You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Stomatitis Apthous Recurrent (SAR); Recurrent Aphthous Ulcerations;

Canker Sores merupakan penyakit alergi dan imunologi.1 Stomatitis Apthous


Recurrent adalah salah satu tipe ulser yang paling sering mempengaruhi mukosa
mulut.2 SAR adalah kondisi umum yang dikarakteristikkan dengan ulser multiple
yang berulang berbentuk bulat dan ovoid yang dikenal dengan apthae atau canker
sores, yang terbatas pada mukosa oral non-keratin dengan dasar berwarna kuning
atau abu-abu dikelilingi haloeritem pada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda
penyakit lainnya.3
2.2.

Insidensi Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Insidensi Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) terjadi 20-60% dari suatu

populasi. Prevalensi SAR cenderung lebih tinggi pada seorang pekerja


profesional, kelompok sosial ekonomi tinggi.2
2.3.

Usia
Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) biasanya dimulai pada anak-anak dan

remaja.3
2.4.

Jenis Kelamin
Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) lebih cenderung pada wanita.3

2.5.

Etiologi dan Faktor Predisposisi Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Penyebab terjadi SAR tidak diketahui secara pasti, namun berdasarkan

studi yang diteliti ada beberapa kategori predisposisi yang dapat diterima dalam
terjadinya SAR.

Adanya bukti yang dapat dipertimbangkan bahwa ulser berhubungan


dengan disfungsi imun fokal dimana limfosit T mempunyai peran yang
signifikan2

10

Universitas Syiah Kuala

11

Agen kausatif dapat berupa endogen (autoimun) antigen ataupun eksogen


(hiperimun) antigen, atau dapat juga berupa faktor nonspesifik seperti

trauma yang melibatkan mediator kimia2


Terdapat predisposisi genetik yang ditunjukkan dari riwayat keluarga
sepertiga pasien dan dari peningkatan frekuensi tipe HLA (HLA-A2, A11,

B12, dan DR2)3


Adanya hubungan antara SAR dan turunan polimorf nukleotida tunggal

dari gen NOS23


Stres dapat menyebabkan SAR pada beberapa kasus dan diperparah oleh

munculnya ulser selama masa sekolah dan ujian kampus3


Trauma akibat tergiginya mukosa atau peralatan dental dapat memicu

timbulnya aphthae pada beberapa orang3


Berhenti merokok dapat memicu atau memperparah SAR pada beberapa

kasus, tapi alasannya masih belum jelas3


Defisiensi haematinik sedikit berhubungan dengan SAR. Pada 20%
pasien, kekurangan zat besi, asam folat, atau vitamin B dapat
menyebabkan timbulnya ulser. Kekurangan zat besi biasa disebabkan oleh
hemoragi kronik. Asam folat terdapat terutama pada sayuran berwarna
hijau dan kekurangan asam folat dapat disebabkan karena diet,
malabsorpsi, atau berhubungan dengan obat (antikonvulsan,
carbamazepine, dan beberapa obat sitotoksik). Vitamin B12 dapat
ditemukan pada daging yang diabsorpsi melalui faktor instrinsik dari sel
parietal gastrik di usus halus dan disimpan di hati selama 3 tahun.
Kekurangan vitamin B12 dapat terjadi pada vegan, orang yang menderita
anemia, setelah gastrektomi, dan penyakit usus seperti Chron disease).
Reseptor antagonis histamin H2 seperti cimetidine, ranitidine, dan

omeprazole juga dapat menyebabkan terhambatnya absorpsi vitamin B123


Faktor endokrin juga berhubungan pada beberapa wanita karena SAR
berhubungan dengan rendahnya hormon progesterone pada fase luteal di
siklus menstruasi, atau dengan pil kontrasepsi, dan risiko SAR akan

berkurang pada masa kehamilan3


Alergi terhadap makanan terkadang dapat menyebabkan SAR, dan
terdapat insiden yang tinggi terhadap atopi3

Universitas Syiah Kuala

12

Sodium lauryl sulphate (SLS), merupakan detergen pada beberapa pasta


gigi dan produk kesehatan mulut lainnya dapat menimbulkan ulserasi.3

2.6.

