You are on page 1of 87
sp cet PENGUKURAN DAN PENGGUNAAN GT KAPAL IKAN DI INDONESIA ANDESNA NANDA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 OCAPAN TERIMARSILD INI KOSMMDAKAN KERMA: 1. Bepak dan thik terciota, tertmakssh ates Bhobings dim domy untuk smmde sehingga sponds bise jedi “serjamo” sopert yang Kallen herapkan. 2. kedus orang adit, agamg, dio wawan, mskasth yo dek buat domys semoge kell Jugs bise memperserabshkan yang terbatk bust bapak dan thu 2. Untuk cinte - ku thenks ys bust dor dem dukungannys serty kebersamemnys seleme ini. 4. reken-rekap ssisten dpdp di [eb. Most, eko, alul, waris, dinu, sri, erditm, nont, nevis, yess erume, yans, odl, susep, end “the Junior” even, al, tin, pak eko, kof, rite dim serous kelusrge beser lab Most 5. bu yopi pembimbingku, makesth bu stot serous pelsferen hidup yong telsh tbu bert tuk says dan jugs keteropstan ental belsje dt bowsh bimbtngen tha, 6. temen-temsp seperjumgenku pep3Z, thnks bast kepsogen todih seleme tot dam somoge kalten selelu delom lndungam-NYA % team operstor “DD” Computer (mes Roes, whe desnl, ans, tho, and “jey’) thanks bast bentuaonye selome penyusuman skrlpst Int & Samus mente prektikenku thanks bust kerfosmoanys selene tot.sktt baoysk belajsr dort kali # 9, kelusrge besar Depertemen PSP EPIK IPB, mekesth untuk kesempsten belajar banysk el delem hidup tot 430. mod the lait... buat serua pak yang secar Ingreng dan tlak lngrung telah menbantehe, fadeakan semogsfaian sella era dala Lindungane Mya, Benyak hal toler oker polajori selma meverpul kulieh dt IPB and..thanks God eu toloh rengirimtin orang-onng timo tn ce RINGKASAN Andesna Nanda (C05400023). Pengukuran dan Penggunaan GT Kapal Ikan di Indonesia. Dibimbing oleh YOPI NOVITA. Kapal ikan yang berfungsi sebagai kapal penangkap ikan telah sejak dahulu digunakan di Indonesia untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan di laut. Kapal ikan tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam operasi penangkapan ikan kerena merupakan salah satu faktor teknis yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari seberapa banyak hasil tangkapan yang dibawa oleh kapal ikan saat kembali ke pelabuhan perikanan dan bagaimana mutu atau kualitas dari hasil tangkapan tersebut. Oleh Karena itu kemampuan kapal ikan untuk menampung hasil tangkapan menunjukkan besar kecilnya kapasitas usaha penangkapan ikan dari kapal ikan tersebut. Hingga saat ini, perhitungan kapasitas usaha penangkapan ikan dalam keitannya dengan pengelolean perikanan tangkap di Indonesia selalu ditinjau berdasarken ukuran Gross Tonage (GT). Mengingat sangat pentingnya informasi tentang GT kapal ikan dalam strategi pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia den mengingat bahwa banyak instansi yang memiliki kepentingan dengan informasi GT kapal ikan, maka perlu dilakuken kajian tentang pengukuran dan penggunaan GT kapal dalam pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1). mengidentifikesi pengukuran GT kapal ikan di Indonesia, dan (2). mengidentifikasi perbedaan dan persamaan antar berbagai cara pengukuron GT kapal ikan di Indonesia. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi instansi atau perorangan yang memiliki kepentingen dengan informasi GT kapal ikan dalam lingkup pekerjaannya. Penelitian dilaksanakan Laboratorium Kapal Perikanan dan Navigasi, Departemen Pemanfastan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, IPB, Bogor. Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan Januari hingga Mei 2004. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengon pendekatan studi kepustakaan, Jenis data yang digunakan dalam penclitian ini adalah data primer yang berupa studi pustaka. Data primer berupa rumus-rumus pengukuran GT kapal di Indonesia, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri yang mengandung unsur GT kapal serta hasil kunjungan ke situs-situs internet yang terkait dengan materi penelitian. Data dikumpulkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan Republik Indonesia dan Departemen Keleutan dan Perikanan Republik Indonesia. Hasil yang didapat untuk tujuan pertama, mengidentifikasi pengukuran GT kapal ikan di Indonesia adalah bahwa tidak terdapat kekhususan dalam mengukur GT kapal ikan di Indonesia. Pengukuran kapal di Indonesia ada 3 cara yaitu (1). cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih dengan rumus GT = Kix V; (2). cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal dengan panjang kurang dari 24 meter dengan rumus GT'= 0,25 x V; dan (3). cara pengukuran dalam negeri untuk mengukur kapai berukuran panjang Kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dengan rumus GT=025 x V. Cara pengukuran internasional adalah berdasarkan ketetapan yang ada dalam International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969, dimana GT kapal ditentukan sesuai dengan rumus GT = K;x V, K, yang merupakan hasil logaritma 0,2 + 0,002 logioV, sedangkan V adalah jumlah isi semua ruang-ruang tertutup yang, dinyatakan dalam meter kubik. Cara pengukuran internasional ini menggunakan metode MOORSOM atau dalam bidang Naval architecture dikenal dengan Simpson’s rule untuk mengukur ruangan tertutup dengan bentuk beraturan. Untuk ruangan tertutup berbentuk beraturan dengan mengalikan panjang, lebar, dan tinggi ruangan tersebut, Jika kapal berukuran panjang kurang dari 24 meter namun menginginkan untuk diukur dengan cara intemasional maka rumus yang digunakan adalah GI = 0,25 x ¥, nilai 0,25 merupakan koefisien K; yang ditetapkan nilainya sebesar 0,25 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13- 90 pasal 24 ayat (2), sedangkan V adalah jumlah isi semua ruang-ruang tertutup yang inyatakan dalam meter kubik. Penentuan GT kapal menurut cara pengukuran dalam negeri, diukur dan dibitung sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/16-02. Berdasarkan cara pengukuran dalam negeri, GT kapal diperoleh dan ditentukan sesuai dengan rumus GT = 0,25 x V, V adalah jumlah isi dari ruangen di bawah geladak utama ditambah dengan ruangan-ruangan di atas geladak utama yang tertutup sempurna dan berukuran tidak kurang dari 1 m’. Berdasarkan hasil kajian, Cara pertama dan kedua memiliki kelebihan dalam hal ketelitian dan Keakuratan hasil pengukuran dan kelemahan dalam lamanya waktu pengukuran yang diperlukan, Cara ketiga memiliki kelebihan dalam waktu pengukuran yang lebih singkat dan kelemahan dalam tingkat ketelitian dan keakuratan hasil pengukuran, PENGUKURAN DAN PENGGUNAAN GT KAPAL IKAN DI INDONESIA Oleh: ANDESNA NANDA €05400023 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperolch gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 Judul skripsi : Pengukuran dan Penggunaan GT Kapal Ikan di Indonesia Nama : Andesna Nanda ‘NRP + €05400023 Program Studi: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui Tanggal lulus : 27 September 2004. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 20 Oktober 1981 dari merupakan pasangan Isman Anangsudin dan Endang Widarti, /Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, i Pendidikan penulis dinmulai pada tahun 1988 di Sekolah Dasar : Gop [Note Anjasmoro 1, Semarang dan Iulus pada tahun 1994. Pan etmttican pendidikan di Sekolah Lanjutan Pertama Negeri 30, Semarang dan lulus pada tahun 1997, Pada tahun 1997 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 5, Semarang dan Iulus tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan sejak tahun 2000. Selama kulish penulis pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat FPIK; Badan Pelaksana Harian Pusat Himpunan Mhasiswa Perikenan Indonesia (HIMAPIKANI); Ketua Umum Lembaga Pers Mehasiswa Islam (LAPMI) HMI Cabang Bogor; Pemimpin Umum Tabloid Mahasiswa DETAK, Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan, Himpunan Mehasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN). Sclama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Iuar biasa mata kuliah Dasir-Dasar Algoritma dan Pemrograman Komputer, Rancang Bangun Alat Penangkapan Ikan, Teknologi Penangkapan Ikan dan Apresiasi Komputer (untuk program studi Teknologi Reproduksi Ikan). Penulis pemah menjadi koordinator asisten mata kulidh Dasar-Dasar Algoritma dan Pemrograman Komputer selama dua periode. Dalam menyelesaikan program S1 ini penulis melakukan tugas akhir dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudul Pengukuran dan Penggunaan GT Kapal Ikan di Indonesia. KATA PENGANTAR Skaipsi yang berjudul pengukuran dan penggunaan GT kapal ikan di Indonesia ini bertujuan untuk memberiken informasi bagi instansi atau perorangan yang memiliki kepentingan dengan informasi GT kapal ikan dalam lingkup pekerjaannya, Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Yopi Novita, S.Pi., M.Si. sebagai dosen pembimbing utama yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan; serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangon. Perbaikan atas skripsi ini masih sangat diperlukan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutubkan, Bogor, Oktober 2004 Penulis, DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....ccccccee DAFTAR GAMBAR. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Manfaat Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Pengertian Kapal Perikanan.. 2.2. Gross tonnage (GT)... 2.2.4 Definisi.. 2.2.2 Formulasi 2.3. Terminologi 2.3.1 Dimensi Utama. 2.3.2 Koefisien blok 2.4, Aturan Simpson iti aah eae 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1, Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Metode Penelitian...vcscssee 3.2.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.2.3 Analisis Data 4, SEJARAH PENGUKURAN GT KAPAL 5, PENGUKURAN GT KAPAL IKAN DI INDONESIA 5.1, Pengukuran GT Kapal dengan Panjang 24 meter Atau Lebih...... 5.2. Pengukuran GT Kapal Dengan Panjang Kurang Dari 24 Meter Dengan cara Internasional., 5.3. Pengukuran GT Kapal Dengan Panjang Kurang Dari 24 Meter. 15 6. PERBANDINGAN ANTARA BERBAGAI CARA PENGUKURAN GT KAPAL DI INDONESIA .. 7, PENGGUNAAN GT KAPAL IKAN DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA ..... 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 8.2. Saran. DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN. 27 33 DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis dan cara pengumpulan data uc 9 2. Perbandingan antara berbagai cara pengukuran GT kapal di Indonesia. 28 3. Penggunaan GT kapal ikan dalam pengelolaan perikanan tangkap. 31 iii 10. Me 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. DAFTAR GAMBAR Panjang kapal Lebar (B), dalam (D), dan draft (d) kapal.. 5 Coefficient of block kapal. 6 Metode Simpson untuk menghitung luas. 7 Metode Simpson untuk menghitung volume. 7 Bagan alir pencapaian tujuan penelitian ....--eccncceeeeenenecrncennes 10 Panjang kapal berdasarkan TMS, 1969 ...ccs0csseinnnnnnnnnnnnse 1B Panjang geladak utama 15 Ukuran dalam kapal ....scssnnnenetnen Hi 16 Lebar (B) kapal kulit logam.. 16 Lebar (B) kapal kulit non logam.. 7 Berbagai ruangan tertutup kapal..... 18 Ruang tertutup kapal ikan.. 21 Pengukuran volume ruang tertutup.. Panjang, lebar, dan tinggi kapal untuk pengukuran ruangan tertutup dengan bentuk segi empat/beraturan 7 Dalam kapal berdasarkan pengukuran dalam negeri Perbandingan panjang kapal 32, Geladak lengkung.... iv 1, PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapal ikan yang berfungsi sebagai kapal penangkap ikan telah sejak dahulu digunakan di Indonesia untuk melakukan aktifitas penangkapen ikan di laut. Kapal ikan tersebut merapakan salah satu aspek penting dalam operasi penangkapan ikan karena merupakan salah satu unit teknis yang menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan, Keberhasilan tersebut dilitiat dari seberapa banyak hasil tangkapan yang dibawa oleh kapal ikan saat kembali ke pelabuhan perikanan dan bagaimana mutu atau kualitas dari hasil tangkapan tersebut. Oleh karena itu kemampuan kapal ikan untuk menampung hasil tangkapan menunjukkan besar kecilnya kapasitas usaha penangkapan ikan dari kapal ikan tersebut. Hingga saat ini, perhitungan kapasitas usaha penangkepan ikan dalam kaitannya dengan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia selalu ditinjau berdasarkan ukuran Gross Tonage (dalam skripsi ini selanjutnya akan disebut dengan GT) kapal. Hal ini dikarenakan GT yang merupakan gambaran kapasitas dan daya muat kapal merupakan acuan untuk menghitung berbagai hal terkait dengan produktivitas dan Kapasites useha penangkapan ikan, Selain itu, benyak pengaturan kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia didasarkan atas besar kecilnya ukuran GT kapal ikan, Kondisi yang demikian menimbulken banyak Kendala dan permasalahan yang terkait dengan GT kapal ikan, sebagai contoh kasus ukuran GT kapal yang tertera pada dokumen kapal tidak sesuai dengan faktanye, Mengingat sangat pentingnya informasi tentang GT kapal ikan dalam strategi pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia dan mengingat bahwa banyak instansi yang memiliki kepentingan dengan informasi GT kapal ikan maka perlu dilakukan kejian tentang pengukuran dan penggunaan GT kapal dalam pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengukuran GT kapal ikan dan penggunaanaya dalam pengelolasin perikanan tangkap di Indonesia. 