You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinus maxillaris biasanya dianggap sebagai daerah tak bertuan oleh para
dokter gigi, dan lubang masuk ke daerah antrum seringkali keliru ditafsirkan sebagai
akibat penanganan yang kurang hati-hati. Namun, pada pembedahan dentoalveolar
yang melibatkan maksilla, peristiwa ini kadang tidak bisa dihindarkan.
Daerah sinus merupakan pertemuan keadaan patologis pada gigi dan
paranasal. Patologis pada rongga mulut dapat meluas ke sinus, dan patologis dalam
sinus dapat mencapai prosesus alveolaris maksilla. Kedekatan anatomis dan
keterlibatan patologis dapat menyebabkan kompleks gejala yang membingungkan,
sehingga penderita sering kali megelirukan symptom yang satu dengan yang lainnya.
Untuk mengenali dan membedakan tanda-tanda klinis yang timbul,
dibutuhkan pemahaman tentang perkembangan dan dan anatomi dari sinus maxillary.
Pengetahuan mengenai hubungan antara pembentukan geligi maupun erupsi geligi
dan antrum merupakan persyaratan. Pemahaman tentang saraf dan suplay vascular
yang sama antara sinus dan gigi rahang atas di dekatnya juga membantu memberikan
dasar penjelasan yang logis untuk keadaan klinis dan symptom-simptom tertentu.1
Setiap tindakan dan perawatan yang dilakukan dalam rongga mulut dapat
menyebabkna terjadinya komplikasi, salah satunya adalah terjadinya oroantral fistula.
Oroantral fistula terjadi karena adanya rongga patologis antara rongga mulut dengan
antrum. 2

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dengan lebih mendetail
mengenai komplikasi setelah pencabutan gigi khususnya mengenai oroantral fistula,
sebagai bekal pengetahuan untuk para calon dokter gigi maupun dokter gigi untuk
menangani pasien jika terjadi hal seperti ini di klinik.
1.2 Batasan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Anatomi sinus maxillary


Fisiologi sinus maxillary
Patofisiologi sinus maxillary
Definisi oroantral fistula
Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa
Etiologi dan patogenesis aroantral fistula
Tanda dan gejala oroantral fistula
Penatalaksanaan oroantral fistula
Dampak lanjut oroantral fistula
Pencegahan oroantral fistula
Rujukan

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari makalah ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dan menjadi acuan bagi
penyusunan makalah pada waktu yang akan datang.
2. Lebih mudah memahami tentang komplikasi setelah pencabutan gigi, yaitu
oroantral fistula.
3. Sebagai bahan pustaka yang bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sinus Maksillaris


2.1.1 Anatomi Sinus Maksillaris
Sinus maksillaris disebut juga antrum. Pertama kali diuraikan oleh Nathaniel
Highmore, ahli anatomi dari Inggris pada abad ke-17. Antrum adalah sebuah rongga
atau tuangan yang dapat bergerak dan berada di dalam tulang (Kruger, 1974). Secara
anatomis, sinus maksillaris terletak di dalam korpus maksilla dan merupakan sinus
terbesar dari semua sinus paranasal.3,4
Sinus maksillaris ada 2 yang terletak di kedua sisi rahang atas dan merupakan
sinus paranasal yang terbesar. Kedua sinus maksillaris memiliki bentuk dan ukuran
yang sama. Dimensi rata-rata sinus adalah sekitar 3,5 cm (anteroposterior), 3,2
cm(tinggi), 2,5 cm (lebar ). Volumenya 15 sampai 30 ml. sinus maksillaris berbentuk
seperti piramida yang terdiri dari basis, apeks, dan memiliki empat sisi. Basis
dibentuk oleh dinding lateral hidung.5