Gambaran Klinis Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Secara klinis, ada 3 tipe dari SAR (Tabel 2.2), yaitu:
1. SAR minor (MiAU; Mikuliczs aphthae) : Insidensi paling banyak terjadi
yaitu >80%
2. SAR Mayor (Suttons disease; Periadenitis Mucosa Necrotica Recurrent
(PMNR)), memiliki tingkat insidensi 10% daei pasien yang pernah
dirawat.
3. SAR Herpetiform3

Gambar 2.1. Gambaran Klinis SAR Minor, Mayor, Herpetiform

Universitas Syiah Kuala

13

Persentase
Nyeri2
Bentuk2
Jumlah2
Ukuran

Letak

SAR minor
75-85

Oval, dangkal
1-5
<0,5 cm (Regezi)

SAR Mayor
10-15

Irreguler, dalam
1-10
>0,5 cm (Regezi)

SAR Herpetiform
5-10

Oval, dangkal
10-100
<0,5 cm (Regezi)

3-10 mm (Neville)

1-3 cm (Neville)

1-3 mm (Neville)

5-7 mm (Cawson)

>10mm (scully)

1-2 mm (Cawson)

Mukosa non-keratin

<5 mm (scully)
Seluruh mukosa

2-5mm (scully)
Mukosa non-

Sembuh

keratin
7-10 hari

2-6 minggu
dengan scar

(Regezi)
7-14 hari tanpa

scar (Neville)
10-14 hari

Neville)
> 14 hari

tanpa scar

dengan scar

(Scully)

(Scully)

Perawatan -

Kortikosteroid

topical
Obat kumur

(Regezi dan

tetrasiklin

Steroid

Imunosupresan
Kortikosteroid
sistemik

1-2 minggu

(Regezi)
7-10 hari
cenderung
rekuren

(Neville)
10-14 hari
tanpa scar

(Scully)
Kertoksteroid

topical
Obat kumur
tetrasiklin

Tabel 2.1 Tipe SAR dan gambaran klinisnya

2.6.7. Gambaran Histopatologi Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)

Zona sentral ulserasi ditutupi oleh membrane fibrinopurulent1


Zona ulserasi lebih dalam, pada jaringan ikat tingginya vaskularisasi dan
infiltrasi sel- sel inflamatori yang tercampur yang terdiri dari limfosit,

histiosit,dan leukosit PMN1


Epitelium pada margin lesi menunjukkan spongiosis dan sejumlah sel-

sel mononuklear pada sepertiga basilar1


Apthous ulser memiliki temuan mikroskopik non spesifik dan tidak ada
tampilan histologi yang terdiagnostik. Perubahan mikroskopik yang sama
ditemui pada semua tipe apthous ulser.2

Universitas Syiah Kuala

14

Penelitian menunjukkan adanya sel-sel mononuclear pada submukosa


dan jaringan perivaskular pada tahap periulseratif. Sel-sel yang
mendominasi adalah limfosit CD4, yang diikuti dengan limfosit CD8
sebagai pembentukan tahap ulseratif. Makrofag dan sel mast juga ditemui

pada ulser.2
Pada mukosa yang rusak memperlihatkan reaksi imunologik ditandai
dengan penurunan rasio CD4+ terhadap CD8+ limfosit T, peningkatan
jumlah sel- sel T reseptor + dan TNF.1

2.8.

Diagnosis Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Penegakan diagnosis dari Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) tidak

membutuhkan prosedur laboratoris. Diagnosis didapat dari gambaran klinis dan


dari eksklusi penyakit lain yang menampilkan ulser yang mirip dengan aphtous.
Hal ini dikarenakan gambaran histopatologis dari penyakit ini nonspesifik, maka
biopsi hanya berguna untuk mengeliminasi perbedaan dari penyakit lain dan tidak
dapat menegakkan diagnosis secara tepat.1
2.9.