1.2. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi cara pengukuran GT kapal ikan di Indonesia 2. Mengidentifikasi perbedaan dan persamaan antar berbagai cara pengukuran GT kKapal ikan di Indonesia 1.3, Manfaat Penclitian Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi instansi atau perorangan yang memiliki kepentingan dengan informasi GT kepal ikan dalam lingkup pekerjaannya, 2, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kapal Perikanan Menurut Iskandar dan Novita (1997), kapal merupakan suatu bangunan terapung, yang berfungsi sebagai wadah tempat bekerja dan sarana transportasi dan kapel ikan termasuk di dalamnya, Kapal ikan memiliki kekhususan sendiri disebabkan bervariasinya kerja dan kegiatan yang dilekuken pada kapal tersebut, Kerja dan kegiatan pada kapal ikan meliputi antara lain mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground), mengoperasikan alat, mengejar ikan, dan sebagai wadah hasil tangkapan ikan dari kapal tersebut, Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan salah satunya adalah memiliki fasilitas untuk penyimpanan, Fasilitas untuk penyimpanan ini pun juga merupakan ciri khas yang membedakan kapal ikan dengan jenis kapal lainnya. Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan fasilitas ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es adalah untuk menghindari pengaruh luar yang akan menurunkan mutu ikan. Ditambahkan pula oleh Fyson (1985), cara penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi desain suatu kapal ikan. 2.2. Gross Tonage (GT) 2.241. Defi Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan, GT kapal adalah satuan volume kapal. Selanjutnya menurut International Convention on Tonnage Measurement of Ships (1969), GT kapal adalah besaran yang menggambarkan volume bangunan diatas dek dan. bangunan di bawah dek serta merupaken ukuran kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan jumlah isi semua ruangan-ruangan tertutup. Menurat Fyson (1985), GT kapal adalah hasil perkalian majemuk antara ukuran-ukuran utama (principal dimensions) kapal serta menggambarkan kapasitas kapal. Selain itu Nomura dan Yamazaki (1975) menyebutkan bahwa GT kapal adalah besaran yang menggambarkan kapasitas kapal Karena hubungannya dengan daya muat kapal. Selanjutnya ditambahkan pula menurut Peraturan Pemerintah Nomor $1 Tahun 2002 Tentang Perkepalan, bahwa GT kapal adalah satuan total volume kapel yang diukur berdasarkan ukuran-ukuran utama kepal baik distas dek maupun di bawah dek. 2.2.2, Formulasi Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), GT kapal diperoteh dan ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut: GT= (A+B) x 0,353 Keterangan A: Volume bangunan kedap air diatas dek; dan B_: Volume bangunan kedap air dibawah dek. menurut Fyson (1985) menyebutkan bahwa GT kapal diperoleh dan ditentukan dengan rumus sebagai berikut: \ GI= at+B Keterangan: a@:LxBx Dx 0,353 B: Lwl x Bwl x D x 0,353 x Cb 2.3. Terminologi 2.3.1. Dimensi utama kapal Menurut Fyson (1985), kapal perikanan mempunyai bentuk tiga dimensi dengan panjang (Z), lebar (B), dan dalam (D) atau yang biasa disebut dimensi utama (Main dimension). Dimensi utama ini diperlukan untuk menentukan volume, kapasitas kapal, stabilitas serta perhitungan lainnya. Adapun definisi dari dimensi utama kapal adalah sebagai berikut (Gambar 1 dan 2) : 1, Panjang (L) kapal adalah jarak horizontal, diukur mulai dari titik terdepan dari linggi depan sampai dengan titik terbelakang linggi belakang atau LOA (Length over all). Selain LOA, panjang yang kedua adalah Li (Length of water line) yaita panjang bedan kapal pada batas air tertinggi yang setera dengan tinggi draft maksimum, Panjang ketiga adalah Lop (Length of perpendicular) yaitu panjang badan kapal antara dua garis tegak AP dan FP. Panjang keempat adalah panjang geladak utama kapal diukur dari geladak utama di belakang linggi haluan hingga geladak utama di depan linggi buritan (Gambar 1); Gambar 1. Panjang kapal. ‘Sumber : Iskandar dan Novita (1997) 2. Lebar (B) kapal adalah lebar kapel diukur dari sisi luar kulit luar pada lebar yang, terlebar dari kapal dan umumnya terdapat pada bagian tengah kapal (midship); 3. Dalam (D) kapal diukur dari mulai dek terendah hingga ke bagian badan kapal terbawah; dan 4. Draft (d) tinggi kapal pada sarat air tertinggi yang diukur dari badan kapal terbawah dan umumnya tepat di bagian tengah kapal. aT Gambar 2. Lebar (B), dalam (D), dan draft (a) kapal ‘Sumber : Iskandar dan Novita (1997) 2.3.2. Koefisien balok (Coefficient of block) Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), koefisien balok (Coefficient of block) atau Cb merupakan salah satu koefisien kegemukan kapal (Coefficient of fineness) yang dapat menunjukkan bentuk badan kapal (Gambar 3). Gambar 3. Coefficient of block kapal. ‘Sumber : Iskandar dan Novita (1997) Nilai Cb akan sanget berpengaruh terhadap hasil pengukuran volume dibawah geladak. Hal ini disebabkan karena untuk mengukur volume kapal di bawah geladak sangat tergantung dari bentuk badan kapal yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Pujiati (1995) menyebutkan bahwa kapal ikan yang mengoperasikan alat statis memiliki kisaran nilai Cb antara 0,39 - 0,70. Adapun kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik memiliki Kisaran nilai Cb antara 0,40 - 0,60. Untuk kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan memiliki kisaran nilai Cb antara 0,56 - 0,67. Selanjutnya nilai Cb dapat dihitung menggunakan rumus praktis sebagai berikut : Ch= Vi axed Keterangan = : volume displacement ; : Lebar kapal; dan v L + Panjang kapal ; B ds draft kapal 2.4, Aturan Simpson (Simpson’s rule) Fyson (1985) menyebutkan bahwa Simpson's rule digunakan untuk mendapatkan waterplane area (Aw) yang menunjukkan luas arca kapal pada gatis air (waterline) atau WL tertentu secara horizontal-longitudinal dan nilai volume displacement kapal yang menunjukkan volume atau kapasitas muatan kapal dibawah garis air (WL). (Gambar 4 dan 5) Gambar 4, Metode Simpson untuk menghitung !uas Selanjutnya luas area kapal dapat dihitung menggunakan rumus praktis sebagai berikut : Luas area = W/3 (Yo + 4Y; + 2¥2 + ...4¥n + Yost) Untuk menghitung volume displacement kapal dapat digunakan rumus praktis sebagai berikut : V= hI3 (do +441 + 242+ ....4dig + Anni) Gambar 5. Metode Simpson untuk menghitung volume 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kapal Perikanan dan Navigasi, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Iimu Kelautan, IPB, Bogor. Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan Januari hingga Mei 2004. 3.2, Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kepustakaan. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set Kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu Kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran secara sistematis mengenai fekta-fakta, sifat- sifat serta hubungan antar fenomena yang diseli 3.2.1. Jenis dan cara pengumpulan data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer berupa rumus-rumus pengukuran GT kapal di Indonesia dan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri yang mengandung unsur GT kapal serta hasil kunjungan ke situs-situs internet yang terkait dengan materi penelitian. Data ini dikumpulkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan Republik Indonesia dan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Data primer dikumpulkan melalui studi kepustakaan, Pada tabel 1 dapat ilihat jenis-jenis data yang diperolch beserta cara pengumpulannya berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data Metode Tujuan Jenis data Data pengumpulan data 1. Mengidentifikasikarrcara_| Primer. |-Data berbagai ramus dan | Menggunakan pengukuran GT kapal ikan cara pengukuran GT pendekatan di Indonesia kapal yang diperoleh dari_| studi Undang-Undang, kepustakaan Peraturan Pemerintal, dan Keputusan Menteri 2. Mengidentifikasikan Primer | Databhasil pencapaian | Menggunakan persamaan dan perbedaan tujuan penelitian pertama | pendekatan antar berbagai cara studi pengukuran GT kapal ikan kepustakaan di Indonesia 3.2.2. Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis data dilakukan dalam dua tahapan, tahap pertama data-data yang menduung tujuan pertama penelitian diolah dalam bentuk tabulasi dan dianalisis secara deskriptif untuk mengidentifikasikan cara pengukuran GT kapal ikan di Indonesia. Sclanjutnya tahap kedua adalah mengolah data hasil pencapaian tujuan penelitian pertama berdasarkan masing-masing cara pengukuran kedalam bentuk tabel untuk membandingkan ‘antar cara pengukuran. Keseluruhan proses analisis data disajiken pada Gambar 6, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri yang terkait "atau ‘mengandung unsur GT kapal Mengolah dan mengelompokkan data hesil kajian berdasarkan masing-masing cara pengukuran GT kapal dalam bentuk tabel Membandingkan antar berbagai pengukuran GT kapal ikan di Indonesia 10 4, SEJARAH PENGUKURAN GT KAPAL Sebelum ditetapkannya cara pengukuran kapal yang saat ini diberlakukan di banyak negara termasuk Indonesia, masing-masing negara menerapkan cara pengukuran yang berbeda-beda. Cara pengukuran kapal yang berbeda-beda ini kemudian menimbulkan permasalahan bagi kapal-kapal dengan rute pelayaran internasional. Berdasarkan hal tersebut, maka pada tahun 1927 dibuat persetyjuan tentang pengukuran kapal di Oslo, Norwegia. Isi persetujuan ini adalah pemberlakuan cara ukur MOORSOM dalam pengukuran kapal. Persetujuan ini berlaku bagi Indonesia dengan diberlakukannya Ordonansi Pengukuran Kapal (Sceepmentie Ordonantie) 1927. Isi dari ordonansi pengukuran kapal ini adalah tentang pemberlakuan cara ukur MOORSOM bagi kapal-kapal Indonesia. Cara ukur MOORSOM sendiri telah diterapkan sejak tahun 1855 di Inggris dan negara-negara jajahannya. Kemudian penerapannya diikuti oleh Austria, Italia, Turki, Norwegia dan Finlandia pada tahun 1886. Tetapi, dalam pelaksanaannya satu dengan yang lain mempunyai sistem yang, berbeda. Menyadari betapa pentingnya penetapan suatu sistem universal untuk pengukuran kapal guna melayani pelayaran intemasional, maka pada tanggal 27 Mei sampai 23 Juni 1969 telah diadakan suatu konferensi di London yang bertujuan merumuskan suatu Konvensi internasional tentang pengukuran kapal, Konferensi ini menghasilkan tiga rekomendasi yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan mendalam. Ketiga rekomendasi tersebut adalah : 1. Disahkannya International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969; 2. Penggunaan isi kotor (gross tonnage) dan isi bersih (net tonnage) sebagai parameter pengukuran; dan 3. Adanya penafsiran yang seragam terhadap definisi berbagai istilah. Pemerintah Indonesia kemudian mengesahkan hasil konvensi tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1990 Tentang Pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ships (Untuk selanjutnya akan disebut TMS 1969) Beberapa hal penting yang perlu diketahui dari TMS 1969 adalah bahwa konvensi ini diterapkan bagi kapal-kapal yang akan digunakan untuk pelayaran internasional dan terdaftar di negara-negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut (pasal 3) dan hanya berlaku bagi kapal-kapal yang memiliki panjang 24 meter atau lebih (pasal 4), Sementara itu, bagi kapal-kapal yang panjang kurang dari 24 meter diatur oleh masing-masing negara. Selanjutnya berdasarkan ketentuan TMS 1969 tersebut kemudian pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungen Tentang Pengukuran Kapal-Kapal Indonesia Nomor KM 41 Tahun 1990 pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pengukuran kepal-kapal berbendera Indonesia yang berukuran panjang Kurang dari 24 meter dapat dihitung berdasarkan ketentuan Ordonansi Pengukuran Kapal 1927. Sclanjutnya sesuai dengan petunjuk Keputusan Menteri Perhubungan tersebut, maka Direktur Jenderal Perhubungan Laut kemudian menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungen Laut No. PY.67/1/13-90 “yang berisi tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kapal-kapal Indonesia, Kemudian dalam keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 ini menyebutkan bahwa terdapat tiga cara pengukuran kapal-kapal di Indonesia, yaitu: 1, Pengukuran untuk kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih dengan cara pengukuran intemasional, dengan rumus GT = Kix V; 2. Pengukuran untuk kapal berukturen panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dengan cara pengukuran dalam negeri, dengan rumus GT = 0,353 x V; dan 3. Pengukuran untuk kapal berukuran panjang kurang dari 24 yang dilakukan atas permintaan pemilik kapal dengan cara pengukuran intemnasional, dengan rumus GT =0,25 x V. Panjang kapal yang dimaksud diatas adalah sesuai dengan ketentuan TMS 1969 yaitu 96 persen dari panjangnya gatis air (water line) sekurang-kurangnya pada 85 persen dari ukuran dalam terbesar (least moulded depth) diukur dari sebelah atas Iunas, atau panjang dari bagian depan haluan sampai sumbu poros kemudi pada garis air itu, kalau ita lebih besar. Definisi ini dalam bidang arsitektur perkepalan (naval