You are on page 1of 20

MAKALAH

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

ANALISIS VALUE CHAIN, PROSES BISNIS, DAN SISTEM INFORMASI TERHADAP


STANDAR OPERATING PROCEDURES PADA SEKSI PELAYANAN
KPP PRATAMA ATAMBUA

Disusun oleh
Putu Agus Ray Karunia (29)
154060006675
Kelas 9A Program D IV Khusus

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester VIII


Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen

ANALIS VALUE CHAIN, PROSES BISNIS, DAN SISTEM INFORMASI TERHADAP


STANDAR OPERATING PROCEDURES PADA SEKSI PELAYANAN KPP PRATAMA
ATAMBUA
Putu Agus Ray Karunia (29)
Kelas 9A Khusus Program Diploma IV Akuntansi, PKN STAN, Jakarta

ABSTRAK: Dengan visi sebagai institusi penghimpun penerimaan negara yang terbaik demi
menjamin kedaulatan dan kemandirian negara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama ini
sangatlah concern ke customer value dalam pelayanan jasanya. Salah satu usaha DJP
adalah dengan pembenahan Standard Operating Procedures dalam proses bisnis pelayanan
jasa yang diberikan. Namun, tidak semua SOP yang disusun DJP dapat berjalan efektif di
lapangan, salah satunya adalah penerapan SOP di KPP Pratama Atambua. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti melakukan analisis SOP yang krusial dan mencoba mengimplementasikan
value chain analysis pada pelaksanaan SOP tersebut di KPP Pratama Atambua.
Kata Kunci: Standar Operating Procedures, value chain analysis, customer value
ABSTRACT: With a vision to be the best assembler state revenues instution that guarantee
the sovereignty and independence of the country, Internal Service Revenue (DJP) has been
paying more attention to customer value in its service. One way is to reform the Standard
Operating Procedures in its business process. However, not all of the SOP that prepared by
DJP can be effectivly implemented in the field, one of which is in the KPP Pratama Atambua.
Based on this, researchers conducted an analysis of crucial SOP and try to implement value
chain analysis in the implementation of the SOP in KPP Pratama Atambua
Keywords: Standar Operating Procedures, value chain analysis, customer value

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk:
1.
2.
3.
4.

Menganalisis efektivitas penerapan SOP di Seksi pelayanan KPP Pratama Atambua


Menganalisis Value Chain, Business Process, dan Information System dalam SOP
tersebut
Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap SOP yang telah dianalisis
Memberikan tindak lanjut terhadap rekomendasi yang telah diberikan

1.2 Latar Belakang Penelitian


Pelayanan pemerintah Indonesia kepada masyarakat secara umum berdasarkan
pada perspektif masyarakat masihlah berbelit-belit. Di sektor swasta, kompetisi pelayanan
dilakukan dengan penerapan konsep Sistem Informasi Manajemen. Secara ringkas, strategi
untuk meningkatkan kompetisi dibagi ke dalam 5 (lima) komponen utama yaitu: Industry
structure, competitive strategy, value chains, business process, dan information systems.
Karakter dari penerapan value chain analysis adalah untuk meningkatkan keunggulan
kompetitif dimana nantinya perusahaan dapat memberikan produk dan jasa pada harga yang
lebih rendah, memberikan produk jasa dengan kualitas yang lebih tinggi, dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan khusus dari segmen-segmen pasar tertentu. Meskipun konsep ini
sudah lebih lama diterapkan di sektor swasta, value chain analysis juga dapat diterapkan di
sektor publik. Mengingat sektor publik juga berfokus ke customer value yang memberikan
pelayanan kepada publik. Salah satu proses dalam penerapan value chain analysis adalah
dengan menganalisis SOP kemudian memanfaatkan penggunaan sumber daya informasi
untuk mendapatkan pengungkitan (leverage) di dalam pasar, pada konteks ini berarti
kepuasan pelanggan.
DJP sebagai salah satu sektor publik yang memberikan pelayan publik juga sangat
concern dengan masalah ini. Dengan visi sebagai institusi penghimpun penerimaan negara
yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian negara, DJP telah melakukan
pembenahan beberapa Standar Operating Procedures dalam proses bisnisnya. Pembenahan
SOP di DJP dapat direkomendasikan oleh Unit Kepatuhan Internal di masing-masing unit
organisasi. SOP yang dibenahi nanti akan diusulkan oleh UKI untuk ditelaah kembali oleh
KITSDA, kemudian diusulkan untuk perubahan lebih lanjut pada rapat pimpinan. Sejauh ini,
terdapat banyak SOP yang telah diusulkan dan diubah sesuai dengan best practice di
lapangan. Namun kenyataannya masih terdapat beberapa SOP krusial yang perlu
dirampingkan namun belum dilakukan tindak lanjut oleh DJP.
Dalam kaitannya dengan implementasi Value Chain Analysis pada DJP, peneliti
mengambil contoh studi kasus pada KPP Pratama Atambua terkait kendala dan rekomendasi
pada SOP tersebut. SOP yang dianalisis berfokus pada seksi pelayanan yaitu Tata Cara
Pendaftaran NPWP melalui TPT dan Penatausahaan Surat Masuk. Kedua SOP ini dianalisis
karena menurut peneliti sudah mewakili aktivitas perusahaan pada umumnya. SOP
pendaftaran NPWP terkait pelayanan kepada Wajib Pajak (eksternal) sedangkan SOP
penatausahaan dokumen masuk terkait pelayanan kepada sesama pegawai (internal).
Analisis penyelesaian masalah dan rekomendasi perbaikan untuk SOP lain di seksi pelayanan
pun tidak akan jauh berbeda dari analisis terhadap kedua SOP ini. Sehingga melalui analisis
terhadap 2 SOP ini dapat dijadikan sampel untuk memberikan gambaran secara umum
terhadap SOP keseluruhan di seksi pelayanan KPP Pratama Atambua.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan peneliti bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis
data pada kegiatan-kegiatan dalam penerapan SOP KPP Pratama Atambua yang dipantau:
1. Mengidentifikasi secara umum penerapan value chain di KPP Pratama Atambua
2. Mendeskripsikan SOP yang dianalisis berdasarkan konsep Value Chain (penjabaran
primary value activities dan support value activities, penjabaran proses bisnis, dan sistem
informasi yang diaplikasikan).
3. Menganalisis kendala yang dialami selama penerapan SOP di lapangan.
4. Memberikan rekomendasi perbaikan dan estimasi cost reduction yang terjadi apabila
rekomendasi diambil.
2.2 Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dimana data diperoleh peneliti langsung
dari sumber datanya di KPP Pratama Atambua. Data ini adalah data pada tahun 2015 dan
2016. Selain itu terdapat pula data kualitatif yang diambil melalui wawancara dan diskusi
terfokus dengan pelaksana pada seksi-seksi terkait tentang SOP yang dijalankan dan kendala
pada saat pelaksanaannya di lapangan.
2.3. Rantai Nilai Porter
Konsep ini dikembangkan oleh Profesor Harvard Michael E. Porter, dimana beliau
yakin bahwa sebuah perusahaan meraih keunggulan kompetitif dengan menciptakan suatu
rantai nilai (value chain), yang terdiri atas aktivitas-aktivitas utama dan pendukung yang
memberikan kontribusi kepada margin. Perusahaan menciptakan nilai dengan melakukan apa
yang disebut oleh Porter sebagai aktivitas nilai (value activities). Aktivitas nilai dibagi menjadi
dua yaitu, aktivitas nilai utama (primary value activities) dan aktivitas nilai pendukung (support
value activities). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 1 di bawah.