Diagnosis Banding Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Diagnosis banding dari Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) adalah

Traumatik Ulser, Behcets Syndrome, dan Mucous Membran Pemphigoid.


2.9.1. Traumatik Ulser (TU)
Traumatik Ulser adalah lesi yang paling umum mengenai jaringan lunak
rongga mulut oral yg biasa terjadi. Kebanyakan disebabkan oleh trauma mekanik
sederhana dan hubungan sebab akibat jelas. Lesi sering terkena pada daerah lidah,
mukosa bukal dan bibir bawah.2
Penyebab dari traumatik ulser yaitu:
1. Faktor mekanik
- Traumatik ulser yang timbul di bagian anterior lidah bayi
akibat gigi natal (Riga Fede Disease)
- Protesa yang tidak baik
- Maloklusi gigi
- Terkena sikat gigi dan dental floss
2. Faktor Iatrogenik
- Terkena instrumen tajam
- Terkena rotary instrument
- Penekanan saliva ejector

Universitas Syiah Kuala

15

- Pengangkatan cotton roll yang melekat pada mukosa2


3. Faktor Kimia
- Penggunaaan aspirin (asam asetil salisilat) untuk meredakan
sakit gigi. penempatan yang tidak tepat dapat menyebabkan
-

mucosal burn atau coagulative necrosis


Medikasi yang digunakan pada perawatan dental yang

mengandung fenol
Prosedur bleaching yang menggunakan 30% hidrogen

peroksida
- Terkena etsa
4. Material/makanan yg panas
- Makanan yang panas seperti kandungan keju panas pada
pizza yang dapat menyebabkan pizza burn
- Material seperti wax, hydrocolloid, dental compound
5. Terapi radiasi
Ulser juga dapat muncul selama terapi radiasi untuk kanker kepala
dan leher pada kasus keganasan seperti Skuamosa sel karsinoma
yang memerlukan dosis besar berkisar 60-70 Gy memperlihatkan
ulser sepanjang jalur terkena radiasi. Pada kasus Limfoma, dosis
radiasi lebih rendah berkisar 40-50 Gy, ulser yang muncul lebih
ringan dan durasi lebih singkat.
Gambaran Klinis2
1. Ulser Traumatik Akut
- Nyeri, bengkak, kemerahan
- Ulser dikelilingi eksudat fibrinous berwarna putih kekuningan dan
dikelilingi haloeritema
- Adanya riwayat trauma
- Sembuh 7-10 hari jika penyebabnya dihilangkan
2. Ulser Traumatik Kronis
- Sedikit/tidak ada rasa sakit
- Ditutupi oleh membran kuning dan dikelilingi oleh tepi yang
-

meninggi serta menunjukkan hiperkeratosis


Indurasi karena pembentukan jaringan parut dan infiltrasi dari sel

inflamasi kronis
Penyembuhan terhambat jika trauma terus-menerus terjadi seperti

lesi pada lidah


- Tampilan seperti karsinoma dan ulser infeksius
3. Traumatik Granuloma
- Trauma mukosa yang lebih dalam
- Ukuran 1-2cm