Basis Sinus Maksillaris


Basis sinus maksillaris disebut juga dinding medial sinus maksillaris,
merupakan permukaan nasalis os maksila. Permukaan ini sangat tipis, tidak
beraturan, dan membentuk sebagian besar dinding lateral hidung. Pada
permukaan

nasalis

terdapat

sebuah

hiatus

yang

lebar

di

bagian

posterosuperiornya. Hiatus maksilaris ini berubah menjadi ostium (pintu) sinus


3

yang lebih kecil karena persendian tulang di sekitarnya, yaitu prosesus unsinatus
os etmoidale dan konka inferior dengan prosesus maksilarisnya di sebelah
inferior, labirin etmoidale dan os lakrimale di sebelah atas dan di sebelah anterior,
serta lamina perpendikularis os palatina di sebelah posterior. Persendian tulangtulang ini, selain mengecilkan ukuran hiatus maksilaris juga membentuk sebagian
dinding medial atau basis sinus maksilaris.3,4

Apeks Sinus Maksillaris


Apeks sinus maksilaris membentang ke prosesus zigomatikus os maksila,
bahkan pada sinus yang besar meluas ke dalam tulang zogomatikus itu sendiri.4

Dinding-dinding Sinus Maksillaris


Keempat dinding sinus maksilaris yang membentuk piramid terdiri atas atap
sinus, dinding anterior, dinding posterior, dan lantai sinus. Atap sinus adalah dasar
orbita yang halus dan sangat tipis. Di bagian posteriornnya terdapat suatu alur
yaitu sulkus infraorbitalis yang menembus ke dinding anterior melalui kanalis
infraorbitalis. Kanalis ini dilalui oleh arteri, vena, dan nervus infraorbitalis yang
keluar di foramen infraorbitalis pada permukaan wajah. Kanalis infraorbitalis
selain membentuk dasar orbita juga menjadi atap sinus maksilaris.4
Dinding anterior sinus maksilaris adalah fosa kanina dari tulang maksila yang
membentang ke anterolateral wajah. Dinding posteriornya yaitu fasies
infratemporal os maksila ditembus oleh kanalis alveolaris, yang membawa nervus
4

alveolaris posterior ke molar atas. lantai sinus atau dasar sinus maksilaris
dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan bagian anterior fasies
infratemporal korpus maksila.bila ukuran sinus rata-rata normal, maka lantai sinus
sama tingginya dengan lantai hidung. Tetapi bila ukuran sinus besar, akan
membentang lebih ke bawah lagi dari tinggi lantai hidung.4
Ketebalan setiap dinding sinus tidak sama, terutama pada atap dan lantainya.
Dinding atap tebalnya 2-5 mm sedang tebal dinding lantai antara 2-3 mm. daerah
tak bergigi mempunyai variasi ketebalan dari 5-10 mm.4

Relasi Sinus Maksilaris dengan Gigi-geligi Atas


Kebanyakan apeks akar premolar dan ketiga molar atas berada paling dekat
dengan lantai sinus maksilaris. Hubungan tersebut bervariasi. Pada pasien dengan
prosesus alveolaris yang panjang dan kubah palatal tinggi, mempunyai lapisan
tulang yang tebal antara apeks gigi dan lantai sinus maksilaris sehingga pasien
jarang terjadi fraktur atau infeksi dari gigi.4

Persarafan dan Suplai Darah


Sinus dipersarafi oleh cabang kedua n.trigeminus; n.palatinus mayor, nasalis
posterolateral, dan semua n.alveolaris superior cabang n.infraorbitalis. suplai
darah diperoleh dari a.maksillaris melalui a.infraorbitalis, a.palatina mayor dan

a.alveolaris posterosuperior dan anterosuperior.1


2.1.2 Fisiologi Sinus Maksillaris
Sinus-sinus paranasal seluruhnya dibatasi oleh epitel respirasi di baian bawah
yang mengandung sel goblet. Lamina proprianya mengandung sedikit kelenjar kecil
5

dan kontinyu dengan periosteum ang berdekatan. Secara umum, mukus yang
dihasilkan di dalam rongga-rongga ini akan dialirkan ke dalam rongga hidung sebagai
akibat aktivitas sel-sel epitel bersilia.3,4
Pada sinus maksilaris, silia epitel berfungsi membuang partikel dan bakteri
dengan mekanisme mukosiliaris. Silia ini memegang benda asing pada ujung rambut
getarnya dan gelombang gerakan silia akan membewa benda-benda tersebut dari satu
regio silia menuju ke depan pada regio lainnya sampai ke ostium (pintu) sinus.
Setelah tiba di ostium, mukus kan dilepas sebagai aliran sinus yang masuk ke dalam
meatus media rongga hidung.3,4
2.1.3
1