Gambar 1. Rantai Nilai Porter

2.5. Business Process - Value Stream


Value stream untuk proses bisnis adalah serangkaian langkah-langkah yang terjadi
untuk menyediakan produk, jasa dan / atau pengalaman dari titik mulai proses produksi
sampai dengan produk tersebut dinikmati oleh pelanggan. Jadi, setiap langkah atau proses
yang terjadi untuk menyediakan produk, baik itu yang bersifat value-added maupun non-

value-added merupakan value stream. Aktivitas/proses yang non-value-added terdiri dari 2


tipe, yaitu (1) aktivitas yang dapat dihindari dalam jangka pendek, dan (2) aktivitas yang tidak
dapat dihindari dalam jangka pendek dikarenakan teknologi, metode produksi, dll. Aktivitas
pertama biasanya akan langsung dieliminasi dari alur proses produksi ketika diidentifikasi.
2.6. Sistem Informasi
Sistem informasi atau yang biasa disebut sebagia sistem virtual (virtual system) terdiri
atas sumber daya informasi yang digunakan untuk mewakili sistem fisik. Untuk
membedakannya dengan sistem fisik (physical system) dapat dicontohkan sebagai berikut,
sebuah ruang penyimpanan persediaan yang menyimpan barang-barang persediaan
merupakan sistem fisik, dan file induk persediaan berbasis komputer adalah suatu sistem
virtual yang mencerminkan sistem fisik. Nantinya sistem informasi ini akan berkembang ke
arah otomatisasi kantor (office automation), yaitu penggunaan elektronik untuk memfasilitasi
komunikasi. Aplikasi-aplikasi tambahan lainnya meliputi surat elektronik (email), surat suara
(voice mail), kalender elektronik, konferensi audio, konferensi komputer, dan transmisi
faksimili (fax) adalah contoh penerapan sistem informasi dalam kantor.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Value Chain secara umum pada DJP dan implementasinya di KPP Pratama Atambua
Mendukung konsep competitive advantage1, DJP dengan visi sebagai institusi
penghimpun penerimaan negara yang terbaik demi menjamin kedaulatan dan kemandirian
negara, terus meningkatkan customer value and orientation dalam setiap proses bisnisnya.
Sebagai contoh, adalah pembentukan Kring Pajak 1500200 sebagai media konsultasi WP
seputar peraturan perpajakan. Dengan customer service excellence yang diberikan, Kring
Pajak memperoleh The Best Contact Center Indonesia 2011, 2012, 2015 di ICCA (lokal) dan
APCAL (asia pasifik), Silver Medal Winner dalam Best in Customer Service Small - Inhouse
tahun 2014 di APAC (internasional), setelah bersaing dengan beberapa contact center swasta
dunia lainnya. Tidak hanya itu, DJP dengan salah satu misinya, memberikan pelayanan
berbasis tekonologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan, baru saja
meraih penghargaan Red Hat APAC Inovation Award 2015 se-asia pasifik atas inovasi pada
platform OpenSource dalam berbagai aplikasi yang dikembangkan khususnya e-registration
dan e-faktur. Hal ini membawa DJP sebagai salah satu institusi terdepan yang menyukseskan
gerakan Indonesia Goes OpenSource karena banyaknya aplikasi yang dikembangkan di atas
teknologi OpenSource dengan tujuan meningkatkan customer value dan zero waste
(paperless)
KPP Pratama Atambua beserta unit vertikal di bawah DJP lainnya, juga mendukung
penerapan value chain, salah satu bentuk dukungan yang dilakukan adalah dengan adanya
prosedur pembenahan aktivitas (SOP). Pembenahan SOP di DJP dapat direkomendasikan
oleh Unit Kepatuhan Internal di masing-masing unit organisasi. SOP yang dibenahi nanti akan
diusulkan oleh UKI untuk ditelaah kembali oleh KITSDA, kemudian diusulkan untuk
perubahan lebih lanjut pada rapat pimpinan. Sejauh ini, terdapat banyak SOP yang telah
diusulkan dan diubah sesuai dengan best practice di lapangan. Salah satu SOP yang dampak
perubahannya sangat terasa efisiensinya adalah tata cara usulan pemeriksaan khusus
(riksus) oleh AR. Perubahan SOP dilakukan dengan memotong prosedur kegiatan menjadi
lebih singkat dari SOP sebelumnya. Sebelum SOP ini diubah, pengajuan usulan riksus harus
didahului oleh pemberian surat himbauan terlebih dahulu sebanyak 2 kali himbauan, dengan
kondisi dimana tidak ada tanggapan dari WP di surat himbauan pertama, kemudian harus
dilakukan konseling barulah bisa untuk diajukan usulan pemeriksaan. Sedangkan saat ini,
apabila dalam surat himbauan pertama WP sudah tidak memberikan repon, AR dapat
langsung mengusulkan pemeriksaan khusus. Dari pemotongan prosedur tersebut terdapat
waktu tunggu hingga 30 hari kerja untuk AR benar-benar dapat memberikan usulan riksus.
Berdasarkan analisis ini, peneliti menemukan bahwa perampingan SOP dengan memotong
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah berdampak signifikan terhadap peningkatan
output serta kepuasan pelanggan. Melalui SOP yang baru, usulan pemeriksaan khusus
menjadi lebih banyak dan peluang penerimaan negara pun menjadi bertambah.
Namun dari beberapa perubahan SOP yang dilakukan oleh DJP, ternyata tidak semua
SOP dapat berjalan efektif sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan, SOP yang diterbitkan
DJP berlaku nasional, dimana satu SOP untuk satu prosedur yang sama di seluruh KPP di
Indonesia. Hal ini menimbulkan dampak bahwa SOP serta penghitungan waktu di dalamnya,
akan terasa sangat wajar di suatu KPP, namun terasa memberatkan di KPP lain. Sebagai
bentuk studi kasus, peneliti ambil contoh praktik SOP DJP ini di KPP Pratama Atambua. KPP
Pratama Atambua berlokasi di Gedung Keuangan Negara Lantai 5, Jalan Frans Seda,
Kupang, NTT dan wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Soe (dengan waktu tempuh 2 jam dari
KPP), Kabupaten Belu (6 jam), TTU (4,5 jam), dan Betun (5,5 jam). Jarak antara kantor dan


