You are on page 1of 23

Dengan demikian pengertian geopark dapat dipahami melalui beberapa aspek seperti:

1. Geopark sebagai suatu kawasan merupakan sebuah kawasan yang berisi aneka jenis
unsur geologi sebagai warisan alam. Di kawasan itu dapat diimplementasikan dan
diaplikasikan aneka strategi pengembangan wilayah, yang dalam hal ini promosinya
harus didukung oleh program pemerintah. Sebagai kawasan, geopark harus memiliki
batas yang tegas dan nyata. Luas permukaan geopark-pun harus cukup, dalam artian
dapat mendukung penerapan kegiatan rencana aksi pengembangannya.
2. Geopark sebagai sarana pengenalan warisan bumi Geopark mengandung sejumlah situs
geologi (geosite) yang memiliki makna dari sisi ilmu pengetahuan, kelangkaan,
keindahan (estetika), dan pendidikan. Kegiatan di dalam geopark-pun tidak terbatas
pada aspek geologi saja, tetapi juga aspek lain seperti arkeologi, ekologi, sejarah dan
budaya.
3. Geopark sebagai kawasan lindung warisan bumi (geologi) Situs geologi penyusun
geopark adalah bagian dari warisan bumi. Berdasarkan arti, fungsi dan peluang
pemanfaatannya, keberadaan situs-situs tersebut perlu dilindungi.
4. Geopark sebagai kawasan pengembangan geowisata. Objek warisan bumi di dalam
geopark berpeluang menciptakan nilai ekonomi, dan pengembangan ekonomi local
melalui penyelenggaraan pariwisata berbasis alam (geologi) atau geowisata merupakan
sebuah

pilihan.

Pengelolaan

geopark

berkelanjutan

mempunyai

pengertian

menyeimbangkan kegiatan ekonomi di dalamkawasan (melalui pariwisata) dengan


usaha konservasi.
5. Geopark sebagai sarana kerjasama dengan masyarakat setempat Pengembangan geopark
di suatu kawasan berpengaruh langsung pada manusia yang berada di dalamnya dan
lingkungan di sekitarnya. Konsep geopark memperbolehkan masyarakat setempat untuk
tetap tinggal di dalam kawasan, yaitu dalam rangka menghubungkan kembali nilai
warisan bumi. Masyarakat dapat berpartisipasi aktifdalam revitalisasi kawasan secara
keseluruhan.

6. Geopark sebagai tempat uji-coba ilmu pengetahuan dan teknologi Dalam kegiatan
melindungi objek warisan alam dari kerusakan atau penurunan mutu lingkungan,
kawasan geopark menjadi tempat percobaan dan peningkatan metoda perlindungan
yang diberlakukan.

Peraturan perundang-undangan mengenai geopark dan tata ruang


Untuk Jawa Barat, mimpi adanya semacam cagar alam geologi sebenarnya telah dimulai ketika
dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Lingkungan Geologi. Isi perda tersebut sebenarnya tidak hanya melindungi
bebatuan saja, tetapi justru melindungi masa depan masyarakat Jawa Barat terhadap
kemungkinan musnahnya sumber daya alam nonhayati, termasuk sumber daya air, dari caracara eksploitasi yang tidak terkendali.
Secara nasional, muka bumi yang dimiliki suatu daerah akan menjadi kekayaan
daerah tersebut yang untuk menatanya diperlukan aturan tentang Tata Ruang.
Pada 2008, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2007 (PP 26/2008) yang mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN). Informasi geologi menjadi salah satu dasar penyusunan PP tersebut.
PP 26/2008 merupakan bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal 20 Ayat 6, Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU 26/2007). PP ini
hasil revisi dari PP 47/1997 turunan dari undang-undang penataan ruang
sebelumnya, yaitu UU 24/1992 yang belum mencakup segi-segi keunggulan
wilayah Indonesia, seperti kawasan lindung geologi.
Revisi PP 47/1997 dengan PP 26/2008, di antaranya tertuang pada Pasal 51 PP
26/2008 tentang kawasan lindung geologi sebagai salah satu kawasan lindung
nasional. Berdasarkan PP baru itu, kawasan lindung geologi adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian gejala geologi yang
mencakup kawasan cagar alam geologi (KCAG), kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Di
antara tiga kawasan lindung geologi tersebut, KCAG-lah yang keutamaannilainya diperuntukkan bagi ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI


NOMOR : 22 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI
TAHUN 2012-2032