Keadaan Patologi Sinus Maksillaris


Radang
Radang menimbulkan peningkatan jumlah sekresi dan edema pada mukosa

sinonasal. Bila kondisi ini berlanjut, sekresi ini akan mengisi sinus karena
tergangguna fungsi silia atau penyumbatan ostium sinus, atau keduanya. Karena
letak ostium sinus maksilaris tidak dipengaruhi gaya gravitasi, maka drainase
yang normal bukan cara perawatan idela. Bila drainase terganggu, akan terjadi
penurunan tekanan oksigen sebagian dan proliferasi bakteri patogen.1

Sinusitis Akut
Sinusitis maksilaris akut sering terjadi setelah rinitis alergik/infeksi virus pada

saluran pernapasan bagian atas. pasien yang terserang umunya mengeluh

mengenai demam, lemas, sakit kepala samar-samar, rasa bengkak pada wajah, dan
sakit gigi pada posterior atas. perubahan posisi dapat mengurangi atau menambah
rasa tidak enak. Dari pemeriksaan sering terlihat adanya sekresi mukopurulen di
dalam hidung dan nasofaring. Terdapat nyeri palpasi dan tekan pada sinus serta
gigi-gigi

yang

berkaitan

dengannya.

Pemeriksaan

rontgen

mulanya

memperlihatkan penebalan mukosa sinus, yang sering digantikan dengan


opasifikasi karena meningkatnya pembengkakan mukosa atau adanya timbunan
cairan di dalam sinus, atau keduanya.1

Sinusitis Kronis
Perubahan-perubahan patologis pada sinusitis kronis biasanya bersifat

irreversible, yang ditandai dengan penebalan mukosa dan pembentukan pseudo


polip dengan mikroabses, granulasi, dan jaringan parut.1

Neoplasia
Biasanya bersifat jinak, tetapi kadang-kadang dapat juga bersifat ganas.

Tumor jinak glandula saliva atau tumor ganas ini dapat berasal dari glansula
asesoris yang terdapat dalam lapisan sinus. Bila terdapat keganasan pada sinus
maksilaris, maka lesi yang paling sering adalah karsinoma.1
5

Trauma
Cedera yang mencapai sinus maksilaris terjadi pada kasus Le Fort I dan II,

blow-out orbita, dan fraktur prosesus alveolaris maksila bagian posterior. Dengan
7

adanya trauma, dinding antrum mengalami fraktur atau remuk dan pelapisnya
robek, sehingga sinus akan terisi darah. Sinus juga dapat mengalami cedera pada
pencabutan gigi rahang atas dan pada pelaksanaan penanganan patologis gigi
yang berdekatan. Regio molar pertama rahang atas merupakan daerah yang paling
sering berhubungan dengan keterlibatan sinus, diikuti oleh regio molar kedua dan
premolar kedua.1
2.2 Oroantral Fistula
2.2.1 Definisi Oroantral Fistula
Oroantral fistula adalah lubang antara prosessus alveolaris dan sinus
maksilaris yang tidak mengalami penutupan dan mengalami epitelisasi. Oroantral
fistula adalah hubungan yang tidak normal antara sinus maksillaris dan rongga mulut
dan dapat merupakan hasil dari beberapa proses patologi yang berbeda. Oroantral
fistula adalah satu dari beberapa jenis komplikasi pencabutan gigi premolar dan molar
pada daerah rahang atas. 2
2.2.2 Teknik Pemeriksaan Oroantral Fistula
Oroantral fistula dapat diketahui dengan melakukan berbagai pemeriksaan
kepada pasien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:1
a Pemeriksaan Subjektif, berupa anamnesa kepada pasien untuk mendapatkan
berbagai informasi, seperti data diri pasien (nama, alat, umur, pekerjaan, jenis
kelamin, nomor telepon, dll), keluhan utama pasien, riwayat dental pasien, dan
b

riwayat kesehatan umum pasien.