Universitas Syiah Kuala

16

Bentuk seperti kawah


Biasa ditemukan di lidah
Sembuh dalam beberapa minggu

Gambaran Histopatologi2
Ulser Traumatik Akut memperlihatkan gambaran mikroskopik dengan
hilangnya permukaan epitelium yang diganti oleh serat-serat fibrin yang berisi
neutrofil. Dasar ulser berisi kapiler yang melebar dengan jaringan granulasi.
Regenerasi epitelium dimulai ditepi ulser, ditandai dengan proliferasi sel ke
jaringan dasar granulasi dan dibawah tumpukan fibrin.
Ulser Traumatik kronik memiliki jaringan granulasi dengan scar pada
jaringan yang lebih dalam. Sel inflami campuran yang berinfiltrasi ditemukan
disepanjang lesi. Kadang-kadang regenerasi epitelium tidak terjadi karena trauma
berlanjut atau tidak tertangani faktor lokal.
Traumatik granuloma menunjukkan kerukan jaringan dan inflamasi
berlanjut sampai otot skeletal yang terletak dibawahnya. Karakteristiknya adalah
infiltrasi makrofag yang dalam dengan eosinofil yang mendominasi tampilan
histologi, namun bukan granuloma yang khas seperti terlihat dalam proses infeksi
tuberkulosis.
Rencana Perawatan
Traumati ulser yang memiliki sumber trauma yang jelas, harus dihilangkan
sumber dari iritasi. Dyclonine Helor Hydroxyyprophyl selulosa dapat
diaplikasikan untuk meringankan nyeri sementara. Jika lesi tidak ada perubahan,
dilakukan biopsi.1
2.9.2.

Behcets Syndrome (Behcets Disease; Adamantiades Syndrome)


Behcets syndrome merupakan penyakit multisistem (gastrointestinal,
kardiovaskular, ocular, sistem saraf pusat, artikular, pulmonary, dan dermal) yang
memiliki gejala konsisten berupa aphthae oral yang rekuren.2
Penyebab dari penyakit ini masih belum diketahui. Akan tetapi terdapat
beberapa teori yang menyebutkan bahwa dasar utama penyakit ini merupakan
imunodisfungsi dengan gambaran klinis berupa vaskulitis. Genetik juga
merupakan salah satu faktor predisposisi karena berhubungan dengan human
leukocyte antigen HLA-B51. Beberapa bukti tidak langsung menunjukkan viral
etiologi.2
Gambaran Klinis

Universitas Syiah Kuala

17

Lesi dari penyakit ini menyerang daerah mulut, mata dan genital. Dapat
juga dihubungkan dengan rekuren athritis pada pergelangan tangan, kaki, dan dan
lutut.
Manifestasi kardiovaskular diakibatkan oleh vaskulitis dan thrombosis.
Manifestasi pada sistem saraf pusat berupa sakit kepala. Selain itu juga terdapat
lesi kulit pustular eritema nodusum-like. Relapsing polychondritis (seperti
auricular kartilago, nasal kartilago) yang dihubungkan dengan Behcets stigmata
telah ditetapkan sebagai MAGIC syndrome (mouth and genital ulcers with
inflamed cartilage).
Manifestasi oral terlihat menyerupai dengan gambaran klinis apthous
stomatitis tipe minor. Manifestasi pada mata berupa uveitis, conjunctivitis, dan
retinitis yang merupakan inflamasi yang sering terjadi. Manifestasi pada genital
menyebabkan ulser yang terasa sakit di sekitar daerah anus. Pada beberapa pasien
disertai dengan inflammatory bowel disease dan masalah saraf.

Gambaran Histopatologi2
Gambaran Histopatologi memperlihatkan limfosit T pada lesi ulser di Behcets
Syndrome. Terlihat infiltrasi neutrofil pada dinding pembuluh darah (vaskulitis).
Dukungan immunopatologik dari target vascular pada kondisi ini berasal dari
demonstrasi immunoglobulin dan komplemen pada dinding pembuluh darah.
Rencana Perawatan2
Tidak ada standar terapi untuk Behcets syndrome. Steroid sitemik sering
diresepkan dan obat immunosupresif seperti chlorambucil dan azathioprine dapat
digunakan sebagai tambahan untuk steroid. Dapsone, cyclosporine, thalidomide,
dan interferon juga mempunyai peran dalam perawatan pasien ini.
2.9.3.

