Professional Documents
Culture Documents
C04 Ana
C04 Ana
30 OF DPT dilwar 12 mil laut, Kapal ikan <30 GT sampai batas 12 mil laut PP RI No.6? tahun | 2002" ‘Pemberian UP, SPI, SIKPI kepada kapal ikan Berdasarkan GT kapal ikan PP RI No.62 tahun 2002 4 | Kewenangan pemberian perijinan kapal ikan >30 GT menjadi wewenang pusat, <30 GT daerah PP RI No54 tahun 2002| Penentuan jalur-jalur Pembagian didasarkan pada besar | Kepmentan penangkapan ikan kecilnya GY kapal ikan No.392/K PSM. 12 0/99 @ | Benataan perijinan kapal | Pengawasan KIA didasarkan pada | Kepmen Kelautan ikan asing (KIA) GTKIA an Perikanan No, KEP/60/MEN/2001 7 | Broduktivitas kapal ikan | Nilal produktivitas Kapal ikan Kepmen Kelautan dihitung berdasarkan ukuran GT | dan Perikanan No. kapal ikan KEP/38/MEN/2003 Berdasarkan Tabel 3 peranan dari GT kapal dalam _penentuan besar kecilnya pungutan perikanan merurut Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pungutan perikenan adalah pungutan negara atas hak penguszhaan dan atau pemanfaatan sumberdaya ikan yang harus dibayar kepada pemerintah oleh perusahaan perikenan Indonesia yang melakukan usaha perikanan atau oleh perusahaan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan, Pungutan perikenan ini adalah salah” satu potensi ekonomi nasional sebagai sumber penerimaaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor perikanan dan kelautan, sehingga perlu pengelolaan yang tepat. Pungutan perikanan ini dikenakan kepada nelayan, perusahaan perikanen nasional, maupun asing. Hingga saat ini, pungutan perikanan dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Peraturan Pemerintah ini juga mengatur bahwa pungutan perikanan terdiri atas tiga jenis, yaitu pungutan pengusehaan perikanan (PPP), pungutan hasil perikanan (PHP) dan pungutan perikanan asing (PPA). Untuk perusahaan perikanan nasional dikenakan PPP dan PHP, sedangkan untuk perusahaan asing dikenaken PPA. PPP dikenakan pada saat perusehaan perikanan nasional telah memperoleh ijin usaha perikanan (IUP) baru atau perubahan, Sementara itu, PHP dikenakan pada saat perusahaan perikanan Indonesia memperoleh surat penangkapan iken (SPS) atau surat in kapal pengangkut ikan (SIKPI). Untuk menghitung besarnya PPP menggunakan rumus tarif PPP per ukuran GT dikalikan dengan besarnya ukuran GT kapal berdasarkan jenis kapal perikanan yang 34igunaken, Sementara itu, untuk menghitung besarnya PHP dihituny dengan cara mengalikan produktivitas kapal ikan dengan harga patokan ikan berdasatkan skala usaha perikanan kapal ikan tersebut, Adapun harga patokan ikan ditentukan oleh Deperiemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Pada Tabel 3 untuk penentuan daerah operasi penangkapan ikan, peranan GT kapal menurut Peracuran Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 disebutkan bahwa kapal ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT daerah operasinya berada di luar petairan 12 mil laut. Sedangkan, Kapal ikan dengen bobot kurang dari 30 GT daerah operasinya di dalam ‘perairan 12 mil laut. Kaitannya dengan Keputusan Menteri Pertanian No.392/KPTS/Ik.120/99 Tentang jalurjalur penangkapan ikan adalah bahwa Kapalskapal ikan tersebut masih dibagi-bagi dalam jalur-jalur penangkepan tersendiri sesuai dengan bobot GT yang dimiliki oleh kapal ikan tersebut. Pengaturan ini dilakukan agar tidak terjadi Konflik antara kapal ikan dengan bobot yang berbeda dan juga agar tidak terjadi Kepadatan tangkap di suatu daerah penangkapan ikan tertentu Hal ini terkait dengan penataan perijinan dan pengawasan kapal ikan asing karena sebagaimana telah disebutkan bahwa bayak sekali penyimpangan-penyimpangan tidak saja dilakukan oleh kapal ikan Indonesia, tapi juga oleh kapal ikan asing, Dimana justru persentase penyimpangan ukuran GT terjadi di perairan Indonesia, Hal i terbesar oich kapal ikan asing. Oleh Karena itu perlu penatean perijinan dan pengawasan kapal ikan asing tidak lagi merugikan bangsa Indonesia sendiri; Pada Tabél 3 menurut PP RI No.54 Tahun 2002 disebutkan bahwa kewenangan pemberian ijin kapal ikan seperti IUP, SPI, dan SIKPI, untuk kapal ikan dengan bobot lebih besar dari 30 GT menjadi wewenang pemerintah pusat. Sedangkan untuk kapal ikan dengan bobot kurang dari 30 GT menjadi wewenang pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan adanya otonomi daerah yang telah diberlakukan di Indonesia. Berdasarkan Tabel 3 menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. KEP/38/MEN/2003, produktivitas kapal penangkap ikan adalah tingkat kemampuan kapal penangkapan ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per tahun. Nilai produktivitas ini dihitung berdasarkan ukuran GT kapal, jenis alat, 35jumlah trip operasi penangkapan ikan per tchun, kemampuan tangkap rata-rata per trip dan wilayah penangkapan ikan, Nilai produkt s dari kapal ikan ini akan dijadikan dasar untuk menghitung besamya pungutan perikanan yang harus dibayarkan oleh perusahean perikanan nasional dan asing kepada pemerintah Indonesia. Besarnya peranan GT kapal dalam strategi pengelolaan perikanan tangkap diatas membutuhkan edanya suatu koodinasi yang tepat dan efektif. Hal ini dikarenakan kasus-kasus yang terjadi selama ini adalah mate rantai koordit.asi tersebut tidak berjalan secara efektif yang menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan, Untuk Keberlanjutan sektor perikanan tangkap maka peranan GT kapal harus dimaksimatkan terulama dalam hal pengeturan punguten perikanan dan pena perijinan kagal ikan asing, Berdasarkan husil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditentukan beberapa penggunaan GT kapal,ikan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia meliputi pemberian perijinan teknis kapal ikan, penentuan dacrah operasi penangkapan ikan bagi kepal-kapal ikan, dan penentuan tarif pungutan perikanan bagi kapal-kapal ikan, dan perhitungan produktivitas kapal ikan 368. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1, Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditentukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat tiga cara pengukuran GT kapal di Indonesia, pertama adalah cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih dengan rumus GT'= Kx V, kedua adalah cara pengukuran berdasarkan TMS 1969 untuk mengukur kapal dengan panjang kurang dari 24 meter dengan rumus GT = 0,25 x V, dan ketiga adalah cara pengukuran dalam negeri untuk mengukur kapal berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter dengan rumus GT = 0,25 x P. 2. Ketiga cara pengukuren ini memiliki persamaan dan perbedaan ditinjau dari definisi GT kapal, rumus yang digunakan, konstanta yang digunakan, cara atau metode pengukuran volume, dan definisi dari dimensi utama kapal. 