Pemeriksaan Objektif
Merupakan pemeriksaan/ evaluasi klinis yang dilakukan pada pasien berkaitan
dengan keluhannya. Secara klinis untuk mengetahui oroantral fistula, dapat
dilakukan berbagai tes sebagai berikut:
8

Dengan menggunakan instrumen, biasanya elevator, dimasukkan ke dalam

rongga yang ada, misalnya sinus, pasien bisa merasakan sakit atau tidak.
Oroantral fistula juga dapat diketahui dengan melakukan tes tiup dengan
cara pasien meniup dengan hidung tertutup dan mulut terbuka. Pada
keadaan telah terjadi oroantral fistula, akan terdengar hembusan udara
melalui daerah yang mengalami kerusakan, dan pada soket gigi akan

terlihat gelembung udara seperti busa.2


Pasien bisa/ tidal mengeluhkan adanya rasa sakit atau lepasnya udara dari

sinus ke rongga mulut saat menarik napas saat mulut tertutup.


Lubang yg ada ditunjukkan dengan suction dan lampu atau juga bisa
ditunjukkan dengan probing secara hati-hati ataupun menggunakan

keduanya.
5 Perdarahan pada hidung.
Pemeriksaan Penunjang
1 Radiografi
Evaluasi radiografis dari sinus paling bagus diperoleh dengan Waters View
dengan muka menghadap ke bawah dan waters view dengan modifikasi tegak.
Gambaran yang sering didapat pada sinusitis akut adalah opasifikasi dan batas
udara atau cairan. Sinusitis kronis seringkali digambarkan dengan adanya
penebalan membrane pelapis. Lesi jinak lainnya, misalnya mucocele dan kista
dentigerus, juga dapat terlihat dengan jelas. Dalam mendiagnosis trauma,
penggunaan foto panoramic, Waters view, oklusal, dan periapikal, dengan CT
sangat membantu. 1

Tomografi/ CT
Pada trauma yang relative luas, opasifikasi timbul sebagai akibat

perdarahan dalam sinus. Fraktur terlihat berupa memutus kontinuitas dinding


sinus, dasar orbita, atau lingkar orbita inferior. BIla gigi atau akar gigi bergeser
ke daerah antrum, maka keberadaannya dapat dipastikan dan ditentukan
lokasinya dengan film atau foto periapikal, yang didukung dengan foto oklusal.
Tomografi sinus akan sangat membantu dalam mendiagnosis fraktur dinding
dasar orbita dan dalam penggambaran luas lesi ganas/ jinak. Penggambaran
dengan tomografi komputerisasi (CT) memungkinkan penentuan luas
kerusakan yang disebabkan oleh trauma secara lebih tepat, atau perluasan lesi
jinak atau keganasan. 1
3

Biopsi
Biopsi lesi sinus maksillaris dilakukan dengan cara melakukan pembukaan

pada region fossa canina. Jika ada erosi/ penembusan dinding antrum, maka
daerah tersebut merupakan alternative untuk melakukan biopsi/.
2.2.3
-

Tanda dan Gejala Klinis Oroantral Fistula


Tanda dan gejala klinis yang tampak dari oroantral fistula adalah:1,2,6
Adanya pembukaan atau lubang antara rongga mulut dengan antrum/ sinus. Ini

disebut pula dengan istilah perforasi sinus maksillaris.


Lubang yang terbentuk sering mengalami infeksi.

10

Adanya pembentukan jaringan ikat atau jaringan granulasi dan sering terjadi

drainase mukopurulen.
Pembengkakan jaringan lunak (lapisan antrum), halus, dapat dilihat melalui soket.