1
Competitive advantage is a favorable position an organization seeks in order to be more profitable than its competitiors.
Competitive advantage involves communicating a greater perceived value to a target market. (teachtarget.com)

wilayah kerja yang sangat jauh menjadikan KPP Pratama Atambua kesulitan dalam
memenuhi ketentuan SOP yang berlaku. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang juga
krusial diantaranya adalah: 1. Akses perjalanan yang susah, 2. Demografi SDM di NTT
sendiri, dimana sering ditemui WP yang belum bisa mengimbangi penerapan teknologi dan
juga SDM kantor khususnya tenaga pembantu kantor (honorer) yang belum kompeten. Hal
ini membuat penulis, mencoba melakukan analisis terkait SOP-SOP krusial DJP khususnya
dalam penerapannya di KPP Pratama Atambua dan memberikan rekomendasi melalui value
chain analysis serta perubahan terhadap SOP tersebut berdasarkan pengalaman selama di
lapangan dan wawancara dengan beberapa pegawai yang in charge di dalamnya. SOP yang
akan dianalisis adalah SOP Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP dan Pemorsesan
serta Penatausahaan Surat Masuk dan Surat Keluar.
3.1. Analisis Value Chain dan Prose Binis Penyelesaian Permohonan Pendaftaran
NPWP
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-79/PJ/2010,
pemrosesan NPWP merupakan salah satu dari 16 (enam belas) layanan unggulan DJP.
NPWP berfungsi sebagai tanda pengenal WP untuk menjalani kewajiban dan memperoleh
hak perpajakannya. Product value dari layanan SOP ini adalah: NPWP diberikan kepada WP
yang tepat (yang benar-benar melakukan registrasi), pada waktu yang tepat, paling lambat
1(satu) hari kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan, pada alamat yang tepat (sesuai
dengan alamat WP). Berdasarkan self assesment system, salah satu cara untuk memperoleh
NPWP adalah melalui permohonan langsung ke Kantor Pajak di Tempat Pelayanan Terpadu
(TPT). Sebenarnya terdapat alternatif lain yang bisa dilakukan yaitu melalui e-registration
(berdasarkan PER-38/PJ.2013). Namun melihat kondisi WP di wilayah kerja Atambua, hal ini
masih belum memungkinkan karena faktor banyaknya warga lokal yang belum melek internet.
Bahkan berdasarkan pengalaman penulis ketika melakukan sosialisasi e-filing, untuk
menggunakan laptop saja, WP disana masih belum begitu lancar. Sehingga dalam
pemrosesan NPWP, alternatif yang paling banyak dilakukan adalah melalui permohonan
langsung ke KPP. SOP Tata cara penerbitan NPWP melalui kantor, sesuai dengan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang tata cara pendaftaran dan
pemberian NPWP, pelaporan usaha dan pengukuhan PKP, penghapusan NPWP, dan
pencabutan pengukuhan PKP, serta perubahan data dan pemindahan WP sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013.
(dapat dilihat di lampiran 2). Untuk Value Chain terkait SOP ini dapat dilihat pada tabel 1 di
bawah, sedangkan untuk proses bisnis dapat dilihat pada gambar 2.
No
1.

Main Activity
Inbound Logistic

2.

Operations

3.
4.
5.

Outbound logistic
Marketing & Sales
Service

1.

Supporting
Infrastructure

2.
3.
4.

Implementasi
Memastikan bahwa WP telah memenuhi syarat dokumen
yang diperlukan dalam pembuatan NPWP (KTP, form
pendaftaran)
Pengecekan data, input data, kemudian pencetakan SKT
serta kartu, detail proses pada lampiran 2
Mengirimkan NPWP ke WP melalui pos
Sosialisasi, Sesus Pajak Nasional, Iklan, Kelas pajak
Fasilitas kring pajak, triple one untuk WP baru, konsultasi
dengan AR atau helpdesk di TPT

Ruangan TPT yang nyaman, sistem nomor antrian, mesin


cetak NPWP
Human Resources Diklat pegawai, reward & punishment
Technology
e-reg, triple one, SMS blast, email blast, social media
Procurement
Pengadaan infrastruktur melalui pengadaan yang sah
Tabel 1. Analsis Value Chain pada SOP Penerbitan NPWP

Berdasarkan pengamatan peneliti, terkait supporting activity pembuatan NPWP tidak terdapat
kendala yang signifikan di KPP Pratama Atambua, sehingga tidak diperlukan adanya
rekomendasi yang terlalu mendalam. Namun, Terkait main activity terutama logistic outbound
terdapat masalah yang cukup besar dari tahun ke tahun yaitu masalah sering kemposnya
"delivery product" berupa NPWP dari pos.


