitu berdasarkan kesesuaian ukuran pori
membran dengan partikel yang akan dihilangkan. Partikel yang berukuran
lebih besar dengan pori membran akan tertahan pada permukaan membran,
sedangkan partikel yang lebih kecil akan melewati pori membran.
3. Kinerja membran dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah
perbedaan tekanan sebagai driving force nya. Semakin besar kondisi tekanan
saat proses filtrasi, akan menyebabkan pori membran semakin besar sehingga
flux yang diperoleh semakin besar pula.
4. Semakin besar konsentrasi kitosan yang digunakan, akan semakin membuat
permukaan membran lebih padat. Sehingga membran kitosan 75% lebih
efektif dibandingkan membran kitosan 25%.
Saran
1. Peningkatan fasilitas laboratorium perlu dilakukan yang bertujuan untuk
memperlancar proses pratikum mahasiswa.
G. DAFTAR PUSTAKA
Akbari, Imam. 2012. Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta
Pusat yang Mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow. Depok:
Universitas Indonesia.
Baker, R. W. 2004. Membrane Technology and Applications. England: McGrawHill, John Wiley and Sons, Ltd.
LAMPIRAN
Gambar 8.1 Perbandingan konsentrasi rentetat untuk membran kitosan 25% setelah 1
menit melalui perbandingan warna
Gambar 8.2 Perbandingan konsentrasi permeat untuk membran kitosan 25% setelah
10 menit melalui perbandingan warna
Gambar 8.3 Perbandingan konsentrasi rentetat untuk membran kitosan 75% setelah 5
menit melalui perbandingan warna
Gambar 8.4 Perbandingan konsentrasi permeat untuk membran kitosan 75% setelah 5
menit melalui perbandingan warna
= Waktu (menit)
= Koefisien rejeksi
Permeat
Rentetat
0
5
10
15
30
0
5
10
15
30
A
D
R
(cm) (cm) (cm2)
vol (ml)
Flux
ppm awal ppm akhir % Rejeksi
(mL/cm2.menit)
9
9
9
9
4.5
4.5
4.5
4.5
63.59
63.59
63.59
63.59
60
82
100
100
0.188723756
0.128961233
0.104846531
0.052423265
9
9
9
9
4.5
4.5
4.5
4.5
63.59
63.59
63.59
63.59
100
300
510
790
0.314539593
0.471809389
0.534717308
0.414143797
3
50
3
50
2 66.66667
2 66.66667
6
0
5 16.66667
5 16.66667
5 16.66667
Permeat
Rentetat
0
5
10
15
30
0
5
10
15
30
A
D
R
(cm) (cm) (cm2)
vol (ml)
Flux
ppm awal ppm akhir % Rejeksi
(mL/cm2.menit)
9
9
9
9
4.5
4.5
4.5
4.5
63.59
63.59
63.59
63.59
100
192
220
220
0.314539593
0.301958009
0.230662368
0.115331184
9
9
9
9
4.5
4.5
4.5
4.5
63.59
63.59
63.59
63.59
290
370
620
780
0.912164819
0.581898246
0.650048492
0.40890147
2
2
1
1
66.66667
66.66667
83.33333
83.33333
5
5
5
5
16.66667
16.66667
16.66667
16.66667
% Rejeksi
% Rejeksi
85
80
75
70
65
60
55
50
45
0
30
30
Membran
25% : 6
ppm
Membran
75% : 6
ppm
Flux (mL/cm2.
menit)
Flux
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
Konsentrasi (ppm)
10
20
Waktu (menit)
Membran
25% : 6
ppm
Membran
75% : 6
ppm
10
20
Waktu (menit)
Konsentrasi Permeat
5
4
3
2
1
0
0
10
20
Waktu (menit)
30
Membran
25% : 6
ppm
Membran
75% : 6
ppm