8.2. Saran Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1, Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai penerapan ketiga cara pengukuran GT kapal untuk pengukuren kapal-kapal ikan Indonesia dan ada atau tidaknya penyimpangan dalam penerapan ketiga cara pengukuran GT kapal tersebut. 2. Perlu ada penjelasan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Depariemen Porhubungan Republik Indonesia mengenai definisi bilangan 0,353 dan 0,25 dalam mengimplementasikan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungen Laut Nomor PY.67/1/16-02 untuk menghindari perbedaan interpretasi perhitungan GT kapal.DAFTAR PUSTAKA. Purbayanto, Ari, Wisudo H, Sugeng, Iskandar, BH, dan Novita, Y. 2004. Kajian Teknis Kemungkinan Pengalihan Pengaturan Perijinan dari GT menjadi Volume Palkah Pada Kapal Ikan. (makalah disampaikan pada Semiloka: “Paradigma baru pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab dalam rangka mewujudkan kelestarian sumberdaya den manfaat ekonomi maksimal” di Jakarta, 10-11 Mei 2004). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Iimu Kelautan IPB. Bogor. Fyson, J.1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News. LTD. London. England, Iskandar, B.H. dan Pujiati, 8.1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di beberapa Wilayah Indonesia. Jurusen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Bogor. Iskandar, B.H. dan Novita, Y.1997. Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Keputusan Presiden Nomor $ tahun 1990 Tentang Pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ships 1969. Keputusan Menteri Pechubungan No.KM 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran kapal- kapal Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. PY.67/1/13-90 tentang petunjuk pelaksanaan pengukuran kepal-kapal Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, No.Kep.23/MEN/2001 tentang produktivitas kapal penangkap ikan, Keputusan Menteri pertanian nomor 392/Kpts/LK.120/4/99 tentang jalur-jalur penangkapan ikan, Kepmen Kelautan dan Perikanan No. KEP/60/MEN/2001 tentang Penataan perijinan_ pal ikan asing (KIA),Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Kep.38/MEN/2001 tentang produktivitas kapal penangkap ikan. Nomura dan Yamazaki, 1975. Fishing Techniques. Japan International Cooperation Agency. Tokyo. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan, Peraturan Pemerintah RI No.62 tahun 2002 tentang tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kelantan dan Perikanan, a7Lampiran 1. Nilai koefisien K, Rei (efisien KI dan K2 yang dimaksukan dalam Peraturan-peraturan 3 dan 4 (1) ‘Vata Ve = Tsi dalam meter kubik, Verve Kerk, Verve Kok, Vorve Kok, Vove Kak, 1002200 45000 0.2931 330000 03104 670.000 03165 2 0.2260 $0000 02940 340000 03106 «80000 03166 3002295 $5000 0.2048 350000 03109 69000003168 42 02320 6900002956 360000 O31 70000003169 300.2340 6500002963 370000 03114 71000003170 6 02356 70000 0.2969 380000 03116 720000 03171 7 02369 75000 0.2975 390000 03118 73000003173 80 02381 8.000 0.2981 400000 03120 740000 03174 90 02391 85.000 0.2986 410000 03123 750000 03175 Yoo 0.2400 90.000 0.2991 420000 03125 760000 03176 200 0.4260 95.000 0.2996 430000 03127 77000003177 300 0.2495 100000 0.3000 440000 0.3129 780000 03178 400 0.2520 110000 0.3008 450000 03131 79000003180 500 0.2540 120000 03016 460000 03133 800000 O38) 60002556 130000 0.3023 470000 03134 810000 0.3182 700 02569 14000003029 480000 03136 820000 0.3183, 800 0.2581 150000 0.3035 490000 0.3138 830000 03164 900 0.2591 160000 03041 500000 03140 8400003185. 1000 0.2600 170000 03046 510000 03142 850000 03186 2000 0.2660 18000003051 520000 03143 860000 03187 3000 0.2695 190000 03056 530000 03145 870000 03188 4000 0.2720 700000 0.3080 540000 03146 880000 03189 5000 0.2740 210000 03054 550000 0.3148 89000003190 6000 0.2756 220000 0.3068 56000003150 900000 93191 7000 0.2769 230000 03072 570000 03151 910000 03192 8000 0.2781 240000 03076 580000 03153 92000 03193 3000 0.2791 250000 03080 590000 3154 93000 03194 10000 0.2800 26000003083 600000 03156 940000 03195 15000 0.2835 27000003086 61000003157 950000 03196 20000 0.2860 275000 03089 520000 03158 960000 03196 25000 0.2880 28000003082 630000 03160 910000 03197 30000 0.2895 290000 03095 “649000 03161 980000 03198, 35000 02909 30000003098 © 650000 03163 990000 03199 4002 0.2920 31000003101 460000 03164 1000000 0.3200. ere Coelficients K, or K, ac intermediate values of Vor Ve shal be obtained by linear interpolationLampiran 2. Dokumen tambahan IMCO 1982 ees Dots, ¥ Ke y conunat Yoo 4 x1I/heo, 493, ASSmDI — 12th geosion “~S femaei eee Agenda item 10(v) Original: BNOLISH IMCO RESOLUPION 4495(XII) adopted on 19 November 198) USE OF SHE TEC “ROSS TONNAGH" IY LIGU OF "ONS GROSS TONNAGE THE ASSmABLY, ROCALIING Artfele 26(3) of tho Convontien on tho IntexGovexmente, Maritime Consultative Organization, NOTING that tho Intemational Convention on Tonnage Hoemmemont of Snipe, 1969, will cone into force on 16 July 1962, NOPING FORMER that the tonnoge detomined under that Convention has x0 unit ond 49 expressed in the International Tonnage Certificate: {1969) 5 “gross tonnage" and “not tomage" in contrast to the present tomage eomuxeuent eystaro dn which the unit of "gzoas tonnage" and “nat tonnage! is clpreesod in texan of "ton" which de oqual, to a volume of 2.63 cubic metros (200 oubse feot), HBCALDING ASO that the tem "tons gross-tomage! is used as a tonnage peratoter throughout IO conventions, cota and other docuonte, “HAVING CONSILERED tho xecommondation made by the Manitine Safety Comittee at ite forty-fourth acasion, 1 HRSOLWES that the’ tex “tons gzoas tonnage" used in IO conventions, Codes and other doounenty shal] bo considered es having the sane moaning as “grosa tonnage" determined under the Intemational, Convention on Tomege Menswrenent of Shipa, 196; 2 TERESYS te appropriate bodies of 00 to consider whon appropriate the replacement of the tem "tons groca tonnage" used in T400 conventions, codes end other documento ty “gross vonage" which should encompass the grosa torinegos detemined by tho Intemetional Convention on Tomnage Keasuxeuent of Shipa, 1969, ena by oreting national tonnege meaourencnt regulations. 