architecture) dikenal dengan length perpendicular (LPP) atau (LBP) yang merupakan penjang kapal antara after perpendicular (AP) dengan fore perpendicular (FP) (Gambar 7). + eeladal/dek =< ‘<—______— Lp —_ | ww = (m) ———_+ Maka panjang kapal adalah 96% x A (m) Gambar 7. Panjang kapal berdasarkan TMS 1969 Panjang kapal berdasarkan TMS 1969 ini dijadikan dasar untuk menentukan cara pengukuran GT yang akan digunakan terhadap kapal. Apabila panjang kapal tersebut berdasarkan *panjang” TMS ini lebih besar atau sama dengan 24 meter maka kapal tersebut diukur dengan cara intemasional, bila lebih kecil dari 24 meter maka kapal tersebut divkur dengan cara dalam negeri. Kondisi saat ini, belum ada cara pengukuran yang khusus untuk kepal-kapal ikan di Indonesia, Sehingga ketiga cara pengukuran tersebut berlaku pula untuk kapal-kapal ikan di Indonesia. Tanggal 17 Mei 2002 DIRJEN PERLA menetapkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/16-02 tentang perubahan atas Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90. Keputusan Dirjen Perhubungan Laut ‘Nomor PY.67/1/16-02 ini mengubah dan mengganti rumusan cara pengukuran dalam negeri yang. tercantum dalam pasal 26 ayat (1) Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 26 ayat (1): Isi kotor kapatdiperoleh dan ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut: GI =025xV Keterangan : V adalah jumleh isi dari ruangan di bawah geladak utama ditambah dengan ruangan di bawah geladak utama ditambah dengan ruangan-ruangan di atas geladak atas yang tertutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m’, Perubahan nilai koefisien 0,353 menjadi 0,25 ini disebabkan DIRJEN PERLA berusaha mengarahkan cara pengukuran dalam negeri agar sesuai dengan ketentuanTMS 1969 dan adanya tuntutan dari pihak Stakeholders agar Koefisien 0,353 diubah karena terlampau besar. Penggunaan ketiga cara pengukuran GT kapal diatas menyebabkan ukuran GT kapal dalam satuan meter kubik. Namun kemudian .IMCO (JIntergovernmental Maritime Consultative Organization) mengeluarkan himbauan dan menegaskan kembali bahwa satuan untuk GT kapal berdasarkan TMS 1969 adalah no unit atau tanpa satuen, Hal ini tercantum dalam sebuah dokumen tambahan bertajuk Resolution A.493 (XII) adopted on November 1981 use of the term "Gross Tonnage” in lieu of "tons gross tonnage (Lampiran 2). Hal ini menyebabkan tata cara penulisan GT adalah nilai volume isi kotor kapal tanpa diikuti satuan meter kubik dari nilai volume tersebut. 14 5. PENGUKURAN GT KAPAL IKAN DI INDONESIA. 5.1, Pengukuran GT Untuk Kapal Dengan Panjang 24 Meter Atau Lebih Cara pengukuran ini adalah berdasarkan ketetapan TMS 1969. Adapun definisi GT kapal untuk pengukuran inj adalah ukuran besamya kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan jumlah isi semua ruangan tertutup baik diatas geladak utama ‘maupun dibawah geladak utama, Definisi dari dimensi utama kapal yang digunekan dalam cara pengukuran ini adalah sebagai berikut: 1. Panjang kapal; adalah 96 persen dari panjangnya garis air (Water line) sekurang-kurangnya pada 85 persen dari ukuran dalam terbesar (least moulded depth) diulour dari sebelah atas unas, atau panjang dari bagian depan haluan sampai sumbu poros kemudi pada geris air itu, kalau itu lebih besar (Gambar 7) Maksud dari ketentuan diatas adalah bila salah satu dari kedua ukuran panjang tersebut lebih besar, maka yang digunakan adalah ukuran panjang yang terbesar. Bila ditinjau dari definisi GT diatas bahwa GT kapal untuk pengukuran ini adalah ukuran besarnya kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan jumlah isi semua ruangen tertutup baik diatas geladak utama maupun dibawah geladak utama, maka untuk perhitungan GT yang digunakan adalah panjang geladak utama (Gambar 8). Panjang geladak utama Gambar 8. Panjang geladak utama Hal tersebut didukung oleh hasil analisa pustake bahwa panjang kapal diatas (berdasarkan ketetapan TMS 1969) hanya untuk dicantumkan pada surat ukur bukan untuk digunaken dalam perhitungan GT kapal. 2. Ukuran dalam terbesar; ialah jarak tegak lurus yang diukur dari sisi atas lunas ke sisi bawah geladak teratas pada bagian samping (Gambar 9). Hasil analisa pustaka menunjukkan bahwa ukuran dalam terbesar atau dalam kapal (D) ini secara umum digunakan untuk kapal-kapal logam, hal ini mengingat bahwa TMS 1969 disusun untuk kapal-kapal berukuran 24 meter atau lebih. ‘Ukuran dalam Gambar 9. Ukuran dalam kapal 3. Lebar kapal; ialah Jebar terbesar (maksimum) dari kapal, diukur pada bagian tengah kapal hingga garis acuan dalam kulit gading bagi kapal-kapal berkulit logam, dan hingga ke permukaan luar badan kapal bagi kapal-kapal yang kulitnya terbuat dari bahan-bahan lain selain logan (Gambar 10 dan 11). Kaulit logam Gambar 10. Lebar untuk kapal kulit logam -gading-gating Gambar 11. Lebar (B) kapal kulit non logam Pada Gambar 10 dan 11 terdapat perbedaan antara kapal kulit logam dengan non Jogam dalam hal batas pengukuran lebar. Hal ini dikarenakan pada kapal berkulit Jogam ketebalan plat logam sangat tipis (sekitar 0,01 m) schingga dianggep tidak berpengaruh terhadap pengukuran. Hal ini berbeda dengan kapal kulit non Jogam yang ketebalan kulitnya lebih tebal sehingga akan berpengaruh terhadap hesil pengukuran lebar. ‘Adapun untuk mengukur GT kapal ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut: GTH=Kix¥ Keterangan : Ky: 0,2 + 0,002 logiaY’ (atau nilai Ky merupakan koefisien yang diperoleh dari hasil interpolasi linier) atau seperti ditabelkan dalam Lampiran L. VY; Jumlah isi semua ruang-ruang tertutup yang dinyatakan dalam meter kubik. Definisi ruangan tertutup berdasarkan TMS 1969, peraturan 2 pasal 22 adalah ruang-ruang yang dibatasi oleh badan kapal, sekat-sekat dinding yang permanen atau semi permanen, oleh dek-dek ataupun penutup lainnya selain tenda-tenda tetap ataupun yang dapat dipindah, Tidak ada jalur terputus pada geladak, juga tidak terdapat buka-bukaan pada kulit kapel, pada geladak atau pada penutup suatu ruangan, atau pada dinding-dinding pemisah atau sekat-sekat dari ruangan (Gambar 12). Keterangan Gambar: (©: Ruangan yang cikecualiken, C: Ruang tertutup. 1: Ruangan yang dianggap sebagai ruangan tertutup. B : Lebar geladsk pade tempat terbuka. Gambar 12. Berbagai ruangan tertutup kapal ‘Sumber: TMS (1969) Pada Gamber 12 terlihat bahwa ruangan tertutup juga termasuk ruangan yang berada dalam sebuah ruangan walaupun ruangan tertutup tersebut tidak permanen. Selain ruangan tertutup yang fermasuk dalam perhitungan, dalam mengukur GT kapal menurut pengukuran intemasional juga memperhitungkan adanya ruangan yang dikecualikan seperti yang dimaksud pada peraturan 2 pesal 5 TMS 1969 Berdasarkan pasal tersebut yang dimaksud dengan ruang-ruang yang dikecualikan adalah ruang-ruang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1, Ruang tersebut tidak dibatasi dengan papan atau bahan lain untuk mengamankan muatan atau persediaan barang; 2, Bagian-bagian terbukanya tidak dipasangi alat penutup; dan 3. Kontruksinya tidak memungkinken untuk menutup bagian-bagian terbuka tersebut. Ditinjau dari definisi ruangan tertutup diatas, khusus untuk pengukuran GT kapal ikan meliputi seluruh ruangan tertutup yang terdapat diatas maupun dibawah dek sebagai berikut: 1, Palkah Ikan merupakan bagian terbesar dari kapal ikan berfungsi sebagai tempat penyimpanan es pada waktu kapal ikan akan berangkat menuju daerah penangkapan ikan (fisking ground) dan sebagai tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan sewaktu kapal ikan kembali ke fishing base; 2. Gudang merupakan ruangan tertutup yang dapat digunakan sebagai tempat penyimpenan alat penangkapan ikan seperi jaring, pancing, dan peralatan operasi penangkapan ikan lainnya, Selain itu gudang juga berfungsi sebagai tempat ‘menyimpan peralatan kapal lainnya seperti jangkar, tali, suku cadang kepal, dan lain sebagainya; 3. Ruang kemudi merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berada diatas geladak ukur yang berfungsi sebagai ruang untuk mengernudikan kapel ikan; 4, Ruang mesin merupaken ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat mesin penggerak kapal; 5, Ruang Bahan bakar minyak merupakan ruangan terlutup pada kepal ikan yang berfungsi sebagai penyimpanan bahan baker minyek (BBM) kepal; 6; Tangki air tawar merupakan ruangan tertutup pada kapal ikan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan persediaan air tawar yang diperlukan para ABK untuk keperluan makan, minum, dan MCK. Biasanya tangki air tawar ini berbentuk silindris; Keenam ruangan tertutup keberadaannya pada kepal ikan tersebut diatas disajikan pada Gambar 13. Tampak Samping Ketorangan gambar: ‘A. GUDANG BL PALRATIKAN, C.” RUANGAN DAHAN BAKAR D. RUANGAN MBSDy B. RUANGAN KEMUDI FAKOMODAST Gambar 13 . Ruang tertutup kapal ikan Jsi ruangan tertutup dengan bentuk tidak beraturan diukur dan dihitung sesuai dengan cara pengukuran MOORSOM atau dalam bidang naval architecture dikenal cata perhitungan dengan menggunakan simpson’s rule. Pada pengukuran Moorsom, isi kapal di dibawah geladak atas diperoleh dengan pengukuran tersendiri ruangan- ruangan tertutup di bawah geladak atas tersebut atau _pengukuran dilakukan dengan cara membagi terlebih dahulu ruangan tersebut menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dengan ukuran yng sama satu dengan lainnya. Kemudian bagian-bagian tersebut dihitung volumenya per masing-masing bagian baru kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai volume total ruangan tersebut (Gambar 14). 20 V= Volume A + Volume B+ ... +N Gambar 14, Pengukuran volume ruang tertutup Adapun isi mangan tertutup dengan bentuk beraturan atau segi empat diukur dan dihitung dengan mengaliken panjang, lebar, tinggi suatu ruangan tertutup (Gambar 15). Ponjang | << Q oo 1 | [ GO i Tinggi a Gambar 15 . Panjang, lebar, dan tinggi kapal untuk pengukuran ruangan tertutup dengan bentuk segi cmpat/teratur. Untuk mendapatkan ukuran GT kapal, maka jumlah isi semua ruang-ruang tertutup dikalikan dengan koefisien Ki yaitu 0,2 + 0,002 logioY atau seperti ditabelkan pada Lampiran 1. Pengukuran GT untuk kapal dengan panjang lebih besar atau sama dengan 24 meter menuntut pihak yang berwenang dalam pengukuran kapal untuk melakuken pengukuran terhadap ruangan-ruangan tertutup yang ada di kapal secara satu persatu, Secara teknis, cara pengukuran internasional mempunyai tingkat ketelitian dan keakuratan yang tinggi. Hal ini dikarenakan cara pengukuran ini menghitung semua kemungkinan bentuk ruangen baik yang teratur maupun tidak teratur. Cara pengukuran ini memperhitungkan ruangan-ruangan yang tidak termasuk dalam perhitungan GT (Gambar 12). Hal ini akan memungkinkan hasil dari pengukuran GT dengan cara ini memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Namun cara pengukuran GT yang demikian ini juga memiliki kelemaban yaitu secara teknis membutubkan waktu yang lama dalam pelaksanaan pengukurannya 52 Pengukuran GT Untuk Kapal Dengan Panjang Kurang Dari 24 meter Dengan Cara Internasional Pengukuran kapal dengan panjang kurang dari 24 meter ini dilakukan sesuai dengan ketentuan TMS 1969. Cara pengukuran ini ditetapkan bagi kapal-kapal Indonesia yang atas permintaan pemilik kapal untuk diukur dengan cara pengukuran imtemasional. Definisi GT kapal dan dimensi utama menurut cara pengukuran ini adalah sama dengan definisi GT kapal dan dimensi utama pada cara pengukuran kapal dengan panjang lebih ateu sama dengan 24 meter yang telah dikemukakan sebelumnya, Adapun“untuk mengukur GT kapal ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut : GT =025xV Keterangan : 0,25: Merupakan koefisien K, yang ditetapkan nilainya sebesar 0,25 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 pasal 24 ayat (2) VY —: Jumlah isi semua ruang-ruang tertutup yang dinyatakan dalam meter kubik. Untuk menghitung jumlah isi semua ruang-ruang tertutup yang dinyatakan dalam meter kubik (V) pada cara pengukuran ini adalah sama dengan cara penghitungan jumlah isi semua ruang tertutup memurut pengukuran untuk kapal-kapal dengan panjang lebih alau sama dengan 24 meter. Untuk ruangan tertutup dengan bentuk 2 tidak beraturan diukur dan dihitung sesuai dengan cara pengukuran MOORSOM yaitu. dengan cara membagi terlebih dahulu ruangan tertutup tersebut menjadi beberapa bagian yang tebih kecil. Selanjutnya masing-masing bagian dihitung volumenya baru kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai volume total. (Gambar 14). Adapun untuk ruangan tertutup dengan bentuk beraturan atau segi empat diukur dan dihitung dengan mengalikan panjang, lebar, tinggi suatu ruangan tertutup (Gambar 15). Untuk mendapatkan ukuran GT kapal, maka jumleh isi semua ruang-ruang tertutup dikalikan dengan koefisien Kj yang telah ditetapkan nilainya berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 pasal 24 ayat (2) yaitu sebesar 0,25, Pengukuran GT kapal menggunakan cara internasional yang, ditetapkan bagi kapal-kapal dengan panjang kurang dari 24 meter ini, menuntut pihak yang berwenang dalam pengukuran kapal untuk melakukan pengukuran terhadap ruangan-ruangan tertutup yang ada di kapal secara satu persatu. Secara telmis, cara ini mempunyai tingkat Ketelitian tinggi. Hal ini dikarenakan cara pengukuran ini menghitung semue kemungkinan bentuk ruangan baik yang teratur maupun tidak teratur. Cara pengukuran ini memperhitungkan ruangan-ruangan yang tidak termasuk dalam perhitungan GT (Gambar 12). Namun cara pengukuran GT yang demikian ini juga memiliki kelemahan yaitu secara teknis membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaan pengukurannya dan adanya penetapan nilai KX; sebesar 0,25 tentunya akan mempengaruhi keakuratan hasil pengukuran. Karena sesungguhnya nilai K; berdasarkan TMS 1969 diperoich melalui hasil logaritma 0,2 + 0,002 logioY’ atau nilai K; merupakan koefisien yang diperoleh dari hasil interpolasi linier seperti ditabelkan dalam Lampiran 1. 