Professional Documents
Culture Documents
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. SR
Usia
63 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin
Laki-laki
Alamat
Status Pernikahan
Sudah menikah
Pekerjaan
Tidak bekerja
Pendidikan
Tamat SLTP
Agama
Islam
II. ANAMNESIS
Dilakukan auto dan alloanamnesis dengan pasien dan anak pasien
pada tanggal 3 Mei 2010 pukul 06.30 WIB.
Keluhan Utama
Hipertensi (-)
DM (-)
Alergi (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat batu ginjal (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
:
Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan seperti pasien
Hipertensi (-)
DM (-)
Riwayat kencing batu (-)
Riwayat kebiasaan
:
Merokok (+)
Alkohol (-)
Konsumsi obat (-)
Kuesioner I-PSS
Tanda vital
Tekanan darah
: 140 / 90 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 18 kali / menit
Suhu tubuh
: 37 oC
Kepala
: normochepali
Rambut
Mata
dicabut
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pinggang
jantung
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
:
: datar, supel
: nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defence
muscular (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Ekstremitas
b. Status Urologi
Sudut costo vertebra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Supra simpisis
Inspeksi
Palpasi
Genitalia eksterna
Rectal toucher
Sarung tangan
Hasil
11,6 g/dl
35%
5.300/uL
207.000/uL
20 mm
Nilai normal
13,2 17,3 gr/dl
33 45 %
5.000 10.000 uL
150.000 440.000
uL
0-10 mm/jam
Hasil
88,6 fl
29,3 pg
33,0
11,4%
Nilai normal
80 100 fl
26 34 pg
32 36 g/dL
11,5 14,3%
Hasil
0
2
Nilai normal
0-1 %
1-3 %
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
64
29
5
50- 70 %
20 40 %
2- 8 %
Masa perdarahan
1,5 menit
1-3 menit
Masa pembekuan
4 menit
2-6 menit
Kimia Klinik
Fungsi Hati
Hasil
20 U/l
15 U/l
6,63 g/dl
3,91 g/dl
2,71 g/dl
0,44 mg/dl
0,11 mg/dl
0,55 mg.dl
Nilai normal
0-34 U/l
0 40 U/l
6-8 g/dl
3,4-4,8 g/dl
2,5-3 g/dl
< 0,6
< 0,2
0-1
93 mg/dl
80-100
Negatif
Negatif
125 mg/dl
80-145
Hasil
60 mg/dl
47
71 mg/dl
174 mg/dl
Nilai normal
< 150 mg/dl
33 45 %
28-63 mg/dl
< 200 mg/dl
Hasil
26 mg/dl
0,8 mg/dl
5,9 mg/dl
Nilai normal
20-40 mg/dl
0,6-1,5 mg/dl
<7
SGOT
SGPT
Protein total
Albumin
Globulin
Bilirubin indirek
Bilirubin direk
Bilirubin total
Diabetes
Hasil
Nilai normal
Urobilinogen
Protein urine
Berat jenis
BIlirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit
Darah/HB
Glukosa
Warna
Kejernihan
0,2 U.E/dl
negatif
1,025
Negatif
Negatif
Positif
5,5
1+
Trace
Negatif
Yellow
Cloudy
< 1 U.E/dl
negatif
1,003 1,030
Negatif
Negatif
Negatif
4,8 7,4
Negatif
Negatif
Negatif
Yellow
Clear
Hasil
Positif
15 20/LPB
2-4/LPB
Positif
-
Nilai normal
Sedimen urin
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Lain-lain
0 5/LPB
0 2/LPB
Negative/LPK
Negative
Negative
Negative
Hasil
9,6 g/dl
29%
11.600 /uL
183.000/uL
Eritrosit
3,68 juta/uL
Nilai normal
13,2 17,3 gr/dl
33 45 %
5.000 10.000 uL
150.000 440.000
uL
4,4-5,9 juta/uL
Hasil
78,0 fl
26,1 pg
33,4
13,8%
Nilai normal
80 100 fl
26 34 pg
32 36 g/dL
11,5 14,3%
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
Hitung Jenis
Hasil
87%
11%
2
Nilai normal
50- 70 %
20 40 %
2- 8 %
Hasil
140 mmol/L
3,79 mmol/L
108 mmol/L
Nilai normal
135-147
3,3-5,2
95-108
Netrofil
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Radiologi
Kesan :
Jantung : ukuran dan bentuk normal, CTR < 50%, terdapat kalsifikasi
arkus aorta
Kesan :
Ginjal kanan : besar dan bentuk normal, dinding rata, korteks dan
sinus ginjal baik. Sistem pelviokaslises tidak melebar. Tak tampak lesi
hiperechoik dengan PAS (+).