4)Lampiran 3. SK DIRJENLA tahun 2002 BS Td Meniinbang Mengingat | DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LT. 12 s/d 17 JLMEOAN MERDEKABARATHO.6. | TEL + ser1a0e, 2812258, s813269,3447017 | TUX : IRRARTA- 0110 Poi 420,214 4227 uot, 36450, 3507576, 3613808 Fax + 9511745, 304540, 3507576 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT Nomor : PY:67/1/16 - 02 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT. NOMOR PY. 67/1/13-90 TANGGAL 6 OKTOBER 1990 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 41 TAHUN 1990 a TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT, bahwa dengan Keputusan Direktur Jenderal Pethubungan Laut Nomor 67/1/13- 90 tanggal 6 Oktober 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Pechubungan Nomor KM, 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kepal Indonesia, telah ditetapkan rumus untuk memperoleh dan menentukan isi Kotor kapal yang diukur menurut cara Pengukuran Dalam Negeri; bahwa penggunaan faktor sebesar 0,353 untuk perhitungan tonase kotor menurut cara Pengukuran Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Keputusan “Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY.67/1/13-90 perlu disesuaikan ‘menurut faktor berdasarkan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal 1969; bohwa sehubungan dengan tersebut huruf b —dipandang perl inenyempumakan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 41 Tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kapal Indonesia; ‘Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran; Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1989 tentang Pengesahan International Convention on Tonnage Measurement of Ship, 1969; 13. Keputusanfenetapkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusen Presiden Nomor 38 Tahun 2001; Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 41 Tahun 1990. tentang Pengukuran Kapal-kapal Indonesia: Keputusan Menteri Perhubunuan Nomor KM, 24 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan; MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN . DIREKTUR — JENDERAL = PERHUBUNGAN LAUT TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT NOMOR PY.67/1/13-90 TANGGAL 6 OKTOBER 1990 TENTANG PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM. 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA. Pasal | Mengubah dan mengganti rumusan pasal 26 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 tanggal 6 Oktober 1990 sehingga selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut : Pasal 26 ayat (1) : Isi Kotor kapal diperoleh dan ditemtukan sesuai dengan rumus sebagai berikut t= dimana : V adalah jumlah isi dari ruangan di bawah geladak atas ditambah ruangan-ruangan di atas geladak atas yang teitutup sempurna yang berukuran tidak kurang dari 1 m3. / B. Ketentuan-ketentuan 4BB. Ketentuan-ketentuan lain sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor PY. 67/1/13-90 sepanjang tidak diubah atau diganti dengen Keputusan ini, dinyatakan tetap berlaku, Pasal UL - Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DITETAPKAN : JAKARTA, PADATANGGAL —: 17 Nel 2002 JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT sLINAN :. putusan ini disampaikan kepada Yth : Menteri Perhubungan; Inspektur Jenderal DEPHUB; DIRJEN. Perikanan Departemen Kelautan; SEKDITJENHUBLA; Para KADIT/KABAG di lingkungan DJPL; Para ADPEL dan KAKANPEL; BUMN di lingkungan Perhubungan Laut; DPP INSA; DPP PELRA. 44Lampiran 4, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tahun 190 ! DEPARTEMEN feu DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT A MEKOERA TIMUR Sf TEL 3e3008 4/4 363013, | TLE LATED. «ENE, COT, SaRART 300r earn, caret PUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERMUBUNGAN LAUT NOHOR : PY. 67/1/13-90 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN ‘OR KM 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT ; @. bahwa dalam rangka penyesuaian pengukuran kapal-kapal Indonesia dengan ketentuan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kepal, 1969 sebagaimana disahken dengan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1989, telah ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KH.41 tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-kepal Indonesia; &. buhwa sehubungen dengan tersebut butir a, maka perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Lat tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KH.4l tahun 1990 tentang Pengukuran pal-kapal Indonesia; neingat : 1. Ordonansi Pengukuran Kapal tahun 1927 (Scheepneting Grdonantie, stb tahun 1927 nomor 210) beserta peraturan pelaksanaannya; Ordonans4 Kapal tahun 1935 (Scheepen Ordonantie, Stb tahun 1935 nomor 60}; 3. Ordonansi Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1935; apan Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1934; 4. Pene! 8. Peraturan Surat Laut dan Pas-Pas Kapal tahun 1935; S. Peraturan Kapal-Kapal tahun 1935 (Stb tahun 1935 nomor 344 sebagaimana diubah terakhir dengan Stb tahun 1947 nomor 50); 7. Keputusan Presiden nomor 44 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Organisssi Departemen: tahun 1984 tentang Susunen bagaimana telnh diubok iden nomor 4 tahun 1990; utusan Presiden nomor 16 Organizast — Departeme terakhir dengan Keputusan Prtapkan : 10. iL. a (2) (3) Ksputusan Presiden nomor 5 tahun 1989 tentang Pengesshan Internasional Convention On Tonnage Measurement Of Ship 1969; Keputusan Menterd Perhubungan nomor KM.91/0T.002/Phb- BO dan. KM. 164/0T.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan menteris Perhubungan nomor KM.23 tahun 1989; Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM.41 tahun 1990 tentang Pengukuran Kapal-Kapal Indonesia. HEMUTUSKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL “PERHUBUNGAN LAUT TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN iHfENTERI PERHUBUNGAN NOHOR KM. 41 TAHUN 1990 TENTANG PENGUKURAN KAPAL-KAPAL INDONESIA, BAB OL PELAKSANAAN PENGUKURAN Pasal 1 Penerapan Cara pengukuran kapal sebagaimana diatur dalam Keputusan ini ditetapkan sebagai berikut : Cara Pongukuran Dalam Negeri diterapkan terhadap kapal berukuran panjang kurang dari 24 (duapuluh- empat) meter; %. Cara Pengukuran Internasional diterapkan terhadap kapal berukuran -panjang 24 (duapuluh empat) meter atau lebih: Atas permintaan pemilik, kapal berukuran panjang kurang dari 24 (duapuluh cmpat) meter dapat diukur dengan cara Pengukuran Internasional. Jika hal ini dilakukan, kapal tidak dibenarkan diukur kembali dengan cara Pengukuran Dalam Negeri; Panjang yang dimaksud paca ayat (1) dan (2) adalah ukuran panjang sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) Keputusan ini. 46(2) (a) (4) Pasal 2 Permohonan dari pem4lik kapal Semua kapal berbendera Indonesia harus sudah dilengkapi dengan Surat Ukur menurut Keputusan ini paling Lembat tanggal 18 Juli 1994; Untuk memperoleh Surat Ukur sebagaimana dimakeud peda ayat (1), pemilik harus mengajukan permohonan dengan dilampirkan gambar-gambar rencana kapali Pasal 3 Pengukuran Ulang Semua kapal yang telah diukur dan ditentukan tonasenya terdacarkan cara Pengukuran terdahulu, harus diukur ulang untuk penerbitan Surat Ukur berdasarken Keputusan indi Bagi kapal yang telah diukur berdasarkan cara Pengukuran terdahulu dan telah diterbitkan Surat Ukur Sementara, sedangkan sampai dengan _berlakunya Kerutusan ini Surat Ukur Tetap belum dapat diterbitkan harus diukur ulang untuk penerbiten Surat Ukur werdasarkan Keputusan ini: Fengukuran ulang sébagaimana dimaksud pada ayat | (1) dilakukan karena ecalah satu dari alasan-alasan sebagai berikut a. Kapal dirubah bangunannya sehingga tonase ‘ kapal bervbah; Kubal diganti namay ¢. Pemilik kApal minta agar dilakukan pengukuran ulangi a. Terjadinya perubahan pemil i) eo. | Sampad dengan batas waktu, yaitu tanggal 16 Juli 1994. . Pengukuran vlang sebagaimana dimaksud ayat (2) dileku - ken paling lambat 6 bulan sejak mulai berlekunya Keputusan ini Pasol 4 Uomor Surat Ukur 7 Momor a7Nomor untuk Surat Ukur yang diterbitkan berdasarkan Keputusan inf diberikan sesuai dengan nomor urut baru, bukan kelanjuten deri nomor urut Surat Ukur yang diterbitkan berdasarkan cara pengukuran terdahulu. Pasal 5 Penyesuaian Blanko (1) Terhadap blanko-blanko Sertifikat dan Surat-Suret Kapal yang memeriukan perubahan, harus disesuaikan dengan perubahan yang timbul akibat pemberlakuan Keputusan in yesuaian sebagaimana dimaksud pada p bentuk dan susunan Daftar Ukur, nda Kebangsaan Kapal dan Sertifiket agaimana tercantum pada lampiran (2) Perubahan untuk ayet (1) terh Surat Ukur, Sure Kapal adalah Keputusan in ae ae: 6 Pasel Tanda Ruangan can Tanda Selar % ruangan muatan harus dipasang pada engan ketentuan peraturan 2 butir 7 nasional tentang Pengukuran Kapal, (1) Tande-tande un kapal, sesuei dari Konven: 1969; Pada kapal yang telah diukur, dipasang Tanda Seler dengen cara permanent dan dipasang di dinding depan rumah Keaudi bagian luar atau di tempat lain yang aman den mudah terlihat. Tanda Selar Kepal adalah merupakan rangkaian yang terdiri dari ukuran Isi Kotor, Nomor Surat Ukur_ dan Kode Pengukuran dari Pelabuhan tempat penerbitan Surat. Ukur Kapal dimaksud. Cara pefulisan dimulai dengan huruf GT, bilangan I Kotor, huruf No, Nomor Surat Ukur, garis miring da: di akhiri dengan kode pengukuran Conteh : GT 1234 No 1/Ba. CARA PENGUKURAN B an Kesatu Gmuma) (3) ay (Ss) Pasal 7 Ukuran-ukuran Panjang Panjang “ kapal adalah ukuran sebagaimana dimaksud dalam passl 2 eyat (8) dari Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969; Panjang keseluruhan adalah jarak mendatar dari sebelah depan bangunan permanent yang paling depan sampai sebelah belakang dari bangunan permanent yang paling belakang; Panjang keseluruhan dicantumkan pada Surat Ukur. Pasal 8 Tingkat Ketelitian Ukuran Usuran-ukuran diambil hingga mendekati sentimeter (cm) titik bagi dan sepertiga jarak titik bagi yang ud dalam pagal 13 Keputusan ini dihitung sampai dengan tiga angka dibelakang koma, jika angka ke empat dibelakang koma lima atau lebih, angka ke tiga dibelakang koma ditambah satu; Koreksi lengkung geladak. yang dimaksud dalam pasal 13 Keputusan ini, luas penampang melintang dengan satuan meter persegi (m2) dan isi ruangan dengan satuan meter vik (m3) serta tinggi rata-rata yang dimaksud dalam Fasal 18 ayat (2) Keputusan ini, dihitung sampai dengan dua angka dibelakang koma, jika angka ketiga dibelakang koma lima atau lebih, angka kedua dibelakang koma ditambah satu; Hasil interpolasi dari faktor Kl dan K2 dihitung sampai dengan empat angka dibelakang koma, jika angka kelima dibelakang koma lima atau lebih, angka ke empat dibelakang koma ditambah satu; Tsi kotor dan isi bersih kapal dinyatakan dengan bilangan bulat dengan = mengabaikan angka-angka dibelakang koma; Pasal 9 Satuan Pembanding lukan satuan pembanding, digunakan persamaan sebagai berikut 49= (1 20,3048) kaki. = 0,353 RT. (Register Ton). 10 m3 dinilai setara dengan GT.3. 20 m3 dinilai setara dengan GT.7. 50 m3 dinilai setare dengan GT.17. 100 m3 dinilai setara dengan GT.35. 424,50 m3 dinilai setara dengan GT.150. 500 m3 dinilai setara dengan GT.175. 850 m3 dinilai setara dengan GT.300. (2) Jika untuk batas persyaratan tertentu digunakan tonase atau isi kotor dalam satuan m3 eelain tersebut ayat (1), ukuran yang dinilai setara dengan tonase atau isi kotor dimaksud adalah hail perkalian ukuran dimaksud dengan 0,353, dengan mengabaikan angka-angke dibelakang koma dari hasil yang didapat. Bagian Kedua Cara Pengukuran Internasional Pasal 10 entuan tonase = kapal = menurut cara Pengukuran ernasional dihitung sesuai dengan pasal 11 sampai dengan Pasal LL ' Geladak Ukur dan Panjang Geladak Ukur (1) Geladak Ukur edalah geladak paling atas yang menjalur dari haluan sampai buritan. Pada kapal-kapal dimana’ pada geladak ukur terdapat penggslan-penggalan,geladak ukur adalah bagian geladak Faling rendah yang terbuka terhadap cuaca diteruskan . dengan garis khayal sejajar dengan geladak diatasnya. Panjang geladak ukur adalah jarak mendatar antara dua titik pada tengah-tengah kapal, yaitu titik potong bagisn bawah geladak ukur dengan pelat kulit haluan dan titik potong bagian bawah geladak ukur dengan pelat kulit buritan Pada waktu menentukan panjang Geladak Ukur jika ada ceruk-ceruk di haluan maupun di buritan tidak rhatikan. Pasal 12 Tinggi Penampang Melintane, / Tinges ee 50ssi penampang melintang adalah jarak tegak lurus dari evelah atas lunas atau pelat dasar pada kapal-kapal- yang dibangun dari baja, logam lain atau fibre glass dan lain— lain, atau dari sebelah bawah alur lunas pada kapai-kapal kayu, kapal-kapal komposit atau kapal-kapal yang dibangun diatas lunas,sampai sebelah bawah dari geladak ukur pada tengah-tengah lebar bagian kapal yang divkur dengan koreksi-koreksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 zy2t (6) Keputusan ini. Pasal 13 Lengkung Geladak (1) Lengkung Geladak adalah jarak tegak pada bidang tengah, diukur dari sebelah bawah pelat geladak sampai garis melintang yang ditarik dari titik pada garis temu bagian bawah pelat geladak dengan sisi dalam pelat kulit kedua sisi lambung; (2) Bagi kapal yang mempunyai pingairan