Pasal 105
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf g terdiri
atas :
a. pariwisata budaya;
b. pariwisata alam; dan
c. pariwisata buatan
(3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan wisata bahari meliputi :
7. Pantai Ujunggenteng berada di Kecamatan Ciracap;
8. Pantai Cibuaya berada di Kecamatan Ciracap;
9. Muara Panarikan berada di Kecamatan Ciracap;
c. kawasan ekowisata meliputi :
4. Kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan dan Ekowisata
Pantai Ujunggenteng berada di Kecamatan Ciracap;
Pasal 107
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf i terdiri
atas :
b. kawasan pesisir dan laut;
(3) Kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang
lebih 12.770 (dua belas ribu tujuh ratus tujuh puluh) hektar meliputi: diantaranya :

e. Kecamatan Ciemas dengan arahan peruntukan untukperikanan budidaya tawar,


payau dan laut, perikanan tangkap, pariwisata,
penelitian dan konservasi;
f. Kecamatan Ciracap dengan arahan peruntukan untuk perikanan budidaya tawar,
laut dan payau, perikanan tangkap, pariwisata, penelitian dan konservasi;
Pasal 126
Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. pengembangan kawasan lindung; dan
b. pengembangan kawasan budidaya.
Pasal 127
(1) Pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf a
terdiri atas:
a. pengembangan kawasan hutan lindung;
b. pengembangan kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. pengembangan kawasan perlindungan setempat;
d. pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan kawasan cagar
budaya;
e. pengelolaan kawasan rawan bencana alam;
f. pengelolaan kawasan lindung geologi; dan
g. pengembangan kawasan lindung lainnya.
Pasal 128
Pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf b
meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi;
b. pengembangan kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;
d. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;

e. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;


f. pengembangan kawasan peruntukan industri;
g. pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
h. pengembangan kawasan peruntukan permukiman; dan
i. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 139
Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128
huruf g diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penataan dan pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
b. penataan dan pengendalian pembangunan kawasan wisata;
c. penyediaan infrastruktur pendukung kegiatan wisata;
d. promosi ke daerah-daerah potensial wisatawan;
e. pengembangan manajemen pengelolaan; dan
f. optimalisasi pengelolaan wilayah pengembangan pariwisata.
Pasal 140
Pengembangan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
128 huruf h diwujudkan dengan indikasi program meliputi :
a. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perkotaan;
b. penataan ruang dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan;
c. pengendalian pertumbuhan pembangunan permukiman;
d. pengembangan perumahan harga terjangkau;
e. penataan dan rehabilitasi kawasan permukiman;
f. peningkatan sanitasi lingkungan permukiman;
g. peningkatan kualitas sarana dan prasarana permukiman; dan
h. penyiapan lahan Kasiba dan Lisiba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 45 TAHUN 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN
2004
TENTANG PERIKANAN

Pasal 2
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keadilan;
c. kebersamaan;
d. kemitraan;
e. kemandirian;
f. pemerataan;
g. keterpaduan;
h. keterbukaan;
i. efisiensi;
j. kelestarian; dan
k. pembangunan yang berkelanjutan.
Pasal 7
(1)Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri
menetapkan:
a.rencana pengelolaan perikanan;
d.potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia;

e.potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia;
i. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan;
j. pelabuhan perikanan;
k. sistem pemantauan kapal perikanan;
l. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
n. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
o. pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya;
p. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya;
r. kawasan konservasi perairan;
u. jenis ikan yang dilindungi.
Pasal 18
(1)Pemerintah mengatur dan membina tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan
ikan.
(2)Pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin kuantitas dan
kualitas air untuk kepentingan pembudidayaan ikan.
(3)Pelaksanaan tata pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan ikan dilakukan oleh
pemerintah daerah.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan air dan
lahan pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41A
(2) Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
h.tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;
j.tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; tempat publikasi hasil riset kelautan
dan perikanan;
m.pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau
n.pengendalian lingkungan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 27 TAHUN 2007
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Pasal 1
Dalam UndangUndang ini yang dimaksud dengan:
1.Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut,
serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2.Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3.Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (duaribu
kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
4.Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya
nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi
ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya
nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi
infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan
berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait
dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah
Pesisir.
14.Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiaptiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta
kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
Pasal 4
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan:
a.melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b.menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c.memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif
Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
d.meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta
Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 16
(1)Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3.
(2)HP-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengusahaan atas permukaan laut
dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.
Pasal 23
(1)Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan
kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di
dekatnya.
(2)Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah
satu atau lebih kepentingan berikut:
a.konservasi;
b.pendidikan dan pelatihan;
c.penelitian dan pengembangan;
d.budidaya laut;
e. pariwisata
Pasal 28
(1)Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk
a.menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b.melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain;
c.melindungi habitat biota laut; dan
d.melindungi situs budaya tradisional
Pasal 32
(1)Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil wajib dilakukan dengan memperhatikan
keseimbangan Ekosistem dan/atau keanekaragaman hayati setempat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 10.
TAHUN 2009
TENTANG
KEPARIWISATAAN
Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas:
a.manfaat;
b.kekeluargaan;
c.adil dan merata;
d.keseimbangan;
e.kemandirian;
f.kelestarian;
g.partisipatif;
Pasal 12
(1)Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a.sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik
pariwisata;
b.potensi pasar;
c.lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
d.perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam
menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
e.lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan
pemanfaatan aset budaya;
f.kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g.kekhususan dari wilayah.
Pasal 14
(1)Usaha pariwisata meliputi, antara lain:
a.daya tarik wisata;
b.kawasan pariwisata;
c.jasa transportasi wisata;
d.jasa perjalanan wisata;
e.jasa makanan dan minuman;
f.penyediaan akomodasi;
g.penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h.penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR
50 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
NASIONAL
TAHUN 2010-2025
Pasal 2
(1)Pembangunan kepariwisataannasional meliputi:
a.Destinasi Pariwisata;
b.Pemasaran Pariwisata;
c.Industri Pariwisata; dan
d.Kelembagaan Kepariwisataan
.
(7)Sasaran pembangunankepariwisataannasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d adalah peningkatan:
a.jumlah kunjungan wisatawan mancanegara;
b.jumlah pergerakan wisatawan nusantara;
c.jumlah penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara;
d.jumlah pengeluaran wisatawan nusantara; dan
e.produk domestik bruto di bidang Kepariwisataan
.