Membrane Mucous Pemphigoid (MMP)2


Membrane Mucous Pemphigoid (MMP) (Cicatrical pemphigoid; Benign

mucous membrane pemphigoid; Ocular pemphigus; Mucosal pemphigoid) adalah


penyakit vesikulobulosa atau blister kronik yg secara dominan mempengaruhi
membran mukosa oral dan okular.
Etiologi dan patogenesis yaitu proses autoimun dgn stimulus yg tidak
diketahui. Karakteristik: adanya deposit imunoglobulin dan komponen
komplemen sepanjang zona basement. Antigen target berupa lamini 5 (epiligrin)

Universitas Syiah Kuala

18

dan protein 180-kd yang juga dikenal sebagai bullous pemphigoid antigen 180
(BP 180). Antibodi tersirkulasi yang meyerang antigen zona membran basement
biasanya susah dideteksi dikarenakan oleh level serum yang rendah.
Gambaran Klinis2
MMP Menyerang usia dewasa dan lansia dan jarang terjadi pada anakanak. Cenderung pada wanita dibandingkan laki-laki. Lesi mukosa oral secara
tipikal menunjukkan ulser yg superfisial, kadang-kadang terbatas pada gingiva
cekat. Bulla jarang terlihat karena blister cepat pecah. Lesi ini bersifat kronis dan
persisten, sembuh dgn meninggalkan scar, walaupun menimbulkan nyeri yang
tidak nyaman. Rada beberapa risiko yang dapat terjadi pada MMP seperti
terbentuknya scar pada canthus, inversi bulu mata, trauma pada kornea. Biasanya,
mukosa yang terlibat meliputi oral, konjungtiva, nasofaring, laring, esofagus, dan
genital. Lesi kutaneus jarang terjadi, jika ada biasanya pada kepala, leher dan
esktrimitas.
Lesi pada gingiva menunjukkan patch merah terang atau ulser yg meluas
pada mukosa gingiva tidak cekat. Karena kronisitasnya, nyeri MMP pada oral
akan terus berkurang secara intensitas meskipun Nikolskys sign positif Oral
Hygiene rutin yang sering diabaikan menyebabkan akumulasi plak dan respon
inflamasi.
Perawatan untuk Mucous Membran Pemphigoid pada kasus ringan dapat
diberikan steroid topikal dan untuk kasus sedang hingga parah dapat diberikan
steroid sistemik, seperti Prednison.
2.10.

Rencana Perawatan Stomatitis Apthous Recurrent (SAR)


Stomatitis Apthous Recurrent (SAR) minor tidak memerlukan perawatan
khusus, cukup berkumur menggunakan sodium bikarbonat dengan air

hangat untuk menjaga kebersihan mulut2


Pada kasus ringan, terapi utama yang diberikan adalah kortikosteroid
topikal. Pasien dengan apthous minor atau herpetiform dapat diberikan

0,01% dexamethasone1
Pasien dengan ulserasi terlokalisir dapat disembuhkan dengan 0,05% gel

betamethasone dipropionate atau 0,05% gel fluocinonide1


Pada kasus yang lebih parah dapat diberikan obat pengatur imun seperti
kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sistemik dosis rendah-sedang

Universitas Syiah Kuala

19

efektif dalam waktu yang singkat. Digunakan 20-40 mg/hari selama


seminggu, dilanjutkan pada minggu kedua dengan dosis setengah dari

dosis awal.2
Penggunaan antibiotik tetrasiklin secara topikal memberikan hasil yang
baik yang dapat mempercepat penyembuhan ulser dengan menghambat
MMP (Matrix Metalloproteinase). Sebagai efek antibakteri untuk menjaga
kebersihan mulut dapat diberikan dengan cara 250 mg kapsul tetrasiklin
kedalam 30 mL air hangat lalu kumur selama beberapa menit, dilakukan
4x sehari selama 4 hari.2

Universitas Syiah Kuala

You might also like