Gambar 2. Analisis Proses Bisnis pendaftaran NPWP melalui TPT, detail dapat dilihat pada
lampiran 2 (sumber: fordispajak.wordpress.com)
Berdasarkan analisis peneliti dan best practice di KPP Pratama Atambua, terdapat beberapa
kelemahan pada SOP ini yaitu:
1. Seperti yang disajikan pada lampiran 2, WP yang mendaftarkan diri, harus datang
lansung ke KPP dan tidak boleh diwakilkan karena terdapat formulir yang harus
ditandatangani oleh WP. Hal ini menyebabkan seringkali WP yang sudah menempuh
perjalanan selama 2-6 jam ke kantor terpaksa harus kembali lagi karena terdapat 1
berkas yang tidak lengkap. Petugas TPT juga tidak bisa meneria permohonan WP
tersebut karena melanggar standar dan ketentuan yang ditetapkan.
2. Di Perdirjen No. 20/PJ.20/2013, ketika NPWP telah terbit dan dicetak, NPWP tersebut
harus dikirim melalui pos dan tidak boleh langsung diberikan kepada WP, meskipun
WP datang dan meminta ke KPP dan fisik NPWP masih belum dikirim. Aturan ini
dibuat oleh DJP karena banyaknya oknum WP yang memalsukan alamat tempat
kedudukanya ketika itu.
3. Pengiriman NPWP ke alamat kedudukan WP menjadi tidak efektif di lapangan, sebab
kantor pos/jasa pengiriman untuk mengirim NPWP ternyata tidak pernah benar-benar
sampai ke alamat yang dituju (kempos) bahkan hingga berbulan-bulan. Dan
kemposnya surat biasanya dikarenakan alamat WP sendiri yang tidak jelas, karena
meskipun benar, alamat WP di wilayah kerja KPP Pratama Atambua, (karena masih
pedesaaan) hanya terdiri dari dusun saja (tanpa nama jalan, no. rumah, RT, RW).
SOP ini tentunya sangat merugikan WP. Terutama bagi WP yang memerlukan NPWP
untuk keperluan yang mendesak (seperti syarat administrasi lowongan pekerjaan
atau permohonan pinjaman kredit di bank). Bahkan sangat sering WP justru terpaksa

kembali lagi ke KPP untuk mengajukan permohonan pencetakan kembali NPWP


sebulan atau 2 bulan setelah NPWP yang seharusnya sudah diterima namun belum
diterima karena pengiriman yang kempos.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk menangani masalah ini, adalah:
1. Memfungsikan KP2KP dan pos pelayanan sebagai KPP mini yang dapat memproses
NPWP sendiri. Selama ini KP2KP dan pos pelayanan hanya berfungsi untuk
memberikan penyuluhan dan melanjutkan berkas WP ke KPP, seperti: SPT, formulir
pendaftaran dan permohonan lainnya. Apabila KP2KP diberikan otorisasi untuk
mencetak NPWP, WP yang berdomisili jauh tidak perlu bersusah payah datang ke
KPP. Sejauh ini, KPP Pratama Atambua sendiri memiliki 1 KP2KP yang berlokasi di
Kabupaten Soe dan 1 pos pelayanan di Kabupaten Atambua. Jarak antara WP
terhadap lokasi tersebut sangatlah dekat sehingga pengurusan NPWP dapat
dilakukan dengan lebih cepat.
2. Menghilangkan prosedur yang mewajibkan KPP untuk mengirimkan NPWP ke alamat
WP, NPWP sebaiknya tetap diberikan secara fisik langsung dan langsung diproses
pada saat itu juga (pelayanan 1 atap dan 1 hari jadi), sehingga WP tidak perlu berkalikali datang ke kantor atau cemas menunggu pengiriman dari pos. Karena rata-rata
waktu yang diperlukan petugas untuk mencetak NPWP hanyalah 15-20 menit saja
(tabel 1). WP dapat mereduksi waktu selama 3-4 minggu untuk mendapatkan NPWP,
dan memangkas biaya-biaya yang terjadi apabila alternatif ini dijalankan karena jarak
tempuh kantor yang jauh, seperti: biaya bensin, sewa kendaraan, atau sewa
pengingapan selama di Kupang. Untuk meminimalisir pemalsuan alamat, KPP dapat
memastikannya dengan pengiriman SKT (Surat Keterangan Terdaftar) melalui pos,
sedangkan NPWP sebaiknya tetap diberikan langsung ke WP. Bukti tanda terima dari
pos tercatat untuk SKT tersebut dapat dijadikan sebagai internal control dalam
memastikan kevaliditasan alamat WP.
3.2. Analsis Pemanfaatan Sistem Informasi pada SOP Tata Cara Pemrosesan dan
Penatausahaan Dokumen Masuk
Penatusahaan dokumen di DJP khusunya KPP Pratama Atambua adalah contoh SOP
klerikal yang cukup menyita banyak waktu dalam pemrosesannya, dalam satu hari terdapat
lebih dari 1000 surat masuk baru dan beredar di masing-masing seksi. Untuk memahami SOP
detailnya (KPP00-0033) bisa dilihat pada lampiran 3. SOP ini menjadi esensial karena setiap
seksi harus menindaklanjuti surat masuk yang dapat berupa, permintaan data dari pihak
ketiga/KPP lain/kanwil/kantor pusat, peraturan/instruksi/kebijakan baru, dan surat masuk
lainnya. Dalam menindaklanjuti surat tersebut, telah di-state tanggal jatuh tempo tindak
lanjutnya. Analisis yang akan peneliti gunakan dalam SOP ini adalah lebih ke sistem
informasinya. Sebelum itu, kita harus mengetahui tujuan dan proses bisnis dari kegiatan ini.
Value by product (tujuan) dalam SOP ini adalah setiap seksi telah mengetahui surat masuk
berdasarkan hasil disposisi dari kepala kantor, secara tepat waktu sehingga dapat
memproses/menanggapi surat tersebut sebelum jatuh tempo yang telah ditentukan. Flow
stream dapat dilihat di lampiran 3 dan analisis value flow-nya (proses bisnis) dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 1. Value flow penatausahaan surat masuk (sumber: ilustrasi penulis)