5.3 Pengukuran GT Untuk Kapal Dengan Panjang Kurang Dari 24 Meter Definisi GT kapal menurut pengukuran dalam negeri adalah ukuran isi dari ruangan di bawah geladak atas, ditambah dengan ukuran isi dari semua ruangan di geladak atas yang tertutup secara sempurna dan yang dapat digunakan untuk muatan, atau pengangkutan penumpang. Tetapi jika ruangan demikian di geladak atas mempunyai ukuran isi kurang dari satu meter kubik, maka ukuran isi ruangan tersebut tidak ikut diperhitungkan... Untuk pengukuran dalam negeri, GT kapal diperoleh dan ditentukan dengan rumus sebagai berikut: GT =025xV Keterangan : VY —: adalah jumlah isi dari ruangan di bawah geladak atas ditambah dengan mangan di bawah geladak atas ditambah dengan ruangan-rvangan di atas geladak atas yang tertutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m?, Untuk pengukuran ruangan diatas geladak kapal yang umumnya berbentuk empat persegi tidak berbeda dengan cara pengukuran internasional. Perbedaan terletak dalam pengukuran ruangan di bawah geladak kapal . Perhitungan ruangan di bawah geladak kapal mengasumsikan bahwa semua ruangan di bawah dek utama kapal adalah ruang tertutup yang kedap air. Ruangan tertutup menurut cara dalam negeri ini tidak berbeda jauh dengan cara pengukuran intemasional yaitu ruang mesin, ruang sistem kemudi, tangki air tawar, palkab, ruang alat tangkap, ruang ABK, gudang, dapur, whell house, dan tangki BBM. Adapun rumus yang digunakan dalam, cara pengukuran dalam negeri. adalah hasil perkalian antara panjang (L), lebar (B), dalam (D), dan faktor (/). Isi ruangan di bawah geladak utama = Lx Bx Dxf Keterangan L : Panjang kapal, yang diukur mulai dari geladak yang terdapat di belakang linggi haluan sampai geladak yang terdapat di depan linggi buritan secara mendatar, Berdasarkan hasil analisa pustaka didapat hasil bahwa definisi ini sama dengan panjang geladak utama kapal (Gambar 8) sebagaimana cara pengukuran yang _pertama. Perbedaannya untuk panjang dalam negeri ini sckaligus dicantumkan pada surat ukur, hal ini berbeda dengan cara pengukuran yang pertama panjang geladak utama hanya digunakan dalam perhitungan tidak dalam_ surat ukur kapal. 24 B : Lebar kapal, adalah jarak mendatar diukur antara kedua sisi luar kulit lambung kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang- pisang. Berdasarkan hesil analisa pustaka didapat bahwa lebar dalam negeri ini adalah bagian dari lebar cara internasional untuk kapal-kapal kaulit non logam (dapat dilihat lagi dalam Gambar 10). Hal ini karena dalam penyusunan cara dalam negeri ini mengasumsikan bahwa kapal-kapal di Indonesia secara umum terbuat dari kayu, D: Dalam kapal, adalah jarak tegak lurus di tempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak atau sampai pada ketinggian garis khayal yang melintang melalui sisi atas dari lambung tetap (Gambar 14); dan Dalam Gambar 16. Dalam kapal berdasarkan pengukuran dalam negeri f+ faktor, ditentukan menurut bentuk penampang melintang dan atau jenis kapal yaitu : 1. 0,85 bagi Kapal-kapal dengan bentuk penampang penuh atau bagi kapal-kapal dengan dasar rata, secara umum digunakan bagi kapal tongkang. 25 2. 0,70 bagi kapal-kapal dengan bentuk penampang hampir penuh atau dengan dasar agak miring dari tengah-tengah ke sisi kapal, secara umum digunaken bagi kapal motor. 0,50 bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan (1) atau (2) seeara umum digunakan bagi kapal layar atau kapal layar dibantu motor Faktor (f) dalam bidang teknik perkapalan disebut juga sebagai koefisien balok (coeffeient of block) atau Cb (Gambar 3). Nilai Cb menunjukkan nilai perbandingan antara volume displacement kapal dengan perkalian antara panjang, lebar, dan dalam kapal. Apabila nilai Cd ini semakin mendekati nilai satu maka bentuk badan kapal tersebut hampir menyerupai balok, Penetapan nilai f atau Cb akan mempengaruhi hasil dari perhitungan isi ruangan dibawah geladak. Hal ini dikerenakan nilai Cb sangatlah berveriasi, mulai dari bentuk kapal yang ramping, sedang hingga gemuk. Nilai f atau Cb ini apabila diterapkan dalam pengukuran kapal ikan juga akan kurang sesuai Karena menurut hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) menyebutkan bahwa kapal ikan yang mengoperasikan alat statis memiliki kisaran nilai Cb antara 0,39-0,70. Adapun kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik memiliki kisaran nilai Cd antara 0,40-0,60. Untuk kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan memiliki kisaran nilai Cb antara 0,56-0,67. Pengukuran GT kapal menggunakan cara dalam negeri, tidak menuntut pihak yang berwenang dalam pengukuran kapal untuk melakukan pengukuran terhadap ruangan-ruangan yang ada di kapal secara satu persatu. Secara teknis, cara pengukuran dalam negeri mempunyai tingkat ketelitian dan keakuratan yang rendah bila dibandingkan dengan cara pengukuran internasional. Hal ini dikarenakan cara pengukuran ini tidak menghitung semua kemungkinan bentuk ruangan baik yang feratur maupun tidak teratur. 26 6. PERBANDINGAN ANTARA BERBAGAI CARA PENGUKURAN GT. KAPAL DI INDONESIA Tiga cara pengukuran GT kapal di Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan ditinau dari beberapa parameter penting yaitu definisi GT kapal, rumus yang digunakan, konstanta yang digunakan, cara atau metode pengukuran volume, dan dimensi utama kapal. Perbandingan dari masing-masing cara pengukuran tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan antara berbagai cara pengukuran GT kapal di Indonesia ‘Cara pengukuran lebar, dan tinggi ruangan tertutup tersebut (Gambar 12) 2) Untak ruagan tertutup dengan bentuk tidak beraturan, diukur dengan metode ~MOORSOM (Gambar 13) majemuk antara panjang, lebar, dan tinggi ruangan tertutup tersebut (Gambar 12). (2) Untuk ruangan tertutup dengan bentuk tidak beraturan, divkur dengan metode | MOORSOM (Gamber 13). i z 3 No | Parameter | Kapal dengan panjang>24 meter | Kapaldengan panjangs24 | Kapal dengan panjang meter <24 meter diukur dengan cara internasional) 1 | Definisi GT | Ukuran besamya kapal secara ‘Ukuran besamya kapal secara | Ukuran isi dari ruangan di keseluruhan dengen keselurahan dengan bbawah geladak utama ‘memperhitungkan jumlah isi semua | mempechitungkan jumlah isi _ | ditambah dengan ukuran isi ruangan tertutup baik diatas geladak | semua ruangan terutup baik | dari semua ruangan di atas ‘utama maupun dibawah geladak diatas geladak utama maupun | geladak utama yang utara dibawah geladak utama tertutup secara sempurna dan yang dapat digunakan untuk muatan, atau pengangkutan penumpang 2 | Rumus GT=KRT GT=025%0 GT = 025% 3 _| Konstanta R02 + 0,002 lose Kr028 R025 4 | Care 1) Untuk ruangan tertutup dengan (I) Untuk ruangan tertutup |Metode sesuai _Ordinansi pengukuran bentuk teratur, merupakan hasil | dengan bentuk teratur, |Pengukuran Kapal 1927, Volume perkalian majemuk antara panjang, | _merapakan hasil perkalian |dimana: 1) Untuk ruangan diatas geladak atas, volume ‘merupakan hasil perkalian majemuk antara panjang, lebar, dant ‘tinggi ruangan tersebut. ») Untuk ruangan di bawah geladak atas, V=LxBxDxf Dimenst tame Panjang(L) | 96 porsen dari panjangnya garis air |96 persen dari panjangnya |Jarak yang diukur mula (water line) sekurang-kurangnya pada | garis air (wraier line) sekurang- |dari geladak yang. terdapat 85 persen dari ukuran dalam terbesar |kurangnya pada 85 persen dari |di belakang Tinggi haluan (least moulded depth) divkar cari {ukuran dalam terbesar (least |sampai geladak yang sebelah atas funas, atau panjang cari |moulded depth) diukur dari |terdapat di depan linggi beagian depan haluan sampai sumbu [sebelah atas unas, atau Jburitan secara’ mendatar poros kermudi pada geris air itu, kalau |panjang dari _bagian’ depan |(Gambar 8 ) itu lebih besar (Gambar 7) fhatuan sampai_sumbu poros kemudi pada gers air itu, kalau itu lebi besar |(Gambar 7) Lebar (B) | Lebar _terbesar Gmaksimum) dari | Lebar terbesar (maksimum) | Jarak — mendatar —diukur Kapal, diukur pada bagian tengah | dari kapal, diukur pada bagian | antara kedua sisi Iuar kulit kapal hingga garis acvan dalam kulit | tengah kepal hingga _garis | lambung kapal pada tempat geding bagi kapal-kapal berkulit | acuan dalam kulit gading bagi | yang terbesar, tidak Togam, dan hingga ke permukean luar | kapal-kapal berkulit logam, | termasuk —_pisang-pisang bbaden’ kapal bagi kepal-kepel yang | dan hingga ke permukaan luar | (Gembar 11) | kolitmya terbuat dari bahan-bahan | badan kepal bagi kapal-kapal | Jain selain logam (Gambar 10 dan 11) | yang kulitaya terbuat dari bbahan-bahan Tain selain logam (Gambar 10 dan 11) Dalam (D) | tegak lurus yang diukur dari sisi atas | Jarak tegak lurus yang divkur | Jarak tegak lurus di tempat unas ke sisi bawah geladak teratas, pada bagian samping (Gambar 9) dari sisi atas Tunas ke sisi Dawah geladak teratas pada agian samping (Gamber 9) yang terlebar, diukur dari Bist bawah gading dasar sampai sisi bawah peladae ata sampal pada | ketinggian —garis_ Khayal yang melintang melalui sisi atas dari lambung tetap (Gambar 16) Berdasarkan Tabel 2 antara ketiga cara diatas dalam hal definisi GT yang digunakan. Definisi GT pada cara pertama dan kedua mengandung maksud bahwa ruangan yang termasuk dalam pengukuran GT adalah ruangan tertutup sempuna baik diatas geladak utama maupun di bawah geladak utama. Hal ini tidak berbeda dengan cara ketiga yang bila dilihat dari definisi GT maka semua ruangan yang ada di bawah geladak utama diasumsikan sebagai ruangan tertutup sempurna, walaupun mungkin terdapat ruangan yang tidak tertutup secara sempurna, 28 Pada Tabel 2 terlihat bahwa antara cara kedua dan ketiga terdapat persamaan rumus. Namun sesungguhnya kedua cara ini berbeda dalam hal pengukuran volume. Untuk cara pertama dan kedua pengukuran volume dengan metode Moorsom bagi ruang tertutup tidak beraturan dan perkalian antara panjang, lebar, dan tinggi bagi ruang tertutup beraturah. Untuk cara ketiga volume perbedean dengan cara pertama den kedua adalah pada pengukuran ruangan dibawah geladak utama kapal, Untuk cara pertama persamean dengan cara kedua adalah pada cara pengukuran volume, namun berbeda dalam hal nilai konstanta yang digunakan. Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa nilai Konstanta K, yang digunakan antara cara pertama dan kedua berbeda, Untuk cara pertama adalah hasil logaritma, adapun untuk cara kedua besarnya K, sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini DIRJEN PERLA yaitu sebesar 0,25. Untuk cara ketiga nilai 0,25 juga merupakan konstanta sebagaimana halnya cara pertama dan kedua namun merupakan konstanta hasil olahan DIRJEN PERLA sendiri setelah mendapat berbagai masukan dari berbagai pihak (sebelumnya Konstanta tersebut bernilai 0,353). Perbedaan lain adalah dalam hal bahwa untuk cara pertama besamya konstanta K; tergantung dari besar kecilnya volume kapal, adapun untuk cara kedua dan ketiga besar kecilnya volume kapal tidak mempengaruhi nilai Ky. Cara atau metode pengukuran volume kapal untuk ketiga pengukuran GT kapal juga berbeda-beda, Untuk cara pertama, volume kapal melalui pengukuran tersendiri ruangan-ruangan tertutup di bawah geladak atas tersebut secara satu persatu bagi - ruangan tertutup dengan bentuk tidak beraturan (Gambar 14). Adapun untuk ruang tertutup dengan bentuk segi empat atau beraturan merupakan hasil perkalian majemuk antara panjang, lebar, tinggi ruangan tertutup tersebut (Gambar 15). Cara atau metode pengukuran volume kapal untuk cara kedua tidak berbeda dengan cara pengukuran periama, Perbedaan terletak pada faktor Ky yang digunaken seperti telah dijelaskan diatas. Cara atau metode pengukuran volume kepal untuk cara ketiga, bagi ruangan diatas geladak kapal yang umumnya berbentuk empat persegi tidak berbeda dengan cara pengukuran pertama dan ketiga, Perbedaan terletak dalam pengukuran ruangan di 29 bawah geladak kapal. Perhitungan ruangan di bawah geladak kapal untuk cara ketiga mengasumsikan bahwa semua ruangan yang ada di bawah geladak adalah ruangan tertutup kedap air. Hal ini berbeda dengan cara pertama dan kedua, dimana dalam cara pertama dan kedua dimungkinken adanya ruangan yang tidak tertutup secara sempurna di bawah geladak dan termasuk dalam ruang-ruang yang dikecualikan dalam perhitungan. Sehingga dengan adanya asumsi bahwa semua ruangan di bawah geladak atas telah terfutup sempuma, maka untuk mengukur isi kotomya adalah dengan mengalikan CUNO (yang merupakan basil perkalian majemuk antara panjang, lebar, dan dalam kapal) dengan faktor (f) atau dikenal dengan Cb dalam bidang naval architecture scbagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Definisi panjang kapal yang digunaken untuk cara pertama dan kedua adalah adalah 96 persen dari panjangnya garis air (water line) sekurang-kurangnya pada 85 persen dari ukuran dalam terbesar (least moulded depth) diukur dari sebelah atas unas, atau panjang dari bagian depan haluan sampai sumbu poros kemudi pada garis air itu, kalau itu lebih besar. Adapun untik cara kedua adalah sama dengan pertama, namun untuk cara ketiga adalah jarak yang diukur mulai dari geladak yang terdapat di belakang linggi haluan sampai geladak yang terdapat di depan linggi buritan secara mendatar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini. 4+ Panjang geladak utama. §=§ ————————_» WL pada 85% D 1