PERATURAN MENTERI PARIWISATA


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANG
KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN PEMANFAATAN
FASILITAS
PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL
DI BIDANG USAHA KAWASAN PARIWISATA
Pasal 2
(1) Kepada wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal, baik
penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yangtelah ada, untuk bidang usaha
kawasan pariwisata dapat diberikanfasilitas pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2) Bidang usaha kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat
diberikan fasilitas pajak penghasilan sesuai dengan kriteria danpersyaratan.
(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. luas lahan paling sedikit 100 Ha (seratus hektar);
b. nilai investasi lebih dari Rp. 50.000.000.000 (Lima puluh miliar rupiah); dan
c. mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 (seratus) orang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 60 TAHUN 2007
TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan,pelestarian dan pemanfaatan
sumber daya ikan, termasukekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin
keberadaan,ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetapmemelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dankeanekaragaman sumber daya ikan.
2. Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi,melestarikan, dan memanfaatkan
fungsi ekosistem sebagaihabitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktusekarang
dan yang akan datang.
3. Konservasi jenis ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan
sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan jenis
ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
4. Konservasi genetik ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan
sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan
sumber daya genetik ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang.
5. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan.
Pasal 2
(1) Konservasi sumber daya ikan dilakukan berdasarkan asas:
a. manfaat;
b. keadilan;
c. kemitraan;
d. pemerataan;
e. keterpaduan;
f. keterbukaan;
g. efisiensi; dan
h. kelestarian yang berkelanjutan.
Pasal 5
(1) Konservasi ekosistem dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait dengan
sumber daya ikan.
(2) Tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. laut;
b. padang lamun;
c. terumbu karang;
d. mangrove;
e. estuari;
f. pantai;

g. rawa;
h. sungai;
i. danau;
Pasal 6
(1) Konservasi ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
dilakukanmelalui kegiatan:
a. perlindungan habitat dan populasi ikan;
b. rehabilitasi habitat dan populasi ikan;
c. penelitian dan pengembangan;
d. pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan;
e. pengembangan sosial ekonomi masyarakat;
f. pengawasan dan pengendalian; dan/atau
g. monitoring dan evaluasi

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR PER.06/MEN/2010
TENTANG
RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN
KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2010-2014
.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.RencanaStrategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014, yang
selanjutnya disebut Renstra KKP adalah dokumen perencanaan Kementerian Kelautan
dan Perikanan untuk periode 5(lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan
tahun 2014.
2.Rencana Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selanjutnya disebut Renja
KKPadalah dokumen perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk periode 1
(satu) tahun.
3.Menteri adalahMenteri Kelautan dan Perikanan.