geladak dibundar- kan, agar memperhatikan peraturan 2 butir 2b dari Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969. Tinggi lengkung geladak di koreksi = dengan memperhatikan bentuk lengkungan sebagai berikut : a. Dikurangi 1/3 lengkung geladak jika geladak melengkung searah melintang kapal, atau sebagian nelengkung sebagian legi miring lurus; b. Dikurangi 1/2 lengkung geladak jika geladak miring lurue dari sisi kapal ke bidang tengah; c. dike pada arah melintang dari.sisi kapal ke bidang tengah sebagian geladak miring dan sebagian lagi mendatar, koreksi berupa pengurangan dihitung dengan rumus B-b koreksi = a x ~ 28 dimana = lengkung geladak lebar teratas penampang melintang b = lebar bagian geladak yang mendatar a. Dalam hal bentuk melintang dari pada, geladak mempunyai konstruksi yang.lebih sulit, koreksi terhadap lengkung geladak dapat diperoleh déngan menggunakan perhitungan secara umum. 7 (3) Stka a sl(3) Jika pada arah melintang terdapat bagian geladak yang lebih tinggi pada bagian tengeh kapal, tinggi bagian tersebut merupakan koreksi yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikurangkan dari tinggi penampang melintang. Jika menurut rah melintang terdapat bagian geledak yang lebih rendah pada bagian tengah kapal, kedalaman bagian tersebut merupakan koreks{ untuk ditambahkan pada tinggi penampang melintang. Tsi Rusngan Dibawah Geladak ngan-ruzngan yang akan dihitung untuk menentukan isi cree eee scenes eee eee eee sebagai. ikut : geladak ukur dibagi menjadi sejumlah agian cema Panjang sebagai berikut = 15 meter dibagi menjadi 4 bagian 20 meter dibagi menjadi 6 bagian 45 meter dibagi menjadi 68 bagian 60 meter dibagi menjadi 10 bagian 75 meter dibagi menjadi 12 bagian 90 meter ditagi menjadi 14 bagian 105 meter dibagi menjadi 16 begian pai 120 meter dibagi menjadi 18 bagian atau lebih dibagi menjadi 20 bagian @ kurang dar meter ampai eaogouor B EI 3 > njang 120 Dus bagisn akhir pada ujung depan dan belakang masing- masing dibagi 2 bagien yang sama panjang. geladak ukur diambil penampang melintang tegak ada bidang tengah, sejajar dengan sekat-eekat pal atau gading-gading. 7 tersebut dib 4 nomor urut mulai ng melintang dibegi dalam & = tinggian dimaksud tidak lebih a ketinegian dimaksud lebih dari 6 paling bawah dari pembagian tinggi mt dibsgi menjadi 2 bagian yang sama. fA, Pada sees eeeo Fada setiap titik bagi, termasuk kedua titik ujung dari tinggi penampang melintang diambil ukuran lebar. Bentangan lebar diberi nomor urut, dimulat dari bawah 2 atas Luas penampang melintang dihitung sebagai berikut = Lebar pertama dikalikan 0,5 Lebar kedua dikalikan 2 Lebar ketiga dikalikan 1,5 Lebar teratas dikalikan i isbar lainnya yang bernomor genap dikalikan 4 dan yang bernomor ganjil dikalikan 2. Jumlah hasil perkalian dikalikan dengan sepertiga dari Jarak antara lebar-lebar; Pada penampang melintang dengan dasar miring, yaitu dalam hal kemiringan dasar kapal pada arah melintang Sari lunas atau pelat lunas kesisi kapal dapat diukur. iuas penampang melintang di ukur sebagai berikut = =. Melelui titik di atas lunas atau pelat lunas setinggi kemiringan, dasar kapal, ditarik garis mendatar dari sisi ke sisi lain; Garis ini diambil sebagai lebar paling baweh dari penampang melintang dan tinggi = penampang, melintang di ukur sampai garis tersebut Luas’ bagian antara geladak dan garis tersebut dihitung menurut butir 2,3,4 dan 5 pasal ini; b. Luss bagian antara lunas atau pelat lunas dan garis dimaksud pada a dihitung sebagai cegi tigai c. Jumlsh luas a dan b adalah lvas penampang melintang: strukei dasar yang tidak porlu untuk menghitung luas an melalul bebcrapa bagiani, kapal-kapal deni seperti binss bila Penampang teak dilakul ak kur dihitung sebagai vi ruangan dibawah gelad: rikut Laas kel mpang melintang dari belekang oasing- maging dikulikan denpan : Q,9-2-1-2 dan 1.5. [uas penampang melintang yang paling depan dikalikan 0.5 dan ke ompat penampang berikutnya arah ke belakang masing-masing dikalikan dengan 2-1-2 dan 1.5. Luss dari penampang sisa yang lainnya dikalikan 4 untuk yana bernomor genap, dikalikan 2 untuk yang iil. bernomor fan Z Jumlah 33Jumlah hasil perkalian dikalikan dengan: sepertiga dari dJarak antara penampang-penampang tegak, hasilnya merupakan isi dari ruangan dibawah geladak ukur. %. Dalam hal terdapat penggalan pada geladak ukur, isi ruangan dibawah geladak ukur adalah jumlah isi ruangen dibawah geladak atas dan garis lanjutannya ditambah isi ruangan-ruangan di atas garis lanjutan geladak dengan geladak di atasnya. Pasal 15 Ruangan antara garis lanjutan geladak dan geladak di atasnya. Ruangan antara garis lanjuten gelodak dan geladak di kasnya diperlakukan seperti bangunan atae dan diukur sesuai dengan ketentuen pasal 16 sampai 19 Keputusan ini. Pasal 16 Bangunen Atas leh ruang-ruang yang dibangun diatas Pasal 17 Panjang dan Lebar ran yang diambil searah membujur terhadap kapal disebut Panjang sedangkan yang diambil searah melintang kapal disebut lebar, dengan tanpa mengindahkan bentuk dari pada ruangan yang diukur, Pasal 18 Tinggi (1) Tinggi bangunan atas diukur tegak lurue dari geladak sampai —geladak, lapisan pada geladak tidak diperhatikan; (2) Tinggi rata-rata adalah hesil rata-rata dari tinggi yang diukur pada tempat-tempat berbeda yang ditentukan menurut arah melebar atau momanjang terhadap ruangan dimaksud; (2) Tinggi kepale palka diukur dari sebelah bawah geladak sampai sebelah bawah tutup kepala palka. Tinggi maksimum dari kepala palka sama dengan tinggi dari ambang palka / Tinggi 54Tinggi ambang palka harus diukur pada seperempat atau nguh-tengsh lebar atau panjang ambang palka, menurut luan ‘sehubungan dengan pengambilan tinggi rata~ Pasal 19 Isi Bangunan Atas n-ruangan yang akan dihitung untuk menentukan Isi agunan Atag, diukur dan dihitung sebagai berikut = si ruangan bangunan yang berbentuk segi empat adalah . perkalian dari panjang kali lebar kali tingei ani isi ruangan bangunan yang berbentuk tidak beraturan, iukur dan dinitung bagian per bagian; den bangunan lain yang berbentuk mirip diukur, isinya dihitung sebagai a. Panjang vuangen diukur pada bidang tengah pade tengah-tengah tinggi di kedua titik ujung dari panjan, - Fenjang dibagi dalam beberapa bagian yang sama kurang dari 1S meter dibagi 3 bagian. 15 meter sampai kurang dari 60 meter dibagi 5 bagian. 