10
Buli-buli : besar dan bentuk dalam batas normal, mukosa dinding buli
menebal. Tak tampak lesi hiperechoik dengan PAS (+).
Kesan :
-
HP (+/- 126 g)
Sistitis
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 63 tahun datang dengan keluhan sulit BAK sejak
4 bulan smrs. Keluhan obstruktif : Hesitansi (+), intermitensi (+)mengedan.
Kencing menetes pada akhir BAK dan tidak tuntas.Keluhan iritatif : frekuensi
(+) urgensi (+) nokturia (+). Sulit BAK sudah dirasakan sejak 2 tahun yang
lalu yang dirasakan semakin berat. Pasien berobat ke dokter dengan retensi
urine. Urin tidak keluar walau dengan berubah posisi BAK. Os dipasang
kateter sebanyak 4 kali. nyeri suprapubik (+) saat retensi urin. BAK keruh
seperti teh (+)
RPD : riwayat operasi (-), riwayat trauma (-)
RPK : riwayat kencing batu (-)
Pemeriksaan Fisik :
KU/KS
TSS/CM
TD
140/90 mmHg
RR
18x/menit
afebris
TV
Status generalis:
11
Status urologis:
Sudut costo vertebra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Supra simpisis
Inspeksi
Palpasi
Genitalia eksterna
Rectal toucher
Sarung tangan
Pemeriksaan penunjang :
Lab :
23-3-2010
Anemia normositik normokrom
leukosituria
hematuria
bakteriuria
4-5-2010
Anemia mikrositik
leukositosis
neutrofilia
limfositosis
Rontgen Thoraks:
Jantung : ukuran dan bentuk normal, CTR < 50%, terdapat kalsifikasi
arkus aorta
12
USG Abdomen :
Sistitis
13
Operasi selesai
bonam
Quo ad sanactionam:
dubia
Quo ad functionam :
dubia ad bonam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
16
17
18
41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60 tahun, dan >90% pada pria
usia lebih dari 80 tahun. 5
2.2.2. Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Karena proses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan, efek perubahan juga terjadi
secara perlahan.6
Etiologi dari BPH belum dimengerti sepenuhnya, tetapi kemungkinan
multifaktor dan hormonal. Prostat tersusun oleh bagian stroma dan epitel,
dan masing-masing maupun keduanya, dapat menjadi nodul hiperplastik dan
keluhan-keluhan yang berhubungan dengan BPH.
Beberapa penelitian menemukan adanya bukti bahwa BPH diatur oleh
sistem endokrin. Penelitian lanjutan menunjukkan adanya korelasi positif
antara kadar testosteron dan estrogen bebas dengan volume dari BPH.
Hubungan antara pertambahan usia dengan BPH mungkin akibat dari
peningkatan kadar estrogen yang merangsang reseptor androgen, yang
selanjutnya meningkatkan sensitivitas kelenjar prostat terhadap testosteron
bebas. 6
2.2.3. Patologi
Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, BPH berawal dari zona
transisi yang mengalami proses hiperplasia akibat peningkatan jumlah sel.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya pola pertumbuhan nodular
yang tersusun oleh stroma dan epitel. Stroma disusun oleh jaringan kolagen
dan otot polos. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
19
resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih
dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi.
Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa
yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikulum.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila
keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami
20
menurunkan
tonus
dari
uretra
pars
prostatika,
yang
21
22
Penilaian :
Skor 0-7
: bergejala ringan
Skor 8-19
: bergejala sedang
Skor 20-35
: bergejala berat
23
besar
pedoman
yang
disusun
di
berbagai
negara
24
pada BPH, meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien
atau usia harapan hidup pasien. Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun
atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga jika memang
terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya 11, 12.
25
IC-BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO
sebagai berikut:
Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan
disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah
pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax <10 mL/detik biasanya
disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons yang baik.
Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil Qmax saja,
tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut Steele et al
(2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup
akurat dalam menentukan adanya BOO. 13
Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine yang dikemihkan,
serta terdapat variasi induvidual yang cukup besar. Oleh karena itu hasil
uroflometri menjadi bermakna jika volume urine >150 mL dan diperiksa
berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi
positif Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et
al (1996) dan Jepsen et al (1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada
tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran pancaran urine 4 kali. 13
Bila pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien
mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan
penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat
membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi
leher
buli-buli
dan
uretra
(BOO)
atau
kelemahan
kontraksi
otot
26
13
berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume
residual urine>300 mL
yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Tujuh puluh delapan persen
pria normal mempunyai residual urine kurang dari 5 mL dan semua pria
normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL 9. Pemeriksaan residual
urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran
langsung sisa urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih,
maupun non invasif, yaitu dengan mengukur sisa urine melalui USG atau
bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih akurat dibandingkan
dengan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera
uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. 11,12
Peningkatan volume residual urine tidak selalu menunjukkan beratnya
gangguan pancaran urine atau beratnya obstruksi 9. Watchful waiting
biasanya akan gagal jika terdapat residual urine yang cukup banyak (Wasson
27
et al 1995), demikian pula pada volume residual urine lebih 350 ml seringkali
telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi medikamentosa biasanya
tidak akan memberikan hasil yang memuaskan.