Dalam gambar 1, dapat kita simpulkan bahwa terdapat banyak sekali waktu tunggu
yang sebenarnya dapat dihilangkan, seperti waktu tunggu 4 jam ketika berkas masuk ke
kepala kantor untuk didisposisi, durasi 4 jam peneliti ambill dari rata-rata waktu dalam kondisi
normal (ketika Kepala Kantor sedang benar-benar berada di ruangan dan tidak menjalani
dinas keluar kantor/melayani tamu yang datang). Warna merah pada gambar 1,
mengindikasikan waktu yang diperlukan dokumen ketika belum sama sekali diproses oleh
pihak yang memperoleh surat. Setelah didisposisikan kepala kantor, sekretaris mengambil
kembali dokumen tersebut dan meng-copy sebanyak disposisi yang ditentukan oleh kepala
kantor. Untuk melakukan hal ini sekretaris KPP Pratama Atambua biasanya mendelegasikan
tugas tersebut ke honorer/pegawai PKL, ketika pendelegasian ternyata masih terdapat selisih
waktu lagi, seperti: pegawai honorer yang tidak ada di tempat. Waktu tunggu menjadi
bertambah apabila terdapat hal-hal yang tidak diinginkan lainnya yaitu: komputer error, tinta
printer habis, atau mesin fotokopi rusak. Ketika surat telah didisposisikan ke seksi terkait oleh
honorer, masih terdapat kendala lagi yaitu, dari pegawai pada seksi yang mendapatkan
disposisi karena pegawai tersebut harus mencatat surat masuk ke buku agenda, kemudian
memberikannya ke kepala seksi. Karena surat yang masuk, datang tidak beraturan
menyebabkan banyak pegawai yang ketika ada surat masuk datang, membiarkannya
tertumpuk di meja hingga banyak, baru kemudian menyerahkannya ke Kepala Seksi secara
periodik per batch. Sehingga waktu tunggu untuk memprosesnya pun kian bertambah. Belum
lagi, menunggu hasil disposisi dari Kepala Seksi yang bersangkutan kepada pegawai di
seksinya, diperkirakan dapat memakan waktu tunggu selama 4 jam lagi seperti yang terjadi
di ruangan kepala kantor. Hal ini disebabkan, karena kepala seksi dan kepala kantor
cenderung memilih pekerjaan yang lebih urgent terlebih dahulu kemudian barulah mengecek
dan mendisposisikan surat-surat masuk ketika terdapat waktu luang di sela-sela pekerjaanya.
Berdasarkan faktor kualitatif, lebih banyak lagi kekacauan yang timbul dari SOP ini,
seperti misalnya, Kepala Kantor yang terkadang lupa untuk mendisposisikan surat masuk
sehingga sekretaris harus seringkali mengingatkan, terutama untuk surat masuk yang sifatnya
penting dan urgent. Hal ini pun tidak jarang terulang kembali ketika surat berada di Kepala
Seksi. Di luar hal itu, berdasarkan pengalaman penulis, masih terdapat kekacauan lain
dimana kepala seksi berkonfrontasi dengan sekretaris karena tidak memperoleh surat dari
kanwil padahal jatuh tempo surat tersebut sudah lama terlewat, dan setelah dicari-cari
ternyata surat tersebut berada di meja kepala seksi sendiri. Kesalahan ini terjadi karena 1.
Kepala Seksi mungkin lupa bahwa pelaksananya pernah memberikan surat tersebut. 2.
Sekretaris melalui pegawai honorer lupa meminta paraf pelaksana seksi terkait pada bukti
tanda terima dokumen. Hal hal seperti ini menurut peneliti, sangat bertentangan dengan
konsep value chain karena terdapat banyak faktor yang menyebabkan adanya non-value