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR PER.24/MEN/2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN
NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA
KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN NASIONAL

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR PER.02/MEN/2009
TENTANG
TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.Kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan
sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikandan lingkungannya
secara berkelanjutan.
Pasal 2
(1)Penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan:
a.melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di
perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya;
b.mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa
lingkungannya secara berkelanjutan;
c.melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di
sekitar kawasan konservasi perairan; dan
d.meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan.
Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan mengenai tata cara penetapan kawasan
konservasi perairan meliputi:
a.kriteria dan jenis kawasan konservasi perairan;
b.usulan inisiatif calon kawasan konservasi perairan;
c.identifikasi dan inventarisasi calon kawasan konservasi perairan;
d.pencadangan kawasan konservasi perairan;
e.penetapan kawasan konservasi perairan; dan
f.penataan batas kawasan konservasi perairan

Pasal 5
(1)Penetapan ekosistem perairan menjadi kawasan konservasi perairan, berdasarkan
kriteria ekologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), meliputi:
a.keanekaragaman hayati sumber daya ikan yang masih terjaga keasliannya
dengan baik;
b.keterkaitan ekologis yang berlangsung pada satuan geografi tertentu, termasuk
komunitas biologis dan lingkungan fisik, dalam suatu sistem ekologi;
c.keterwakilan ekosistem tertentu yang produktif dan keunikannya; dan
d.keberadaan habitat, daerah pemijahan, daerah pengasuhan dan/atau daerah
ruaya jenis ikan tertentu yang mempunyai nilai dan kepentingan konservasi.
Pasal 6
(1)Jenis kawasan konservasi perairan terdiri dari:
a.Taman nasional perairan;
b.Suaka alam perairan;
c.Taman wisata perairan; dan
d.Suaka perikanan.
Pasal 8
(2) Kriteria tertentu suaka alam perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf b, meliputi:
a.memiliki satu atau lebih jenis ikan yang khas, unik, langka, endemik dan/atau
yang terancam punah di habitatnya yang memerlukan upaya perlindungan dan
pelestarian, agar dapat terjamin keberlangsungan perkembangannya secara alami;
b.memiliki satu atau beberapa tipe ekosistem yang unik dan/atau yang masih
alami; dan/atau
c.memiliki luas perairan yang mendukung keberlangsungan proses ekologis
secara alami serta dapat dikelola secara efektif.

PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR PER.30/MEN/2010
TENTANG
RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola
dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan
lingkungannya secara berkelanjutan
3. Zonasi Kawasan Konservasi Perairan adalah suatu bentukrekayasa teknik pemanfaatan
ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem.
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. Rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan;
b. Zonasi Kawasan Konservasi Perairan; dan
c. Tata cara penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
Pasal 5
(1) Rencana jangka panjang pengelolaan kawasan konservasi perairan berlaku selama 20
(dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun sekali.
Pasal 7
(1) Rencana jangka menengah pengelolaan kawasan konservasi perairan berlaku selama 5
(lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran pengelolaan, dan
strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Pasal 9
(1) Zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri dari:
a. Zona Inti;
b. Zona Perikanan Berkelanjutan;

c. Zona Pemanfaatan; dan/atau


d. Zona Lainnya
Pasal 14
Zona Inti dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi:
a. perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan;
b. penelitian; dan
c. pendidikan.
Pasal 18
Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi:
a. perlindungan habitat dan populasi ikan;
b. penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah
lingkungan;
c. budidaya ramah lingkungan;
d. pariwisata dan rekreasi;
e. penelitian dan pengembangan; dan
f. pendidikan.
Pasal 24
Kegiatan pendidikan di Zona Perikanan Berkelanjutansebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf f merupakan pendidikan untuk memberikan wawasan dan motivasi yang
meliputi aspek:
a. biologi;
b. ekologi;
c. sosial ekonomi dan budaya; dan
d. tata kelola dan pengelolaan.
Pasal 25
Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9ayat (1) huruf c diperuntukkan
bagi:
a. perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan;
b. pariwisata dan rekreasi;
c. penelitian dan pengembangan; dan
d. pendidikan.
Pasal 27
Kegiatan pariwisata dan rekreasi di Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b meliputi:
a. berenang;
b. menyelam;
c. pariwisata tontonan;
d. pariwisata minat khusus;
e. perahu pariwisata;
f. olahraga permukaan air; dan

g. pembuatan foto, video dan film.


Pasal 30
Tahapan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan jangka panjang dan
jangka menengah serta zonasi kawasan konservasi perairan meliputi:
a. pembentukan kelompok kerja;
b. pengumpulan data dan informasi;
c. analisis;
d. penataan zonasi kawasan konservasi perairan;
e. penyusunan rancangan rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah;
f. konsultasi publik pertama;
g. perumusan zonasi dan rencana pengelolaan kawasan
konservasi perairan;
h. konsultasi publik kedua; dan
i. perumusan dokumen final.
Pasal 31
6) penataan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui:
a. perumusan rancangan zonasi yang dituangkan dalam peta dengan skala
minimal 1 : 50.000 (satu dibanding lima puluh ribu);
b. uraian potensi masing-masing zona;
c. penetapan peruntukan masing-masing zona;
d. penetapan batas koordinat geografis zona; dan
e. perumusan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada masing-masing
zona

You might also like