Jaringan yang membengkak dapat didorong ke atas, masuk ke dalam antrum.


Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit, kecuali jika terjadi infeksi akut pada

sinus.
Pada saat minum ataupun kumur-kumur pasien mengeluhkan adanya cairan yang

keluar dari hidung.


Saluran yang terbentuk dapat dilihat secara klinis melalui probing (probe ductus

lacrimalis).
Terdapat perdarahan pada hidung
Pada soket gigi akan terlihat gelembung udara seperti busa sabun.

11

2.2.4

Etiologi dan Patomekanisme Oroantral Fistula


Fistula oroantral kadang pula didefenisikan sebagai lubang sinus yang

bertahan lebih dari 48 jam. Lubang terbentuk setelah pembedahan (sengaja ataupun
tidak) dan akibat trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan oleh cacat
perkembangan/ akibat infeksi.1
Oroantral fistula dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:2
a. Pencabutan gigi posterior rahang atas terutama pada molar pertama, molar kedua,
dan premolar kedua dimana akarnya dekat dengan antrum
b. Kesalahan penggunaan alat seperti penggunaan elevator dengan tekanan yang
berlebih kearah superior dalam tindakan pengambilan fragmen atau ujung akar
gigi molar atau premolar, pemasangan gigi tiruan implan yang tidak benar dan
penggunaan kuret yang tidak benar, sehingga menyebabkan terjadinya
penembusan lapisan epitel yang tipis dari sinus maksillaris.
c. Bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi sehingga
tulang dasar antrum menjadi menipis.
d. Adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi seperti kista radikuler, granuloma
periapikal, dan adanya suatu neoplasia. Keradangan pada daerah periapikal
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi
sehingga tulang menjadi rapuh.
e. Enukleasi atau pengeluaran kista yang besar pada maksilla.
f. Pada segmen prosessus alveolaris rahang atas yang besar.
2.2.5

Perawatan Oroantral Fistula


Pembukaan kronis sinus maksilaris yang persisten lebih dari 48 jam

diperkirakan telah menjadi fistula. Pasien dengan OAF (Oroantral Fistule) butuh
penangan terhadap fistula dan penutupan dari sinus yang terbuka. Sebelum prosedur
tersebut dilakukan pasien mungkin butuh perawatan terhadap sinusitis yang mungkin
12

ada. Ada beberapa macam metode perawatan terhadap sinusitis yang mungkin terjadi
diantaranya dengan terapi obat-obatan dan prosedur Caldwell-Luc.
Kombinasi antibiotik dan dekongestan harus diresepkan kepada pasien serta
irigasi sinus yang rutin untuk menghilangkan infeksi kronis. Dalam perawatannya,
OAF harus dievaluasi dengan pemeriksaan gambar dan klinis. Pasien dengan debit
(cairan) yang berasal dari fistula dan hidung membutuhkan irigasi sinus. Irigasi dari
sinus maksilaris tidak boleh dilakukan dalam keadaan tekanan tinggi, karna tekanan
yang besar/tinggi dapat menyebabkan distribusi materi yang terinfeksi kedaerah
jaringan sekitar, termasuk daerah orbital. Irigasi harus dilakukan dalam interval 48
jam dan dievaluasi kembali. Jangan pernah mencoba untuk melakukan penutupan
sebelum infeksi sinus ditangani.
Setelah penyakit pada sinus telah dikontrol barulah prosedur bedah dapat
direncanakan. Bagian terpenting dari prosedur ini ialah pembuangan sisa mukosa
kronis. Ukuran dari lubang oroantral yang terjadi biasanya lebih besar dari fistula
yang ada itu sendiri. Prosedur Caldwell-Luc digunakan untuk mendapatkan akses ke
antrum agar dapat melakukan debrisasi jika diperlukan. Akses didapatkan di atas
vestibulum kaninus dan kemudian kuret antral dapat digunakan untuk membuang
jaringan mukosa yang terinfeksi. Nasal packing dan antibiotic topical pada kasa
digunakan untuk mengontrol pendarahan pada sinus dan membantu penyembuhan
mukosa. Kemudian perhatian bisa lebih difokuskan pada pembuangan jaringan fistula
dan penutupan lubang yang terbentuk. Fitulektomi dapat dilakukan pada prosedur ini.