added activities yaitu waiting/delay time. Selain itu terdapat banyak kegiatan yang dilakukan
berganda seperti pencatatan no. surat di buku agenda dan pendisposisian kembali di seksi.
Proses pendisposisian ini pun termasuk pemborosan, karena terdapat banyak waste berupa
kertas hanya untuk 1 surat.
Berdasarkan hasil analisis dan wawancara, peneliti memberikan rekomendasi berupa
pengembangan aplikasi cloud-based internal oleh DJP, terkait penatausahaan dokumen ini.
Pengembangan aplikasi semacam ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan,
mengingat DJP adalah salah satu institusi terdepan yang menyukseskan Indonesia Go
OpenSource. Selain itu DJP juga sudah terbiasa dengan penggunaan aplikasi sejenis yang
di-develop ekslusif untuk DJP sendiri, seperti: SIKKA (untuk urusan pribadi WP), SIDJP (untuk
mengetahui informasi Wajib Pajak secara regional), Approweb (aplikasi pemrosesan WP di
Seksi Pengawasan dan Konsultasi), Aplikasi SPN (untuk pemrosesan Sensus Pajak
Nasional), portal DJP (untuk informasi internal DJP seperti forum diskusi internal), dan lainlain. Aplikasi penatausahaan surat masuk ini nanti akan direkomendasikan dengan alur
sebagai berikut:
1. Berkas yang masuk secara fisik di sekretaris diinput dan dinomor-kan oleh sekretaris
melalui aplikasi yang tersambung langsung dengan penomoran di SIDJP
2. Setiap surat masuk akan di-scan terlebih dahulu dan file-nya di-upload ke aplikasi oleh
sekretaris. Berkas fisik di-arsipkan oleh sekretaris.
3. Surat masuk tersebut kemudian diinput informasi-nya oleh sekretaris, deskripsi umum
surat (no surat, instansi pengirim), tanggal masuk, tanggal diterima, tanggal jatuh
tempo (JT) untuk merespon surat.
4. Sekretaris juga dapat mencetang menu surat masuk pada aplikasi berdasarkan
jenisnya, seperti: surat sangat rahasia (SR), surat penting (yang memiliki JT kurang
dari seminggu), dan surat biasa yang JT-nya lebih dari seminggu
5. Data surat tersebut akan di-deliver ke kepala kantor via aplikasi dan komputer kepala
kantor akan langsung memunculkan floating notification, sehingga kepala kantor dapat
segera membaca surat yang masuk dan tidak lupa untuk segera mendisposisikannya
ke eselon IV seksi terkait dengan sekali drag and drop saja. Kepala kantor dapat
menambah notes tambahan apabila diperlukan terkait surat tersebut.
6. Data surat tersebut juga akan muncul melalui notifikasi serupa di komputer masingmasing kepala seksi yang mendapat disposisi dan kepala seksi yang bersangkutan
juga dapat langsung mendisposisikan-nya ke pegawai di seksi terkait. Seperti halnya
kepala kantor, kepala seksi juga dapat menambahkan notes tambahan apabila
diperlukan.
7. Pegawai pada masing-masing seksi yang menerima notifikasi surat di komputernya
langsung bisa membaca dan mengeksekusi dokumen tersebut pada saat itu juga
8. Disarankan aplikasi ini juga memiliki fitur untuk mengetahui apakah surat telah
dibaca/belum oleh pihak yang bersangkutan.
Apabila aplikasi ini berhasil diterapkan di DJP, maka akan terdapat banyak sekali
prosedur yang bisa dipangkas dan waktu tunggu yang dihilangkan bahkan di seluruh seksi.
Selain itu, waste berupa kertas juga akan berkurang secara signifikan jumahnya. Sebagai
perbandingan, penggunaan aplikasi serupa bahkan menjadi suatu keharusan di multi national
company hingga perusahaan start up kecil di Indonesia. Sistem kerja aplikasi ini dapat
mencontoh aplikasi manajemen tiket/helpdesk customer pada perusahaan-perusahaan
swasta, yang terbukti menjadi solusi praktis untuk meng-handle keluhan dan pertanyaan
pelanggan. Seperti halnya surat masuk, keluhan pelanggan dan tiket juga memerlukan
disposisi ke spesifik masing-masing seksi dan person in charge yang menangani masalah itu
dan dengan menggunakan aplikasi ini, perusahaan dapat merespon dalam hitungan detik
keluhan/pertanyaan yang dilontarkan konsumen. Bahkan perusahaan menyediakan jasa
customer care ini dalam 24 jam. Karena seperti yang kita ketahui sendiri, di era globalisasi
saat ini, perusahaan dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih kepada customer value
dan customer care dalam setiap pemberian layanannya. Beberapa contoh penyedia aplikasi
web-based seperti ini adalah zendesk, bornevia, yapsody, capterra, freshdesk, dll

10

Pengaruhnya ke KPP Pratama Atambua sendiri secara langsung, apabila hal ini
diterapkan antara lain yaitu:
1. Berkurangnya jumlah kertas, map yang digunakan. Total estimasi kertas dan map
yang direduksi bisa mencapai 1-2 rim/hari.
2. Waktu tersampaikannya dokumen berdasarkan penghitungan durasi pada penerapan
aplikasi yang baru adalah sebesar 45 menit. Berkurang sebesar 8,25 jam apabila
masih menggunakan SOP lama (tanpa aplikasi)
No

Deskripsi (per surat)

Sebelum
rekomendasi
10 menit

Setelah
rekomendasi
20 menit

Penerimaan surat masuk awal di


sekretaris

Waktu tunggu diproses oleh Kepala


Kantor
Pendisposisian ke masing-masing seksi
dan pemberian catatan tambahan
Waktu tunggu dipreoses oleh honorer

4 jam

15 menit

15 menit

5 menit

15 menit

5 menit

3 menit

Fotokopi surat dan pembagian surat ke


masing-masing seksi oleh honorer
Waktu tunggu diproses oleh pelaksana
seksi terkait
Pencatatan surat ke agenda surat masuk
per seksi dan penyerahannya ke kepala
seksi
Waktu tunggu diproses oleh Kepala Seksi

4 jam

Pendisposisian tugas ke pelaksana

10 menit

10 menit

10

Total waktu hingga surat masuk benarbenar diproses oleh pelaksana seksi
terkait

9 jam 3 menit

45 menit

3
4
5
6
7

Tabel 2. Estimasi perkiraan waktu penyelesaian dan waktu tunggu sebelum dan setelah
dilakukan rekomendasi
Adapun tantangan dan solusi yang harus diperhatikan adalah:
1. Masalah tersedianya jaringan yang memadai dan tersedia setiap saat. Kanwil Nusa
Tenggara, yang merupakan unit eselon II langsung di atas KPP Pratama Atambua
memberikan kebijakan berupa larangan kepada pegawai untuk mengakses internet
selama jam kerja dengan tujuan agar pegawai tidak terdistraksi membuka hal-hal di
luar pekerjaan melalui internet. Untuk hal ini, diperlukan komitmen bersama antara top
management dan para pelaksana di bawahnya untuk menggunakan fasilitas internet
hanya untuk keperluan kantor.
2. Memastikan tersedianya 1 komputer untuk tiap orang pegawai di KPP Pratama
Atambua. Karena pola mutasi dan jumlah kebutuhan pegawai tiap kantor yang
dinamis, seringkali terdapat pegawai yang belum mendapatkan komputer di unitnya.
Hal ini perlu diantisipasi, mengingat penggunaan aplikasi ini mewajibkan tiap orang
untuk mengaksesnya di komputer.
3. Seluruh SDM (lintas generasi) harus fasih dengan teknologi ini. Terkait hal ini, pegawai
di KPP Pratama Atambua tidak terlalu mengalami kendala karena 80% pegawai
didominasi oleh anak muda (generasi Y). Untuk pegawai generasi X, hal ini bisa diatasi
dengan pemberian IHT khusus, atau asistensi tutorial dan monitoring penggunaan
pribadi secara personal oleh pelaksana yang lebih mengerti.