60 meter atau lebih dibagi 7 bagian. Bagian paling depan atau paling belakang dibssi dus bagian yang sam: . Lebar diukur melalui titik-titk bagi dari panjang, diterL nomor mulai dari titik ujung paling depan atau paling bels Ukuran lebar yang diperoleh dikalikan dengan tinggi yang diukur ditempat yang sama; ponampang pada eetiap titik bagi dikalikan menurut ketentuan sebagai berikut : dikalikan dengan 0,5 pada titik ujung paling depan atau paling belakang 7 dikalikan dikalikan pada titik bagl yang kedua pada titik bagi yang ketiga 1 pada titik bagi yang terakhirs ¢f. Jumlah 4 pada titik bagi yang bernomor pena; 2 pada titik bagi yang bernomor ganj) 55Jumlat hasil perkalian luas penampang dikalikan dengan 1/3 jarak antara penampang-penampang pada titik bagi panjang. Pasal 20 Isi Kotor dihitung dengan menggunakan rumug dan ketentuan sasimana ditetapkan dalam peraturan 3 dari Konvensi internasional tentang Pengukuran Kapal, 1969. Agen untuk menentuken Isi Bersih uangan y akan dihitung untuk menentukan isi 1, diukur dan dihitung sebagai berikut : Jang ditegi sebagei berikut ain tertentang dari haluan gampai buritan, tentuan pasal 14 butir 1 Keputusan ini; Si ruengan lain ditentukan sebagai berikut : rang dari 1§ meter dibagi menjadi 4 bagian, 1S mster campai dengan kurang dari 30 meter dibagi 5 bagian, sedangkan 30 meter atau lebih dibagi 8 bagian enampang dibagi sebagai berikut : Bagi rusngan terbentang mulai dari lunas/pelat 4 berlaku ketentuan pasal 14 butir 3 nm ind; dika kedalaman kurang dari 6 da tengah-tengah panjang, dibagi menjadi 4 an yang sama, untuk kelinggian 6 meter atau h dibsgi menjadi 6 agian yang sama; ‘aitungen Isi Ruangan Bagi rusngsn yang dibagi sesuai dengan butir 1 a dan 2 4 luas penampang dan isi ruangan dihitung ntuan dalam pasal 14 butir 5,6 dan B Keputusan ini; ruangan yang dibagi eccuai dengan butir 1 a b, luss penampang dihitung sebagai berikut 56Lebar paling bawah dan paling atas dikalikan 1; Lebar dengan nomor genap dikalikan 4; Lebar dengan nomor ganjil dikalikan 2; Isi ruangan dihitung menurut ketentuan dalam pasal id butir 8 Keputusan ini; Bagi ruangan yang dibagi sesuai dengan butir 1b dan 2 2 luas penampang dihitung sesuai dengan ketentuan dalam pasai 14 butir 5 dan 6 Keputusan ini; gan dihituns sebagai berikut penampang pertama dan terakhir dikalikan 1) pang dengan nomor genap dikalikan 4; pang dengan nomor ganjii dikalikan 2; Jumleh hasil perkalian dikalikan dengan 1/3 jarak titik bagi dari ketinggian; Bagi ruangan yang dibagi sesuai dengan butir 1 b dan 2b, luas penampang dihitung menurut ketentuan butir 3b; Tei ditets dihitung menurut ketentuen yang butir 3c; uk menentukan isi bersih diukur dan dihitung isinya menurut ketentuan yang “ken dalan pasal 17, 18 dan 19 Keputusan ini mengenai in Atas sih dihitung dengan menggunakan rumus dan ketentuan mana ditetapkan dalam peraturan 4 butir 1 dari asi Internasional, tentang Pengukuran Kapal, 1969. sran panjang kurang dari 24 meter a erkan pasal 1 eyat (2) Keputusan ini, kapal nop ang dari 24 meter. diukur uran Internasional, tonase kapal memperhatikan ketentuan-ketentuan mpai dengan 19 Keputusan in Pensa koter STisi by kapal pada tempat yang terbesar, tidak termasuk pisang-pisang. = dalam, adalah jarak tegak lurus ditempat yang terlebar, diukur dari sisi bawah gading dasar sampai sisi bawah geladak ateu sampai pada ketinggian garis khaya) melintang melalui sisi atas dari lambung tetap. = faktor, ditentukan menurut bentuk Penampang melintang dan atau jenis kapal yaite a. 0,85 bagi kepal-kepal dengan bentuk perampang penuh atau bagi kapal~ Rapal dengan dasar rata, gecara unum @iguaakan bagi kapel tongkang; b. 0,70 bagi kapal-kapal dengan bentuk Penampang hampir penuh atau dengan dasar agak miring dari tengah-tengah ke sisi kapdl, secara umum digunakan bagi kapal motor; c. 0,50 bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan a atau b, secara uum digunaken bagi kapal layar atau kapal layar dibantu motor; an diatas geladak atas adalah hasil perkalian majemuk dari ukuran panjang rata-rata, lebar rata-rata dan tinggi rata-rata yang ukurannya diambil dari sisi sebelah luar penegar. (3). 1 Pasal 27 si Bersin rsih ditentukan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 59Bas LIT PENUTUP Pasal 23 (1) Apabile dalam Keputusan ini tidak eecara’ tegas diatur, ketentuan-ketentua: mengenai = pengukuran dalam raturan-peraturan yang ada masih tetap berlaky; ivhal | yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan ditetepkan kemudien; yk vutusan ini mulei berleku sejak tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI PADA TANGGAL JAKARTA 6 Oktober 1990 ENDERAL PERHUBUNGAN LAUT N 120025896. NIB. partemen Perhubungan Partemen Perhubungan rikenen Departemen Pertanian iingkungan Derartemen Perhubungan at Jenderdl Ferhubungan Laut S dilingkungen DITJENLA an / Peleyaran. 606961 VIVE LAY NVONngoHwad ‘WuaaNal LYuOLawa NVONNaNHuad NaWaLYRdaG 61 6961 TWa¥> NVUMINONaa ONVINGL TWNOISVNUAINT ISNAANOM 6961 [edey wemmynSued Suewuay jeuorseuraru) |suonUOy “g ueMd NEuoninday uepuegyeiap veh uvojarmnsuRupuoIe UNjeANgpAN UEP WKS "aay eirandoy weSuep wenog uidthip weyE wep JalUedS Uep "es regu yey weep agp uNye sup pEpUSWOYPY UEP FUNDY Hep uss UeyeUDLS| eeyneuoy uspeg WEP euesag Uedusip ueye founds "ph ysnsadoy rpuawoyry YoRREU WLS 6 JEN disp wuer-eueung yoluess EL, WER YEREEN, uenyedvg vB tp sng UE pov waders Suck weugeny (() ‘vewurty, “9p amypcang 3 ees 1wovap dungrytog ang sn up yx uesepeeap uwaPesausu See! ws Fruyepuw Boek uetucquinied yey mens eps ‘oisad yonmiouag-ayateog ype veyey rahawpSvetsenIawoy-eUaURN, pe unsere see Uti89) Busse Burprs fe ey cwenfehsnd ep (ene) Sioa) veyepuse youn eputy ws yrouayuaW euDIaSEy) ‘angpan seeig, ney wens we) SHINES, wey soda wage sin Geng sey) PERE [UA HAUT spuantoo weep 24 nsfousd veanpsaaus yep et (hus [ED svorg sone veo vragen wep (aouny UEDANS AL) PAGAL ETNA $ sailyeo vopedhaey, jo uonesossy wooed] MOWERS ‘vonwrapag Suxdds [evn ngs Jo 29quI) JUONELAY| og jo woneizonty [euOnes!2 unng-aoyg UepT-VEP oye P sada wa 99 nefayund weyuydaaW yen "UNE su) vay Sey ‘ueprog ye rainy jp 9 nofusd wey uae sono} HG IOLA Y epsng, aon doy WHER aN oN sang wpueRS aig ew pues sa, ORS cuenising doy Quy wow amore ey ean SAS rent syugndoy 2105 suedsf pu vee wepar Nt ssurnouoy eye ay wluusman ues Gea UE HR jade wenyaduag, rmubauoy rmene yevaw venfnrng Buek “(uoMERUERIS vaiepnsseD nop saio}) YAUUDWAgEUY WEY yeo]AsUeN WwpER SuePUNBLTA ni cz Rouss. BH 7 [ete vopuy Ip puasduey mane WeRPHP WP? _ousinejueieSvedepeyyandugund ueduequns mens ueyedeuaurueyE euo}EuarH Ua ‘okejous 8bek edey uemnnuad mun ypiaatun weiss nnuns ueseovod eae YHEBUH YET 6961 “vavx NVUMINONAD ‘ONVINGL ‘AWNOISYNWAINI ISNAANOW