13

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menutup lubang oroantral yang
terbuka. Awang membagi sumber penutupan OAC (Oroantral Comunication) menjadi
flap local, flap distant, dan grafting. Flap local meliputi jaringan disekitar yang
adekuat untuk menutupi lubang. Beberapa contoh teknik flap local diantaranya flap
bukal (sliding /-pun

finger), flap palatal, dan kombinasi antara jaringan

mukoperiosteal bukal dan palatal.


Flap bukal merupakan prosedur yang sederhana. Flap bukal dapat
dikombinasikan dengan prosedur Caldwell-Luc yang digunakan sebagai jalan masuk
ke sinus maksilaris seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kelebihan dari teknik ini
adalah mudah dimobilisasi, keterampilan yang minimum serta waktu yang diperlukan
lebih singkat. Kekurangannya adalah penyatuan jaringan kurang baik sehingga hanya
disarankan untuk OAF yang kecil.
Flap palatal dilakukan dengan melibatkan insisi dan pengambilan flap
mukoperiosteal dan dijahit pada jaringan de-epitalisasi yang telah disiapkan. Perlu
perhatian lebih terhadap desain flap agar dapat terjadi rotasi dan posisi yang benar.
Flap palatal yang didesain dengan baik itu tebal dan memiliki suplai darah yang
sempurna yang diperlukan untuk penyembuhan. Prosedur ini dapat mengakibatkan
terbukanya tulang palatal sehingga perlu dilakukan dressing sampai terbentuknya
jaringan granulasi. Kelebihan dari tekhnik ini adalah lebih mudah dibentuk untuk
menutupi kerusakan yang terjadi karena mukosa palatal lebih tebal dan padat serta
penyatuannya yang lebih baik sehingga lebih disarankan pengunaannya untuk fistula
yang kambuh dan atau lebih besar, sedangkan kekurangannya adalah tekniknya yang
14

sulit. Flap palatal ini sendiri terbagi atas 2 tipe yaitu full thickness flap dan split
thickness flap. Kombinasi jaringan mukoperiosteal bukal dan palatal merupakan
prosedur sederhana yang dapat memberikan hasil yang baik bagi penutupan daerah
OAF yang terbuka secara tidak sengaja saat pencabutan.
OAF yang besar disertai dengan penyakit kronik akan susah untuk ditangani
dan kegagalan dalam penutupannya dapat terjadi. Jika pada penanganannya terdapat
jaringan yang tidak adekuat maka prosedur distant flap dapat dilakukan. Salah satu
contoh dari flap distant adalah flap lidah.
Bahan graft yang dapat digunakan untuk menutup OAF diantaranya adalah
gold foil dan allograft bone graft. Bahan graft ini tersedia dalam bentuk lembaran
ataupun core. Metilmetakrilat dalam bentuk lembaran juga disarankan. Umumnya
lubang tertutup lewat jaringan halus terdekat atau disekitarnya. Indikasi utama
penggunaan bone grafting ini sendiri adalah jika dibutuhkannya rekontruksi tulang
disertai dengan penutupan OAF.1,2

2.2.6

Prognosis Oroantral Fistula


Oroantral fistula yang terjadi setelah tindakan pencabutan, apabila kecil dan

segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh spontan
karena adanya proses pembekuan darah yang mampu menutup pembukaan yang
terjadi. 2
2.2.7