11

3.3 Tindak Lanjut setelah pemberian Rekomendasi


Sesuai dengan konsep Value Chain Analysis, setelah perampingan 2 SOP tersebut
melalui analisis value by product, value stream, dan value flow langkah berikutnya yang dapat
dilakukan untuk menjaga SOP tersebut berjalan sebagaimana mestinya adalah dengan
penerimaan feedback dari customer. Penerimaan feedback dapat dilakukan dengan cara
melakukan survey ke pihak penerima jasa melalui kuisioner berupa kepuasan layanan, dalam
kaitannya dengan SOP pemberian NPWP penerima jasa adalah wajib pajak dan untuk SOP
penatausahaan dokumen adalah masing-masing seksi yang menerima surat. Feedback yang
diberikan harus dianalisis dan diperbaiki secara berkelanjutan karena fokus utama dalam
Value Chain Analysis adalah customer value. Selain itu penerimaan feedback semacam ini
juga sesuai dengan prinsip pursue perfection dan continous improvement. Perlu juga
diperhatikan bahwa setiap masukan/keluhan/kritik dan saran dari pengguna jasa harus segera
ditindaklanjuti oleh KPP. Feedback yang diterima dapat dijadikan sebagai tools untuk mereview kembali pelaksanaan jasa yang diberikan, dimana hal ini sesuai dengan prinsip
competitive advantage.
Selain feedback diperlukan juga peran aktif dari seluruh elemen kantor, untuk
menciptakan proses bisnis yang lean, setiap elemen kantor yang terkait dalam pelayanan jasa
yang diberikan harus berkontribusi secara optimal (employee empowerment) demi terciptanya
kepuasan pelanggan yang lebih baik. Employee empowerment dapat dilakukan dengan
pemberian In House Training secara rutin dan kegiatan outbound untuk mempererat sinergi.

12

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1.
2.

3.

4.

Perampingan berbagai macam SOP yang dilakukan DJP selama ini, merupakan bentuk
implementasi Value Chain Analysis pada pemberian layanan jasa di DJP, yang dilakukan
secara menyeluruh ke seluruh unit vertikal dibawahnya termasuk KPP Pratama Atambua.
Analisis SOP dilakukan terhadap 2 SOP dengan customer yang berbeda yaitu analisis
SOP pemberian NPWP dengan customer adalah WP (eksternal) dan analisis SOP
penatausahaan dokumen masuk dengan customer adalah masing-masing seksi di dalam
kantor (internal).
Melalui analisis Value Chain SOP pemberian NPWP, ditemukan bahwa terdapat masalah
pada outbound logistic dan tenggat jatuh tempo pada proses bisnis, hal ini dapat diatasi
dengan cara menerapkan KPP mini dan menghilangkan prosedur pengiriman NPWP dan
SKT melalui pos dapat mengurangi waktu-tunggu (delay time) WP selama kurang lebih
3-4 minggu. Sedangkan untuk analisis supporting activity-nya sendiri tidak ditemukan
permasalahan yang perlu diperbaiki.
Melalui rekomendasi perampingan SOP penatausahaan dokumen masuk, dengan cara
memanfaatkan sistem informasi melalui penerapan aplikasi cloud-base dalam
penanganan surat masuk dapat mengurangi waktu tunggu (delay time) selama kurang
lebih 8,25 jam.

4.2 Saran
Pada dasarnya saran disini adalah saran untuk penelitian selanjutnya atas
keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada makalah ini. Diantaranya yaitu:
1.

2.
3.

Penelitian penerapan value chain analysis di KPP Pratama Atambua dalam paper ini
masih membatasi ke permasalahan perampingan value stream (SOP). Untuk
mendapatkan pemahaman lebih komprehensif tentang implementasi value chain analysis
dapat dimasukkan juga penelitian mengenai industry structure dan competitive strategy
yang tidak dibahas dalam paper ini.
Analisis SOP dapat juga dilakukan dengan benchmarking dengan penerapan SOP
serupa di KPP lain, yang tentunya mengalami kendala dan permasalahan yang berbedabeda satu sama lain.
Untuk menambah kualitas analisis, diperlukan juga penyebaran kuisioner kepada WP dan
seksi terkait sebagai bagian dari analisis awal, untuk mengetahui permasalahan
mendalam terkait kedua SOP yang dibahas dalam paper ini.

13

DAFTAR PUSTAKA

Drotz, Erik. 2014. Lean in the Public Sector Possibilities and Limitation. Sweden: Linkopig
University.
Environmental Protection Agency. 2012. Lean Government Methods Guide. United States of
America: Environmental Protection Agency.
Hansen, Don R Mowen, Maryanne M. 2007. Manajerial Accounting. 8th edition. South
Western: Thomson.
Institute of Management Accountants. 2006. Lean Enterprise Fundamental. United States of
America: Institute of Mangement Accountants
Maynard, Ross. 2009. Lean Accounting in the Public Sector, an Example from the National
Health Service. BMA Europe Ltd.
National Information Society Agency. 2007. Toward a Ubiquitous Society e-Goverment in
Korea. South Korea: NIA
Raphael Kunis, Gudula Runger, Michael Schwind. 2007. A Model for Document Management
in e-Government Systems based on Hierarcial Process Folders. Germany: Chemnitz
University of Technology.
Raymond Mc.Leod Jr, George P. Schell. 2012. Management Information Systems. New
Jearsey: Pearson
Lembaga Administrasi Negara. 2007. Teknologi Informasi dalam Pemerintahan. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2013 tanggal 24 Desember 2013
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak,
Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta
Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak Sebagaimana Telah Diubah dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 672/KM.1/2009 tentang Penomoran dan Pemberian
Kode Surat pada Instansi Vertika Direktorat Jenderal Pajak

14

Lampiran 1. Daftar Istilah

AR

Account Representative adalah pegawai yang diangkat pada


setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan
Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern

BPS

Bukti penerimaan surat yang dihasilkan oleh Sistem Informasi


DJP meliputi BPS atas SPT, surat permohonan dan surat lain
yang diterima oleh petugas TPT di Seksi Pelayanan KPP

Cloud-based

Gabungan pemanfaatan teknologi komputer (komputasi)


dalam suatu jaringan dengan pengembangan berbasis internet
(cloud) yang mempunyai fungsi untuk menjalankan program
atau aplikasi melalui komputer-komputer yang terkoneksi pada
waktu yang sama.