30 OF DPT dilwar 12 mil laut, Kapal ikan <30 GT sampai batas 12 mil laut PP RI No.6? tahun | 2002" ‘Pemberian UP, SPI, SIKPI kepada kapal ikan Berdasarkan GT kapal ikan PP RI No.62 tahun 2002 4 | Kewenangan pemberian perijinan kapal ikan >30 GT menjadi wewenang pusat, <30 GT daerah PP RI No54 tahun 2002 | Penentuan jalur-jalur Pembagian didasarkan pada besar | Kepmentan penangkapan ikan kecilnya GY kapal ikan No.392/K PSM. 12 0/99 @ | Benataan perijinan kapal | Pengawasan KIA didasarkan pada | Kepmen Kelautan ikan asing (KIA) GTKIA an Perikanan No, KEP/60/MEN/2001 7 | Broduktivitas kapal ikan | Nilal produktivitas Kapal ikan Kepmen Kelautan dihitung berdasarkan ukuran GT | dan Perikanan No. kapal ikan KEP/38/MEN/2003 Berdasarkan Tabel 3 peranan dari GT kapal dalam _penentuan besar kecilnya pungutan perikanan merurut Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pungutan perikenan adalah pungutan negara atas hak penguszhaan dan atau pemanfaatan sumberdaya ikan yang harus dibayar kepada pemerintah oleh perusahaan perikenan Indonesia yang melakukan usaha perikanan atau oleh perusahaan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan, Pungutan perikenan ini adalah salah” satu potensi ekonomi nasional sebagai sumber penerimaaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor perikanan dan kelautan, sehingga perlu pengelolaan yang tepat. Pungutan perikanan ini dikenakan kepada nelayan, perusahaan perikanen nasional, maupun asing. Hingga saat ini, pungutan perikanan dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah ini juga mengatur bahwa pungutan perikanan terdiri atas tiga jenis, yaitu pungutan pengusehaan perikanan (PPP), pungutan hasil perikanan (PHP) dan pungutan perikanan asing (PPA). Untuk perusahaan perikanan nasional dikenakan PPP dan PHP, sedangkan untuk perusahaan asing dikenaken PPA. PPP dikenakan pada saat perusehaan perikanan nasional telah memperoleh ijin usaha perikanan (IUP) baru atau perubahan, Sementara itu, PHP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia memperoleh surat penangkapan iken (SPS) atau surat in kapal pengangkut ikan (SIKPI). Untuk menghitung besarnya PPP menggunakan rumus tarif PPP per ukuran GT dikalikan dengan besarnya ukuran GT kapal berdasarkan jenis kapal perikanan yang 34 igunaken, Sementara itu, untuk menghitung besarnya PHP dihituny dengan cara mengalikan produktivitas kapal ikan dengan harga patokan ikan berdasatkan skala usaha perikanan kapal ikan tersebut, Adapun harga patokan ikan ditentukan oleh Deperiemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Pada Tabel 3 untuk penentuan daerah operasi penangkapan ikan, peranan GT kapal menurut Peracuran Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 disebutkan bahwa kapal ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT daerah operasinya berada di luar petairan 12 mil laut. Sedangkan, Kapal ikan dengen bobot kurang dari 30 GT daerah operasinya di dalam ‘perairan 12 mil laut. Kaitannya dengan Keputusan Menteri Pertanian No.392/KPTS/Ik.120/99 Tentang jalurjalur penangkapan ikan adalah bahwa Kapalskapal ikan tersebut masih dibagi-bagi dalam jalur-jalur penangkepan tersendiri sesuai dengan bobot GT yang dimiliki oleh kapal ikan tersebut. Pengaturan ini dilakukan agar tidak terjadi Konflik antara kapal ikan dengan bobot yang berbeda dan juga agar tidak terjadi Kepadatan tangkap di suatu daerah penangkapan ikan tertentu Hal ini terkait dengan penataan perijinan dan pengawasan kapal ikan asing karena sebagaimana telah disebutkan bahwa bayak sekali penyimpangan-penyimpangan tidak saja dilakukan oleh kapal ikan Indonesia, tapi juga oleh kapal ikan asing, Dimana justru persentase penyimpangan ukuran GT terjadi di perairan Indonesia, Hal i terbesar oich kapal ikan asing. Oleh Karena itu perlu penatean perijinan dan pengawasan kapal ikan asing tidak lagi merugikan bangsa Indonesia sendiri; Pada Tabél 3 menurut PP RI No.54 Tahun 2002 disebutkan bahwa kewenangan pemberian ijin kapal ikan seperti IUP, SPI, dan SIKPI, untuk kapal ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT menjadi wewenang pemerintah pusat. Sedangkan untuk kapal ikan dengan bobot kurang dari 30 GT menjadi wewenang pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan adanya otonomi daerah yang telah diberlakukan di Indonesia. Berdasarkan Tabel 3 menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. KEP/38/MEN/2003, produktivitas kapal penangkap ikan adalah tingkat kemampuan kapal penangkapan ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per tahun. Nilai produktivitas ini dihitung berdasarkan ukuran GT kapal, jenis alat, 35 jumlah trip operasi penangkapan ikan per tchun, kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan, Nilai produkt s dari kapal ikan ini akan dijadikan dasar untuk menghitung besamya pungutan perikanan yang harus dibayarkan oleh perusahean perikanan nasional dan asing kepada pemerintah Indonesia. Besarnya peranan GT kapal dalam strategi pengelolaan perikanan tangkap diatas membutuhkan edanya suatu koodinasi yang tepat dan efektif. Hal ini dikarenakan kasus-kasus yang terjadi selama ini adalah mate rantai koordit.asi tersebut tidak berjalan secara efektif yang menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan, Untuk Keberlanjutan sektor perikanan tangkap maka peranan GT kapal harus dimaksimatkan terulama dalam hal pengeturan punguten perikanan dan pena perijinan kagal ikan asing, Berdasarkan husil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditentukan beberapa penggunaan GT kapal,ikan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia meliputi pemberian perijinan teknis kapal ikan, penentuan dacrah operasi penangkapan ikan bagi kepal-kapal ikan, dan penentuan tarif pungutan perikanan bagi kapal-kapal ikan, dan perhitungan produktivitas kapal ikan 36 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1, Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditentukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat tiga cara pengukuran GT kapal di Indonesia, pertama adalah cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih dengan rumus GT'= Kx V, kedua adalah cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal dengan panjang kurang dari 24 meter dengan rumus GT = 0,25 x V, dan ketiga adalah cara pengukuran dalam negeri untuk mengukur kapal berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dengan rumus GT = 0,25 x P. 2. Ketiga cara pengukuren ini memiliki persamaan dan perbedaan ditinjau dari definisi GT kapal, rumus yang digunakan, konstanta yang digunakan, cara atau metode pengukuran volume, dan definisi dari dimensi utama kapal. 8.2. Saran Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1, Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai penerapan ketiga cara pengukuran GT kapal untuk pengukuren kapal-kapal ikan Indonesia dan ada atau tidaknya penyimpangan dalam penerapan ketiga cara pengukuran GT kapal tersebut. 2. Perlu ada penjelasan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Depariemen Porhubungan Republik Indonesia mengenai definisi bilangan 0,353 dan 0,25 dalam mengimplementasikan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungen Laut Nomor PY.67/1/16-02 untuk menghindari perbedaan interpretasi perhitungan GT kapal. DAFTAR PUSTAKA. Purbayanto, Ari, Wisudo H, Sugeng, Iskandar, BH, dan Novita, Y. 2004. Kajian Teknis Kemungkinan Pengalihan Pengaturan Perijinan dari GT menjadi Volume Palkah Pada Kapal Ikan. (makalah disampaikan pada Semiloka: “Paradigma baru pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab dalam rangka mewujudkan kelestarian sumberdaya den manfaat ekonomi maksimal” di Jakarta, 10-11 Mei 2004). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Iimu Kelautan IPB. Bogor. Fyson, J.1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News. LTD. London. England, Iskandar, B.H. dan Pujiati, 8.1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di beberapa Wilayah Indonesia. Jurusen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Bogor. Iskandar, B.H. dan Novita, Y.1997. Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Keputusan Presiden Nomor $ tahun 1990 Tentang Pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969. Keputusan Menteri Pechubungan No.KM 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran kapal- kapal Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kepal-kapal Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, No.Kep.23/MEN/2001 tentang produktivitas kapal penangkap ikan, Keputusan Menteri pertanian nomor 392/Kpts/LK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan, Kepmen Kelautan dan Perikanan No. KEP/60/MEN/2001 tentang Penataan perijinan_ pal ikan asing (KIA), Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.38/MEN/2001 tentang produktivitas kapal penangkap ikan. Nomura dan Yamazaki, 1975. Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency. Tokyo. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan, Peraturan Pemerintah RI No.62 tahun 2002 tentang tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kelantan dan Perikanan, a7 Lampiran 1. Nilai koefisien K, Rei (efisien KI dan K2 yang dimaksukan dalam Peraturan-peraturan 3 dan 4 (1) ‘Vata Ve = Tsi dalam meter kubik, Verve Kerk, Verve Kok, Vorve Kok, Vove Kak, 1002200 45000 0.2931 330000 03104 670.000 03165 2 0.2260 $0000 02940 340000 03106 «80000 03166 3002295 $5000 0.2048 350000 03109 69000003168 42 02320 6900002956 360000 O31 70000003169 300.2340 6500002963 370000 03114 71000003170 6 02356 70000 0.2969 380000 03116 720000 03171 7 02369 75000 0.2975 390000 03118 73000003173 80 02381 8.000 0.2981 400000 03120 740000 03174 90 02391 85.000 0.2986 410000 03123 750000 03175 Yoo 0.2400 90.000 0.2991 420000 03125 760000 03176 200 0.4260 95.000 0.2996 430000 03127 77000003177 300 0.2495 100000 0.3000 440000 0.3129 780000 03178 400 0.2520 110000 0.3008 450000 03131 79000003180 500 0.2540 120000 03016 460000 03133 800000 O38) 60002556 130000 0.3023 470000 03134 810000 0.3182 700 02569 14000003029 480000 03136 820000 0.3183, 800 0.2581 150000 0.3035 490000 0.3138 830000 03164 900 0.2591 160000 03041 500000 03140 8400003185. 1000 0.2600 170000 03046 510000 03142 850000 03186 2000 0.2660 18000003051 520000 03143 860000 03187 3000 0.2695 190000 03056 530000 03145 870000 03188 4000 0.2720 700000 0.3080 540000 03146 880000 03189 5000 0.2740 210000 03054 550000 0.3148 89000003190 6000 0.2756 220000 0.3068 56000003150 900000 93191 7000 0.2769 230000 03072 570000 03151 910000 03192 8000 0.2781 240000 03076 580000 03153 92000 03193 3000 0.2791 250000 03080 590000 3154 93000 03194 10000 0.2800 26000003083 600000 03156 940000 03195 15000 0.2835 27000003086 61000003157 950000 03196 20000 0.2860 275000 03089 520000 03158 960000 03196 25000 0.2880 28000003082 630000 03160 910000 03197 30000 0.2895 290000 03095 “649000 03161 980000 03198, 35000 02909 30000003098 © 650000 03163 990000 03199 4002 0.2920 31000003101 460000 03164 1000000 0.3200. ere Coelficients K, or K, ac intermediate values of Vor Ve shal be obtained by linear interpolation Lampiran 2. Dokumen tambahan IMCO 1982 ees Dots, ¥ Ke y conunat Yoo 4 x1I/heo, 493, ASSmDI — 12th geosion “~S femaei eee Agenda item 10(v) Original: BNOLISH IMCO RESOLUPION 4495(XII) adopted on 19 November 198) USE OF SHE TEC “ROSS TONNAGH" IY LIGU OF "ONS GROSS TONNAGE THE ASSmABLY, ROCALIING Artfele 26(3) of tho Convontien on tho IntexGovexmente, Maritime Consultative Organization, NOTING that tho Intemational Convention on Tonnage Hoemmemont of Snipe, 1969, will cone into force on 16 July 1962, NOPING FORMER that the tonnoge detomined under that Convention has x0 unit ond 49 expressed in the International Tonnage Certificate: {1969) 5 “gross tonnage" and “not tomage" in contrast to the present tomage eomuxeuent eystaro dn which the unit of "gzoas tonnage" and “nat tonnage! is clpreesod in texan of "ton" which de oqual, to a volume of 2.63 cubic metros (200 oubse feot), HBCALDING ASO that the tem "tons gross-tomage! is used as a tonnage peratoter throughout IO conventions, cota and other docuonte, “HAVING CONSILERED tho xecommondation made by the Manitine Safety Comittee at ite forty-fourth acasion, 1 HRSOLWES that the’ tex “tons gzoas tonnage" used in IO conventions, Codes and other doounenty shal] bo considered es having the sane moaning as “grosa tonnage" determined under the Intemational, Convention on Tomege Menswrenent of Shipa, 196; 2 TERESYS te appropriate bodies of 00 to consider whon appropriate the replacement of the tem "tons groca tonnage" used in T400 conventions, codes end other documento ty “gross vonage" which should encompass the grosa torinegos detemined by tho Intemetional Convention on Tomnage Keasuxeuent of Shipa, 1969, ena by oreting national tonnege meaourencnt regulations. 