Dampak Oroantral Fistula


Oroantral fistula dapat memberi dampak yang lebih parah pada pasien. Jika

tidak segera ditangani, lubang yang terbentuk akan bertahan lebih lama, maka traktus
15

akan mengalami epitelisasi, daerah rongga mulut seringkali mengalami proliferasi


jaringan granulasi atau jaringan ikat dan jika berlanjut dapat menyebabkan terjadinya
infeksi dan dipercepat pada pencabutan gigi yang mengalami infeksi periapikal.
Perawatan yang tidak benar, menyebabkan infeksi dapat menyebar kea rah sinus
melalui lubang oroantral sehingga dapat menyebabkan terjadinya sinusitis
maksilaris.1
Masuknya akar gigi kedalam sinus juga merupakan salah satu etiologi dari
oroantral fistula. Dan pada kasus seperti ini, harus dilakukan pemeriksaan radiografi
dada, yaitu untuk meyakinkan bahwa akar tidak masuk ke dalam bronkus. Bila akar
ditemukan pada bronkus, pasien segera mungkin harus dirujuk ke rumah sakit untuk
mengeluarkan akar gigi tersebut dengan bronkoskopi sebelum terjadi abses paru atau
atelectasis supervene.7
2.2.8

Pencegahan Oroantral Fistula


Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak

terjadi oroantral fistula adalah dengan tindakan sebagai berikut:


a. Melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk
mengetahui posisi akar gigi posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan
antrum dan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan
sekitar ujung akar gigi. 2
b. Melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk mendeteksi apakah
terjadi kecelakaan terbukanya antrum atau tidak, sehingga bila terjadi dapat
segera diketahui dan dilakukan perawatan dengan cepat dan benar serta
komplikasi yang lebih parah dapat dihindari.2

16

c. Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrument dan tindakan yang selalu
berhati-hati mutlak dilakukan operator sehingga terjadinya oroantral fistula dapat
terhindari.2
d. Jangan mengaplikasikan tang pada gigi atau akar gigi posterior atas kecuali bila
panjang gigi atau akar gigi yang terlihat cukup besar baik ke dalam arah palatal
dan bukal, sehingga ujung tang dapat diaplikasikan dengan pandangan langsung.7
e. Tinggalkan 1/3 apeks akar palatal gigi molar atas bila tertinggal selama
pencabutan dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.7
f. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan menggunakan
instrument ke dalam soket. Bila diindikasikan pencabutan, buatlah flap
mukoperiosteal yang besar dan buang tulang secukupnya sehingga elevator dapat
dimasukkan di atas permukaan akar gigi yang patah.7

2.3 Rujukan
Rujukan adalah upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab
penanganan kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter
lain yang sesuai (spesialis).
Jenis- jenis rujukan medis:
1 Rujukan Pasien (transfer of patient), yaitu penatalaksanaan pasien dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang
2

lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.


Rujukan Ilmu Pengetahuan (transfer of knowledge), yaitu pengiriman dokter/
tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan yang lebih
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan
diskusi atau sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.

17

Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens), yaitu


pengiriman bahan-bahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata pelayanan
kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya, untuk
tindak lanjut.

Tata cara rujukan


Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak.
Rujukan dilakukan menggunakan surat dimana beberapa hal informasi yang
dicantumkan meliputi
- Nama, alamat, umur dan jenis kelamin pasien
- Keluhan utama
- Alasan rujukan, termasuk riwayat kasus, gejala klinis
- Informasi latar belakang medis, serta tindakan yg baru saja dilakukan
- Hasil pemeriksaan yg baru dilakukan
- Indikasi mengapa pasien tersebut harus dilakukan rujukan
Pada halaman berikutnya, kami melampirkan contoh surat rujukan beserta
jawaban rujukannya disertai kasus.

18

SURAT RUJUKAN

Yth. Dokter Gigi


Di RSU

: Drg. M Iqbal Rosada


: Rs Fatmawati

Mohon pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut terhadap penderita,


Nama Pasien
: Prasmanan Sutomo
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 45 tahun
No. Telpon
: 08576243512
Alamat Rumah
: Meruyung kec. Limo rt 02/ rw 07
Anamnesa :
a. Keluhan : Gigi terasa sakit bila digunakan untuk makan-makanan yang
dingin dan panas
Diagnosa sementara : Gigi 3.8 berposisi miring dan perlu dilakukan
perawatan serta pencabutan.
Kasus

: Impaksi gigi 3.8

Terapi/Obat yang telah diberikan : Pemberian obat analgetik untuk


meredakan rasa sakit
Demikian surat rujukan ini kami kirim, kami mohon balasan atas surat
rujukan ini. Atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.