UFDVUAL NVSNLLAGIH 2gg Y\eF UN BEPORY He sansa ep many 94 ye p Bound yey ( Span yng wos ep UD Nvrivnaaonaa breseg 1, Suey Bask yoy eh oy mUN UE rap pew Buehaonoy 5] pea yas ween wey 1st eX (a) ung ueyedou es smn eee empetmn e, 4 yo wep Hot jd ley ead ude une ut Bes uns (L) NVYNVoH¥ 24 ct CODWT) yaupewag zawy wnnepjseypevoy uEpeg mens yep ‘SUrDUnNp Juuk ae sped UBL a 1p Joyo ueTusp Bovoues food uae ynaun et ped pray soradnquins nes YEAS ep AMR epp pap seo) AH my AUN (Susan apse eA ruppe ueduap enor usymnusnp 3uekedey mens ep eueuog see aT} EPS supe sutuad ypeluaw Suck wduug-eduag UoeW2sI24 m jenuauing naens quae donde spun duek evoyeuse wSUNgNY Praja sup “wuyyeger Nee gator yBdau any yp VEYA MAE 9 adds esl lp vata uv wep 3ne] Ueuefead mes Yeepe J EUOHELIU Ue . anysoneg Zuek 1 yao ueqpegrnp wluespusg Souk enon, up yeusoweag qEEPE ,mENURIPE UEP nwand-usinnus erepE Ue zrea uoauoy] esp unui weQenaye Ts jana ues 1 uso Yueh Suepun-uepn wep seep- seep UPR ‘ude epaeual 6961 "Tava NVUNDINONAA ONVINAL “AVNOISVNELNE ISNBANOM TSvRIaa coven ered undue po HNO DISNISOVN "A Huasadooy woes SHINS Xiauinosn6 nar werewoang soy une RTS SpEE HIN ACS A “aVOD NITOO WuyeNHisuoguRvy UnBepy EesUey UEpeG UM NDS ‘ANVIOY NIAC EY “1.995 saben sons wigs yu( ea yp wnp pS yw] wopUrT IP NVADIV UG yuranges| usrunday ep! ekaueon vpn uy weyuag Aueoueo wea: Suepss Ulode| NYAISAVANSM HY TLRS ruueduoy mipryuaw Suepunyp Rukh weap quwusung wn Buon ss Uses cp yes UH 63npsuenng ued aaseypsou2g (Z) om neg woe pepe Sunk vaduuinay wuduop enss nga ede op ousan >> eng (Q) ‘usp tayepog yews Buck (6961) ouosauraiy any ING eauquIsU Y9q3690 ey CALS (8) jenynqgued uni vped>y seein ueye uesryousy IesuR UHOUNg yspo esUOY Magy BuLk setnaadhegelod Yoo ‘oadipyajn esau woedwetay puegnaysd raeE Yigale-wafuelng ue epaeig \qouusung yeepuesuyeiuyung auekerey mens uepesspusquuyngusdsues dey ens (|) Nyvoxnuaaa ree Sek pesey oped vewuepaey weygeqahucus 43]0q 3¥pH UE sepia unre aka anye_e9g reyspoy Soe nanos ewes yu sunauoyywieep drenun Buck prays enor pun weep wp vu unloetny ueioes vpueurg yRuuoMe Ye LAIHoNP Eye KE fUsAuON UIE uelue epuevy joupuagmnensuep essay sav ueen yp daekanyn wins, OIA LVUNS SVLV NVVAIWENGE Inpsa -anyupy vepeg epadey nig sa) spud ees uped angasin ede yppoeveP 9g UHI epuLay yeuNDRID ha jueidapu youn ue] (6961) ooEISEUOA sup wupeR eds mae “veng wn ynesusous yepn Suet oye deanueye(c9gt} PuOSESIO NG emg asIuEypaetay yO 4 Bue way omens esopusg ype dey ens eh WON LYuns NWIVLVeNad or ieseg LMhUe] weep wna Boek jppow nnyunws weye anyry-aeang ap AKI (2) yeepe ueyeunodyp wpseyRy EHR UNIYpHENGIP LY WANN Lyuns xNLNaG e185 wn un men esnpang unpedusl Belobo youn wee oan "yseeg uepereing uexenayp duet mys wtERp He we opiquegenponnnrenguepoeanusng suse UH ues UEP 0 jb gears ye nae ey aye UH UP LENS 8 ees ingosae sey yonun (6961) 1eVeIREE!IUL MAN: Coe ep see ss mguste Sa eiobg nine oanng udarepuing cans 0) NIVTHVENTEAM2d HaTO UNNN LVENS NVEVATRONGE ars : spam) ng sve ynuod gene Sundiuer euyousus veye wep UEpeg "UE EDY SINS ETL pare agp penswupy wpe sa HHP HU LEN je dose depas yoyo mae ymtarUpY WepEG YOUR LUN|RIP VEE OPS Jueves veauon st wsap WnS3s We AMUDAP YER eS ss, oxp s%0y-5 Se ody Sonos ym VELEN VERE (6961) [OA UNDINLVUNS NVUVATEONAA uisea ar wuadquaefunaivn eupausuueye vanpenoqiock ARUP “Shoypyo eseny yop Saeh wepag-uepeg muse BuaodUHD Yo We sexmunpy Uepog yale uae SaU2pSP UO YS NOL NVUANN NVALNAN grisea vovid uvM1NVVGVEX sista seg ang [op ening ep amunay (0100. 1 qs ena ep EUEDE =H 64wepeg opis PE ennyypeieBusqu NE wns: aqua aye Sued wean spun yeouing rune Wp UEpeg BEBUY YuN># m4 Luepminpuspingenn uryequid oneqeururpeq MppuIUEYY VeIUE RF ENE weep + eens uejuequiou usp 4pey Bue pep ead ep sxohew ane upto EMP HSE “uepeR lwepep ususquipisdip wey) Baeeyps uanUEY depos ouEynfp duck wEyEGTUDL Jpsndensr ue uefiog undue epeuod ysupoug yaucug mens Hep UBuogoussd sey (2) = uepeg weep weuegUANad Yo UEyERFUDL O59 (() ‘cpio ueyuqrund yn eatoun qu) Seve eye jog aedunyajnd exp nojen weep ype ypadsy wayeanund jim depeyian elusiNuIasuN nate unyejouad unnyeryaquaus Epa due uefrleg veduey epwsag ‘ge Suekupetguerwaydeypyepa use eicorewyauad ettuna wynnacuejngsysgunpenping UEe ‘venupoued ye ueduepued mene usvop udoeguyeed wad lueduny epuevag yriuumasog ranps9y uspog YpounyEnp Ueye ‘eluunjefypSuek ueyeanuednindunas wedue epuesad yen yey wepep uespoqamp BULA pore mes yepes Injepus usfurliog vetue ypueund yruususg xp jan ew Yona NVHVanwadtnsn area "yegruip 408 suanuoy rman ueoyurad dettiep ue Hess Sew nose uetupousd epuen deer nung wes MSH UayEahiad | "P Bt ‘usp (9) eA gns wiyyp ueyayip yur datiun ueyayodp auek uve yu iuesersuantoy yegnio yniun usynpodp Bush vem-ejesn wsulesaos eda ‘njoto ype uewudiySuod ek nw pede yess 1 aaStSuBu! YE HO wu woye pnauoy ‘uen(ossid nee Veewyousd epue refiue vfeseoew 3u4kuensiod mee ar nese #9 Wow joe Jueroe yu suoRUOY pnrnhusu oe wetanepove nda eusong yn aeriqu eevee eer ipuep (deg ipod ieuninngpr aestndona taco Saowenday no euinusy come tse om toe enunond qua msbninrrerocaeion ssetonrpies eon yaranpqusun ypdiopmgpaiinuuefeiiemecey (1) anvrean van ania suaddeapivrenscehwudtasluou yin pe agenaquows uEyS WEED APT fad ueap UExEEOP Ueye wef sunuunl pong eeaosnt ose wet nad renter mc ‘ayo untuap suaavoy oped med yy eRe UE yep oepeg : Oe denen gaan pe) wee UHM shoo wuryos weurdueepussed 4e0uN Wy 2) WE pp vojpg wu ® NVM ILaSHad NVG NVWHINENGd ‘NYNYONVLVONVNAE 1a sunvling weduey HPA egioq uiusp wena od sesmanday abd PY YEP EEN snqesprgqueiseling ISVAUOEN! NYONNGAH ST rerauny it enemas mung goau psu aHe rainy Yosuney ohwn] > OBENEHNG ASE sd usd eur Wem’ wup De VANWATAEES NVUNLVONTd NVC ISNZANON NVIINYRITE VMaNILSLXVH coprasetsnae Wp Halper way cep enyep pao reves eng NDAD ePany pe ID HUN Seamer Suey bay newer (2) rag npr pay pad de cee wofusp wing EF seg IAD OPA, aaa eons, enyaeg 4 refuge odie UDA weep ip agen eyed Weep UES 1 evar usrukuie ainguusa dues webu eps epe waqagnund wep yyedunpavusu eojupduawusyeuepy peas uvyeetuaus ( 1 grand psn wuuoUa Ag Tueduey epunng (pawn ye weasel py Suepss weep ere leneurasey eueg weep HEAP Buek GADLING ng Uexpaquau wap aps Sek wpses ep eSusd emp "oy usgegnund sn ew 24 ra Jpn LUNAS ep uepngari 66rue yen ups ye supe Suspect yoo pr nay rng uerap UueTUREC whSaLAKUN YM ‘pad uepe ueduop egaa Bue 5 wpe yy ws ehunsdus Yn URE ep ame ne depegn vpgoy Suet ses yypyad daw wn yep C) eudeoprEpH up wena Bunguues yonuaqaay uy! eosin Wer eae hich ew snp trust oer et {yee 888) gy penaey engin yeypreuns Taek youn’ Suara menseuLuly on se