Beberapa negara terutama di Eropa merekomendasikan pemeriksaan
PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH dan untuk memonitor
setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang cukup tinggi,
pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan
melalui melalui USG transabdominal.11
28
29
prostat
dan
basis
vesika
urinaria
mengandung
alfa-1-
30
testosteron
mempengaruhi
menjadi
komponen
epitel
dihidrotestosteron.
dari
prostat,
Obat
yang
jenis
ini
menyebabkan
31
serum PSA dan ukuran prostat. Efek samping utamanya antara lain disfungsi
ereksi, penurunan libido, ginekomastia, dan kelainan ejakulasi. 5
2.4.2.3. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi
sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja
sebagai: anti-estrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone
binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti-inflam-masi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat. Di antara fito-terapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak
lainnya.5,6
2.4.3. Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi, diantaranya adalah:16
(1) retensi urine karena BPO
(2) infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat
(3) hematuria makroskopik
(4) batu buli-buli karena obstruksi prostat
(5) gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prosta, dan
(6) divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi
1. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan
secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi
spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan
32
perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat
minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi
(5-10%), dan inkontinensia (<1%).
33
TUIP
lebih
cepat
dan
morbiditasnya
lebih
rendah
dibandingkan TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada
posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan
meluas ke arah verumontanum. 5
3. Prostatektomi Terbuka Sederhana
Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi,
enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g
biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga
dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika
posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.
34
panas
yang
dapat
menguapkan
jaringan
sehingga
35
BAB III
ANALISA KASUS
dengan
pemeriksaan
penunjang.
Berdasarkan
anamnesis
didapatkan keluhan LUTS yaitu obstruktif dan iritatif. Dilihat dari usia pasien
yaitu 63 tahun sesuai dengan prevalensi BPH pada usia 51-60 tahun yaitu
36
lebih dari 50% kasus. Berdasarkan pemeriksaan fisik yaitu colok dubur/
rectal toucher teraba pembesaran prostat dengan permukaan rata, kenyal,
nyeri (-), dengan pool atas prostat tidak teraba. Berdasarkan USG
didapatkan hasil adanya pembesaran prostat ( 126 g).
Pasien juga didiagnosis ISK, dari anamnesis tidak didapatkan keluhan
atau riwayat demam sebelumnya serta pada pemeriksaan fisik tidak ada
nyeri ketok pada sudut kostovertebra. Namun dari pemeriksaan urinalisa
didapatkan adanya leukosituria, eritrosituria, dan ditemukannya bakteri pada
urin yang menunjukkan adanya infeksi pada saluran kemih. ISK dapat
menyerupai keluhan iritatif pada BPH, yang bias ditemukan dari pemeriksaan
urinalisa dan kultur urin, namun ISK juga bias merupakan komplikasi BPH
dan sebagai akibat pemasangan kateter urin pada pasien.
Pada pasien dilakukan skoring berdasarkan skor IPSS, didapatkan
total skornya adalah 28. Scoring IPSS dapat digunakan menentukan jenis
serta sebagai evaluasi terapi. Bila nila IPSS < 7 direkomendasikan watchfull
waiting, sedangkan bila sudah > 7 dipakai terapi medikamentosa atau terapi
lainnya. Pada pasien ini sudah terdapat indikasi pembedahan yaitu adanya
retensi urin yang berulang serta diduga adanya ISK sebagai komplikasi dari
BPH. Tindakan pembedahan yang dipilih adalah Transurethral Resection of
the Prostate (TURP). Tindakan ini dipilih karena TURP lebih sedikit
menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan
masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga
100% dibandingkan terapi minimal invasif yang lain.
37
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Nasar I.M ; Saluran Kemih Bagian Distal dan Alat Kelamin Pria dalam
Patologi Anatomi, Editor Himawan S. 1985. Bagian Patologi Anatomi
FK-UI, : 285-307.
4.
5.
6.
Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005.
hal 782-6.
7.
8.
38
9.
10.
treatment of
benign
prostatic hyperplasia:
comparative,