Hormat Kami,

(Drg. M Iqbal Rosada)


No. SIP: P1277665509
Lembar 1 : Untuk Dokter Gigi dituju
Lembar 2 : Arsip Pengirim

19

JAWABAN RUJUKAN
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan dan pengobatan atas pasien :
No. Registrasi
: 133-44-35
Nama Pasien
: Prasmanan Sutomo
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 45 tahun
No. Telpon
: 08576243512
Alamat Rumah
: Meruyung kec. Limo rt 02/ rw 07
Keterangan tindak lanjut yang dianjurkan :
Konsul selesai
Perlu kontrol kembali (1 minggu kemudian kembali lagi untuk melakukan operasi gigi
Perlu konsul ke ahli lain (sebutkan).......................................
Perlu dirawat dengan indikasi (sebutkan).............................

3.8.)

Hasil pemeriksaan :
Terdepat gigi impaksi pada gigi 3.8 dan perlu dilakukan perawatan dan operasi untuk
pencabutan gigi 3.8.

Diagnosa :
Impaksi gigi 3.8

Perawatan yang sudah dilakukan :


Pemberian obat analgetik untuk meredakan rasa sakit pada gigi.

Demikian balasan surat rujukan ini kami kirim. Atas perhatian


Bapak/Ibu kami ucapkan terimaksih.

Jakarta, 19 November 2011


Hormat Kami,

(Drg. Widya Anggraini,sp.Bm)


No. SIP: P17110012544

20

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara anatomis oral dan antrum adalah dua bagian yang sangat dekat namun
terpisah satu sama lain. Pada dasar antrum sangat mudah terjadi perforasi karena
tipisnya dinding dasar antrum yaitu hanya sekitar 3 mm. oleh karena itu, dalam
melakukan ekstraksi pada gigi posterior rahang atas diperlukan pengontrolan tekanan
dan berhati-hati untuk menghindari perforasi pada antrum. Kalaupun telah terjadi
perforasi, maka perlu penanganan segera untuk menghindari terjadinya komplikasi
lebih lanjut seperti infeksi pada sinus dan keganasan.

3.2 Saran
Setelah melakukan ekstraksi pada gigi posterior rahang atas (yang dekat
dengan antrum) lakukanlah tes untuk mengetahui apakah terjadi perforasi pada
antrum atau tidak , misalnya dengan melakukan tes tiup dan berkumur. Sehingga
jika pada tes tersebut diketahui bahwa terjadi perforasi, maka dapat dilakukan
penaganan segera untuk menghindari terjadinya komplikasi yang lebih parah.

21

DAFTAR PUSTAKA

Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis bedah Mulut (Oral Surgery). Jakarta :

EGC. 1996.
Sulastra, I Wayan. Oroantral fistula Sebagai Salah Satu Komplikasi Pencabutan

dan Perawatannya. Surabaya : Jurnal PDGI Vol. 58 No.1. 2009.


W. B. Saunders Company. Atlas of Minor Oral Surgery. United States of

America : Sanders Company . 2001


Anggraini,Wita. 1994. Anatomi dan Fisiologi Sinus Maksillaris serta Terapan
Klinisnya pada Pencabutan Gigi-Geligi Atas. MI. Kedokteran Gigi. (27): 158-

166.
Malik, Neelima Anil. 2008. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery Ed.2 nd.

new Delhi:Jaypee.
Birnbaum W, Dunne SM. Diagnosis kelainan dalam mulut. Jakarta: EGC. 2002;

p.181
Howe GL. Pencabutan gigi geligi. Jakarta: EGC. 1997; p. 89-90.

22

You might also like