gee sean WHER soso wee BEEMAN (ZT spanned anor Boek 8 YEP “Sa demuad 3jeagje wahuop We speduapuctanjusdiad up pp ype pag Sep npwynqss sue aed Spe a nee wssuap ues turn Sa ‘SePeL OIE] Un aEH UN smo yupEHOy ype uepBansquDts up wedepuyag Auer] UU ust mens >ypditonpase Suvardosy wom 29 (0) P(g pads etre dh) Judeey wep vemuonay-vemuazey ‘Wave HISWAA ISI NVO YOLOX ISI _NVALNGNAd NVUNLVESE egos np youu Buns mens eq wwury weupyumusy deaauour yep eye pe ep Ul "ues mine wep eye wy9F eRe Ys fie "uuduen’ mens dminuod yped neve yepypd eped A (quupourg pea wed uedue epue yoqe nny) “496 que ea yd ump wr ey UOPLOT IP NVANAVUG ugg semtu ERIC hue wang ws nuusiog ued ep UU vsvHVE «7“qTwemaeng wyep Ueda gp ede yduar una p asaya umep Lem pg) euuR OSE Pa] ape puasuoy aousing us HE ue oa a ny “soeay. jeu > nruepeseyeosyqeperu wena seg wep wenn 94 uri ep INE 281 euUoaF nga “ang sedan g wep Segps anu aan luyep ura "yuyu WORE 1 =A yp ump (2 uasiaey weep woqpqenp n-948 MEW) AOL F200 + TD cg ssi wep ueHep Buel Samo wut axe 19 sq sus usa eras eye 200 (o0.0g cuemeny soso wage ae ‘wep pseu ue epad ata ous usp veep Bueh Bu epeyron eyngyoa ingen vyngian edu ynefas choses sp yop eped doanuadiog Yep. Such wy yeduor mans yen Ipaadsy yoo Suck weuisusg mane eped 68vejpstund weep youn popora Se a “pie enand ep Boel ned ee Ue Fopoma up oe out 08 suet sn up Ee eae 54 a4 espuyp fd nes uidey wkuupe user sep wong ypqN! WHE sxadoip urd Sunstunuad np sng Seyeoind UEynpouINA aU ero pnouuaion ap fo Soy a 2. 6961 ‘ys fo nsucunnny Pag fo wea UE ip fosuosoul xp spun ps sane urge {spy wetnarag ve ueysun i 1p) wasp versa Buel ws ype sya IDI Weep LET eoeNETegss wes Wy sad (q) 2 bep(e) ZJeseINlgns weep UEMIUD:> Py uwpayp vowiuensg eweoe yup wues depeper edoy Deg ede mypag senna (6961) BLVOUI LID IOVRNOL TYNOLLYNUTINE (6961 IVNOISVNUBLNI UNA LYUAS ALVOWLLUID “L¥MALLUS ssoepamuod aden Yereoe9gy 69sem vetoes TRaanRSURT aaa A BOT TT Tena IS¥NOU nfo fo ananais) value =u) eee sea yoy ‘slg fo sausaneny ato rio ag fo exsnau ayr ys sourpnn para vag sey df pet ody wesnyeBu2g Boe} (CUD! sep rauoray ensos weyravonp Yep 1 dey enue GEE! OVNNOL LN iS IHL JOSTOVNNOL 3HL AVIVA WAVY ISTebay Ut pen eh ‘ae unyuulite fuoncuoy ie ooh Ap Duet wn 2209 depo, wep uedhonved, 3699 subdes isusausy WEP ueybundyp Boek radous) yp 7 susp vanpget wy Souk sos! ars wos Up ear oy uh ngewe Bek ea pc de wey EL ‘eopejoonon seu $9 poenge get 2422 A posnyen a14poUUN " pero! H9ICD O97 LIED —aDDOIE OTTO OCH yuo IED RVG GT NDGNE OKT 0086 coool SG0r0 OOS seeTT s906 mors OrO ODOT ONE NHS NOT GOK. CHIT OTD NUUs6 BRO HOD CHOI SUBD RVOkS ROAD GOLD MOT aBTE SUXG EOI HOLD OD0KE SNS WOE OCO OOD wos es §— UOC — O0OKT anes avs SHOCO ODOT N06 wees HOLD ANOIT Suess BWeks OCD VT sous eQVEKs HOD GODGE VON WINE — GOF aNd wxo0ss Sonls HCD CNVOLT Rt) owas HACD DONE Nv Vos SOLD Nvees OO GOLD NVOls aOUE OKO S08 wor HOD $2061 00S soe S008 or ODDO Nvoll NOON soos azifo OO OLTIFD dO9e0F 96620 WOOL ca006¢ xtra wood dno0st sero wool cones onto NODE ov009 oer 0069 oooose ss2z0 Rt) oon 0re ozo anroy O10 cODOKE coro SE eA ee AA DUR Awa eK oa. de ata eT aveA ueX ABA AS aa of ao mye 1] = 20 (1) Fuep ¢ vemiest-verm uxjep weyprnjemp Boek zy wep 191 VBS TNVUERV!Lampiran 6. Conioh penggunaan GT dalam pengaturan pungutan perikanan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (8) Purgutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dikenakan pada saat perusahaan perikanan asing memperoleh atau memperpanjang Surat Penangkapan Ikan (SPI), Pasal 5 “Besarnya Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf’4, ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (G1) dilalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Fasal 6 (1) Besarriya Pungutan Hasil Perikenan -(PHP)’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) hurufb ditetapkan : a, Bagi perusahaan perikanan yang memenuhi kriteria perusa- haan perikandn skala keoil sebesar 1% (catu per seratus) dikalikan produltivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan; b, Bagi perusahaan perikanen yang memenuhi kriteria perusa- haan perikanan skala besar sebesar 2,5% (dua setengah per seratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan. Harga Patokan Ikan, (2) Kriteria perusahaan perikanan skala .kecil dan skala besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri B3) (4) @) @) (3) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan secara periodik produktivitas kapal penangkep ikan menurut alat penangkap ikan yang dipergunakan berdasarken hasil evaluasi pemanfaatan sumber daya ikan menurut wilayah pengelolaan perikanan. Menteri Perindustrian dan Perdagangan menetapkan secara periodik Harga Patokan Ikan berdasarkan Harga Jual Rata-rata Tertimbang Hasil Ikan yang berlaku di pasar domestik dan/atau internasional. Pasal 7 Besarnya Pungutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (Gf) dikaliken ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang dipergunakan. Besamya Pungutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) bagi kapal dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan, ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GD) dikalikan total GT kapal penangkap ikan dan kepal pendulung yang dipergunakan, ‘Tarif Pangutan Perikanan Asing (PPA) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini. Pasal & Pungutan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dikenakan 4PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a, Perusahaan perikanan Indonesia yang menggunakan kapal penangkap ikan.dengan bobot lebih besar dari $0 (tiga puluh) Gross Tonnage (GT) dan/atau yang mesinnya berkekuatan lebih besar dari 90 (sembilan puluh) Daya Kuda (DK) dan beroperasi di Juar 12 (dua belas) mil laut, b. Perusahaan perikanan asing yang menggunakan kapal penarigkap ikan dan mendapatkan izin untuk beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI. Pasal 9 Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajek yang berasal dari jasa-jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, huruf c, hucaf d, buruf ¢, huruf f, huruf g, dan huruf h adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini, Pasal 10 (1) Besarnya tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari jasa pengadaan es, jasa cool room atau cold storage, jasa instglasi pengolahan air limbah, dan jasa instalasi pengambilan air laut bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut : T=HD+x (2) Besamya tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari vas laneganan bulanan dihitune dengan rumus 1S