4) Lampiran 3. SK DIRJENLA tahun 2002 BS Td Meniinbang Mengingat | DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LT. 12 s/d 17 JLMEOAN MERDEKABARATHO.6. | TEL + ser1a0e, 2812258, s813269,3447017 | TUX : IRRARTA- 0110 Poi 420,214 4227 uot, 36450, 3507576, 3613808 Fax + 9511745, 304540, 3507576 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT Nomor : PY:67/1/16 - 02 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT. NOMOR PY. 67/1/13-90 TANGGAL 6 OKTOBER 1990 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 41 TAHUN 1990 a TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT, bahwa dengan Keputusan Direktur Jenderal Pethubungan Laut Nomor 67/1/13- 90 tanggal 6 Oktober 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Pechubungan Nomor KM, 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kepal Indonesia, telah ditetapkan rumus untuk memperoleh dan menentukan isi Kotor kapal yang diukur menurut cara Pengukuran Dalam Negeri; bahwa penggunaan faktor sebesar 0,353 untuk perhitungan tonase kotor menurut cara Pengukuran Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Keputusan “Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 perlu disesuaikan ‘menurut faktor berdasarkan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal 1969; bohwa sehubungan dengan tersebut huruf b —dipandang perl inenyempumakan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kapal Indonesia; ‘Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran; Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1989 tentang Pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ship, 1969; 13. Keputusan fenetapkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusen Presiden Nomor 38 Tahun 2001; Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 41 Tahun 1990. tentang Pengukuran Kapal-kapal Indonesia: Keputusan Menteri Perhubunuan Nomor KM, 24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan; MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN . DIREKTUR — JENDERAL = PERHUBUNGAN LAUT TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR PY.67/1/13-90 TANGGAL 6 OKTOBER 1990 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA. Pasal | Mengubah dan mengganti rumusan pasal 26 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 tanggal 6 Oktober 1990 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 26 ayat (1) : Isi Kotor kapal diperoleh dan ditemtukan sesuai dengan rumus sebagai berikut t= dimana : V adalah jumlah isi dari ruangan di bawah geladak atas ditambah ruangan-ruangan di atas geladak atas yang teitutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m3. / B. Ketentuan-ketentuan 4B B. Ketentuan-ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 sepanjang tidak diubah atau diganti dengen Keputusan ini, dinyatakan tetap berlaku, Pasal UL - Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DITETAPKAN : JAKARTA, PADATANGGAL —: 17 Nel 2002 JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT sLINAN :. putusan ini disampaikan kepada Yth : Menteri Perhubungan; Inspektur Jenderal DEPHUB; DIRJEN. Perikanan Departemen Kelautan; SEKDITJENHUBLA; Para KADIT/KABAG di lingkungan DJPL; Para ADPEL dan KAKANPEL; BUMN di lingkungan Perhubungan Laut; DPP INSA; DPP PELRA. 44 Lampiran 4, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tahun 190 ! DEPARTEMEN feu DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT A MEKOERA TIMUR Sf TEL 3e3008 4/4 363013, | TLE LATED. «ENE, COT, SaRART 300r earn, caret PUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERMUBUNGAN LAUT NOHOR : PY. 67/1/13-90 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN ‘OR KM 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT ; @. bahwa dalam rangka penyesuaian pengukuran kapal-kapal Indonesia dengan ketentuan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kepal, 1969 sebagaimana disahken dengan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1989, telah ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KH.41 tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kepal Indonesia; &. buhwa sehubungen dengan tersebut butir a, maka perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Lat tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KH.4l tahun 1990 tentang Pengukuran pal-kapal Indonesia; neingat : 1. Ordonansi Pengukuran Kapal tahun 1927 (Scheepneting Grdonantie, stb tahun 1927 nomor 210) beserta peraturan pelaksanaannya; Ordonans4 Kapal tahun 1935 (Scheepen Ordonantie, Stb tahun 1935 nomor 60}; 3. Ordonansi Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1935; apan Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1934; 4. Pene! 8. Peraturan Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1935; S. Peraturan Kapal-Kapal tahun 1935 (Stb tahun 1935 nomor 344 sebagaimana diubah terakhir dengan Stb tahun 1947 nomor 50); 7. Keputusan Presiden nomor 44 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Organisssi Departemen: tahun 1984 tentang Susunen bagaimana telnh diubok iden nomor 4 tahun 1990; utusan Presiden nomor 16 Organizast — Departeme terakhir dengan Keputusan Pr tapkan : 10. iL. a (2) (3) Ksputusan Presiden nomor 5 tahun 1989 tentang Pengesshan Internasional Convention On Tonnage Measurement Of Ship 1969; Keputusan Menterd Perhubungan nomor KM.91/0T.002/Phb- BO dan. KM. 164/0T.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan menteris Perhubungan nomor KM.23 tahun 1989; Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM.41 tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-Kapal Indonesia. HEMUTUSKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL “PERHUBUNGAN LAUT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN iHfENTERI PERHUBUNGAN NOHOR KM. 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA, BAB OL PELAKSANAAN PENGUKURAN Pasal 1 Penerapan Cara pengukuran kapal sebagaimana diatur dalam Keputusan ini ditetapkan sebagai berikut : Cara Pongukuran Dalam Negeri diterapkan terhadap kapal berukuran panjang kurang dari 24 (duapuluh- empat) meter; %. Cara Pengukuran Internasional diterapkan terhadap kapal berukuran -panjang 24 (duapuluh empat) meter atau lebih: Atas permintaan pemilik, kapal berukuran panjang kurang dari 24 (duapuluh cmpat) meter dapat diukur dengan cara Pengukuran Internasional. Jika hal ini dilakukan, kapal tidak dibenarkan diukur kembali dengan cara Pengukuran Dalam Negeri; Panjang yang dimaksud paca ayat (1) dan (2) adalah ukuran panjang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) Keputusan ini. 46 (2) (a) (4) Pasal 2 Permohonan dari pem4lik kapal Semua kapal berbendera Indonesia harus sudah dilengkapi dengan Surat Ukur menurut Keputusan ini paling Lembat tanggal 18 Juli 1994; Untuk memperoleh Surat Ukur sebagaimana dimakeud peda ayat (1), pemilik harus mengajukan permohonan dengan dilampirkan gambar-gambar rencana kapali Pasal 3 Pengukuran Ulang Semua kapal yang telah diukur dan ditentukan tonasenya terdacarkan cara Pengukuran terdahulu, harus diukur ulang untuk penerbitan Surat Ukur berdasarken Keputusan indi Bagi kapal yang telah diukur berdasarkan cara Pengukuran terdahulu dan telah diterbitkan Surat Ukur Sementara, sedangkan sampai dengan _berlakunya Kerutusan ini Surat Ukur Tetap belum dapat diterbitkan harus diukur ulang untuk penerbiten Surat Ukur werdasarkan Keputusan ini: Fengukuran ulang sébagaimana dimaksud pada ayat | (1) dilakukan karena ecalah satu dari alasan-alasan sebagai berikut a. Kapal dirubah bangunannya sehingga tonase ‘ kapal bervbah; Kubal diganti namay ¢. Pemilik kApal minta agar dilakukan pengukuran ulangi a. Terjadinya perubahan pemil i) eo. | Sampad dengan batas waktu, yaitu tanggal 16 Juli 1994. . Pengukuran vlang sebagaimana dimaksud ayat (2) dileku - ken paling lambat 6 bulan sejak mulai berlekunya Keputusan ini Pasol 4 Uomor Surat Ukur 7 Momor a7 Nomor untuk Surat Ukur yang diterbitkan berdasarkan Keputusan inf diberikan sesuai dengan nomor urut baru, bukan kelanjuten deri nomor urut Surat Ukur yang diterbitkan berdasarkan cara pengukuran terdahulu. Pasal 5 Penyesuaian Blanko (1) Terhadap blanko-blanko Sertifikat dan Surat-Suret Kapal yang memeriukan perubahan, harus disesuaikan dengan perubahan yang timbul akibat pemberlakuan Keputusan in yesuaian sebagaimana dimaksud pada p bentuk dan susunan Daftar Ukur, nda Kebangsaan Kapal dan Sertifiket agaimana tercantum pada lampiran (2) Perubahan untuk ayet (1) terh Surat Ukur, Sure Kapal adalah Keputusan in ae ae: 6 Pasel Tanda Ruangan can Tanda Selar % ruangan muatan harus dipasang pada engan ketentuan peraturan 2 butir 7 nasional tentang Pengukuran Kapal, (1) Tande-tande un kapal, sesuei dari Konven: 1969; Pada kapal yang telah diukur, dipasang Tanda Seler dengen cara permanent dan dipasang di dinding depan rumah Keaudi bagian luar atau di tempat lain yang aman den mudah terlihat. Tanda Selar Kepal adalah merupakan rangkaian yang terdiri dari ukuran Isi Kotor, Nomor Surat Ukur_ dan Kode Pengukuran dari Pelabuhan tempat penerbitan Surat. Ukur Kapal dimaksud. Cara pefulisan dimulai dengan huruf GT, bilangan I Kotor, huruf No, Nomor Surat Ukur, garis miring da: di akhiri dengan kode pengukuran Conteh : GT 1234 No 1/Ba. CARA PENGUKURAN B an Kesatu Gmum a) (3) ay (Ss) Pasal 7 Ukuran-ukuran Panjang Panjang “ kapal adalah ukuran sebagaimana dimaksud dalam passl 2 eyat (8) dari Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969; Panjang keseluruhan adalah jarak mendatar dari sebelah depan bangunan permanent yang paling depan sampai sebelah belakang dari bangunan permanent yang paling belakang; Panjang keseluruhan dicantumkan pada Surat Ukur. Pasal 8 Tingkat Ketelitian Ukuran Usuran-ukuran diambil hingga mendekati sentimeter (cm) titik bagi dan sepertiga jarak titik bagi yang ud dalam pagal 13 Keputusan ini dihitung sampai dengan tiga angka dibelakang koma, jika angka ke empat dibelakang koma lima atau lebih, angka ke tiga dibelakang koma ditambah satu; Koreksi lengkung geladak. yang dimaksud dalam pasal 13 Keputusan ini, luas penampang melintang dengan satuan meter persegi (m2) dan isi ruangan dengan satuan meter vik (m3) serta tinggi rata-rata yang dimaksud dalam Fasal 18 ayat (2) Keputusan ini, dihitung sampai dengan dua angka dibelakang koma, jika angka ketiga dibelakang koma lima atau lebih, angka kedua dibelakang koma ditambah satu; Hasil interpolasi dari faktor Kl dan K2 dihitung sampai dengan empat angka dibelakang koma, jika angka kelima dibelakang koma lima atau lebih, angka ke empat dibelakang koma ditambah satu; Tsi kotor dan isi bersih kapal dinyatakan dengan bilangan bulat dengan = mengabaikan angka-angka dibelakang koma; Pasal 9 Satuan Pembanding lukan satuan pembanding, digunakan persamaan sebagai berikut 49 = (1 20,3048) kaki. = 0,353 RT. (Register Ton). 10 m3 dinilai setara dengan GT.3. 20 m3 dinilai setara dengan GT.7. 50 m3 dinilai setare dengan GT.17. 100 m3 dinilai setara dengan GT.35. 424,50 m3 dinilai setara dengan GT.150. 500 m3 dinilai setara dengan GT.175. 