Drag & drop

Memindahkan suatu objek dengan cara mengklik kemudian


menariknya, setelah itu diletakkan pada lokasi yang diinginkan.

e-faktur

Faktur pajak berbentuk elektronik adalah faktur pajak yang


dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan
dan/atau disediakan oleh DJP

e-filing

Suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara


elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui
internet pada website DJP (http://www.pajak.go.id) atau
penyedia layanan SPT elektronik atau application service
provider (ASP)

e-registration

Sistem Pendaftaran Wajib Pajak secara Online adalah sistem


aplikasi bagian dari sistem informasi perpajakan di lingkungan
DJP dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak
yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang
digunakan untuk mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak

Floating notification:

Settingan yang memperlihatkan pemberitahuan/notifikasi


ketika berkerja di mode full screen atau ketika membuka
aplikasi lain

KITSDA

Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur


yang berfungsi mengawasi pegawai DJP dan sebagai internal
control SDM

KP2KP

Kantor Pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan


adalah satuan kerja/kantor yang berada di bawah KPP
Pratama.

KPP Pratama

Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah unit kerja dari


Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan pelayanan di
bidang perpajakan kepada masyarakat baik yang telah
terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun belum, di dalam lingkup
wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak

NPWP

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan

kepada wajib pajak untuk mempermudah administrasi


perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan

Pegawai PKL

Pegawai Praktik Kerja Lapangan yang mendapatkan


penugasan di KPP

PKP

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan


penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak

Riksus

Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis


risiko (risk based audit); merupakan pemeriksaan yang
dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis
risiko secara manual atau secara komputerisasi menunjukkan
adanya indikasi ketidakpatuhan pamenuhan kewajiban
perpajakan

Seksi Waskon

Pengawasan dan konsultasi adalah adalah nama seksi dalam


struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak

self assesment

Metode yang diterapkan untuk memberi tanggung jawab


penuh kepada wajib pajak yang mana untuk memenuhi
kewajiban membayar pajak semua prosedur dan tahapannya
dilakukan sendiri oleh pihak yang wajib membayar pajak
tersebut

SKT

Surat Keterangan Terdaftar adalah surat keterangan yang


diterbitkan oleh kantor pajak yang menyatakan bahwa Wajib
Pajak telah terdafar pada KPP tertenru yang berisikan NPWP
dan identitas lainnya serta kewajiban perpajakan WP

Surat SR

Sangat rahasia yaitu tingkat keamaan isi surat dinas yang


tertinggi, sangat erat hubungannya dengan keamanan dan
keselamatan insititusi. Jika disiarkan secara tidak sah atau
jatuh ke tangan yang tidak berhak, siaran itu akan
membahayakan keamanan dan keselamatan negara

TPT

Tempat Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat pelayanan


perpajakan yang terintegrasi dengan sistem yang melekat
pada KPP dalam memberikan pelayanan perpajakan.

UKI

Unit Kerja pada DJP yang ditunjuk/memiliki tugas untuk


membantu manajemen dalam melaksanakan pemantauan
pengendalian intern.

ii

Lampiran 2. SOP Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP (PER-38/PJ/2013)

Aturan tambahan (Perdirjen No.20/PJ.20/2013)


Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pendaftaran secara
elektronik, permohonan pendaftaran dilakukan dengan menyampaikan permohonan secara
tertulis dengan mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak. Permohonan
tersebut harus dilengkapi dengan dokumen yang disyaratkan. Permohonan secara tertulis
disampaikan ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak. Penyampaian permohonan secara
tertulis dapat dilakukan:
1. secara langsung;
2. melalui pos; atau
3. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Setelah seluruh persyaratan Permohonan Pendaftaran diterima KPP atau KP2KP secara
lengkap, KPP atau KP2KP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP
menerbitkan Kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat 1 (satu) hari
kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP dan SKT akan dikirimkan melalui Pos
Tercatat.

iii

Lampiran 3. SOP Penatausahaan Dokumen (KPP00-0033)

Prosedur Kerja :
1. Masing-masing Pelaksana Seksi menerima, mencatat data dokumen masuk yang
telah didisposisi Kepala KPP (SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di KPP) dalam
register dokumen masuk dan meneruskan dokumen masuk kepada Kepala Seksi
atasannya.
2. Masing-masing Kepala Seksi menerima dokumen masuk, memberikan disposisi,
menugaskan untuk menatausahakan atau untuk memproses dokumen masuk, dan
meneruskan dokumen masuk tersebut kepada Pelaksana Seksi.
3. Pelaksana Seksi mencatat disposisi dokumen masuk dalam register dokumen masuk.
Dokumen untuk disimpan kemudian ditatausahakan, sedangkan dokumen yang akan
diproses diteruskan kepada Konseptor untuk ditindaklanjuti. Dalam hal telah terdapat
SOP untuk memproses dokumen masuk tersebut, maka ditindaklanjuti sesuai dengan
SOP terkait.
4. Konseptor melakukan penghimpunan bahan, membuat konsep dokumen keluar, dan
meneruskan konsep dokumen tersebut ke Kepala Seksi.

iv

5. Kepala Seksi meneliti dan memaraf konsep dokumen keluar serta meneruskannya ke
Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani dokumen keluar.
7. Dokumen yang telah ditandatangani, diterima, dicatat datanya dalam register
dokumen keluar, serta diberi nomor, tanggal, dan cap oleh Sekretaris Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, kemudian diteruskan ke Pelaksana Seksi terkait.
8. Pelaksana Seksi menerima, mencatat data dokumen keluar dalam register dokumen
keluar, menatausahakan arsip yang berasal dari dokumen masuk maupun arsip dari
dokumen keluar, meneruskan tembusan ke seksi terkait, serta meneruskan/
menyampaikan dokumen keluar dengan manggunakan buku eskpedisi.
9. Penyampaian dokumen keluar kepada Pihak Eksternal oleh Subbagian Umum sesuai
dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
10. Proses selesai.

You might also like