850 m3 dinilai setara dengan GT.300. (2) Jika untuk batas persyaratan tertentu digunakan tonase atau isi kotor dalam satuan m3 eelain tersebut ayat (1), ukuran yang dinilai setara dengan tonase atau isi kotor dimaksud adalah hail perkalian ukuran dimaksud dengan 0,353, dengan mengabaikan angka-angke dibelakang koma dari hasil yang didapat. Bagian Kedua Cara Pengukuran Internasional Pasal 10 entuan tonase = kapal = menurut cara Pengukuran ernasional dihitung sesuai dengan pasal 11 sampai dengan Pasal LL ' Geladak Ukur dan Panjang Geladak Ukur (1) Geladak Ukur edalah geladak paling atas yang menjalur dari haluan sampai buritan. Pada kapal-kapal dimana’ pada geladak ukur terdapat penggslan-penggalan,geladak ukur adalah bagian geladak Faling rendah yang terbuka terhadap cuaca diteruskan . dengan garis khayal sejajar dengan geladak diatasnya. Panjang geladak ukur adalah jarak mendatar antara dua titik pada tengah-tengah kapal, yaitu titik potong bagisn bawah geladak ukur dengan pelat kulit haluan dan titik potong bagian bawah geladak ukur dengan pelat kulit buritan Pada waktu menentukan panjang Geladak Ukur jika ada ceruk-ceruk di haluan maupun di buritan tidak rhatikan. Pasal 12 Tinggi Penampang Melintane, / Tinges ee 50 ssi penampang melintang adalah jarak tegak lurus dari evelah atas lunas atau pelat dasar pada kapal-kapal- yang dibangun dari baja, logam lain atau fibre glass dan lain— lain, atau dari sebelah bawah alur lunas pada kapai-kapal kayu, kapal-kapal komposit atau kapal-kapal yang dibangun diatas lunas,sampai sebelah bawah dari geladak ukur pada tengah-tengah lebar bagian kapal yang divkur dengan koreksi-koreksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 zy2t (6) Keputusan ini. Pasal 13 Lengkung Geladak (1) Lengkung Geladak adalah jarak tegak pada bidang tengah, diukur dari sebelah bawah pelat geladak sampai garis melintang yang ditarik dari titik pada garis temu bagian bawah pelat geladak dengan sisi dalam pelat kulit kedua sisi lambung; (2) Bagi kapal yang mempunyai pingairan geladak dibundar- kan, agar memperhatikan peraturan 2 butir 2b dari Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969. Tinggi lengkung geladak di koreksi = dengan memperhatikan bentuk lengkungan sebagai berikut : a. Dikurangi 1/3 lengkung geladak jika geladak melengkung searah melintang kapal, atau sebagian nelengkung sebagian legi miring lurus; b. Dikurangi 1/2 lengkung geladak jika geladak miring lurue dari sisi kapal ke bidang tengah; c. dike pada arah melintang dari.sisi kapal ke bidang tengah sebagian geladak miring dan sebagian lagi mendatar, koreksi berupa pengurangan dihitung dengan rumus B-b koreksi = a x ~ 28 dimana = lengkung geladak lebar teratas penampang melintang b = lebar bagian geladak yang mendatar a. Dalam hal bentuk melintang dari pada, geladak mempunyai konstruksi yang.lebih sulit, koreksi terhadap lengkung geladak dapat diperoleh déngan menggunakan perhitungan secara umum. 7 (3) Stka a sl (3) Jika pada arah melintang terdapat bagian geladak yang lebih tinggi pada bagian tengeh kapal, tinggi bagian tersebut merupakan koreksi yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikurangkan dari tinggi penampang melintang. Jika menurut rah melintang terdapat bagian geledak yang lebih rendah pada bagian tengah kapal, kedalaman bagian tersebut merupakan koreks{ untuk ditambahkan pada tinggi penampang melintang. Tsi Rusngan Dibawah Geladak ngan-ruzngan yang akan dihitung untuk menentukan isi cree eee scenes eee eee eee sebagai. ikut : geladak ukur dibagi menjadi sejumlah agian cema Panjang sebagai berikut = 15 meter dibagi menjadi 4 bagian 20 meter dibagi menjadi 6 bagian 45 meter dibagi menjadi 68 bagian 60 meter dibagi menjadi 10 bagian 75 meter dibagi menjadi 12 bagian 90 meter ditagi menjadi 14 bagian 105 meter dibagi menjadi 16 begian pai 120 meter dibagi menjadi 18 bagian atau lebih dibagi menjadi 20 bagian @ kurang dar meter ampai eaogouor B EI 3 > njang 120 Dus bagisn akhir pada ujung depan dan belakang masing- masing dibagi 2 bagien yang sama panjang. geladak ukur diambil penampang melintang tegak ada bidang tengah, sejajar dengan sekat-eekat pal atau gading-gading. 7 tersebut dib 4 nomor urut mulai ng melintang dibegi dalam & = tinggian dimaksud tidak lebih a ketinegian dimaksud lebih dari 6 paling bawah dari pembagian tinggi mt dibsgi menjadi 2 bagian yang sama. fA, Pada sees eee o Fada setiap titik bagi, termasuk kedua titik ujung dari tinggi penampang melintang diambil ukuran lebar. Bentangan lebar diberi nomor urut, dimulat dari bawah 2 atas Luas penampang melintang dihitung sebagai berikut = Lebar pertama dikalikan 0,5 Lebar kedua dikalikan 2 Lebar ketiga dikalikan 1,5 Lebar teratas dikalikan i isbar lainnya yang bernomor genap dikalikan 4 dan yang bernomor ganjil dikalikan 2. Jumlah hasil perkalian dikalikan dengan sepertiga dari Jarak antara lebar-lebar; Pada penampang melintang dengan dasar miring, yaitu dalam hal kemiringan dasar kapal pada arah melintang Sari lunas atau pelat lunas kesisi kapal dapat diukur. iuas penampang melintang di ukur sebagai berikut = =. Melelui titik di atas lunas atau pelat lunas setinggi kemiringan, dasar kapal, ditarik garis mendatar dari sisi ke sisi lain; Garis ini diambil sebagai lebar paling baweh dari penampang melintang dan tinggi = penampang, melintang di ukur sampai garis tersebut Luas’ bagian antara geladak dan garis tersebut dihitung menurut butir 2,3,4 dan 5 pasal ini; b. Luss bagian antara lunas atau pelat lunas dan garis dimaksud pada a dihitung sebagai cegi tigai c. Jumlsh luas a dan b adalah lvas penampang melintang: strukei dasar yang tidak porlu untuk menghitung luas an melalul bebcrapa bagiani, kapal-kapal deni seperti binss bila Penampang teak dilakul ak kur dihitung sebagai vi ruangan dibawah gelad: rikut Laas kel mpang melintang dari belekang oasing- maging dikulikan denpan : Q,9-2-1-2 dan 1.5. [uas penampang melintang yang paling depan dikalikan 0.5 dan ke ompat penampang berikutnya arah ke belakang masing-masing dikalikan dengan 2-1-2 dan 1.5. Luss dari penampang sisa yang lainnya dikalikan 4 untuk yana bernomor genap, dikalikan 2 untuk yang iil. bernomor fan Z Jumlah 33 Jumlah hasil perkalian dikalikan dengan: sepertiga dari dJarak antara penampang-penampang tegak, hasilnya merupakan isi dari ruangan dibawah geladak ukur. %. Dalam hal terdapat penggalan pada geladak ukur, isi ruangan dibawah geladak ukur adalah jumlah isi ruangen dibawah geladak atas dan garis lanjutannya ditambah isi ruangan-ruangan di atas garis lanjutan geladak dengan geladak di atasnya. Pasal 15 Ruangan antara garis lanjutan geladak dan geladak di atasnya. Ruangan antara garis lanjuten gelodak dan geladak di kasnya diperlakukan seperti bangunan atae dan diukur sesuai dengan ketentuen pasal 16 sampai 19 Keputusan ini. Pasal 16 Bangunen Atas leh ruang-ruang yang dibangun diatas Pasal 17 Panjang dan Lebar ran yang diambil searah membujur terhadap kapal disebut Panjang sedangkan yang diambil searah melintang kapal disebut lebar, dengan tanpa mengindahkan bentuk dari pada ruangan yang diukur, Pasal 18 Tinggi (1) Tinggi bangunan atas diukur tegak lurue dari geladak sampai —geladak, lapisan pada geladak tidak diperhatikan; (2) Tinggi rata-rata adalah hesil rata-rata dari tinggi yang diukur pada tempat-tempat berbeda yang ditentukan menurut arah melebar atau momanjang terhadap ruangan dimaksud; (2) Tinggi kepale palka diukur dari sebelah bawah geladak sampai sebelah bawah tutup kepala palka. Tinggi maksimum dari kepala palka sama dengan tinggi dari ambang palka / Tinggi 54 Tinggi ambang palka harus diukur pada seperempat atau nguh-tengsh lebar atau panjang ambang palka, menurut luan ‘sehubungan dengan pengambilan tinggi rata~ Pasal 19 Isi Bangunan Atas n-ruangan yang akan dihitung untuk menentukan Isi agunan Atag, diukur dan dihitung sebagai berikut = si ruangan bangunan yang berbentuk segi empat adalah . perkalian dari panjang kali lebar kali tingei ani isi ruangan bangunan yang berbentuk tidak beraturan, iukur dan dinitung bagian per bagian; den bangunan lain yang berbentuk mirip diukur, isinya dihitung sebagai a. Panjang vuangen diukur pada bidang tengah pade tengah-tengah tinggi di kedua titik ujung dari panjan, - Fenjang dibagi dalam beberapa bagian yang sama kurang dari 1S meter dibagi 3 bagian. 15 meter sampai kurang dari 60 meter dibagi 5 bagian. 60 meter atau lebih dibagi 7 bagian. Bagian paling depan atau paling belakang dibssi dus bagian yang sam: . Lebar diukur melalui titik-titk bagi dari panjang, diterL nomor mulai dari titik ujung paling depan atau paling bels Ukuran lebar yang diperoleh dikalikan dengan tinggi yang diukur ditempat yang sama; ponampang pada eetiap titik bagi dikalikan menurut ketentuan sebagai berikut : dikalikan dengan 0,5 pada titik ujung paling depan atau paling belakang 7 dikalikan dikalikan pada titik bagl yang kedua pada titik bagi yang ketiga 1 pada titik bagi yang terakhirs ¢f. Jumlah 4 pada titik bagi yang bernomor pena; 2 pada titik bagi yang bernomor ganj) 55 Jumlat hasil perkalian luas penampang dikalikan dengan 1/3 jarak antara penampang-penampang pada titik bagi panjang. Pasal 20 Isi Kotor dihitung dengan menggunakan rumug dan ketentuan sasimana ditetapkan dalam peraturan 3 dari Konvensi internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969. Agen untuk menentuken Isi Bersih uangan y akan dihitung untuk menentukan isi 1, diukur dan dihitung sebagai berikut : Jang ditegi sebagei berikut ain tertentang dari haluan gampai buritan, tentuan pasal 14 butir 1 Keputusan ini; Si ruengan lain ditentukan sebagai berikut : rang dari 1§ meter dibagi menjadi 4 bagian, 1S mster campai dengan kurang dari 30 meter dibagi 5 bagian, sedangkan 30 meter atau lebih dibagi 8 bagian enampang dibagi sebagai berikut : Bagi rusngan terbentang mulai dari lunas/pelat 4 berlaku ketentuan pasal 14 butir 3 nm ind; dika kedalaman kurang dari 6 da tengah-tengah panjang, dibagi menjadi 4 an yang sama, untuk kelinggian 6 meter atau h dibsgi menjadi 6 agian yang sama; ‘aitungen Isi Ruangan Bagi rusngsn yang dibagi sesuai dengan butir 1 a dan 2 4 luas penampang dan isi ruangan dihitung ntuan dalam pasal 14 butir 5,6 dan B Keputusan ini; ruangan yang dibagi eccuai dengan butir 1 a b, luss penampang dihitung sebagai berikut 56 Lebar paling bawah dan paling atas dikalikan 1; Lebar dengan nomor genap dikalikan 4; Lebar dengan nomor ganjil dikalikan 2; Isi ruangan dihitung menurut ketentuan dalam pasal id butir 8 Keputusan ini; Bagi ruangan yang dibagi sesuai dengan butir 1b dan 2 2 luas penampang dihitung sesuai dengan ketentuan dalam pasai 14 butir 5 dan 6 Keputusan ini; gan dihituns sebagai berikut penampang pertama dan terakhir dikalikan 1) pang dengan nomor genap dikalikan 4; pang dengan nomor ganjii dikalikan 2; Jumleh hasil perkalian dikalikan dengan 1/3 jarak titik bagi dari ketinggian; Bagi ruangan yang dibagi sesuai dengan butir 1 b dan 2b, luas penampang dihitung menurut ketentuan butir 3b; Tei ditets dihitung menurut ketentuen yang butir 3c; uk menentukan isi bersih diukur dan dihitung isinya menurut ketentuan yang “ken dalan pasal 17, 18 dan 19 Keputusan ini mengenai in Atas sih dihitung dengan menggunakan rumus dan ketentuan mana ditetapkan dalam peraturan 4 butir 1 dari asi Internasional, tentang Pengukuran Kapal, 1969. sran panjang kurang dari 24 meter a erkan pasal 1 eyat (2) Keputusan ini, kapal nop ang dari 24 meter. diukur uran Internasional, tonase kapal memperhatikan ketentuan-ketentuan mpai dengan 19 Keputusan in Pensa koter ST isi by kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang-pisang. = dalam, adalah jarak tegak lurus ditempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak ateu sampai pada ketinggian garis khaya) melintang melalui sisi atas dari lambung tetap. = faktor, ditentukan menurut bentuk Penampang melintang dan atau jenis kapal yaite a. 0,85 bagi kepal-kepal dengan bentuk perampang penuh atau bagi kapal~ Rapal dengan dasar rata, gecara unum @iguaakan bagi kapel tongkang; b. 0,70 bagi kapal-kapal dengan bentuk Penampang hampir penuh atau dengan dasar agak miring dari tengah-tengah ke sisi kapdl, secara umum digunakan bagi kapal motor; c. 0,50 bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan a atau b, secara uum digunaken bagi kapal layar atau kapal layar dibantu motor; an diatas geladak atas adalah hasil perkalian majemuk dari ukuran panjang rata-rata, lebar rata-rata dan tinggi rata-rata yang ukurannya diambil dari sisi sebelah luar penegar. (3). 1 Pasal 27 si Bersin rsih ditentukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 59 Bas LIT PENUTUP Pasal 23 (1) Apabile dalam Keputusan ini tidak eecara’ tegas diatur, ketentuan-ketentua: mengenai = pengukuran dalam raturan-peraturan yang ada masih tetap berlaky; ivhal | yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan ditetepkan kemudien; yk vutusan ini mulei berleku sejak tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI PADA TANGGAL JAKARTA 6 Oktober 1990 ENDERAL PERHUBUNGAN LAUT N 120025896. NIB. partemen Perhubungan Partemen Perhubungan rikenen Departemen Pertanian iingkungan Derartemen Perhubungan at Jenderdl Ferhubungan Laut S dilingkungen DITJENLA an / Peleyaran. 60 6961 VIVE LAY NVONngoHwad ‘WuaaNal LYuOLawa NVONNaNHuad NaWaLYRdaG 61 6961 TWa¥> NVUMINONaa ONVINGL TWNOISVNUAINT ISNAANOM 6961 [edey wemmynSued Suewuay jeuorseuraru) |suonUOy “g ueMd NE uoninday uepuegyeiap veh uvojarmnsuRupuoIe UNjeANgpAN UEP WKS "aay eirandoy weSuep wenog uidthip weyE wep JalUedS Uep "es regu yey weep agp uNye sup pEpUSWOYPY UEP FUNDY Hep uss UeyeUDLS| eeyneuoy uspeg WEP euesag Uedusip ueye founds "ph ysnsadoy rpuawoyry YoRREU WLS 6 JEN disp wuer-eueung yoluess EL, WER YEREEN, uenyedvg vB tp sng UE pov waders Suck weugeny (() ‘vewurty, “9p amypcang 3 ees 1wovap dungrytog ang sn up yx uesepeeap uwaPesausu See! ws Fruyepuw Boek uetucquinied yey mens eps ‘oisad yonmiouag-ayateog ype veyey rahawpSvetsenIawoy-eUaURN, pe unsere see Uti89) Busse Burprs fe ey cwenfehsnd ep (ene) Sioa) veyepuse youn eputy ws yrouayuaW euDIaSEy) ‘angpan seeig, ney wens we) SHINES, wey soda wage sin Geng sey) PERE [UA HAUT spuantoo weep 24 nsfousd veanpsaaus yep et (hus [ED svorg sone veo vragen wep (aouny UEDANS AL) PAGAL ETNA $ sailyeo vopedhaey, jo uonesossy wooed] MOWERS ‘vonwrapag Suxdds [evn ngs Jo 29quI) JUONELAY| og jo woneizonty [euOnes!2 unng-aoyg UepT-VEP oye P sada wa 99 nefayund weyuydaaW yen "UNE su) vay Sey ‘ueprog ye rainy jp 9 nofusd wey uae sono} HG IOLA Y epsng, aon doy WHER aN oN sang wpueRS aig ew pues sa, ORS cuenising doy Quy wow amore ey ean SAS rent syugndoy 2105 suedsf pu vee wepar Nt ssurnouoy eye ay wluusman ues Gea UE HR jade wenyaduag, rmubauoy rmene yevaw venfnrng Buek “(uoMERUERIS vaiepnsseD nop saio}) YAUUDWAgEUY WEY yeo]AsUeN WwpER SuePUNBLTA ni cz Rouss. BH 7 [ete vopuy Ip puasduey mane WeRPHP WP? _ousinejueieSvedepeyyandugund ueduequns mens ueyedeuaurueyE euo}EuarH Ua ‘okejous 8bek edey uemnnuad mun ypiaatun weiss nnuns ueseovod eae YHEBUH YET 6961 “vavx NVUMINONAD ‘ONVINGL ‘AWNOISYNWAINI ISNAANOW UFDVUAL NVSNLLAGIH 2 gg Y\eF UN BEPORY He sansa ep many 94 ye p Bound yey ( Span yng wos ep UD Nvrivnaaonaa breseg 1, Suey Bask yoy eh oy mUN UE rap pew Buehaonoy 5] pea yas ween wey 1st eX (a) ung ueyedou es smn eee empetmn e, 4 yo wep Hot jd ley ead ude une ut Bes uns (L) NVYNVoH¥ 24 ct CODWT) yaupewag zawy wnnepjseypevoy uEpeg mens yep ‘SUrDUnNp Juuk ae sped UBL a 1p Joyo ueTusp Bovoues food uae ynaun et ped pray soradnquins nes YEAS ep AMR epp pap seo) AH my AUN (Susan apse eA ruppe ueduap enor usymnusnp 3uekedey mens ep eueuog see aT} EPS supe sutuad ypeluaw Suck wduug-eduag UoeW2sI24 m jenuauing naens quae donde spun duek evoyeuse wSUNgNY Praja sup “wuyyeger Nee gator yBdau any yp VEYA MAE 9 adds esl lp vata uv wep 3ne] Ueuefead mes Yeepe J EUOHELIU Ue . anysoneg Zuek 1 yao ueqpegrnp wluespusg Souk enon, up yeusoweag qEEPE ,mENURIPE UEP nwand-usinnus erepE Ue zrea uoauoy] esp unui weQenaye Ts jana ues 1 uso Yueh Suepun-uepn wep seep- seep UPR ‘ude epaeual 6961 "Tava NVUNDINONAA ONVINAL “AVNOISVNELNE ISNBANOM TSvRIaa coven ered undue po HNO DISNISOVN "A Huasadooy woes SHINS Xiauinosn6 nar werewoang soy une RTS SpEE HIN ACS A “aVOD NITOO WuyeNHisuoguRvy UnBepy EesUey UEpeG UM NDS ‘ANVIOY NIAC EY “1.995 saben sons wigs yu( ea yp wnp pS yw] wopUrT IP NVADIV UG yuranges| usrunday ep! ekaueon vpn uy weyuag Aueoueo wea: Suepss Ulode| NYAISAVANSM HY TLRS ruueduoy mipryuaw Suepunyp Rukh weap quwusung wn Buon ss Uses cp yes UH 63 npsuenng ued aaseypsou2g (Z) om neg woe pepe Sunk vaduuinay wuduop enss nga ede op ousan >> eng (Q) ‘usp tayepog yews Buck (6961) ouosauraiy any ING eauquIsU Y9q3690 ey CALS (8) jenynqgued uni vped>y seein ueye uesryousy IesuR UHOUNg yspo esUOY Magy BuLk setnaadhegelod Yoo ‘oadipyajn esau woedwetay puegnaysd raeE Yigale-wafuelng ue epaeig \qouusung yeepuesuyeiuyung auekerey mens uepesspusquuyngusdsues dey ens (|) Nyvoxnuaaa ree Sek pesey oped vewuepaey weygeqahucus 43]0q 3¥pH UE sepia unre aka anye_e9g reyspoy Soe nanos ewes yu sunauoyywieep drenun Buck prays enor pun weep wp vu unloetny ueioes vpueurg yRuuoMe Ye LAIHoNP Eye KE fUsAuON UIE uelue epuevy joupuagmnensuep essay sav ueen yp daekanyn wins, OIA LVUNS SVLV NVVAIWENGE Inpsa -anyupy vepeg epadey nig sa) spud ees uped angasin ede yppoeveP 9g UHI epuLay yeuNDRID ha jueidapu youn ue] (6961) ooEISEUOA sup wupeR eds mae “veng wn ynesusous yepn Suet oye deanueye(c9gt} PuOSESIO NG emg asIuEypaetay yO 4 Bue way omens esopusg ype dey ens eh WON LYuns NWIVLVeNad or ieseg LMhUe] weep wna Boek jppow nnyunws weye anyry-aeang ap AKI (2) yeepe ueyeunodyp wpseyRy EHR UNIYpHENGIP LY WANN Lyuns xNLNaG e185 wn un men esnpang unpedusl Belobo youn wee oan "yseeg uepereing uexenayp duet mys wtERp He we opiquegenponnnrenguepoeanusng suse UH ues UEP 0 jb gears ye nae ey aye UH UP LENS 8 ees ingosae sey yonun (6961) 1eVeIREE!IUL MAN: Coe ep see ss mguste Sa eiobg nine oanng udarepuing cans 0) NIVTHVENTEAM2d HaTO UNNN LVENS NVEVATRONGE ars : spam) ng sve ynuod gene Sundiuer euyousus veye wep UEpeg "UE EDY SINS ETL pare agp penswupy wpe sa HHP HU LEN je dose depas yoyo mae ymtarUpY WepEG YOUR LUN|RIP VEE OPS Jueves veauon st wsap WnS3s We AMUDAP YER eS ss, oxp s%0y-5 Se ody Sonos ym VELEN VERE (6961) [OA UNDINLVUNS NVUVATEONAA uisea ar wuadquaefunaivn eupausuueye vanpenoqiock ARUP “Shoypyo eseny yop Saeh wepag-uepeg muse BuaodUHD Yo We sexmunpy Uepog yale uae SaU2pSP UO YS NOL NVUANN NVALNAN grisea vovid uvM1NVVGVEX sista seg ang [op ening ep amunay (0100. 1 qs ena ep EUEDE =H 64 wepeg opis PE ennyypeieBusqu NE wns: aqua aye Sued wean spun yeouing rune Wp UEpeg BEBUY YuN># m4 Luepminpuspingenn uryequid oneqeururpeq MppuIUEYY VeIUE RF ENE weep + eens uejuequiou usp 4pey Bue pep ead ep sxohew ane upto EMP HSE “uepeR lwepep ususquipisdip wey) Baeeyps uanUEY depos ouEynfp duck wEyEGTUDL Jpsndensr ue uefiog undue epeuod ysupoug yaucug mens Hep UBuogoussd sey (2) = uepeg weep weuegUANad Yo UEyERFUDL O59 (() ‘cpio ueyuqrund yn eatoun qu) Seve eye jog aedunyajnd exp nojen weep ype ypadsy wayeanund jim depeyian elusiNuIasuN nate unyejouad unnyeryaquaus Epa due uefrleg veduey epwsag ‘ge Suekupetguerwaydeypyepa use eicorewyauad ettuna wynnacuejngsysgunpenping UEe ‘venupoued ye ueduepued mene usvop udoeguyeed wad lueduny epuevag yriuumasog ranps9y uspog YpounyEnp Ueye ‘eluunjefypSuek ueyeanuednindunas wedue epuesad yen yey wepep uespoqamp BULA pore mes yepes Injepus usfurliog vetue ypueund yruususg xp jan ew Yona NVHVanwadtnsn area "yegruip 408 suanuoy rman ueoyurad dettiep ue Hess Sew nose uetupousd epuen deer nung wes MSH UayEahiad | "P Bt ‘usp (9) eA gns wiyyp ueyayip yur datiun ueyayodp auek uve yu iuesersuantoy yegnio yniun usynpodp Bush vem-ejesn wsulesaos eda ‘njoto ype uewudiySuod ek nw pede yess 1 aaStSuBu! YE HO wu woye pnauoy ‘uen(ossid nee Veewyousd epue refiue vfeseoew 3u4kuensiod mee ar nese #9 Wow joe Jueroe yu suoRUOY pnrnhusu oe wetanepove nda eusong yn aeriqu eevee eer ipuep (deg ipod ieuninngpr aestndona taco Saowenday no euinusy come tse om toe enunond qua msbninrrerocaeion ssetonrpies eon yaranpqusun ypdiopmgpaiinuuefeiiemecey (1) anvrean van ania suaddeapivrenscehwudtasluou yin pe agenaquows uEyS WEED APT fad ueap UExEEOP Ueye wef sunuunl pong eeaosnt ose wet nad renter mc ‘ayo untuap suaavoy oped med yy eRe UE yep oepeg : Oe denen gaan pe) wee UHM shoo wuryos weurdueepussed 4e0uN Wy 2) WE pp vojpg wu ® NVM ILaSHad NVG NVWHINENGd ‘NYNYONVLVONVNAE 1a sunvling weduey HPA egioq uiusp wena od sesmanday abd PY YEP EEN snqesprgqueiseling ISVAUOEN! NYONNGAH ST rerauny it enemas mung goau psu aHe rainy Yosuney ohwn] > OBENEHNG ASE sd usd eur Wem’ wup De VANWATAEES NVUNLVONTd NVC ISNZANON NVIINYRITE VMaNILSLXVH copra setsnae Wp Halper way cep enyep pao reves eng NDAD ePany pe ID HUN Seamer Suey bay newer (2) rag npr pay pad de cee wofusp wing EF seg IAD OPA, aaa eons, enyaeg 4 refuge odie UDA weep ip agen eyed Weep UES 1 evar usrukuie ainguusa dues webu eps epe waqagnund wep yyedunpavusu eojupduawusyeuepy peas uvyeetuaus ( 1 grand psn wuuoUa Ag Tueduey epunng (pawn ye weasel py Suepss weep ere leneurasey eueg weep HEAP Buek GADLING ng Uexpaquau wap aps Sek wpses ep eSusd emp "oy usgegnund sn ew 24 ra Jpn LUNAS ep uepngari 66 rue yen ups ye supe Suspect yoo pr nay rng uerap UueTUREC whSaLAKUN YM ‘pad uepe ueduop egaa Bue 5 wpe yy ws ehunsdus Yn URE ep ame ne depegn vpgoy Suet ses yypyad daw wn yep C) eudeoprEpH up wena Bunguues yonuaqaay uy! eosin Wer eae hich ew snp trust oer et {yee 888) gy penaey engin yeypreuns Taek youn’ Suara menseuLuly on se gee sean WHER soso wee BEEMAN (ZT spanned anor Boek 8 YEP “Sa demuad 3jeagje wahuop We speduapuctanjusdiad up pp ype pag Sep npwynqss sue aed Spe a nee wssuap ues turn Sa ‘SePeL OIE] Un aEH UN smo yupEHOy ype uepBansquDts up wedepuyag Auer] UU ust mens >ypditonpase Suvardosy wom 29 (0) P(g pads etre dh) Judeey wep vemuonay-vemuazey ‘Wave HISWAA ISI NVO YOLOX ISI _NVALNGNAd NVUNLVESE egos np youu Buns mens eq wwury weupyumusy deaauour yep eye pe ep Ul "ues mine wep eye wy9F eRe Ys fie "uuduen’ mens dminuod yped neve yepypd eped A (quupourg pea wed uedue epue yoqe nny) “496 que ea yd ump wr ey UOPLOT IP NVANAVUG ugg semtu ERIC hue wang ws nuusiog ued ep UU vsvHVE «7 “qTwemaeng wyep Ueda gp ede yduar una p asaya umep Lem pg) euuR OSE Pa] ape puasuoy aousing us HE ue oa a ny “soeay. jeu > nruepeseyeosyqeperu wena seg wep wenn 94 uri ep INE 281 euUoaF nga “ang sedan g wep Segps anu aan luyep ura "yuyu WORE 1 =A yp ump (2 uasiaey weep woqpqenp n-948 MEW) AOL F200 + TD cg ssi wep ueHep Buel Samo wut axe 19 sq sus usa eras eye 200 (o0.0g cuemeny soso wage ae ‘wep pseu ue epad ata ous usp veep Bueh Bu epeyron eyngyoa ingen vyngian edu ynefas choses sp yop eped doanuadiog Yep. Such wy yeduor mans yen Ipaadsy yoo Suck weuisusg mane eped 68 vejpstund weep youn popora Se a “pie enand ep Boel ned ee Ue Fopoma up oe out 08 suet sn up Ee eae 54 a4 espuyp fd nes uidey wkuupe user sep wong ypqN! WHE sxadoip urd Sunstunuad np sng Seyeoind UEynpouINA aU ero pnouuaion ap fo Soy a 2. 6961 ‘ys fo nsucunnny Pag fo wea UE ip fosuosoul xp spun ps sane urge {spy wetnarag ve ueysun i 1p) wasp versa Buel ws ype sya IDI Weep LET eoeNETegss wes Wy sad (q) 2 bep(e) ZJeseINlgns weep UEMIUD:> Py uwpayp vowiuensg eweoe yup wues depeper edoy Deg ede mypag senna (6961) BLVOUI LID IOVRNOL TYNOLLYNUTINE (6961 IVNOISVNUBLNI UNA LYUAS ALVOWLLUID “L¥MALLUS ssoepamuod aden Yereoe9gy 69 sem vetoes TRaanRSURT aaa A BOT TT Tena IS¥NOU nfo fo ananais) value =u) eee sea yoy ‘slg fo sausaneny ato rio ag fo exsnau ayr ys sourpnn para vag sey df pet ody wesnyeBu2g Boe} (CUD! sep rauoray ensos weyravonp Yep 1 dey enue GEE! OVNNOL LN iS IHL JOSTOVNNOL 3HL AVIVA WAVY IST ebay Ut pen eh ‘ae unyuulite fuoncuoy ie ooh Ap Duet wn 2209 depo, wep uedhonved, 3699 subdes isusausy WEP ueybundyp Boek radous) yp 7 susp vanpget wy Souk sos! ars wos Up ear oy uh ngewe Bek ea pc de wey EL ‘eopejoonon seu $9 poenge get 2422 A posnyen a14poUUN " pero! H9ICD O97 LIED —aDDOIE OTTO OCH yuo IED RVG GT NDGNE OKT 0086 coool SG0r0 OOS seeTT s906 mors OrO ODOT ONE NHS NOT GOK. CHIT OTD NUUs6 BRO HOD CHOI SUBD RVOkS ROAD GOLD MOT aBTE SUXG EOI HOLD OD0KE SNS WOE OCO OOD wos es §— UOC — O0OKT anes avs SHOCO ODOT N06 wees HOLD ANOIT Suess BWeks OCD VT sous eQVEKs HOD GODGE VON WINE — GOF aNd wxo0ss Sonls HCD CNVOLT Rt) owas HACD DONE Nv Vos SOLD Nvees OO GOLD NVOls aOUE OKO S08 wor HOD $2061 00S soe S008 or ODDO Nvoll NOON soos azifo OO OLTIFD dO9e0F 96620 WOOL ca006¢ xtra wood dno0st sero wool cones onto NODE ov009 oer 0069 oooose ss2z0 Rt) oon 0re ozo anroy O10 cODOKE coro SE eA ee AA DUR Awa eK oa. de ata eT aveA ueX ABA AS aa of ao mye 1] = 20 (1) Fuep ¢ vemiest-verm uxjep weyprnjemp Boek zy wep 191 VBS TNVUERV! Lampiran 6. Conioh penggunaan GT dalam pengaturan pungutan perikanan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (8) Purgutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dikenakan pada saat perusahaan perikanan asing memperoleh atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI), Pasal 5 “Besarnya Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf’4, ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (G1) dilalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Fasal 6 (1) Besarriya Pungutan Hasil Perikenan -(PHP)’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) hurufb ditetapkan : a, Bagi perusahaan perikanan yang memenuhi kriteria perusa- haan perikandn skala keoil sebesar 1% (catu per seratus) dikalikan produltivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan; b, Bagi perusahaan perikanen yang memenuhi kriteria perusa- haan perikanan skala besar sebesar 2,5% (dua setengah per seratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan. Harga Patokan Ikan, (2) Kriteria perusahaan perikanan skala .kecil dan skala besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri B 3) (4) @) @) (3) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan secara periodik produktivitas kapal penangkep ikan menurut alat penangkap ikan yang dipergunakan berdasarken hasil evaluasi pemanfaatan sumber daya ikan menurut wilayah pengelolaan perikanan. Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan secara periodik Harga Patokan Ikan berdasarkan Harga Jual Rata-rata Tertimbang Hasil Ikan yang berlaku di pasar domestik dan/atau internasional. Pasal 7 Besarnya Pungutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (Gf) dikaliken ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan. Besamya Pungutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) bagi kapal dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan, ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GD) dikalikan total GT kapal penangkap ikan dan kepal pendulung yang dipergunakan, ‘Tarif Pangutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal & Pungutan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dikenakan 4 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a, Perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan.dengan bobot lebih besar dari $0 (tiga puluh) Gross Tonnage (GT) dan/atau yang mesinnya berkekuatan lebih besar dari 90 (sembilan puluh) Daya Kuda (DK) dan beroperasi di Juar 12 (dua belas) mil laut, b. Perusahaan perikanan asing yang menggunakan kapal penarigkap ikan dan mendapatkan izin untuk beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI. Pasal 9 Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajek yang berasal dari jasa-jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, huruf c, hucaf d, buruf ¢, huruf f, huruf g, dan huruf h adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, Pasal 10 (1) Besarnya tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa pengadaan es, jasa cool room atau cold storage, jasa instglasi pengolahan air limbah, dan jasa instalasi pengambilan air laut bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut : T=HD+x (2) Besamya tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari vas laneganan bulanan dihitune dengan rumus 1S

You might also like